Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Ruang Lingkup Antropologi



1. Pengertian Antropologi
Antropologi” berasal dari bahasa Yunani. “anthropos” berarti “manusia”, dan “logos” berarti “ilmu”, dengan demikian secara harfiah “antropologi” berarti ilmu tentang manusia.
 Secara etimologi, antropologi berasal dari kata anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Dalam antropologi, manusia dipandang sebagai sesuatu yang kompleks dari segi fisik, emosi, sosial, dan kebudayaannya.
Antropologi sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusia dan kebudayaannya. Antropologi mulai banyak dikenal orang sebagai sebuah ilmu setelah diselenggarakannya simposium pada tahun 1951 yang dihadiri oleh lebih dari 60 tokoh antropologi dari negara-negara di kawasan Ero-Amerika (hadir pula beberapa tokoh dari Uni Soviet). Simposium yang dikenal dengan sebutan International Symposium on Anthropology ini telah menjadi lembaran baru bagi antropologi, terutama terkait dengan publikasi beberapa hasil karya antropologi, seperti buku yang berjudul “Anthropology Today” yang di redaksi oleh A.R. Kroeber (1953), “An Appraisal of Anthropology Today” yang di redaksi oleh S. Tax, dkk. (1954), “Yearbook of Anthropology” yang diredaksi oleh W.L. Thomas Jr. (1955), dan “Current Anthropology” yang di redaksi oleh W.L. Thomas Jr. (1956). Setelah simposium ini, antropologi mulai berkembang di berbagai negara dengan berbagai tujuan penggunaannya.
Di beberapa negara berkembang pemikiran-pemikiran antropologi mengarah pada kebutuhan pengembangan teoritis, sedangkan di wilayah yang lain antropologi berkembang dalam tataran fungsi praktisnya. Pengertian lainnya disampaikan oleh Harsojo dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Antropologi” (1984). Menurut Harsojo, antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari umat manusia sebagai makhluk masyarakat.
Menurutnya, perhatian antropologi tertuju pada sifat khusus badani dan cara produksi, tradisi serta nilai-nilai yang akan membedakan cara pergaulan hidup yang satu dengan pergaulan hidup yang lainnya.
Sementara itu Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Antropologi I ” (1996) menjelaskan bahwa secara akademis, antropologi adalah sebuah ilmu tentang manusia pada umumnya dengan titik fokus kajian pada bentuk fisik, masyarakat dan kebudayaan manusia.
Sedangkan secara praktis, antropologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari manusia dalam beragam masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa tersebut.
Secara awam sering kali dipahami bahwa  bidang kajian dari antropologi adalah masyarakat     “primitif”, yang dianggap mempunyai kebudayaan yang berbeda
dengan kebudayaan masyarakat  Eropa.
Pemahaman seperti ini tentu saja tidak
benar, karena sejauh ini bidang kajian antropologi telah berkembang jauh memasuki wilayah masyarakat modern.
Di lain pihak Masinambow, ed. dalam bukunya yang berjudul “Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia” (1997) menjelaskan bahwa antropologi adalah disiplin ilmu yang mengkaji masyarakat atau kelompok manusia. Conrad Philip Kottak dalam bukunya berjudul “Anthropology, the Exploration of Human Diversity” (1991) menjelaskan  bahwa antropologi mempunyai perspektif yang luas, tidak seperti cara pandang orang pada umumnya, yang menganggap antropologi sebagai ilmu yang mengkaji masyarakat nonindustri.
Menurut Kottak, antropologi merupakan studi terhadap semua masyarakat, dari masyarakat yang primitif (ancient) hingga masyarakat modern, dari masyarakat sederhana hingga masyarakat yang kompleks. Bahkan antropologi merupakan studi lintas budaya (komparatif) yang membandingkan kebudayaan satu masyarakat dengan kebudayaan masyarakat lainnya.

