Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Makalah Pendidikan IPS Pada Anak Usia Dini


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Pembelajaran konsep dasar IPS berisi tentang konsep, hakikat, dan karakteristik pendidikan IPS. Dengan mempelajari materi Konsep dasar IPS ini, diharapkan dapat menjelaskan konsep-konsep IPS yang berpengaruh terhadap kehidupan masa kini dan masa yang akan datang secara kritis dan kreatif. Pembahasan materi ini menerapkan pendekatan antar disiplin yang mengintegrasikan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Adapun media yang digunakan adalah bahan ajar cetak dan non cetak (web). Sebagai calon guru TK/PAUD hendaknya menguasai materi IPS sebagai program pendidikan.
Undang-undang Sisdiknas No. 20/2003 menyatakan bahwa Pendidikan AUD merupakan proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga 6 tahun secara menyeluruh pada aspek fisik-intelektual (kognitif dan bahasa), emosi serta sosial moral, agar dapat berkembang secara optimal. Kehidupan manusia tidak mungkin bersih dari perbedaan dengan orang lain, baik antar individu maupun antar kelompok sosial. Modal anak untuk mengatasi perbedaan individu ini adalah keterampilan sosial. Keterampilan sosial merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki sejak dini agar individu tersebut mampu menghadapi problema hidup dalam kaitannya sebagai makhluk sosial yang selalu terus-menerus berinteraksi.
Keterampilan sosial ini tidaklah terbentuk secara tiba-tiba, namun merupakan imitasi dan pembiasaan dari lingkungan terdekat anak. Keterampilan sosial perlu dibiasakan sejak dini karena anak akan membawa kebiasaannya tersebut hingga dewasa.

B.     Rumusan Masalah
Anak tumbuh dan berkembang bersama lingkungan yang ada. Segala yang dia lihat, dia dengar dan dia rasakan, ingin ditiru dan diulang. Semua yang ada sangat mempengaruhi proses pembentukan keterampilan sosial anak tersebut. Untuk mengetahui hal-hal tersebut terdapat beberapa pertanyaan, diantaranya:
1.          Bagaimana Karakteristik Pembelajaran IPS Bagi Anak Usia Dini?
2.          Bagaimana proses pembentukan keterampilan sosial anak usia dini?
3.          Berapa macam keterampilan sosial anak usia dini?
4.          Bagaimana konsep pembentukan karakter sosial usia dini?
5.          Bagaimana prosedur pembentukan keterapilan sosial anak usia dini?
6.          Bagaimana tahapan pembentukan keterampilan sosial anak usia dini?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:
1.          Untuk mengetahui karakteristik Pembelajaran IPS Bagi Anak Usia Dini.
2.          Untuk mengetahui proses pembentukan keterampilan sosial anak usia dini.
3.          Untuk mengetahui macam keterampilan sosial anak usia dini.
4.          Untuk mengetahui konsep pembentukan karakter sosial usia dini.
5.          Untuk mengetahui prosedur pembentukan keterapilan sosial anak usia dini.
6.          Untuk mengetahui tahapan pembentukan keterampilan sosial anak usia dini.



