Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

PANCASILA DALAM LINGKUP PENDIDIKAN


BAB 1
PENDAHULUAN

1.          Latar Belakang Masalah
Sebagai warga negara yang baik, setia pada nusa dan bangsa seharusnya mempelajari dan menghayati pandangan hidup bangsa yang sekaligus sebagai dasar filsafat negara, seterusnya untuk diamalkan dan dipertahankan. Pembentukan generasi bangsa terjadi melalui berbagai wadah. Dan salah satu diantaranya adalah dunia pendidikan. Artinya, dunia pendidikan turut ambil bagian dalam pembentukan kualitas generasi sebuah bangsa. Bahkan seorang filsuf Yunani, bernama Plato, sebagaimana ditunjukkan oleh Henry J Schmandt1 menempatkan pendidikan sebagai wadah yang sangat strategis untuk tujuan luhur tersebut. Logika yang dibangun oleh Plato, kalau pendidikan yang diberikan kepada generasi muda bermutu, maka warga negara yang bermutu pun terwujud. Karena itu bagi Plato kualitas pendidikan menentukan mutu warga negara.
Apa yang ditegaskan Plato ini juga tercermin dalam tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana akan dibahas pada butir berikutnya dalam bab ini. Pertanyaan mendasar tentunya : peranan seperti apa yang diambil oleh dunia pendidikan dalam pembentukan mutu warga negara, khususnya generasi muda? Jawabnya pembentuk karakter. Berbagai ahli, antara lain Thomas Licona2, melihat bahwa pembentukan karakter merupakan inti dari pendidikan generasi muda. Licona menegaskan bahwa pendidikan karakter harus menjadi perhatian dalam seluruh jenjang pendidikan, termasuk di perguruan tinggi.

2.          Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.     Apa yang menyebabkan pancasila sebagai nilai dasar fundamental ?
2.     Apa peranan pancasila dalam lingkup pendidikan moral ?
3.     Bagai mana peran guru dalam pendidikan pancasila?
4.     Apa aja inti panca sila?




3.         Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk melengkapi tugas Ujian Akhir Semester 1 Pancasila
2.      Mengetahui peran Pancasila sebagai nilai fundamental
3.      Memahami secara mendalam mengenai Makna Nilai-Nilai yang Terkandung pada setiap Sila Pancasia.              


















BAB II
PEMBAHASAN

1. PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR FUNDAMENTAL
1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh, hierarki dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki konsekuensi serta makna yang utuh.3
2. Nilai-nilai Pancasila Sebagai Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara Indonesia. Sebagai suatu sumber dari segala sumber hukum secara objektif merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita, hukum serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia, yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dipadatkan dan diabstraksikan oleh para pendiri negara menjadi lima sila dan ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat negara Republik Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan  sebagai Pokok Kaidah Negara yang fundamental. Adapun Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung empat Pokok Pikiran yang bilamana dianalisis makna yang terkandung di dalamnya tidak lain adalah merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.

Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara Persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat. Berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini menunjukan bahwa negara Indonesia adalah negara Demokrasi yaitu kedaulatan di tangan rakyat. Hal ini sebagai penjabaran sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa, negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini mengandung arti bahwa negara Indonesia menjujung tinggi keberadaban semua agama dalam pergaulan hidup negara. Hal ini merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa keempat pokok pikiran tersebut tidak lain merupakan perwujudan dari sila-sila Pancasila. Pokok pikiran ini sebagai dasar fundamental dalam pendirian negara, yang realisasi berikutnya perlu diwujudkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945. Dengan perkataan lain bahwa penjabaran sila-sila Pancasila dalam peraturan perundang-undangan bukanlah secara langsung dari sila-sila Pancasila dalam melainkan melalui Pembukaan UUD 1945. Empat pokok pikiran dan barulah dikongkritasikan dalam pasal-pasal UUD 1945. Selanjutnya dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan serta hukum positif di bawahnya.
Dalam pengertian seperti inilah maka sebenarnya dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Konsekuensinya dalam segala aspek kehidupan negara, antara lain pemerintahan negara, pembangunan negara, pertahanan negara, hingga pendidikan negara.
2. PANCASILA DALAM LINGKUP PENDIDIKAN
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan/keahlian dalam kesatuan organis harmonis dinamis, didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu pengembangan pendidikan haruslah berorientasi kepada dua tujuan, yakni untuk pembinaan moral dan intelektual. Moral tanpa intelektual akan tidak berdaya. Intelektual tanpa moral akan berbahaya, karena seseorang dapat menggunakan kepandaiannya itu untuk kepentingannya sendiri dan merugikan orang lain. Selain itu pendidikan juga suatu proses secara sadar dan terencana untuk membelajarkan peserta didik dan masyarakat dalam rangka membangun watak dan peradapan manusia yang bermartabat. Ialah manusia – manusia yang beriman dan brtaqwa kepada Tuhan Yang Maha kemanusiaan, menghargai sesama, santun dan tenggang rasa, toleransi dan mengembangkan kebersamaan dan keberagaman, membamgun kedisiplinan dan kemandirian, sesuai dengan nilai – nilai pancasila. Oleh karena itu proses dan isi pembelajaran hendaknya dirancang secara cermat sesuai dengan tujuan pendidikan. Pada giliran selanjutnya akan menjadi potensi bagi proses pembelajaran yang berkualitas.

Pendidikan adalah investasi jangka panjang, pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Bagaimana agar program sekolah gratis bisa efektif dan tepat sasaran untuk anak-anak miskin dan kurang mampu agar mau mengikuti program sekolah gratis dan bagaimana bentuk atau cara-cara jitu pemerintah dan pihak sekolah agar orang tua murid mau melepas anak mereka untuk bersekolah kembali. Setiap program yang dicanangkan oleh pemerintahan tentunya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku di Negara ini, sudah pasti yaitu pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sehingga proses pelaksanaannya harus disesuaikan dengan pancasila.

