Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Makalah Perlindungan Hak Anak


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang
Di Indonesia salah satu masalah besar yang marak diperbincangkan adalah tindak kriminal terhadap anak. Mulai dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan bentuk tindakan kriminal lainnya yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak. 
Seharusnya seorang anak diberi pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan kasih sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu.hal ini terjadi karena  Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. 
Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Kekerasan terhadap anak dapat diartikan sebagai perilaku yang sengaja maupun tidak sengaja  yang ditujukan untuk mencederai atau merusak anak, baik berupa serangan fisik maupun mental.
Dalam menyiapkan generasi penerus bangsa anak merupakan asset utama. Tumbuh kembang anak sejak dini adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan negara. Namun dalam proses tumbuh kembang anak banyak dipengaruhi oleh berbagai factor baik biologis, psikis, sosial, ekonomi maupun kultural yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak – hak anak.
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat pula harkat, martabat dan hak – hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. 
Orangtua, keluarga dan masyarakat bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.
Demikian pula dalam rangka penyelenggaraaan perlindungan anak, negara dan pemerintah juga bertanggungjawab untuk menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. 
Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu adanya peran masyarakat baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa dan lembaga pendidikan..

B.  Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
1.     Bagaimana sejarah HAM ?
2.     Bagaimana deklarasi HAM ?
3.     Apa hukum dan perundang-undangan Anak ?
4.     Bagaimana kewajiban Negara, pemerintah dan masyarakat dalam perlindungan Hak Anak?
5.     Bagaimana Undang-undang Perlindungan Anak ?
6.     Bagaimana Lembaga Perlindungan Anak?
7.     Bagaimana Perlindungan Hak Anak dalam Keluarga ?
8.     Bagaimana Perlindungan Hak Anak dalam Masyarakat ?
9.     Bagaimana Perlindungan Hak Anak atas kesehatan dan gizi buruk ?





BAB II
PEMBAHASAN


A.  Sejarah Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia tidak dapat dinikmati secara langsung namun dalam mendapatkanya membutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Karena manusia tidak peduli dengan hak orang lain namun ketika haknya dirampas oleh orang lain baru dia akan tergugah untuk mempertahankan hak nya. Berikut perkembangan HAM di berbagai belahan dunia :
1. Perancis
Perjuangan hak asasi manusia di Perancis bukan karena penjajahan bangsa lain tetapi karena kedzaliman rajanya sendiri. Raja memungut pajak dari kaum bangsawan dan kaum gereja, namun kaum bangsawan dan kaum gereja menolak karena merasa kedudukannya istimewa sehingga sasaran pajaknya berubah menjadi rakyat kecil sehingga menyesengsarakan rakyat kecil. Karena kesengsaraan, rakyat kecil melakukan perlawanan sehingga kekacauan terjadi dimana-mana dan tidak dapat dibendung lagi dan meneriakkan semboyan 
Semboyan Revolusi Prancis (Tri Sloganda) yaitu
1. Liberte (kemerdekaan)
2. Egalite ( Kesamarataan)
3. Fraternite (Kerukunan atau Persaudaraan)
Setelah kekacauan yang berkepanjanganan, akhirnya pada tahun 1789 raja menerima rumusan piagam hak-hak manusia dan warga negara atau dikenal  Declaration Des Droits De’L Home Et Du Citoyen yang merupakan hasil perjuangan HAM oleh rakyat Prancis terhadap kezaliman rajanya Floderwijk XIV
1. Hak Kebebasan
2. Hak Milik
3. Hak Kesamaan
4. Hak Melawan Penindasan


