Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Hakikat Perilaku Sopan Santun



a. Perilaku
Perilaku menurut Sujiono (2009: 126) merupakan bagian dari budi pekerti yang dapat membentuk sikap terhadap manusia, tuhan, diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan alam sekitar. Pendapat senada juga dikemukakan dalam Teori Behaviors Skinner bahwa seluruh perilaku umat manusia dapat dijelaskan atau diamati sebagai respon yang terbentuk dari berbagai stimulus yang pernah diterimanya dari lingkungannya (Sujiono, 2009: 140).
Sunardi (Adisusilo, 2014: 1) berpendapat bahwa perilaku merupakan sinonim dari aktivitas, reaksi, aksi, kinerja, atau reaksi. Secara umum perilaku adalah apa yang dilakukan dan dikatakan seseorang.
Berdasarkan beberapa pernyataan yang telah disajikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan tentang perilaku. Perilaku adalah bagian dari budi pekerti yaitu cerminan kepribadian seseorang yang membentuk sikap yang tampak dalam perbuatan dan interaksi terhadap orang lain dalam lingkungan sekitarnya.
Perilaku anak usia dini mencakup moral, disiplin, sikap beragama, sosial, emosi dan konsep diri. Pengembangan moral pada anak usia dini berkaitan dengan Pendidikan Karakter yang diajarkan di sekolah. Pendidikan Karakter memberikan kesempatan untuk mengembangkan perilaku moral pada anak.
Moral berasal dari bahasa Latin Mores yang artinya tata cara, kebiasaan dan adat. Menurut Hurlock moralitas adalah kebiasaan yang terbentuk dari standar sosial yang juga dipengaruhi dari luar individu (Utami, dkk., 2013: 483). Pendapat lain dari Immanuel Kant moral adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum batiniah kita, yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita (Utami, dkk., 2013: 483).
5
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa moralitas adalah sistem kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan tentang perbuatan benar dan salah yang terbentuk dari kebiasaankebiasan dari standar sosial yang dipengaruhi dari luar individu atau sesuai dengan harapan masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
Pendidikan moral akan berhasil apabila pendidikan itu dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangan moral anak. Perilaku moral tidak diperoleh begitu saja, melainkan harus ditanamkan. Hal ini dikarenakan pada saat lahir anak belum memiliki konsep tentang perilaku anak yang baik dan tidak baik. Selain itu, pemahaman anak tentang mana yang benar, bertindak untuk kebaikan bersama, dan menghindari hal yang salah belum dikembangkan dalam diri anak. Awalnya anak berperilaku hanya karena dorongan naluriah saja yang seolah tak terkendali. Atas dasar tersebut maka pada diri anak harus ditanamkan perilaku moral yang sesuai dengan standar yang berlaku dalam kelompok masyarakat di mana ia tinggal (Utami, dkk., 2013: 484).
Pada usia 4-6 tahun anak mulai menyadari dan mengartikan bahwa sesuatu tingkah laku ada yang baik dan tidak baik. Pada usia 4 tahun perkembangan moral anak semakin luas di usia ini pengetahuan anak tentang nilai dan norma sebagai dasar perilaku moral berkembang luas. Anak belajar mengetahui tentang apa yang seharusnya ia lakukan dalam berinteraksi dengan teman-teman dan guru mereka di sekolah (Utami, dkk., 2013: 484)