1. Peran Pancasila dalam Pendidikan di Indonesia
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan/keahlian dalam kesatuan organis harmonis dinamis, didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu pengembangan pendidikan haruslah berorientasi kepada dua tujuan, yakni untuk pembinaan moral dan intelektual.
Moral tanpa intelektual akan tidak berdaya. Intelektual tanpa moral akan berbahaya, karena seseorang dapat menggunakan kepandaiannya itu untuk kepentingannya sendiri dan merugikan orang lain. Selain itu pendidikan juga suatu proses secara sadar dan terencana untuk membelajarkan peserta didik dan masyarakat dalam rangka membangun watak dan peradapan manusia yang bermartabat. Ialah manusia – manusia yang beriman dan brtaqwa kepada Tuhan Yang Maha kemanusiaan, menghargai sesama, santun dan tenggang rasa, toleransi dan mengembangkan kebersamaan dan keberagaman, membamgun kedisiplinan dan kemandirian, sesuai dengan nilai – nilai pancasila. Oleh karena itu proses dan isi pembelajaran hendaknya dirancang secara cermat sesuai dengan tujuan pendidikan. Pada giliran selanjutnya akan menjadi potensi bagi proses pembelajaran yang berkualitas.
Sedangkan untuk saat ini pendidikan di Indonesia selama ini dianggap  terlalu mahal dan menguntungkan pihak atau masyarakat yang mampu atau masyarakat yang mempunyai kekayaan lebih sehingga mereka mampu menyekolahkan putra putrinya bahkan sampai ke luar negeri sekalipun untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan memadai, sebaliknya dengan warga miskin atau warga kurang mampu banyak yang kesulitan untuk menyekolahkan anaknya minimal memenuhi target pemerintah untuk program wajib belajar 9 tahun sampai lulus SMP atau lulus sekolah menengah tingkat pertama, para orang tua ini bahkan terpaksa menyuruh anaknya untuk bekerja dan putus sekolah untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Kemudian pemerintah melakukan gebrakan melalui Menteri Pendidikan Nasional Professor Bambang Sudibyo dengan cara mencanangkan program sekolah gratis wajib belajar 9 tahun sampai lulus SMP khusus siswa yang sekolah di SD/SMP negeri kecuali sekolah yang sudah bertaraf internasional agar para anak-anak penerus bangsa ini tidak bodoh dan buta huruf dan juga agar pendidikan di Indonesia menjadi bertambah maju. Sehingga pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dilaksanakan diberbagai penjuru kota di Negara ini. Setelah semua masyarakat sepakat dengan konsep tentang wajar, maka tugas kita bisa bersama-sama untuk memajukan pendidikan. Pendidikan bukan hanya tanggungjawab guru atau sekolah, melainkan seluruh warga Negara terutama orang tua.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang, pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Bagaimana agar program sekolah gratis bisa efektif dan tepat sasaran untuk anak-anak miskin dan kurang mampu agar mau mengikuti program sekolah gratis dan bagaimana bentuk atau cara-cara jitu pemerintah dan pihak sekolah agar orang tua murid mau melepas anak mereka untuk bersekolah kembali. Setiap program yang dicanangkan oleh pemerintahan tentunya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku di Negara ini, sudah pasti yaitu pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sehingga proses pelaksanaannya harus disesuaikan dengan pancasila.5
2. Peran Pendidikan Moral Pancasila
Kebanyakan orang berpendapat bahwa pendidikan moral adalah merupakan suatu usaha sadar untuk menanamkan nilai-nilai moral pada anak didik sehingga anak bisa bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai moral tersebut. Pendidikan moral semacam ini membuahkan suatu program yang tidak banyak bedanya dengan mengajarkan sopan santun di meja makan (Ronald Duska,1982, P.15). Program pendidikan moral tersebut sebagaimana dilaksanakan oleh nenek moyang kita, atau sering juga disebut sebagai pendidikan pendidikan moral yang tradisional, tidak memberikan hasil yang efektif. Hartshone dan May dalam penelitiannya mendapatkan suatu kesimpulan bahwa tidak ada korelasi antara pendidikan budi pekerti atau yang sejenisnya itu, dalam hal ini pendidikan moral, tidak memberikan hasil yang baik apabila dilaksanakan dengan cara yang tradisional, seperti memberi nasehat, petuah-petuah, contoh, hukuman atau hadiah.
Di muka telah dikemukakan bahwa masalah moral tidak dapat dilepaskan dari unsur rasio, sehingga pendidikan moral pun harus juga mempertimbangkannya dari segi rasio. Tingkah laku baik secara moral, selalu merupakan tingkah yang rasional, suatu tingkah laku yang sengaja dilakukan, dilakukan secara mau dan tahu. Apabila pendidikan moral hanya puas dengan apa yang kelihatan, dalam arti hanya melihat gejala yang menampak keluar tanpa melihat bagaimana rasionalitas dari tingkah laku tersebut, maka pendidikan moral tersebut tidak dapat dikatakan berhasil. Sebagai contoh yang sangat sederhana misalnya, apakah pendidikan moral puas dengan hasil bahwa siswanya suatu ketika tampak memberi sedekah pada fakir miskin sebagaimana juga orang tua, tanpa mengetahui mengapa mereka membuat demikian. Barangkali alasannya adalah karena kasihan pada si miskin.