BAB II
PEMBAHASAN


A. Karakteristik Pembelajaran IPS Bagi Anak Usia Dini
Ruang lingkup IPS tidak lain adalah kehidupan sosial manusia di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat inilah yang menjadi sumber utama IPS. Aspek kehidupan sosial apapun yang kita pelajari, apakah itu hubungan sosial, ekonomi, budaya, kejiwaan, sejarah, geografi ataukah itu politik, bersumber dari
masyarakat. Sebagai contoh, secara langsung kita mengamati, mempelajari, bahkan mengalami aspek kehidupan sosial yang kita sebut ekonomi, tidak terlepas
dari masyarakat. Ataukah dengan kata lain, aspek ekonomi ini bersumber dari masyarakat. Pemenuhan kebutuhan pokok, hubungan kegiatan ekonomi, seperti pedagang, proses produksi, semuanya terjadi di masyarakat. Dengan demikian masyarakat ini menjadi sumber materi IPS.
Sebagai program pendidikan IPS yang layak harus mampu memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan,, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan agar peserta didik menjadi warga masyarakat yang berguna, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Ketiga aspek yang dikaji dalam proses pendidikan IPS (memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan) merupakan karakteristik IPS sendiri.
Nu’man Somantri, yang dikutip oleh Daldjoeni (1981) menyatakan bahwa pembaharuan pengajaran IPS sebenarnya masih dalam proses yang penuh berisi berbagai eksperimen. Adapun ciri-ciri yang kedapatan di dalamnya memuat rincian sebagai berikut :
Bahwa pelajarannya akan lebih banyak memperhatikan minat para siswa, masalah-masalah sosial dekat, keterampilan berpikir (khususnya tentang menyelidiki sesuatu), serta pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan alam. Program studi IPS akan mencerminkan berbagai kegiatan dasar dari manusia. Organisasi kurikulum IPS akan bervariasi dari susunan yang integreted (terpadu), correlated (berhubungan) sampai yang separated (terpisah). Susunan bahan pembelajaran akan bervariasi dari pendekatan kewargaan negara, fungsional, humanities sampai yang struktural. Kelas pengajaran IPS akan dijadikan laboratorium demokrasi.
Evaluasinya tak hanya akan mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomor saja, tetapi juga mencobakan mengembangkan apa yang disebut democratic quotient dan citizenship quotient.Unsur-unsur sosiologi dan pengetahuan sosial lainnya akan melengkapi program pembelajaran IPS, demikian pula unsur-unsur science, teknologi, matematika, dan agama akan ikut memperkaya bahan pembelajarannya.
Karakteristik lain yang juga merupakan cirri mandiri pengajaran IPS, yakni digunakannya pendekatan pengembangan bahan pembelajaran IPS dalam rangka menjawab permasalahan-permasalahan yang sering muncul dalam proses pembelajaran, baik di TK/PAUD, Sekolah Dasar maupun Lanjutan. Pemilihan atau seleksi konsep-konsep ilmu-ilmu sosial guna pengembangan materi pembelajaran IPS sesuai dengan kebutuhan pembelajaran pada tingkat yang berbeda tidaklah mudah, namun harus didasarkan pada beberapa prinsip, seperti yang dikemukakan oleh Alma dan Harlasgunawan (1987) yang menyatakan prinsip-prinsip tersebut, antara lain berikut ini.
a.        Keperluan
Konsep yang akan diajarkan harus konsep yang diperlukan oleh peserta didik dalam memahami “dunia” sekitarnya. Oleh sebab itu, lingkungan hidup yang berbeda memerlukan konsep yang berlainan pula. Ketepatan Perumusan yang akan diajarkan harus tepat sehingga tidak memberi peluang bagi penafsiran yang salah (salah konsep).
b.       Mudah Dipelajari
Konsep yang diperoleh harus dapat disajikan dengan mudah. Fakta dan contohnya harus terdapat di lingkungan hidup peserta didik serta sudah dikenal oleh para peserta didik tersebut.
c.        Kegunaan
Konsep yang akan diajarkan hendaknya benar-benar berguna bagi kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara Indonesia pada umumnya serta masyarakat lingkungan dimana ia hidup bersama dalam keluarga serta masyarakat terdekat pada khususnya.
Evaluasi pembelajaran IPS yang berkesinambungan, sebaiknya dilakukan terus-menerus sesuai dengan keterlaksanaan proses pembelajarannya. Evaluasi semacam ini merupakan barometer atau pengecekan apakah proses yang berlangsung itu dapat diikuti dan dipahami oleh peserta didik. Apakah target yang telah ditetapkan atau kompetensi yang telah ditetapkan sudah dapat dicapai. Evaluasi semacam ini bisa kita sebut sebagai evaluasi formatif, sedangkan evaluasi yang merupakan kulminasi tadi, merupakan penilaian keberhasilan dari seluruh rangkaian proses kegiatan pembelajaran atau biasa kita sebut dengan evaluasi sumatif.
Untuk membahas lebih jelas tentang karakteristik IPS, dapat dilihat dari berbagai pandangan. Berikut ini dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya. Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
a.   Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas Negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
b.   Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
c.   Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
d.   Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
e.   Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan, keluarga. Strategi Penyampaian Pembelajaran IPS Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagaian besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia.

