Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Makalah Kerajaan Malaka


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Sejarah merupakan salah satu ilmu sosial yang memiliki peran signifikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu sejarah mempelajari hal-hal yang telah terjadi di masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Masa lalu merupakan cermin bagi langkah selanjutnya bagi kehidupan saat ini hingga di masa mendatang. Segala yang terjadi di masa lalu akan mempengaruhi kejadian pada saat ini sampai kejadian yang akan datang.
Ilmu sejarah sangat penting untuk dipelajari sebagai bahan pembelajaran bagi kita untuk menghadapi kejadian-kejadian yang akan dialami baik pada masa sekarang hingga masa yang akan datang.

1.2  Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Asia Tenggara.
Maksud pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Menjelaskan Sejarah di Asia Tenggara.
  2. Menjelaskan Kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di kawasan Asia Tenggara.

1.3  Sistematika Makalah
Terdiri dari :
I.            Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
1.2  Maksud dan Tujuan
1.3  Sistematika Makalah
II.          Pembahasan
III.        Penutup
3.1 Kesimpulan
Daftar Pustaka

BAB II

PEMBAHASAN


Kerajaan Malaka yang semula tumbuh di sekitar pelabuhan Malaka berkembang menjadi kerajaan Islam yang paling berpengaruh di sekitar Selat Malaka (Sumatera dan Semenanjung Malaka). Pertumbuhan kerajaan ini dipengaruhi oleh ramainya perdagangan internasional Samudera Hindia, Selat Malaka, dan Laut Cina Selatan, dan perairan Nusantara yang dilakukan oleh para pedagang Islam.
Tidak diketahui dengan pasti bagaimana awal berdirinya Malaka dan pergantian raja-rajanya. Menurut versi sejarah Melayu dan Majapahit, kerajaan ini didirikan oleh seorang Pangeran dari Mahapahit bernama Paramisora. Setelah terjadi perang saudara di Majapahit, yaitu Perang Paregreg (1401-1406), pangeran ini melarikan diri ke Tumasik (sekarang Singapura) dan kemudian ke Malaka. Di kota ini, dia bersama pengikutnya membangun Malaka dan mengembangkannya menjadi pelabuhan penting di Selat Malaka. Bersamaan dengan tumbuhnya Malaka sebagai pelabuhan yang ramai, Paramisora menjadikan Malaka sebagai satu kerajaan dan mengganti namanya dengan nama Islam, yaitu Iskandar Syah. Raja pertama ini digantikan oleh Muhammmad Iskandar Syah (memerintah tahun 1414-1424) dan menikah dengan Putri Pasai, Sultan Mudzafat Syah, Sultan Mansur Syah (1458-1477), Sultan Alaudin Syah (1477-1488) dan Sultan Mahmud Syah (1488-1511). Kerajaan ini mengalami keruntuhan setelah direbut oleh bangsa Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Alburquerque tahun 1511. Dengan demikian kekuasaan politik kerajaan Malaka hanya berlangsung selama kurang lebih satu abad.
Walaupun Paramisora dianggap sebagai pendiri kerajaan Malaka awal abad ke-15 menurut versi di atas, sebenarnya pelabuhan Malaka telah berkembang menjadi pelabuhan penting sekitar satu sampai dua abad yang lalu. Versi lain mengenai sejarah Malaka disebutkan bahwa pelabuhan Malaka sebelumnya tidak memiliki kekuasaan politik kecuali sebagai tempat persinggahan para pedagang dari berbagai bangsa, terutama yang beragama Islam.
Sejalan dengan pesatnya perdagangan, kerajaan ini memiliki hegemoni atas Selat Malaka. Beberapa wilayah sekitarnya seperti Pahang, Indragiri, Kampar, Tumasik, dan Sumatera Utara serta Aceh berada di bawah pengaruhnya. Selama kurang lebih satu abad, kerajaan ini memiliki pengaruh politik atas kerajaan kecil di sekitar Selat Malaka. Hubungan politik dan dagang dengan Gujarat, Cina dan Benggala serta pelabuhan di Jawa terpelihara dengan baik. Semakin lemahnya kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa menyebabkan kerajaan Malaka tidak memiliki saingan di Selat Malaka. Hubungan dengan Cina tetap dijaga agar negeri di sebelah Utara tersebut tidak menjadi ancaman bagi Malaka dalam memainkan peran politik dan dagangnya di kawasan ini.
Seperti telah diuraikan di atas, kerajaan Malaka memiliki peran yang sangat besar di bidang perdagangan. Bidang ini merupakan sumber utama kehidupan ekonomi penduduknya. Pelabuhan Malaka menjadi pusat kegiatan ekonomi bukan hanya untuk kerajaan Malaka melainkan juga untuk kawasan Indonesia. Pada masa kejayaannya, para pedagang Indonesia banyak yang berlabuh di pelabuhan Malaka dan mengadakan transaksi dagang dengan pedagang dari Arab, Persia, Gujarat, Benggala, Cina dan negeri-negeri lainnya. Dengan demikian, pelabuhan Malaka berfungsi sebaga pelabuhan internasional.
Ada beberapa ciri yang dapat dikemukakan mengenai perdagangan di Malaka:
Pertama, raja dan pejabat tinggi kerajaan terlibat dalam kegiatan dagang. Mereka memiliki kapal, nakhoda, dan awak yang bekerja kepadanya. Selain itu, mereka juga menanamkan modal pada perusahaan-perusahaan pelayaran dan menjual barang melalui kapal-kapal milik pedagang lain. Kekayaan yang diperoleh dari perdagangan tersebut digunakan untuk membangun istana, masjid yang indah, memelihara gundik, hidup mewah, serta untuk membangun dan memelihara pelabuhan.
Kedua, pajak bea cukai yang dikenakan terhadap setiap barang dibedakan atas asal barang. Misalnya, barang yang berasal dari barat (India, Persia, Arab, dll) dikenakan bea sebesar 6% sedangkan barang dari timur termasuk pedagang dari kepulauan Nusantara tidak dikenakan bea cukai atas barang-barangnya. Namun demikian, para pemilik barang harus membayar upeti kepada raja dan para pembesar pelabuhan, seperti syahbandar dan tumenggung.
Ketiga, perdagangan dijalankan dalam dua jenis, yaitu 1) pedagang memasukkan modal dalam barang dagangan yang diangkut dengan kapal untuk dijual ke negeri lain dan 2) pedagang menitipkan barang atau meminjamkan uang kepada nakhoda yang akan membagi keuntungannya dengan pedagang yang member modal. Raja dan keluarganya juga terlibat dalam perdagangan kedua jenis tersebut.
Keempat, agar perdagangan berjalan lancar, kerajaan mengeluarkan berbagai undang-undang yang mengatur perdagangan di kerajaan tersebut. Dalam undang-undang itu, diatur masalah syarat-syarat sebuah kapal untuk berlayar, nama-nama jabatan dan tanggung jawabnya, saat berlabuhnya kapal di pelabuhan, dan sebagainya. Agar komunikasi berjalan lancar di antara pedagang dan pembeli. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar terutama bagi bangsa – bangsa yang berasal dari kawasan Nusantara. Karena banyaknya pedagang dari Arab, Persia, Gujarat, dan Benggala. Bahasa melayu mendapat pengaruh dari bahasa-bahasa yang dipergunakan bangsa-bangsa tersebut.
Struktur politik Malaka terdiri dari beberapa lapis. Di puncak kekuasaan terdapat seorang raja yang membawahkan patih yang disebut Paduka Raja di Malaka. Patih membawahkan semua pejabat tinggi kerajaan seperti bendahara, bupati, dan seterusnya. Di bawah Patih, terdapat bendahara yang memegang urusan pengadilan, pajak, dan keuangan, serta memiliki wewenang menjatuhkan hukuman mati. Yang berkedudukan sama dengan bendahara adalah laksamana yang tugasnya memimpin angkatan laut dan semua kapal yang berlabuh di pelabuhan kerajaan Malaka. Dia juga berperan sebagai pengawal keluarga raja dan seluruh kerajaan.
Struktur politik tingkat bawah lebih berkaitan dengan urusan perdagangan.dalam struktur ini terdapat tumenggung atau kepala pemerintahan kota yang juga memiliki kewenangan dalam urusan pajak dan perdagangan di wilayahnya. Sejajarnya dengan tumenggung adalah para syahbandar yang memiliki kekuasaan politik atas pelabuhan-pelabuhan. Di Malaka terdapat Syahbandar yang tugasnya mengurusi pedagang-pedagang dari Gujarat, Benggala, Melayu, Jawa dan lain-lain. Para syahbandar ini bertanggung jawab terhadap bendahara kerajaan.
Di tingkat lebih bawah terdapat golongan bangsawan yang juga memiliki kekuasaan politik di daerah tertentu. Bangsawan-bangsawan tersebut sebagian besar berasal dari suku Melayu. Sebagai golongan ksatria yang dalam tradisinya harus memiliki keterampilan berperang mereka sangat dihormati dan ditakuti. Gaya hidupnya sangat feodal, hidup mewah dengan berbagai lambang kebesarannya. Kekayaannya diperoleh dari hasil upeti para petani yang berada di bawah kekuasaannya. Sebagai golongan feodal, mereka enggan berdagang walaupun menginginkan upeti dari para pedagang di Malaka untuk membiayai gaya hidup feodalnya.