2. Sejarah HAM Di Indonesia
Pada masa penjajahan Belanda hak warga negara Indonesia di rampas. Contohnya dengan politik adu domba yang membuat perpecahan, kemudian rakyat dibuat bodoh dengan tidak boleh mendapatkan pendidikan. Rakyat Indonesia diletakkan pada golongan ke tiga setelah orang Belanda dan Timur Asing sehingga harkat martabatnya jadi rendah. Tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno dan Moh, Hatta yang membahayakan Belanda di tangkap dan diasingkan. Berdasarkan Tuntuntan Parlemen Belanda yang menuntut agar pemerintah hindia belanda membalas budi kepada rakyat pribumi dengan cara politik balas budi yang berisi Edukasi, Irigasi dan Transmigrasi namun dalam pelaksanaanya sangat mengecewakan karena tidak sesuai dengan apa yang direncanakan.
Akibat penindasan Belanda banyak bermunculan perlawanan-perlawanan misalnya Perang Sultan Agung, Perang Paderi, perang Diponegoro, perang aceh dll. Setelah memasuki abad 20 perlawanan berubah menjadi pergerakan antara lain Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam, Indische Partij, PNI dll
Pada tahun 1942 pemerintahan Hindia Belanda menyerah pada Jepang. Sehingga Jepang bergantian menjajah Indonesia. Jepang datang ke Indonesia dengan semboyan 3A yaitu jepang pelindung asia, jepang cahaya asia, jepang pemimpin asia. Namun penderitaan rakyat indonesia bertambah dengan dijadikan Romusha oleh tentara jepang.
Setelah Proklamasi, berarti bangsa indonesia telah memperoleh hak kemerdekaanya dan hak kebebasaanya. Namun belum 100% karena sekutu yang diboncengi NICA melakukan Agresi ke wilayah-wilayah Indonesia untuk menjajah Indonesia lagi. 
Pada tahun 1955, Indonesia mengadakan Konfrensi Asia Africa dan menghasilkan Dasasila Bandung yang berisi :
• Pertama: Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
• Kedua: Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara.
• Ketiga: Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil.
• Keempat: Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain.
• Kelima: Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif, sesuai dengan Piagam PBB.
• Keenam:(a) Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar mana pun. (b) Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun.
• Ketujuh: Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.
• Kedelapan: Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui perundingan, konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
• Kesembilan: Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama.
• Kesepuluh: Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional

B.   Deklarasi Hak Asasi Manusia
Deklarasi universal Hak-hak asasi manusia diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB  pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III). Adapun isi deklarasi universal Hak Asasi manusia tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 1 : Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.
Pasal 2 : Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.
Selanjutnya, tidak akan diadakan pembedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilyah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.
Pasal 3 : Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu.
Pasal 4 : Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang.
Pasal 5 : Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dikukum secara tidak manusiawi atau dihina.
Pasal 6 : Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
Pasal 7 : Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini.
Pasal 8 : Setiap orang berhak atas pemulihan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.
Pasal 9 : Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang.
Pasal 10 : Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas peradilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.
Pasal 11 : (1) Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang perlukan untuk pembelaannya.
(2) Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan tindak pidana karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu tindak pidana menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukum yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran pidana itu dilakukan.
Pasal 12 : Tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat menyuratnya dengan sewenang-wenang; juga tidak diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatan dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti ini.
Pasal 13 : (1) Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara.
(2) Setiap orang berhak meninggalkan suatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.
Pasal 14 : (1) Setiap orang berhak mencari dan mendapatkan suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran.
(2) Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang benar-benar timbul karena kejahatan-kejahatan yang tidak berhubungan dengan politik, atau karena perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 15 : (1) Setiap orang berhak atas sesuatu kewarganegaraan.
(2) Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarganegaraannya atau ditolak hanya untuk mengganti kewarganegaraannya.
Pasal 16 : (1) Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian.
(2) Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.
(3) Keluarga adalah kesatuan yang alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan Negara.
Pasal 17 : (1) Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain.
(2) Tidak seorang pun boleh dirampas harta miliknya dengan semena-mena.
Pasal 18 : Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaann dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.
Pasal 19 : Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas.
Pasal 20 : (1) Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat tanpa kekerasan.
(2) Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki suatu perkumpulan.
Pasal 21 : (1) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negaranya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas.
(2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negeranya.
(3) Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan murni, dengan hak pilih yang bersifat umum dan sederajat, dengan pemungutan suara secara rahasia ataupun dengan prosedur lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.
Pasal 22 : Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional, dan sesuai dengan pengaturan serta sumber daya setiap negara.
Pasal 23 : (1) Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran.
(2) Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama.
(3) Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
(4) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.
Pasal 24 : Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari liburan berkala, dengan tetap menerima upah.
Pasal 25 : (1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
(2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.
Pasal 26 : (1) Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.
(2) Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta untuk mempertebal penghargaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.
(3) Orang tua mempunyai hak utama dalam memilih jenis pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.
Pasal 27 : (1) Setiap orang berhak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan masyarakat dengan bebas, untuk menikmati kesenian, dan untuk turut mengecap kemajuan dan manfaat ilmu pengetahuan.
(2) Setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan atas keuntungan-keuntungan moril maupun material yang diperoleh sebagai hasil karya ilmiah, kesusasteraan atau kesenian yang diciptakannya.
Pasal 28 : Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Deklarasi ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.
Pasal 29 : (1) Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat satu-satunya di mana dia dapat mengembangkan kepribadiannya dengan bebas dan penuh.
(2) Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang yang tujuannya semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang tepat terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis. 5
(3) Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan bagaimana pun sekali-kali tidak boleh dilaksanakan bertentangan dengan tujuan dan prinsip-prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 30 : Tidak sesuatu pun di dalam Deklarasi ini boleh ditafsirkan memberikan sesuatu Negara, kelompok ataupun seseorang, hak untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun, atau melakukan perbuatan yang bertujuan merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam Deklarasi ini.