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada usia 4-6 tahun anak mulai menyadari dan mengartikan bahwa sesuatu tingkah laku ada yang baik dan tidak baik. perkembangan moral anak semakin luas di usia ini pengetahuan anak tentang nilai dan norma sebagai dasar perilaku moral berkembang luas. Anak belajar mengetahui tentang apa yang seharusnya ia lakukan dalam berinteraksi dengan teman-teman dan guru mereka di sekolah sehingga anak dapat membedakan apa yang berlaku di rumah dan di sekolah, hal ini membuat anak agar dapat berlaku sopan dimanapun ia berada.
b. Sopan Santun
1) Pengertian Sopan Santun
Secara etimologis sopan santun berasal dari dua kata, yaitu kata sopan dan santun. Keduanya telah digabung menjadi sebuah kata majemuk. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sopan santun dapat diartikan sebagai berikut: Sopan artinya hormat dengan tak lazim (akan, kepada) tertib menurut adab yang baik. Atau bisa dikatakan sebagai cerminan kognitif (pengetahuan). Sedangkan santun artinya halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya); sopan, sabar; tenang. Atau bisa dikatakan cerminan psikomotorik (penerapan pengetahuan sopan ke dalam suatu tindakan).
Zuriah (2007: 139) mengatakan bahwa sopan santun yaitu norma tidak tertulis yang mengatur bagaimana seharusnya bersikap dan berperilaku. Sopan santun merupakan istilah bahasa jawa yang dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai unggah-ungguh.
Sopan santun menurut Taryati (Zuriah 2007:71) adalah suatu tata cara atau aturan yang turun-temurun dan berkembang dalam suatu budaya masyarakat, yang bermanfaat dalam pergaulan dengan orang lain, agar terjalin hubungan yang akrab, saling pengertian, hormat-menghormati menurut adat yang telah ditentukan. Adisusilo (2014: 54) berpendapat bahwa sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok orang. Sopan santun terbentuk oleh kebiasaan masyarakat di daerah tertentu maka pada umumnya tidak tertulis, tetapi menjadi kebiasaan lisan saja, yang jika dilanggar akan mendapat celaan dari masyarakat, tetapi jika ditaati akan mendapat pujian dari masyarakat.
Menurut Rusyan (2012:212) berpendapat bahwa “sopan santun itu merupakan tata cara mengatur kehidupan kita sehari-hari dengan baik sehingga semuanya lancar. Tidak ada gangguan pikiran, maupun gangguan perasaan”. Dasar sopan santun atau etika itu terletak pada ketidak sombongan, kelancaran, selera baik, perpatutan, dan saling normal, serta menempatkan sesuatu pada tempat yang tepat. Dengan dasar itu pula kita dapat diterima orang lain dalam pergaulan (Rusyan, 2012:212). Etika itu sendiri akan kita lakukan bukan untuk kebaikan orang lain, semata-mata untuk kebaikan kita sendiri, supaya kita sejahtera, damai dan tentram (Rusyam 2012:214).
Aqib (2010:44) mengatakan bahwa “santun merupakan sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilaku ke semua orang”. Hal ini sama dengan yang dikatakan oleh kristiana (2008:13) mengatakan bahwa “sopan santun adalah suatu tingkah laku yang amat polos.” Menurut Kurniasih dan Sani (2014:72) sopan santun adalah sikap baik dalam pergaulan dalam berbahasa maupun berperilaku. Norma kesantunan bersifat relatif, artinya yang dianggap baik/santun pada tempat dan waktu tertentu bisa berbeda pada tempat dan waktu yang lain. Selanjutnya Mustari (2014:129) sopan santun adalah sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.
Brown dan Levinson (Kightley, 2009: 512) mendefinisikan kesopanan sebagai sejumlah strategi yang dirancang untuk melestarikan atau memperoleh citra diri dan keinginan untuk dihargai publik. Peran dari kesopanan adalah untuk memelihara suatu hubungan yang harmonis antar pribadi sepanjang interaksi tersebut (Sukarno, 2010: 60).
Menurut Mustari (2014:135) berpendapat bahwa ”kesantunan adalah hal yang memang sewajarnya dalam kehidupan ini. Sehingga yang tidak ikut kesantunan akan dianggap orang yang tidak wajar. Pendidikan kesantunan, sangatlah diperlukan. Bahkan sebetulnya, inti dari pendidikan adalah pendidikan kesantunan itu sendiri. Kemanusiaan untuk bekerja, berusaha, berbicara, menghitung, dan sebagainya bisa dilakukan di tempat-tempat lain seperti tempat kerja, kursus, pasar, dn lain-lain. Tetapi untuk menjadi santun, orang harus sekolah. Di tanah sunda, orang santun adalah orang yang sekolah (nyakola), dan orang yang tidak santun itu disebut yang tidak bersekolah (teu nyakola).
Kesantunan memang bisa mengorbankan diri sendiri demi masyarakat atau orang lain. Demikian karena masyarakat atau orang-orang itu sudah mempunyai aturan yang solid, yang setiap kita hanya kebagian untuk ikut saja. “Inti bersifat santun yaitu berperilaku interpersonal sesuai tataran norma dan adat istiadat (Mustari, 2014:129).
Durkheim dalam Mustari (2014:135) berpendapat bahwa”inti pendidikan adalah kesantunan. Menurutnya, apa yang ada pada aturan-aturan sosial di  masyarakat adalah dalam rangka melanggengkan hubungan (relationship) antara kita. Hasrat kita untuk menanamkan pertemanan (friendship), memunculkan respek, dan melangsungkan “otoritas alamiah” menuntut kita untuk bertindak dalam cara-cara yang secara sosial dapat ditetima (yaitu praktik-praktik yang secara kultural diterima, seperti keadilan, kejujuran, kepantasan, dan lain-lain).
Ita Rosita (2015: 64) mengatakan bahwa “Sopan santun juga dapat diartikan sebagai suatu tingkah laku seseorang dalam kehidupan sehari-hari harus sesuai dengan kodratnya, tempat, waktu dan kondisi lingkungannya dimana siswa itu berada, sehingga membuat siswa itu akan sukses dalam pergaulannya atau dalam hubungan sosialnya dan akan sukses dalam kehidupan keseluruhannya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa sopan santun adalah sikap yang baik, hormat, dan taat peraturan. Sikap yang lebih menonjolkan pribadi yang baik dan menghormati siapa saja, berperilaku yang baik dan bertutur bicara kapada siapa saja dengan menggunakan bahasa yang baik.