2. Ruang Lingkup Antropologi
Antropologi sebagai salah satu cabang ilmu sosial mempunyai bidang kajian sendiri yang dapat dibedakan dengan ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu politik, kriminologi dan lain-lainnya.
Antropologi juga dapat dikelompokkan ke dalam cabang ilmu humaniora karena kajiannya yang terfokus kepada manusia dan kebudayaannya. Seperti halnya yang terjadi di Universitas Indonesia, di mana pada masa awal terbentuknya Jurusan Antropologi ini berada di bawah Fakultas Sastra. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, ketika muncul anggapan bahwa antropologi cenderung memiliki fokus pada masalah sosial dari keberadaan manusia, maka jurusan antropologi ini pun pada tahun 1983 pindah di bawah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Saat ini beberapa universitas di Indonesia mempunyai Jurusan Antropologi, di antaranya adalah di Universitas Padjadjaran (UNPAD), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Andalas (Unand), Universitas Cendrawasih (Uncen), dan Universitas Udayana (Unud).
Dalam pembagian yang dilakukan oleh Koentjaraningrat (1996) berdasarkan perkembangan antropologi di Amerika Serikat, ruang lingkup dan batas lapangan perhatian kajian antropologi memfokuskan kepada sedikitnya lima masalah berikut ini (Koentjaraningrat, 1996), yaitu:
1.    masalah sejarah asal dan perkembangan manusia dilihat dari ciri-ciri tubuhnya secara evolusi yang dipandang dari segi biologi;
2.    masalah sejarah terjadinya berbagai ragam manusia dari segi ciri-ciri fisiknya.
3.    Masalah perkembangan, penyebaran, dan terjadinya beragam kebudayaan di dunia;
4.    Masalah sejarah asal, perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa di seluruh dunia.
5.    Masalah mengenai asas-asas kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat-masyarakat suku bangsa di dunia.

Berdasarkan penggolongan masalah di atas maka dapat dibedakan 5 (lima) ilmu bagian antropologi yang menangani masing-masing masalah tersebut yaitu:
 










Skema Ruang Lingkup Antropologi
Sumber : Koentjaraningrat (1980: 244)
Dari bagan di atas terlihat bahwa cabang dari Antropologi adalah Antropologi Budaya dan Antropologi Fisik. Antropologi Fisik terbagi lagi ke dalam Paleoantropologi dan Antropologi Fisik. Sedangkan Antropologi Budaya terbagi lagi ke dalam 3 cabang ilmu lainnya yaitu Prasejarah, Etnolinguistik, dan Etnologi. Berdasarkan penggolongan tersebut, Koentjaraningrat memerinci lagi ke dalam beberapa cabang ilmu. Etnologi memiliki dua cabang ilmu yaitu Antropologi Diakronik atau Etnologi (Etnhonology) dan Antropologi Sinkronik atau Antropologi Sosial (Social Anthropologi). Selengkapnya, beberapa cabang antropologi yang lebih rinci dapat Anda lihat pada bagan 1.2 berikut.
 























Antropologi Spesialisasi berkembang terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu dan kebutuhan untuk saling mengisi di antara beberapa ilmu lain dengan Antropologi, seperti Antropologi Ekonomi, Antropologi Politik, Antropologi Kependudukan, Antropologi Kesehatan, Antropologi Psikiatri (kesehatan jiwa), Antropologi Pendidikan, Antropologi Perkotaan, dan Antropologi Hukum (Koentjaraningrat, 1996). Sementara itu beberapa cabang Antropologi yang kemudian dikenal saat ini adalah Antropologi Kesenian, Antropologi Maritim, dan Antropologi Agama (lihat Harsojo, 1984).
Sejalan dengan Koentjaraningrat, Haviland (1991) memperlihatkan bahwa cabang antropologi secara umum dibagi ke dalam 2 cabang besar, yaitu antropologi fisik (physical anthropology) dan antropologi budaya (cultural anthropologi). Antropologi budaya terbagi lagi ke dalam arkeologi, antropologi linguistik, dan etnologi.

1.    Antropologi Fisik
Mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak perkembangan manusia menurut evolusinya & menyelidiki variasi biologisnya dalam berbagai jenis (species). 
Antropologi fisik ditandai oleh tulisan Darwin ”The origin of spicies”. Antropologi fisik berkembang pesat dengan melakukan penelitian-penelitian terhadap asal mula dan perkembangan manusia.
Manusia asalnya kera, karena makhluk hidup mengalami evolusi. Antropologi ingin membuktikan dengan melakukan berbagai penelitian terhadap kera dan monyet di seluruh dunia.
Penelitian tersebut ingin mengetahui:
        apakah monyet itu poligami atau monogami?
        berkelompok atau sendiri?
        Apakah dapat berkomunikasi?
        Bagaimana mereka memecahkan masalahnya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan sebagai dasar melakukan penelitian untuk membuktikan apakah asal-usul manusia. Walaupun sampai belum ada jawaban, namun usaha mempelajari asal mula manusia tidak pernah dihentikan.
 