C.  Hukum dan Perundang-undangan Anak
Undang-undang Peradilan Anak (Undang-undang No. 3 Tahun 1997) Pasal 1 (2) merumuskan, bahwa anak adalah orang dalam perkara Anak Nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
Jadi dalam Undang-undang no.3/1997 tentang anak, anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) tahun sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan syarat kedua si anak belum pernah kawin. Maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam perkawinan atau perkawinannya putus karena perceraian, maka si anak dianggap sudah dewasa; walaupun umurnya belum genap 18 (delapan belas) tahun.
2. Anak dalam Hukum Perburuhan
Pasal 1 (1) Undang-undang Pokok Perburuhan (Undang-undang No. 12 Tahun 1948) mendefinisikan, anak adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 tahun ke bawah.
3. Anak menurut KUHP
Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh kanena itu, apabila Ia tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya; walinya atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman. Atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tldak dikenakan sesuatu hukuman. Ketentuan Pasal 35, 46 dan 47 KUHP ini sudah dihapuskan dengan lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun 1997. sedangkan dalam KUHP mengatur umur anak sebagai korban pidana adalah belum genap berumur 15 (lima belas) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal (pasal 285, 287, 290, 292, 293, 294, 295, 297 dan lain-lainnya. Pasal-pasal itu tidak mengkualifikasinya sebagai tindak pidana, apabila dilakukan dengan/terhadap orang dewasa, akan tetapi sebaliknya menjadi tindak pidana karena dilakukan dengan/terhadap anak yang belum berusia 15 (lima belas) tahun.
4. Anak menurut Hukum Perdata
Pasal 330 KUH Perdata mengatakan, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Aturan ini tercantum dalam UU No.4/1979). Hal ini didasarkan pada pertimbangan usaha kesejahteraan anak, dimana kematangan sosial, pribadi dan mental seseorang anak dicapai pada umur tersebut. Pengertian ini digunakan sepanjang memiliki keterkaitan dengan anak secara umum, kecuali untk kepentingan tertentu menurut undang-undang menentukan umur yang lain
5. Anak menurut Undang-undang Perkawinan
Pasal 7 (1) Undang-undang Pokok Perkawinan (Undang-undang No.1 Tahun 1974) mengatakan, seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan Negeri.

D. Kewajiban Negara, Pemerintah, dan Masyarakat dalam Perlindungan Anak
Perlindungan anak sebagaimana batasan pengertian yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dapat terwujud apabila mendapatkan dukungan dan tanggung jawab dari berbagai pihak. Dukungan yang dibutuhkan guna mewujudkan perlindungan atas hak anak di Indonesia diatur dalam ketentuan Bab IV Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. Pasal 20 Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Negara dan Pemerintah Republik Indonesia mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Negara dan pemerintah juga berkewajiban serta bertanggungjawab untuk memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Pengaturan mengenai kewajiban dan tanggung jawab negara dan pemerintah tercantum dalam ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.
Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai jaminan negara dan pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan anak. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggungjawab terhadap anak. Negara dan pemerintah juga menjamin anak untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak. Jaminan yang diberikan oleh negara dan pemerintah tersebut diikuti pula dengan pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat atas perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 25. Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Ketentuan Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa peran masyarakat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.
Pasal 26 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua. Orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk a) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b) menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan anak, bakan dan minatnya; dan c) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Apabila orang tua tidak ada, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, atau tidak diketahui keberadaannya, maka kewajiban dan tanggung jawab orang tua atas anak dapat beralih kepada keluarga yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggaraan perlindungan terhadap anak diatur dalam Bab IX Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. Perlindungan terhadap anak diselenggarakan dalam bidang agama, kesehatan, pendidikan, social, serta perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat.