Tipe kurikulum seperti ini disebut “The Wedining Horizon or Expanding Enviroment Curriculum” (Mukminan, 1996:5). Sebutan Masa Sekolah Dasar, merupakan periode keserasian bersekolah, artinya anak sudah matang untuk besekolah. Adapun kriteria keserasian bersekolah adalah sebagai berikut :
Anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok dengan teman-teman sebaya, tidak boleh tergantung pada ibu, ayah atau anggota keluarga lain yang dikenalnya.
Anak memiliki kemampuan sineik-analitik, artinya dapat mengenal bagian-bagian dari keseluruhannya, dan dapat menyatukan kembali bagian-bagian tersebut.
Secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak sekolah.
Menurut Preston (dalam Hamalik. 1992 : 42-44), anak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Anak merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam- macam aspek dari dunia sekitarnya.Anak secara spontan menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada disekitarnya. Mereka memiliki minat yang laus dan tersebar di sekitar lingkungnnya. Anak adalah seorang penyelidik, anak memiliki dorongan untuk menyelidiki dan menemukan sendiri hal-hal yang
ingin mereka ketahui. Anak ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat sesuatu, mereka ingin aktif, belajar, dan berbuat Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau terperinci yang seringkali kurang penting/bermakna .Anak kaya akan imaginasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam pengalaman-pengalaman seni yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sehingga dapat memahami orang-orang di sekitarnya. Misalnya pula dapat dikembangkan dengan merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah.

B.    Proses Pembentukan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Pendidikan moral pada usia dini harus dilakukan sejak anak dilahirkan, dan pada usia di bawah 2 tahun dapat dilakukan hanya dengan memberikan kasih sayang sebesar-besarnya kepada anak. Menurut Thomas Lickona, “Love lights the lamp of human development. If we wish to raise good children, we should begin by giving them our love” (Budiningsih, 2005). Ibaratnya sebuah bejana kosong, kalau diisi air “cinta dan kasih sayang” maka bejana tersebut hanya berisi air kesucian. Ketika anak dewasa, bejana (hati) ini hanya akan menebarkan kesucian dan kebajikan dalam perjalanan hidupnya. Apabila yang diterima adalah umpatan, dan contoh-contoh yang buruk, maka sifat-sifat seperti inilah yang akan disebarkan dalam perjalanan hidupnya. Oleh karena itu, orang tua (khususnya ibu) perlu sekali untuk mencium, memberikan kata-kata manis, dan mendendangkan cinta kepada bayi-bayi mereka.
Menurut Darsono (2001) “Seorang anak yang siap untuk masuk usia sekolah harus sudah dibekali dengan kesadaran emosi seperti rasa bersalah, rasa malu, perasaan disakiti, bangga, dan sebagainya”. Anak-anak pada usia pra-sekolah harus sudah dapat membedakan beberapa jenis emosi yang dirasakannya, sehingga mereka tidak menjadi bingung tentang nilai-nilai dari emosi yang dirasakan oleh mereka. Misalnya, seorang anak yang merasa iba kepada seorang anak yang dikucilkan, sedangkan seluruh kawan-kawannya mengejek anak tersebut. Anak tersebut akan mempunyai rasa ambivalen antara rasa empati dan rasa takut untuk dikatakan pengecut karena tidak mau terlibat untuk turut mengejek anak yang dikucilkan tersebut. Anak harus tahu bahwa merasa empati kepada anak yang dikucilkan adalah perasaan yang lebih baik yang harus diikuti.
Oleh karena itu, pendidikan karakter di sekolah, terutama pada usia TK dan SD, juga perlu dilakukan, tentunya disesuaikan dengan tahap perkembangan umur anak. Hal ini berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila yang selaim ini dilakukan yang hanya menyentuh aspek akademik (hafalan dan pengetahuan saja), tetapi tidak melibatkan aspek emosi (feeling) dan perilaku (acting).