Gambar Tengkorak primata : manusia, simpanse, orang utan dan macaque


Merupakan bagian ilmu antropologi yang mempelajari suatu pengertian tentang sejarah terjadinya aneka warna mahluk manusia jika dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya, baik lahir (fenotipik) seperti warna kulit, warna dan bentuk rambut, indeks tengkorak, bentuk muka, warna mata, bentuk hidung, tinggi badan dan bentuk tubuh, maupun yang dalam (genotipik), seperti; golongan darah dan sebagainya. Manusia di muka bumi ini terdapat beberapa golongan berdasarkan persamaan mengenai beberapa ciri tubuh.
Antropologi Fisik atau Antropologi Biologi adalah cabang antropologi yang memfokuskan kajiannya pada manusia sebagai organisme biologis, yang salah satunya menekankan pada kajian masalah evolusi manusia. Sementara kajian yang secara khusus meneliti sisa-sisa tubuh yang telah membatu (fosil) yang ditemukan dalam lapisan-lapisan tanah disebut paleoantropologi.
Antropologi fisik ini mempelajari keragaman manusia di dunia dilihat dari segi fisiknya. Ilmu ini mencoba untuk memahami sejarah terjadinya keragaman makhluk manusia berdasarkan (1) ciri-ciri fisik atau tubuhnya yang tampak secara lahiriah (fenotipik), seperti warna kulit, indeks tengkorak, bentuk muka, warna mata, bentuk hidung, tinggi dan bentuk tubuh, atau (2) ciri-ciri fisik bagian “dalam” (genotipik) seperti golongan darah. Berdasarkan klasifikasi di atas, manusia dapat digolongkan ke dalam beberapa golongan yang disebut ras. Kita ketahui bahwa di dunia ini terdapat beberapa kategori ras seperti ras kaukasoid, melanesoid, negroid, dan sebagainya.

2.    Antropologi Budaya
Antropologi Budaya adalah cabang antropologi umum yang berupaya mempelajari kebudayaan pada umumnya dan beragam kebudayaan dari berbagai bangsa di seluruh dunia. Ilmu ini mengkaji bagaimana manusia mampu berkebudayaan dan mengembangkan kebudayaannya dari masa ke masa. Fokus yang dipelajari oleh ilmu ini adalah cara hidup manusia dalam memelihara dan mengubah lingkungannya. Cara hidup ini diperoleh manusia melalui proses belajar (sosialisasi) dan pengalaman hidup.
Fokus pada kebudayaan manusia ataupun cara hidupnya dalam masyarakat. Dibagi menjadi 3: arkeologi, antropologi linguistik, dan etnologi (1999:12).
Jika dalam antropologi fisik banyak berhubungan dengan ilmu-ilmu biologi lainnya, maka dalam antropologi budaya banyak berhubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi. Hal ini bisa dipahami karena dua-duanya berusaha menggambarkan tentang perilaku manusia dalam konteks sosialnya.
a. Antropologi Linguistik
Manusia diberi kelebihan dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya dalam menciptakan simbol-simbol yang terangkum dalam istilah bahasa. Bahasa sangat penting sebagai media berkomunikasi sehingga interaksi antarindividu atau antarkelompok akan menjadi lebih efektif. Selain kemampuan menciptakan bahasa, manusia pun masih memiliki insting dalam berkomunikasi seperti halnya yang dimiliki oleh makhluk hidup lainnya.
Hanya bedanya, makhluk hidup selain manusia tidak mampu menciptakan bahasa seperti manusia. Bahasa merupakan lambang kepintaran yang dimiliki manusia yang diperolehnya melalui proses belajar. Oleh karena itu, bahasa merupakan ciri dari kehidupan manusia atau bahasa merupakan ciri dari kebudayaan manusia.
Bahasa yang diciptakan sekaligus dipelajari oleh manusia pada akhirnya akan berfungsi mengikat bagi manusia itu sendiri dalam menggunakannya. Dalam hal ini, bahasa menjadi salah satu unsur kebudayaan yang memiliki kaidah-kaidahnya sendiri yang berada “di luar” individu yang menggunakannya. Sebagai contoh, jika Anda menemui ada individu sebagai anggota masyarakat di mana Anda berada menggunakan bahasa dengan kaidah-kaidah di luar ketentuan yang berlaku maka pesan yang ingin disampaikannya tidak akan diterima/dimengerti oleh orang lain begitu pula oleh Anda sendiri.
Bahasa merupakan kesepakatan bersama seluruh anggota masyarakat yang menggunakannya. Bahasa sebagai simbol untuk berkomunikasi saat ini telah berkembang sangat kompleks, walaupun mungkin masih ada beberapa suku bangsa yang hidup terpencil masih menggunakan bahasa yang relatif sederhana, baik dalam jumlah kata-kata atau pun tata bahasanya.