E.  Undang-Undang Perlindungan Anak
Jumlah anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan, Krisis ekonomi yang terjadi diyakini berpengaruh besar terhadap peningkatan jumlah ini, menurut Anwar & Irwanto 1999, saat ini diperkirakan jumlah anak jalanan di Indonesia sekitar 50.000 anak dan 10% diantaranya adalah perempuan.
Peningkatan jumlah anak jalanan yang pesat merupakan fenomena sosial yang perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak. Perhatian ini tidak semata-mata terdorong oleh besarnya jumlah anak jalanan, melainkan karena situasi dan kondisi anak jalanan yang buruk dimana kelompok ini belum mendapatkan hak-haknya bahkan sering terlanggarkan. Oleh karena itu untuk memberikan perlindungan terhadap anak maka hukum kita masih memberikan definisi yang berbeda tentang anak, tapi dalam konvensi PBB tentang hak anak diberi batasan usia 18 tahun ke bawah. UU No. 23 tahun 2002 juga mengadopsi batasan yang ada di dalam konvensi hak anak yaitu 18 tahun ke bawah dengan sama sekali tidak membedakan apakah sudah atau belum kawin. Sehingga dalam perseptif terhadap UU Nomor 23/2002 tentang perlindungan anak kita tidak meletakan batasan usia itu sebagai seseorang dikualifikasi sebatas batas dewasa atau tidak, tetapi siapakah yang punya hak, yang mempunyai hak atas hak-hak anak sesuai dengan konvensi hak anak dan UU Nomor 23/2002.
Guna mewujudkan perlindungan anak yang memadai, diperlukan intervensi faktor-faktor pembentukan kualitas hidup yang setara dengan perkembangan peradaban manusia pada jamannya. Fenomena ini menunjukkan bahwa proses menuju tercapainya tingkat perlindungan anak akan ditentukan pada kurun waktu tersebut. Dalam hal ini setiap jaman memiliki standar perlindungan anak tersendiri, yang disepakati secara luas dengan mengacu pada nilai-nilai yang universal.
Analogisnya dapat dilihat dalam iklim kehidupan bangsa Indonesia, yang menunjukkan bahwa pembangunan nasional yang panjang, telah berhasil meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat sebagai bagian dari proes peningkatan kualitas manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya dan akan berkaitan dengan pemberian perlindungan anak yang meningkat pula.
Perwujudan perlindungan anak yang berkualitas sebaiknya mulai dipersiapkan sejak dini, bahkan kalau mungkin sejak anak dalam kandungan. Insa kecil terebut membutuhkan perlindungan dari orang tuanya agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmai, rohani maupun sosial kelaknya, sehingga kelak akan menjadi pewaris masa depan yang mempunyai kualitas.



F. Penyelenggaraan Perlindungan Hak Anak
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yaitu sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berusia delapan belas tahun. Bertitik tolak pada konsep perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensip, maka Undang-undang tersebut meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas Nondikriminasi, asas kepentingan yang terbaik untuk anak, asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, serta asas penghargaan terhadap pandangan/pendapat anak.
 Perlindungan anak dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian yaitu:
a. Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi: perlindungan dalam bidang hukum publik dan dalam bidang hukum keperdataan.
b. Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, meliputi: perlindungan dalam bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Undang-Undang tentang Perlindungan Anak yang berisi 93 (Sembilan puluh tiga) pasal ini dibagi ke dalam XIV (empat belas) bab yang berisi mengenai :
Ketentuan Umum;
Asas dan Tujuan;
Hak dan Kewajiban Anak;
Kewajiban dan Tanggung Jawab;
Kedudukan Anak;
Kuasa Asuh;
Perwalian;
Pengasuhan dan Pengangkatan Anak;
Penyelenggaraan Perlindungan;
Peran Masyarakat;
Komisi Perlindungan Anak Indonesia;
Ketentuan Pidana;
Ketentuan Peralihan; dan
Ketentuan Penutup.
Hak anak dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia diatur dalam ketentuan Pasal 52 sampai dengan Pasal 66 yang antara lain meliputi hak :
-      Atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara;
-      Sejak dalam kandungan untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya ,
-      Sejak kelahirannya atas suatu nama dan status kewarganegaraannya
-      Untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental untuk memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya Negara.
-      Untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental untuk terjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
-      Untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan orang tua dan/atau wali;
-      Untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri;
-      Untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa;
-      Untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut

G. Lembaga Perlindungan Anak
Untuk melakukan berbagai upaya perlindungan anak diperlukan kemitraan dengan berbagai pihak terkait. Jaringan kemitraan diharapkan dapat melaksanakan fungsi-fungsi yang saling berkaitan, antara lain mekanisme koordinatif, mekanisme rujukan dan sistem sumber yang berfungsi untuk menggalang kebersamaan dan keterpaduan atas aneka kegiatan perlindungan anak yang dilaksanakan berbagai unsur masyarakat guna penanggulangan masalah  perlindungan anak yang lebih terpadu.
Kemitraan merupakan salah satu unsur yang sangat menunjang keberhasilan organisasi, oleh karena itu LPA Jabar menjalin kemitraan dengan : Lembaga Legislatif, Instansi Pemerintah Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Sosial, Lembaga Pendidikan, Organisasi Profesi, Media Massa, Dunia Usaha, Perorangan, serta Organisasi Internasional.
Advokasi merupakan salah satu piranti gerakan perubahan sosial yang lebih besar dan secara menyeluruh, melalui jalur, wadah dan proses demokrasi perwakilan yang ada. Sasaran advokasi tertuju atau terarah pada kebijakan - kebijakan publik, dengan asumsi bahwa perubahan yang terjadi pada satu kebijakan tertentu akan membawa dampak positif atau paling tidak sebagai titik awal dari perubahan-perubahan yang lebih besar secara bertahap maju.
Advokasi tidak hanya berarti membela, tetapi juga bisa berarti memajukan atau mengemukakan. Dengan kata lain juga berarti berusaha menciptakan yang baru, melakukan perubahan secara terorganisir dan sistematis.
Dalam rangka penguatan kelembagaan, berbagai upaya perlu dilakukan diantaranya melalui kegiatan pelatihan-pelatihan yang bertujuan untuk peningkatan kemampuan pelaksana dalam penanggulangan masalah - masalah perlindungan secara optimal.
Merupakan aktivitas untuk menemukan permasalahan pelanggaran hak anak dalam kasus-kasus individu, kelompok atau masyarakat secara langsung ataupun secara tidak langsung (misalnya; melalui media). Data dan informasi yang diperoleh akan menjadi bahan masukan untuk sosialisasi, advokasi, jaringan kemitraan serta capacity building.

H. Perlindungan Hak Anak dalam Keluarga
Kendati dalam beberapa tahun terakhir, telah tampak adanya sedikit perhatian Negara terhadap upaya pemenuhan hak anak. Tetapi, mengapa persoalan anak hingga kini belum juga menjadi agenda prioritas pada banyak Negara, termasuk Indonesia. Mengapa selama bertahun-tahun tidak terlalu banyak terjadi perubahan tingkat kesejahteraan anak yang berarti, meskipun Indonesia berada pada garis terdepan Negara yang meratifikasi Konvensi Hak Anak. Kenapa ketika kita bicara mengenai dampak krisis ekonomi dan persoalan kemiskinan, isu mengenai anak seolah dibiarkan berlalu begitu saja? Pertanyaan seperti ini niscaya akan muncul tatkala kita mulai menyadari betapa masih banyaknya anak-anak yang menderita, tidak terpenuhi, dan bahkan dilanggar hak-haknya.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ini secara keseluruhan mengatur tentang anak, khususnya di bidang kesejahteraan. Undang-undang ini terdiri 5 (lima) BAB dan 6 (enam pasal).[2] Ada beberapa pasal yang dapat dikaitkan dengan anak dalam hubunganya dengan pelindungan anak dalam keluarga meskipun tidak secara langsung, yaitu berkaitan dengan anak yang mengalami tindak kekerasan dalam keluarga.
Tanggungjawab orang tua atas kesejahteraan anak anak mengandung kewajiban memelihara dan mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, dan berbakti kepada orangtua, berbudi pekerti luhur, berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemauan serta berkemampuan untuk meneruskan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ini mengatur tentang Hak Asasi Manusia termasuk hak-hask asasi anak.Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ini terdiri dari XI (sebelas) BAB, dan 106 (seratus enam) Pasal.
Undang-undang ini sesara rinci mengatur mengenai hak untuk hidup dan hak untuk tidak dihilangkan pakasa atau tidak dihilangkan nyawa, hak berkeluarag dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam kepemerintahan, hak wanita, hak anak, dan hak kebebasan beragama,. Selain mengatur hak asasi manusia, diatur pula mengenai kewajiban dasar, serta tugas dan tanggungjawab pemerintah dalam penegakkan hak asasi manusia.