2) Implementasi Perilaku Sopan Santun pada Anak Usia Dini
Upaya pembisaan sikap sopan santun agar menjadi bagian dari pola hidup seseorang yang dapat dicerminkan melalui sikap dan perilaku keseharian. Sopan santun sebagai perilaku dapat dicapai oleh anak melalui berbagai cara.
Keberhasilan pendidikan sopan santun ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan yang mengelilinginya, baik faktor intern maupun ekstern. Dikatakan demikian karena pendidikan sopan santun tidak dapat berdiri sendiri dan selalu berkaitan dengan hal lainnya. Kemungkinan berkaitnya sopan santun dalam keluarga akan kelihatan dalam perilaku di masyarakat, dan pendidikan di masyarakat akan berkaitan dengan pendidikan di sekolah.
Implementasi perilaku sopan santun pada anak usia dini menurut Yus (2011:55) meliputi:
a) Kebiasaan anak mengucapkan salam
Cara mengajarkan kebiasaan mengucapkan salam kepada anak yaitu dengan menyambut kedatangan anak di gerbang sekolah sambil mengucapkan salam dan ketika masuk kelas guru membiasakan mengucapkan salam.
b) Kebiasaan anak berdoa dengan tertib
Untuk mengajarkan kebiasaan berdoa dengan tertib kepada anak, guru dapat mengajak anak untuk berdoa sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran dan sebelum dan sesudah makan dan minum.

c) Kebiasaan anak bertutur kata yang baik
Agar anak memiliki tutur kata yang baik, guru mengajarkan anak mengucapkan terima kasih, memberikan bimbingan ketika anak mulai berkata kasar dan berteriak ketika proses pembelajaran maupun bermain.
d) Kebiasaan anak bertingkah laku yang baik
Menanamkan sikap dan perilaku yang baik kepada anak, guru dapat melakukannya dengan membiasakan anak mencium tangan orang yang lebih tua ketika berjabat tangan, menerima sesuatu dengan tangan kanan, mengucapkan terima kasih ketika diberi sesuatu dan permisi ketika lewat di depan orang yang lebih tua.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam menanamkan pembelajaran sopan santun harus mengacu pada indikator yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak sehingga anak benar-benar siap menerima pembelajaran perilaku sopan santun tersebut.

3) Penilaian Perilaku Sopan Santun
Sopan santun adalah perilaku yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa ataupun cara berperilaku terhadap orang lain. Indikator dalam Tingkat Pencapaian Perkembangan untuk kelompok B dalam mengenal perilaku baik/ sopan dan buruk menurut Pusat Kurikulum-Balitbang Departemen Pendidikan Nasional (2007) adalah sebagai berikut: a) bersikap ramah, b) meminta tolong dengan baik, c) berterima kasih jika memperoleh sesuatu, d) berbahasa sopan dalam berbicara (tidak berteriak), e) mau mengalah, f) mendengarkan orang tua/ teman berbicara, g) tidak mengganggu teman, h) memberi dan membalas salam, i) menutup mulut dan hidung bila bersin/ batuk, j) menghormati yang lebih tua, k) menghargai teman/ orang lain, l) mendengarkan dan memperhatikan teman berbicara, m) mengucap salam, dan n) menyayangi yang lebih muda dan menghormati yang lebih tua.
Indikator dari perkembangan nilai-nilai agama dan moral dalam tingkat pencapaian perkembangan mengenal perilaku baik/ sopan dan buruk adalah: a) bersikap ramah, b) berbahasa sopan dan meminta tolong dengan baik, dan c) mengucap salam. Indikator tersebut telah disesuaikan dengan kondisi dan situasi sekolah masing-masing serta kebutuhan anak didik yang didasarkan Permendiknas nomor 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.
Berdasarkan beberapa indikator tersebut, penilaian sikap sopan santun mengacu pada tiga indikator dalam tingkat pencapaian perkembangan mengenal perilaku baik/ sopan dan buruk. Hal tersebut telah disesuaikan dengan silabus kurikulum. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
a) Bersikap ramah
Diamati ketika proses pembelajaran dan dihitung dari jumlah anak yang mampu mendengarkan guru/ teman berbicara, tidak mengganggu teman, dan mau berbagi dengan teman.
b) Berbahasa sopan dan meminta tolong dengan baik
Diamati ketika proses pembelajaran dan dihitung dari jumlah anak yang mampu bertutur kata sopan (tidak berteriak dan mengucap kata kasar), meminta tolong dengan baik, dan berterima kasih juka menerima sesuatu dari orang lain.
c) Mengucap salam
Diamati ketika proses pembelajaran dan dihitung dari jumlah anak yang mampu memberi salam, menjawab salam, dan berdo’a dengan tenang dan khusyu’.

Blog Archive