BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Takhrij Hadist
merupakan langkah awal dalam kegiatan penelitian hadist. Pada masa awal
penelitian hadist telah dilakukan oleh para ulama salaf yang kemudaian hasilnya
telah dikodifikasikan dalam berbagai buku hadist. Mengetahui masalah takhrij,
kaidah. dan metodenya adalah sesuatu yang sangat penting bagi orang yang
mempelajari ilmu - ilmu syar‟i, agar mampu melacak suatu hadist sampai pada
sumbernya. Kebutuhan
takhrij adalah perlu sekali, karena orang yang mempelajari ilmu tidak akan dapat
membuktikan(menguatkan) dengan suatu hadist atau tidak dapat meriwayatkannya,
kecuali setelah ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadist dalam kitabnya
dengan dilengkapi sanadnya, karena itu, masalah takhrij ini sangat dibutuhkan
setiap orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar‟i dan yang sehubungan
dengannya.
B.Rumusan
Masalah
1.
Apa yang di
maksud takhrij?
2.
Apa yang di
maksud takhrij hadist secara terminologis?
3.
Apa tujuan
dan kegunaan mentakhrij hadist?
4.
Bagaimana
cara mentakhrij hadist?
C.Tujuan
1. Mengetahui apa yang di maksud takhrij hadist
2. Mengetahui apa yang dimaksud takhrij hadist
secara terminologis
3. Mengetahui apa tujuan dan kegunaanya
4. Mengetaui cara mentakhrij hadist
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Takhrijul Hadis
1.
Pengertian Menurut Bahasa Kata takhrij dari kata kharraja,
yukhariju, yang secara bahasa mempunyai bermacam-macam arti. Menurut
mahmud ath-Thahhan, asal kata Takhrij, ialah :”Berkumpulnya dua hal yang
bertentangan dalam satu persoalan” Dalam
arti lain tajrih/takhrij atau jarah dalam pengertian bahasa : melukai
tubuhataupun yang lain dengan menggunakan benda tajam, pisau, pedang
dasnsebagainya, luka yang disebabkan oleh kena pisau dan sebagainya
dinamakan jurh. Dan di artikan pula jarah dengan memawkai dan menistai,
baik dimukaataupun dibelakang.Dari sudut pendekatan kebahasaan ini, kata
takhrij juga memiliki beberapa arti,yaitu pertama, berarti al-istinbath (
mengeluarkan dari sumbernya ). Kedua berartiat-tadrib (latihan ) ketiga berarti
at-taujih (pengarahan, menjelaskan duduk persoalan)
2.
Pengertian Secara Terminologis Para ulama ahli hadis dalam hal
ini mengemukakan beberapa definisi, seperti di bawah ini Menurut satu
definisi, arti takhrij sama dengan Al-ikhraj yaitu Ibraz Al-Hadits lian-nas
bidzikri mahrajih (mengumgkapkan atau mengeluarkan hadits kepadaorang lain
dengan menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkaiansanadnya sebagai yang
mengelaurkan hadits). Misalnya dikatakan : hadza haditsakhrajahu al-bukhari
atau kharrajahu al-bukhari ( hadist ini dikeluarkan oleh al- bukhari).
Arti takhrij menurut definisi ini banyak dipakai oleh para ulama dalammengutip
atau menyebutkan suatu hadis.Menurut definisi berikutnya, di sebutkan bahwa
kata takhrij berarti ikhraj al-ahadits min buthuni al-kutub wa riwayatuh (
mengeluarkan sejumlah hadis darikandungan kitab-kitabnya dan meriwayatkannya
kembali ).
Pengertian ini di antaranya di kemukakan oleh as-sakhawi, ia menambahkan bahwa
orang yangmengeluarkan hadis tersebut kemudian meriwayatkannya atas namanya
sendiriatau atas nama guru-gurunya, serta menyandarkannya kepada penulis kitab
yangdikutipnya.Menurut definisi lainnya, kata takhrij berarti adalalah ala
mashadir al-hadits al-ashliyah wa azzuhu ilaihi ( petunjuk yang menjelaskan kepada
sumber-sumber asal hadis ). Di sini dijelaskan siapa-siapa yang menjadi
para perawi danmudawwin yang menyusun hadis tersebut dalam suatu kitab.Menurut
mahmud ath-thahhan, definisi yang disebut ketiga ini yang banyak dipakai
dan terkenal pada kalangan ulama ahli hadis.