Gaya hidup feodal raja, pembesar, dan golongan bangsawan berakibat melemahnya Malaka di bidang politik dan pertahanan. Raja-raja Malaka yang kaya raya dan menikmati kemakmuran akibat dari “meledaknya” perdagangan di Selat Malaka lupa akan pertahanan negara. Dengan demikian, ketika bangsa Portugis datang ke Malaka dan berambisi menaklukan kekuatan-kekuatan Islam. Malaka tidak memiliki persiapan untuk menghadapinya. Dengan mudah, kerajaan ini dapat ditaklukkan bangsa Portugis tahun 1511.

 


BAB III

PENUTUP



3.1 Kesimpulan
            Kerajaan Malaka sebagai salah satu kerajaan yang pernah berdiri dan berkuasa di kawasan Asia Tenggara khususnya di Kawasan Selat Malaka memiliki peranan yang cukup vital pada saat itu. Kawasan Selat Malaka pada saat itu mengalami perkembangan khususnya dalam bidang perdagangan baik antar pedagang yang datang dari kawasan Asia Barat seperti Gujarat, Persia hingga pedagang yang berasal dari Asia Timur seperti dari Cina.
            Akan tetapi perkembangan Kerajaan Malaka tidak diimbangi dengan pertahanan kerajaan yang tangguh. Segenap pejabat mulai dari Raja hingga pejabat dibawahnya ikut terlibat dalam perdagangan untuk menghasilkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya. Hal ini menyebabkan pertahanan kerajaan menjadi rapuh sehingga ketika datang bangsa Eropa untuk menguasai kawasan Selat Malaka, Kerajaan Malaka tidak dapat berbuat banyak sehingga menyebabkan terjadinya kemunduran hingga akhirnya kerajaan Malaka menjadi hancur.   
             







DAFTAR PUSTAKA




Badrika, I.W., (1996), Sejarah Nasional Indonesia dan Umum, Jakarta: Erlangga
Supriatna, N., (1997), Sejarah Nasional Indonesia dan Umum, Bandung: Grafindo Media Pratama




Blog Archive