C.     Macam Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Beberapa hasil penelitian menunjukkan masih banyak anak TK (PAUD) yang memilih cara agresif dalam penyelesaian konflik, hasil penelitian lain menunjukkan cara tersebut akan dibawa hingga dewasa. Pemahaman pendidik TK (PAUD) dalam kajian keterampilan sosial sangat minim dan beberapa bentuk program yang ada dilakukan dengan tidak sadar atau terprogram dengan jelas. Pendidik PAUD atau Taman Kanak-kanak belum terbiasa untuk melakukan stimulasi keterampilan sosial yang terprogram dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat tiga alasan pendidik PAUD yang belum terbiasa melakukan stimulasi, yaitu;
Pendidik sebagian besar sudah mengimplementasikan social skill dalam proses kegiatan belajar di PAUD atau TK, namun pada hasil kualitatif, terlihat bahwa sebagian besar pendidik belum memahami secara betul makna social life skill. Usaha penanaman social life skill belum terprogram dalam kegiatan yang direncanakan, melainkan hanya secara implisi disertakan pada kegiatan-kegiatan lain.
Usaha pendidik dalam memahami macam keterapilan anak didik masih belum terencana atau diprogramkan. Bila sudah direncanakan atau diprograkan akan dapat dilaksanakan secara sadar sistematik, sehingga tujuan yang ingin dicapai secara eksplisit dapat dijadikan pedoman target yang jelas. Sedangkan maca-macam keterapilan yang dimiliki oleh anak didik di PAUD adalah rasa empati, penuh pengertian, tenggang rasa, kepedulian pada sesama, komunikasi dua arah/ hubungan antar pribadi, kerjasama, tata krama/kesopanan, kemandirian, dan rasa tanggung jawab sosial. Dari beberapa uraian di atas dapat dikemukakan bahwa ketrampilan sosial adalah keterampilan atau strategi yang digunakan untuk memulai ataupun mempertahankan suatu hubungan yang positif dalam interaksi sosial, yang diperoleh melalui proses belajar dan bertujuan untuk mendapatkan hadiah atau penguat dalam hubungan interpersonal yang dilakukan.

D.    Konsep Pembentukan Karakter Sosial Anak Usia Dini
Pengembangan karakter anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan terutama dari orangtua. Anak belajar untuk mengenal nilai-nilai dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dilingkungannya tersebut. Dalam pengembangan karakter sosial anak, peranan orang tua dan guru sangatlah penting, terutama pada waktu anak usia dini.
Berbagai bentuk kejahatan dan tindakan tidak bermoral dikalangan anak menunjukan bahwa anak didik kita belum memiliki karakter social yang baik. Hal ini perlunya pengembangan karakter yang sesuai dengan anak, yang tidak sekedar pengetahuan, dan doktrinasi, tetapi lebih menjangkau dalam wilayah emosi anak.
Usaha atau upaya yang dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dalam membangun karakter anak usia dini adalah:

1.          Memperlakukan anak sesuai dengan karakteristik anak.
2.          Memenuhi kebutuhan dasar anak antara lain kebutuhan kasih sayang, pemberian makanan yang bergizi.
3.          Pola pendidikan guru dengan orangtua yang dilaksanakan baik dirumah dan di sekolah saling berkaitan.
4.          Berikan dukungan dan penghargaan ketika anak menampilkan tingkah laku yang terpuji.
5.          Berikan fasilitas lingkungan yang sesuai dengan usia perkembangannya.
6.          Bersikap tegas, konsisten dan bertanggungjawab