B. Tujuan
Dan Kegunaan Men-Takhrij Hadist Ilmu takhrij merupakan bagian
dari ilmu agama yang perlu dipelajari dandikuasai. Sebab di dalamnya
dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui darimana sumber hadis itu berasal.
Selain itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang
diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadis.Tujuan pokok
men-tahrij hadis adalah untuk mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij.
Sedang
kegunaan takhrij ini, antara lain :
1.Dapat
mengetahui keadaan hadis sebagai mana yang dikehendaki atauyang ingin di capai
pada tujuan pokok di atas
2.Dapat
mengetahui keadaan sanad hadis dan silsilahnya berapapun banyaknya, apakah
sanad-sanad itu bersambung atau tidak
3.Dapat
meningkatkan kualitas suatu hadis dari dha’if menjadi hasan karenakan di
temukannya syhid atau mu’tabi
4.Dapat
mengetahui bagaimana pandangan para ulama terhadap keshahihan suatu hadist
5.Dapat
membedakan mana para perawi yang di tiggalkan atau yang di pakai
6.Dapat
menetapkan sesuatu hadis yang dipandang mubham manjadikan tidak mubham karena
di temukannya beberapa jalan sanad atau sebaliknya
7.Dapat
menetapkan muttashil kepada hadist yang di riwayatkan dengan menggunakan adat
at-Tahammul , (kata-kata yang dipakaidalam penerimaan dan periayatan hadis)
dengan an’anah (kata-kataan/dari)
8.Dapat
memastikan identitas para perawi, baik berkaitan dengan kun-nya
(julukan),laqab(gelar),atau nasab(keturunan),dengan nama yang jelas.
C. Sepintas
Tentang Sejarah Takhrij Kegiatan men-takhrij hadis muncul
dan diperlukan pada masa ulama Mutaakhirin.Sedang sebelumnya, hala ini tidak
pernah dibicarakan dan diperlukan. Kebiasaanulama Mutaqaddimin menurut Al
Iraqi, dalam mengutip hadis-hadisnya tidak pernah membicarakan dan
menjelaskan darimana hadis itu dikeluarkan, serta bagaimana kualitas
hadis-hadis tersebut, sampai kemudian datang An-nawawi yang melakukan hal itu.
D. Cara
Mentakhrij Hadis Pada garis besarnya ada lima cara
atau jalan untuk mentakhrij hadis, yaitu:
1. Melalui
pengenalan nama sahabat perawi hadis
2. Melalui
pengenalan awal lafaz atau matan suatu hadis
3. Melalui
pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar atau dikenal
dalam pembicaraan, tetapi merupakan bagian dari matan hadis (letak kata-kata
tersebut bisa dimana saja, di awal, di tengah atau di akhir matan
4. Melalui
pengenalan topic yang terkandung dalam matan hadis
5. Melalui
pengamatan tertentu terhadap apa yang terdapat dalam suatu hadis baik matan
atau sanadnya
1.
Mentakhrij Melalui Pengenalan Nama Sahabat Perawi Cara men-takhrij
seperti ini hanya bisa dilakukan apabila telah diketahui namasahabat yang
meriwayatkan hadis tersebut. Apabila nama sahabat diketahui
maka pentakhrij –an dapat dilakukan dengan bantuan tiga macam kitab hadis,
yaitu al-masanid (kitab musnad), al-ma’ajim (kitab-kitab mu’jam), dan kutub
al-athraf.
a.