Bahasa memiliki fungsi sebagai media transmisi (sosialisasi) unsur-unsur kebudayaan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Karena fungsinya  itu, bahasa menjadi salah satu unsur penting untuk dipelajari oleh antropologi. Salah satu cabang ilmu antropologi budaya yang secara spesifik mengkaji masalah bahasa ini adalah antropologi linguistik (linguisticanthropology) atau etnolinguistik.

b. Etnologi dan Antropologi Sosial
Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas-asas manusia melalui kajiannya terhadap sejumlah kebudayaan suku bangsa yang tersebar di seluruh dunia. Seperti Anda lihat pada bagan 2 di atas, ilmu ini dibedakan menjadi 2 bagian atas dasar perbedaan fokus kajiannya. Pertama, ilmu yang lebih memfokuskan diri pada kajian bidang diakronik (kajian dalam rentang waktu yang berurutan), yang tetap menggunakan nama etnologi. Kedua, ilmu yang lebih menekankan perhatiannya pada bidang sinkronik (kajian dalam waktu yang bersamaan), yang lebih akrab dengan sebutan antropologi sosial.
Di antara ahli antropologi yang mengembangkan teori-teori antropologi sinkronik adalah A.R. Radcliffe-Brown. Ia adalah seorang ahli antropologi Inggris yang mencoba mencari asas-asas kebudayaan dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan masyarakat. Menurutnya, para ahli antropologi harus berbuat lebih dari yang dilakukan oleh para ahli pada fase kedua, yaitu yang hanya puas dengan mempelajari kebudayaan hanya untuk mengetahui sejarah dan persebaran kebudayaan-kebudayaan di muka bumi ini.

c. Etnopsikologi
Subbidang antropologi yang berkembang sekitar awal abad ke 19 (tahun 1920-an) adalah etnopsikologi atau antropologi psikologi, yaitu sebuah kajian antropologi yang menggunakan konsep-konsep psikologi dalam proses analisanya. Kajian ini berkembang di Amerika dan Inggris manakala ada kebutuhan untuk mengetahui: (1) kepribadian bangsa, (2) peranan individu dalam proses perubahan adat-istiadat, dan (3) nilai universal dari konsep-konsep psikologi. Kebutuhan pertama muncul ketika hubungan antarbangsa mulai diperhatikan demi kepentingan hubungan internasional terutama sejak Perang Dunia I.
Sebetulnya beberapa kajian tentang kepribadian suatu suku bangsa pernah dilakukan oleh beberapa ahli terutama terkait dengan kepentingan untuk mengetahui kepribadian penduduk di daerah jajahan, tetapi konsep-konsep  dan istilah-istilah yang digunakan tergolong masih kasar dan kurang cermat. Baru sekitar tahun 1920-an, para ahli antropologi mempelajari masalah kepribadian suatu suku bangsa dengan lebih cermat dan teliti dengan menggunakan konsep-konsep dan teori-teori psikologi.
Dengan demikian, mereka dapat mendeskripsikan kepribadian suatu suku bangsa dengan lebih objektif dan teliti untuk menemukan kepribadian umum warga suatu bangsa atau suatu suku bangsa. Pada tahun-tahun tersebut di Amerika Serikat juga dimulai suatu kajian antropologi yang memfokuskan diri pada peranan individu dalam proses perubahan adat-istiadat.
Dalam kajian antropologi sebelumnya, pada umumnya keberadaan individu yang berperilaku menyimpang tidak mendapat perhatian, karena perhatian para ahli lebih terfokus pada pola-pola kehidupan yang telah mapan. Baru disadari kemudian bahwa gejala perilaku individu yang menyimpang dapat dipahami dalam kaitannya dengan perubahan sosial-budaya dari kebudayaan suatu bangsa atau suatu suku bangsa. Atas dasar kajiannya terhadap gejala kepribadian suatu suku bangsa ini, para ahli antropologi juga dapat mengkritisi beberapa teori psikologi yang dihasilkan atas dasar suatu penelitian pada masyarakat Eropa. Atas kajiannya terhadap masyarakat di luar Eropa, beberapa teori psikologi yang ada saat itu ternyata belum tentu dapat diterapkan atau berlaku secara universal. Oleh karena itu, masih perlu kehati-hatian dalam menerapkannya untuk mengkaji masalah kepribadian umum pada masyarakat di luar Eropa.


Blog Archive