E.    Prosedur Pembentukan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Prosedur membentuk karakter anak dimulai sejak dini, paling tidak anak berusia dua tahun. Apabila masa usia 2 tahun pertama anak sudah mendapatkan cinta, maka sangat mudah anak tersebut dibentuk menjadi manusia yang berakhlak mulia. Menurut hasil penelitian, anak-anak usia 2 tahun sudah dapat diajarkan nilai-nilai moral, bahkan mereka sudah dapat mempunyai perasaan empati terhadap kesulitan atau penderitaan orang lain.
Misalnya, ketika ia melihat raut wajah ibunya yang sedih, ia dapat mengekspresikan empatinya. Dikatakan bahwa rasa empati adalah sifat alami yang sudah ada sejak anak dilahirkan yang merupakan sumber dari moralitas individu, seperti rasa iba dan rasa ingin berbuat baik, termasuk perasaan bersalah dan malu kalau melakukan hal-hal yang tidak baik. Sedangkan bagaimana empati dapat terus tumbuh subur adalah tergantung dari emotional bonding dengan ibunya pada usia-usia awal kehidupan seorang anak.
Mengenai prosedur pembentukan keterapilan sosial anak usia dini yaitu saat usia anak paling tidak berusia dua tahun. Kemudian anak yang berusia dua tahun tersebut   harus dibekali dengan kesadaran emosi seperti rasa bersalah, rasa malu, perasaan disakiti, bangga, dan sebagainya. Menurut Hamalik (2004), seorang anak yang siap untuk masuk usia sekolah harus sudah dibekali dengan kesadaran emosi seperti rasa bersalah, rasa malu, perasaan disakiti, bangga, dan sebagainya.
Anak-anak pada usia pra-sekolah harus sudah dapat membedakan beberapa jenis emosi yang dirasakannya, sehingga mereka tidak menjadi bingung tentang nilai-nilai dari emosi yang dirasakan oleh mereka. Misalnya, seorang anak yang merasa iba kepada seorang anak yang dikucilkan, sedangkan seluruh kawan-kawannya mengejek anak tersebut. Anak tersebut akan mempunyai rasa ambivalen antara rasa empati dan rasa takut untuk dikatakan pengecut karena tidak mau terlibat untuk turut mengejek anak yang dikucilkan tersebut. Anak harus tahu bahwa merasa empati kepada anak yang dikucilkan adalah perasaan yang lebih baik yang harus diikuti.
Oleh karena itu, pendidikan karakter di sekolah, terutama pada usia TK dan SD, juga perlu dilakukan, tentunya disesuaikan dengan tahap perkembangan umur anak. Hal ini berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila yang selaim ini dilakukan yang hanya menyentuh aspek akademik (hafalan dan pengetahuan saja), tetapi tidak melibatkan aspek emosi (feeling) dan perilaku (acting).

F.     Tahapan Pembentukan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Pembentukan keterampilan sosial anak usia dini ada tiga hal yang berlangsung secara terintegrasi. Kesatu, anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik.
Kedua, anak mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan. Misalnya, anak tak mau mencuri, karena tahu mencuri itu buruk, ia tidak mau melakukannya karena mencintai kebajikan.
Ketiga, anak mampu melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Lewat proses sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan pada anak. Ia memulainya dari cinta Tuhan yang Maha Esa dan alam semesta beserta isinya; tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; kejujuran; hormat dan santun; kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama; percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati; toleransi, cinta damai, dan persatuan.

Tujuan mengembangkan keterampilan sosial anak usia dini adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmenya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukannya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Membangun karakter yang efektif, ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan semua anak menunjukan potensi mereka untuk mencapai tujuan yang sangat penting. (Salim, dkk: 2004).


BAB III
 KESIMPULAN



IPS merupakan bidang studi baru, karena dikenal sejak diberlakukan kurikulum 1975. Dikatakan baru karena cara pandangnya bersifat terpadu, artinya bahwa IPS merupakan perpaduan dari sejumlah mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi. Adapun perpaduan ini disebabkan mata pelajaran-mata pelajaran tersebut mempunyai kajian yang sama yaitu manusia Pendidikan IPS penting diberikan kepada siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, karena siswa sebagai anggota masyarakat perlu mengenal masyarakat dan lingkungannya. Untuk mengenal masyarakat siswa dapat belajar melalui media cetak, media elektronika, maupun secara langsung melalui pengalaman hidupnya ditengah-tengah masyarakat. Dengan pengajaran IPS, diharapkan siswa dapat memiliki sikap peka dan tanggap untuk bertindak secara rasional dan bertanggungjawab dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupannya.
Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan awal, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Dalam hal ini peran orang tua sangat penting, karena orang tua adalah pengenalan pertama tentang pendidikan.
Pada masa usia dini anak harus memenuhi aspek-aspek perkembangan seperti moral, bahasa, kognitif, emosi, sosial, dan agama. Setiap anak memiliki perkembangan yang berbeda, karena cara pola asuh mereka tidak sama.



DAFTAR PUSTAKA


Alma, dan Harlasgunawan. 1987. Hakikat Dasar Studi Sosial. Bandung: Sinar Baru.

Budiningsih, A. C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Daldjoeni. 1981. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (Buku Pengantar Bagi Mahasiswa dan Guru) . Bandung:Penerbit Alumni.

Darsono, M. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

Hamalik, O. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Salim, A. dkk. 2004. Indonesia Belajarlah. Semarang: Gerbang Madani Indonesia.

http://fitriawidie.blogspot.com/2012/10/hakikat-dan-karakteristik-konsep-dasar_5.html