Al-Masanid (kitab-kitab musnad) Al-masanid adalah jamak dari
al-musnad yaitu semacam kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat
yang meriwayatkannya. Susunan nama-namasahabat dalam kitab-kitab musnad
tidaklah sama ada yang disusun secaraalfabetis,dan ada yang disusun berdasarkan
kelompok urutan waktu masuk islamatau keutamaan sahabat, di samping ada pula
yang disusun berdasarkankeutamaan kabilah atau kota.Hasil karya berupa kitab
musnad ini cukup banyak. Ath-thahhan menyebutkansebanyak sepuluh kitab yang
diantaranya ialah musnad karya ahmad bin hanbal,musnad karya abu bakr Abdullah
bin az-zubair al-humaidi, dan musnad karya abudaud sulaiman bin daud
ath-thayalisi. Dari kitab-kitab yang disebutkannya dua diantaranya dibicarakan
ath-thahhan lebih lanjut yaitu musnad ahmad bin hanbaldan musnad abu bakr
al-humaidi.
b.Al-Ma’ajim
(kitab-kitab Al-Mu’jam) Al-ma’ajim atau
kitab-kitab Al-Mu’jam menurut istilah ulama ahli hadis adalahkitab-kitab hadis
yang disusun berdasarkan musnad sahabat, guru (suyukh), ataunegeri-negeri
tertentu. Diantara kitab Mu’jam yang terkenal ialah al-Mu’jam al-Kabi’r oleh
abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani (w. 360 H) yangmemuat sekitar
60,000 buah hadis. Selain itu, al-Mu’jam al-Ausath, yang berisisekitar 30,000
buah hadis, dengan nama guru-gurunya sebanayak 2000 orang, al-Mu’jam as-Shagir,
yang memuat 1000 buah hadis, dan al-Mu’jam Ash-Shahabahkarya Abu Ya’la Ahmad
bin Ali al-Maushuli (w.307 H).
c.
Kitab-Kitab Al-Athraf Kata al-athraf
jamak dari ath-tharf (sisi atau bagian). Maka kata tharf
al-hadits, berarti bagian dari matan yang menunjukan sisanya. Seperti kata
kullukum ra’in,atau kata bunia al-islam ‘ala khamsin. Kalimat yang pertama
merupakan bagianatau potongan dari hadis yang menjelaskan tentang kepemimpinan
seseorang,seorang imam, atau seorang wanita. Kalimat yang kedua, merupakan
potongandari hadis tentang dasar-dasar islam.Pada kitab-kitab seperti ini,
penyusun menyebutkan sebagian dari matan hadisdengan menyebutkan sanad-nya,
baik secara lengkap atau tidak. Kitab-kitab athraf pada umumnya
disusun berdasarkan nama-nama sahabat secara alfabetis, disamping ada juga yang
menyusunnya berdasarkan urutan alfabetis berdasarkankata-kata awal dari matan
hadisnya.Di antara kitab-kitab athraf ialah:
- Athraf
as-shahihain karya abu mas’ud ibrahim bin Muhammad ad-dimasqi (w.401 H).-
Al-asyraf ‘ala ma’rifat al-athraf karya ibn ‘Asakir (w. 571 H)
- Tuhfah al-Asyraf
bi ‘Ma’rifat al-Athraf karya abu al-Hajjaj Yusuf Adurrahmanal-Mizzi (w.742 H).-
Dzakhair Mawarits fi ad-Dalalah ‘ala Mawadhi’I al-hadits karya Abd
al-Mugnian-Nablusi (1050-1143).Pada kitab-kitab yang terakhir ini menjadikan
kutub as-sittah (dua kitab al-jami‘ash-shahih dan empat kitab as-sunan) dan
al-muwaththa’ sebagai sumbernya.
2.
Men-Takhrij Melalui Pengenalan Awal Lafazh Pada Matan Dengan mengenal
awal matan suatu hadis, maka hadis dapat di takhrij denganmenggunakan bantuan
beberapa kitab hadis yang dapat menunjuk kepada sumber utamanya.
Kitab-kitab dimaksud, ialah kitab-kitab yang memuat tentang hadis-hadis yang
terkenal (al-musytaharah)nya disusun secara alfabetis,dan kitab-kitabkunci
serta daftar isi kitab-kitab hadis tesebut.
a. Kitab-Kitab
Yang Memuat Hadis-Hadis Yang Banyak Dikenal Orang yang dimaksud
dengan hadis-hadis yang banyak dikenal orang atau al-musytaharah dalam
pembicaraan orang banyak, ialah hadis-hadis yang banyak beredar di
masyarakat. Hadis-hadis tersebut adakalanya shahih, hasan,atau
dha’if, bahkan Maudhu. Untuk itu, para ulama telah menyusun kitab-kitab
penunjuk yangmenunjukan hadis-hadis yang beredar kepada sumber asalnya.