Tetapi dapat juga bahwa alasannya adalah memberi pertolongan adalah perbuatan mulia, atau agar namanya dimuat di mass media, atau dikenal sebagai orang dermawan. Alasan-alasan tersebut merupakan petunjuk bagi tingkat rasional kesadaran moralnya. Maka pada hakikatnya pendidikan moral harus mengembangkan rasionalitas (Brian Oritenden, ACER, 1978, P. 31). John Wilson mengatakan bahwa pendidikan moral adalah tentang konsep rasinalitas. Dia mengusulkan suatu interpretasi yang rasional tentang moralitas dan pendidikan moral.
Dengan demikian pendidikan moral bukan sekedar menanamkan nilai-nilai pada anak didik, melainkan berwujud suatu usaha sadar untuk mengubah struktur kognitif anak, sehingga anak dapat mencapai perkembangan moral secara optimal, dijiwai oleh prinsip-prinsip nilai moral yang diyakininya. Dengan demikian bukan sekedar anak tahu tentang baik atau buruk, kemudian dapat berbuat sesuatu yang baik atau menghindari yang buruk melainkan perilaku tersebut harus didasari oleh penalaran. Penalaran tentang mengapa saya harus bertindak demikian, serta perkembangan dan penalaran moral tersebut akan membawa konsistensi dalam berprilaku, sehingga terbentuk moralitas yang mantap pada diri anak yang sesuai dengan konsep pendidikan Moral Pancasila.
3.Peranan Guru Sebagai Pendidik
Guru kelas adalah orang tua kedua dari semua siswa di sekolah. Kedudukan sebagai orang tua kedua mengandung makna, bahwa masyarakat dan negara memberikan kepercayaan (amanat) kepada guru untuk mendidik anak selama mereka berada di sekolah. Keberadaan anak di sekolah bukan hanya menuntut ilmu pengetahuan, melainkan belajar dan bergaul sesama siswa dan dengan semua guru. Semua anak menerima pengaruh pergaulan, bahkan dengan sadar menyerap contoh dan keteladanan yang dialami atau diamati mereka.
Mengingat umur siswa SD sekitar 6-13 tahun, maka sikap kritisnya baru mulai berkembang. Karena itu apa yang mereka amati dan saksikan dari sesama teman maupun para guru, mereka serap atau tiru. Tingkah laku meniru itu, karena mereka baru belajar bagaimana hidup, bersikap dan bertingkah laku. Sesungguhnyalah, mereka belum sadar benar antara yang benar dan baik, dengan suatu tindakan atau tutur kata yang salah dan kurang baik. Jadi mereka perlu dibimbing di dalam sikap hidup, sopan santun dan tata krama
Untuk membina sikap hidup sopan dan bertata krama, tidak cukup dengan uraian pelajaran (teori) panjang lebar, melainkan dengan contoh dan tindakan nyata. Uraian kata-kata atau verbalisme akan kurang bermakna dibandingkan dengan sikap, contoh dan tindakan nyata. Untuk ini pribadi guru di dalam dan di luar kelas adalah pusat perhatian siswa, cita ideal, atau tokoh idola mereka. Karena itu pribadi seorang guru hendaknya bersikap dan “berlaku” sebagai tokoh panutan, selalu memancarkan keteladanan.
Mengajarkan Pendidikan Moral Pancasila, berpusat dan berinti nilai moral. Maka guru wajib mengindentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai dan praktek asas-asas moral. Artinya guru selalu dijiwai dan dilandasi nilai moral.