I. Perlindungan Hak Anak dalam Masyarakat
Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab orangtua, keluarga dan masyarakat, pemerintah, dan Negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu Undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab tersebut. Dengan demikian, pembentukan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan bangsa dan bernegara.
Disamping itu undang-undang ini mengatur mengenai pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagai lembaga mandiri yang mempunyai fungsi, tugas, dan tanggungjawab untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.
Dalam undang-undang ini juga diatur pula tentang partisipasi masyarakat berupa pengaduan dan atau gugatan atas pelanggaran hak asasi manusia, pengajuan usulan mengenai perumusan kebijakan yang berkaitan dengan hak asai manusia kepada komnas HAM, penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenal hak asasi manusia.
Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia ini adalah merupakan payung dan seluruh peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia. Oleh karena itu, pelanggaran baik langsung maupun tidak langsung atas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

J. Perlindungan Hak Anak atas Kesehatan dan Gizi Buruk
Di dalam UUD, ada enam ketentuan yang terkait dengan kesehatan secara umum serta kesehatan anak secara khusus, yaitu:
a.Pasal 28B ayat (2): setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
b.     Pasal 28H ayat (1): Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
c.     Pasal 28H ayat (3): Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
d.     Pasal 34 ayat (1): Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara
e.     Pasal 34 ayat (2): Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan
f.     Pasal 34 ayat (3): Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.










BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak dipandang memiliki kedudukan khusus di mata hukum. Hal ini didasarkan atas pertimbangan  bahwa anak adalah manusia dengan segala keterbatasan biologis dan psikisnya belum mampu memperjuangkan segala sesuatu yang menjadi hak-haknya. Selain itu, juga disebabkan karena masa depan bangsa tergantung dari masa depan dari anak-anak sebagai generasi penerus. Oleh karena itu, anak sebagai subjek dari hukum negara harus dilindungi, dipelihara dan dibina demi kesejahteraan anak itu sendiri. Pada dasarnya, Pengadilan anak yang senantiasa mengedepankan kesejahteraan anak sebagai  guiding factor  dan disertai prinsip proporsionalitas merupakan bentuk perlindungan hukum bagi anak sebagi pelaku tindak pidana. Dalam hal ini, secara yuridis-formil Undang-undang Pengadilan anak tidak cukup memberikan jaminan perlindungan hukum bagi anak sebagai pelaku kejahatan.
Akan tetapi realita yang terjadi sekarang adalah negara seolah melupakan terhadap pemenuhan dan pelindungan hak anak , hal ini terbukti dengan banyaknya anak yang mengalami kekerasan , menderita gizi buruk , busung lapar dan hingga meningkatnya jumlah angka anak putus sekolah yang akhirnya menjadi anak jalanan.

B. Saran
Dari berbagai kenyataan yang terjadi , di harapkan kepada pemerintah agar lebih memperhatikan kesejahtraan anak – anak Indonesia , Perhatian yang di maksud adalah dengan memberikan pelayanan dan pengawasan terhadap setiap hal yang berkaitan dengan anak Indonesia.
Dengan adanya Undang-undang tentang anak yang telah diatur sebagai mana mestinya dan telah ada di dalam konvensi-konvensi Internasional, orang tua, pemerintah, serta masyarakat lebih berupaya untuk menyadarkan diri, membuka mata serta hati untuk tidak berdiam diri, dan menolong bila ada kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi disekelilingnya.
DAFTAR PUSTAKA


Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, cet. ke-1 (Jakarta: Kencana, 2010).

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2008).

Bismar Siregar, SH, Hukum dan Hak-hak Anak, Cet. 1. Rajawali, (Jakarta: 1986

Endang Sumiarni, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Hukum Pidana, cet. ke1 (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2003).

Zulkhair, Sholeh Soeaidy, Dasar Hukum perlindungan Anak, Cet ke.1 CV. Novindo Pustaka Mandiri, (Jakarta: 2001)