Dengandemikian,akan menjadi jelas nama yang harus menjadi pegangan umat dan
manayang harus ditinggalkan. Kitab-kitab seperti ini banyak disusun oleh para
ulamaantara abad 10 sampai 13 hijriah. Di antara kitab-kitab tersebut adalah:-
At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya Badr ad-Din Muhammad
binAbdullah az-Zarkyasi (w. 974 H);- Ad-Durar al-Muntatsirah fi al-Ahadits
al-Musytaharah, karya as-suyuti (w. 911H).- Al-Maqashid al-Hasanah fi Bayan
Katsir min al-Ahadits al-musyhurah ‘ala al-Alsinah, karya Muhammad bin
Abdurrahman as-sakhawi (w.902 H); dan- Tashil as-Sabil ila Kasyf al-Iltibas
‘amma dara min al-Ahadits baina an-Nas,karya Muhammad bin Ahmad al-Khalili (w.
1057 H).
b. Kitab
Hadis Yang Matan-nya Disusun Secara Alfabetis Kitab yang
demikian berisi hadis-hadis yang diambil dari beberapa kitab dandisusun secara
alfabetis, dengan membuang sanadnya. Akan tetapi ditunjukan juga sunber
utamanya, yang memuat sanad-sanadnya secara lengkap. Pada kitab-kitab ini
identitas sanad hanya dalam wujud huruf-huruf singkatan. Untuk lebihmemudahkan
dalam mempergunakan kitab-kitab ini, harus diketahui lebih dahuluawal matan
dari hadis-hadisnya. Sebab, penyusunan hadis dilakukan berdasarkanhuruf pada
awal matannya.Di antara kitab-kitab yang termasuk kelompok ini, ialah al-ja’mi
ash-Shagir minHadits al-Basyir an-Nadzir dan al-jami ‘al-kabir, yang keduanya
karya as-Suyuthi.Kitab hadis yang disebut pertama meuat sekitar 10.031 buah
Hadis, yang dinukildari kitab karyanya sendiri, Jam’u al-Jawami.
c.
Kitab-Kitab Kunci dan Daftar Isi Kitab Hadis Tertentu Di antara para
ulama, khususnya ulama mutaakhirin, ada juga yang berusahamembuat kitab kunci
(al-miftah) dan kitab yang memuat daftar isi (al-fihris). Diantara kitab
tersebut ialah miftah ash-shahihain karya Muhammad as-syarif binMusthafa
at-Tauqidi (1312 H). Sistem penyusunannya secara alfabetis, yakni potongan
hadis dari shahih al-Bukhari dan Muslim disusun dan diberi keterangansperlunya
saja tentang isi kitab/bab, nomor urut bab, jilid, dan halamannya.
3.
Men-takhrij melalui Pengenalan Kata-kata yang tidak banyak Beredardalam
Pembicaraan Untuk bagian ini, alat yang dipakai ialah al-mu’jam
al-mufahras li alfazh al-haditsan-nabawi oleh A.J. Wensink, yang diterjemahkan
ke dalam bahasa arab olehMuhammad fuad Abd al-baqi. Kitab ini disusun dengan
merujuk kepada sembilankitab hadis induk, yaitu dua kitab al-jami ‘ash-shahih,
empat kitab as-sunan, al-muwaththa’ Malik bin Anas, musnad Ahmad bin Hanbal,
dan musnad ad-darimi.
4.
Men-Takhrij Melalui Pengenalan Topic yang Terkandung Dalam MatanHadis Cara mentakhrij
melalui pengenalan topic ini dapat dipakai oleh mereka yang banyak
mengasai matan hadis dan kandungannya. Terdapat banyak kitab yangmentakhrij
hadis dengan cara ini, yang pada garis besarnya terdapat pada tiga bagian:
•
akitab-kitab yang memuat selurh bab dan topic ilmu agama. Kitab seperti
ini banyak sekali, di antaranya kitab al-jawami, al-mustakhrajah,
al-mustadrakah ‘alaal-jawami’, al-majami’, az-zawaid, dan miftah kunuz
as-sunnah.