3. INTI NILAI SILA-SILA PANCASILA
Pancasila sebagai dasar filsafah bangsa dan Negara, merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya, karena apabila dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila, sebagai satu kesatuan yang tidak dapat ditukarbalikan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut ini diuraikan.6
a.   Sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah sebagai pondasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengapa ini dijadikan sila pertama? Karena kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah merupakan suatu pedoman utama untuk kita memahami dan meyakini ajaran Tuhan. Karena kita adalah umat yang beragama, sudah seharusnya kita mengEsakan dan yakin kepada  Tuhan kita.  Dengan yakinnya kita kepada tuhan, dan mampunya kita menjalankan lalu mengamalkan ajaranNya kita akan dapat menjalankan sila-sila selanjutnya. Namun ketika kita tidak bisa menjalankan sila pertama ini, kita tidak memiliki cukup iman yang bisa memperkuat kita agar tetap dalam jalan yang benar. Banyak orang yang telah mencapai kesuksesannya namun berpaling dari Tuhannya.
b.   Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” adalah sebagai manusia kita harus memiliki sikap adil dan beradab. Adil yang berarti mengakui adanya persamaan hak dan kewajiban sesama manusia, dan Beradab yang berarti memiliki adab atau etika dalam bertindak. Sila kedua ini sangat belum terlaksana dengan baik. Mengapa? Karena ketika manusia di tawarkan dengan sesuatu yang sangat menggiurkan dan akan sangat menguntungkannya, dia pun akan berpaling dari keadilan dan etika beradab di bidang profesi yang dijalankannya.
c.   Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” adalah merupakan suatu sila yang bermaksud dan bertujuan untuk menyatukan seluruh rakyat Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika yang berarti walaupun berbeda tetapi tetap satu. Sila ini untuk meningkatkan rasa bangga kita terhadap bangsa ini karena perbedaan yang sangat beragam dan indah lalu bersatunya Rakyat Indonesia untuk memajukan dan mensejahterakan Negara Indonesia.
d.   Sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan” adalah untuk mengutamakan musyawarah sebagai ketentuan dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama. Selain itu, dalam musyawarah kita juga harus bijaksana dalam mengambil keputusan agar setiap pihak tidak merasa dirugikan atau merasa tidak adil dalam pengambilan keputusan tersebut.
e.   Sila kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” sama seperti sila kedua, bahwa disini kita harus adil terhadap sesama dan harus saling menghargai hak dan kewajiban antar sesama.  Maksud dari “Seluruh Rakyat Indonesia” adalah keadilan yang dibuat oleh pemerintah kepada seluruuh rakyat Indonesia tanpa membeda-bedakan Derajat mereka. Ketika seorang kaya raya yang memang bersalah, dia memamng sudah sewajarnya mendapatkan setimpal sengan kesalahan yang diperbuatnya tersebut.



















BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan merupakan satu aspek penting untuk membangun bangsa. Hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam Program Pembangunan Nasional. Sumber daya manusia yang bermutu yang merupakan Produk Pendidikan dan merupakan kunci keberhasilan suatu Negara.
Oleh sebab itu pendidikan sangat diharuskan sekali karena memberikan peranan yang sangat penting baik itu untuk diri sendiri, oang lain ataupun Negara. Untuk diri sendiri keuntungan yang didapat adalah ilmu, untuk orang lain kita bias mengajarkan ilmu yang kita ketahui kepada orang yang masih awam dan untuk Negara jika kita pintar maka kita akan mengangkat nama baik Negara kita di dunia internasional.
Pancasila sebagai pedoman pelaksanaan pembaharuan sistem pendidikan memeiliki peranan yang sangat penting yaitu diharapkan mampu mendukung upaya mewujudkan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mampu menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dan juga Pancasila menjadi pedoman dalam pemerintahan di Indonesia, untuk mewujudkan negara yang adil, makmur, dan sejahtera. Sehingga perkembangan dalm segala aspek dapat berjalan dengan baik.











DAFTAR PUSTAKA

A.Kosasih Djahiri dan M.Aziz Toyibin.1997.PENDIDIKAN PANCASILA.Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan:Jakarta
Dr.H Kaelan,M.S.2004.PENDIDIKAN PANCASILA.Paradigma:Yogyakarta
Drs.M.Daryono,DKK.2011.PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN.Rineka Cipta:Jakarta
Kasdin Sihotang,DKK.2014.PENDIDIKAN PANCASILA UPAYA INTERNALISASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN.Universitas Atma Jaya:Jakarta
Rukiyati, M.Hum., dkk. 2008. Pendidikan Pancasila.Yogyakarta: UNY