•
Kitab-kitab yang memuat banyak bab atau topic, akan tetapi tidak
mencakupseluruh bab secara lengkap, seperti kitab-kitab as-sunan
al-muwaththa’ah, dan al-mustakhrajah ‘ala as-sunan.
•
kitab-kitab yang hanya membahas bab atau topic-topik khusus, seperti kitab
at-tarhib, at-targip, al-akhlak, dan al-ahkam.Kitab miftah kunuz as-sunnah yang
disusun oleh Muhammad fuad Abd al-baqimerujuk kepada 14 kitab, yaitu : shahih
al-bukhari, shahih muslim, sunan abudaud., jami’at-turmudzi, sunan an-nasa’I,
sunan Ibn Majah, sunan Ibn Malik,musnad Ahmad, musnad Abu Daud ath-thayalisi,
sunan ad-Darimi, musnad Zaid bin Ali, sirah Ibn hisyam, Magazi al-waqidi,
dan thabaqah Ibn Sa’ad.
5.
Mentakhrij Melalui Pengamatan Terhadap Ciri-ciri Tertentu pada Matanatau Sanad Dengan
mengenal ciri-ciri tertentu pada suatu hadis dapat menemukan dari manahadis itu
terdapat. Cirri-ciri dimaksud seperti cirri-ciri maudhu’, cirri-ciri
haditsqudsi, cirri-ciri dalam periwayatan dengan silsilah sanad tertentu, serta
cirri-ciriyang lain.Suatu contoh, jika diketahui ada matan hadis yang janggal
(syadz), maka hadis tersebut dapat dilihat lebih lanjut pada kumpulan
hadis-hadis yang dha’if atau maudhu’, seperti kitab al-maudhu’ah al-kubra’,
begitu juga jika diketahui padahadis tersebut ada cirri-ciri hadis qudsi, dapat
dilihat lebih lanjut pada kitab-kitab,seperti pada misykah al-anwar
fi’ma’ruwiya’an illahi subhanahu wa ta’ala min al-akhbar. Begitu juga halnya
dengan cirri-ciri yang ditemukan pada sanadnya.
BAB III
PENUTUP
E.
Kesimpulan Takhrij adalah mengungkapkan atau
mengeluarkan hadits kepada orang laindengan menyebutkan para perawi yang berada
dalam rangkaian sanadnya sebagaiyang mengelaurkan hadits). Misalnya dikatakan :
hadza hadits akhrajahu al- bukhari atau kharrajahu al-bukhari ( hadist ini
dikeluarkan oleh al-bukhariMe-ntakhrij, berarti melakukan dua hal, yaitu yang
pertama berusaha menemukan para penulis hadis itu sendiri dengan rangkaian
silsilah sanad-nya danmenunjukannya pada karya-karya mereka, seperti kata-kata
akhrajahuh al-baihaqi,akhrajahu al-thabrani fi mu’jamih atau akhrajahu ahmad fi
musnadih.Ada beberapa manfaat dari takhrijul hadis antara lain sebagai berikut
1.memberikan
informasi bahwa suatu hadis termasuk hadis shahih, hasan,ataupun dha’if,
setelah diadakan penelitian dari segi matan maupunsanadnya
2.memberikan
kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadis
adalah hadis makbul (dapat diterima). Dan sebaliknyatidak mengamalkannya
apabila diketahui bahwa suatu hadis adalahmardud (tertolak)
3.menguatkan
keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal darirasulullah SAW. Yang
harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yangkuat tentang kebenaran hadis
tersebut,baik dan segi sanad maupun matan.
DAFTAR PUSTAKA
Utang
Ranuwijaya, Dr., M.A. Ilmu Hadis, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001.Hasbi
Ash-Shiddieqy, prof., Dr., Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, BulanBintang,
Jakarta, 1954.H. Muhammad Ahmad, Drs., M.Mudzakir., Drs, Ulumul Hadis, Pustaka
Setia,Bandung, 2004.