BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Di Indonesia salah satu masalah
besar yang marak diperbincangkan adalah tindak kriminal terhadap anak. Mulai
dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan bentuk tindakan kriminal lainnya
yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak.
Seharusnya seorang anak diberi
pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan kasih sayang keluarga agar
jiwanya tidak terganggu.hal ini terjadi karena Banyak orangtua menganggap
kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah
bagian dari mendisiplinkan anak.
Mereka lupa bahwa orangtua adalah
orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan,
perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang
anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang
berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Kekerasan terhadap anak
dapat diartikan sebagai perilaku yang sengaja maupun tidak sengaja yang
ditujukan untuk mencederai atau merusak anak, baik berupa serangan fisik maupun
mental.
Dalam menyiapkan generasi penerus
bangsa anak merupakan asset utama. Tumbuh kembang anak sejak dini adalah
tanggung jawab keluarga, masyarakat dan negara. Namun dalam proses tumbuh
kembang anak banyak dipengaruhi oleh berbagai factor baik biologis, psikis,
sosial, ekonomi maupun kultural yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak – hak
anak.
Anak adalah amanah sekaligus
karunia Tuhan yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat pula
harkat, martabat dan hak – hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.
Dari sisi kehidupan anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus
cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh
dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak
kekerasan dan diskriminasi.
Orangtua, keluarga dan masyarakat
bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan
kewajiban yang dibebankan oleh hukum.
Demikian pula dalam rangka
penyelenggaraaan perlindungan anak, negara dan pemerintah juga bertanggungjawab
untuk menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam
menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal. Upaya perlindungan
anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan
sampai anak berumur 18 tahun.
Dalam melakukan pembinaan,
pengembangan dan perlindungan anak, perlu adanya peran masyarakat baik melalui
lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa dan
lembaga pendidikan..
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang
tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
1.
Bagaimana sejarah HAM ?
2.
Bagaimana deklarasi HAM ?
3.
Apa hukum dan perundang-undangan Anak ?
4.
Bagaimana kewajiban Negara, pemerintah dan
masyarakat dalam perlindungan Hak Anak?
5.
Bagaimana Undang-undang Perlindungan Anak ?
6.
Bagaimana Lembaga Perlindungan Anak?
7.
Bagaimana Perlindungan Hak Anak dalam Keluarga ?
8.
Bagaimana Perlindungan Hak Anak dalam Masyarakat
?
9.
Bagaimana Perlindungan Hak Anak atas kesehatan
dan gizi buruk ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Hak
Asasi Manusia
Hak asasi manusia tidak dapat
dinikmati secara langsung namun dalam mendapatkanya membutuhkan perjuangan yang
tidak mudah. Karena manusia tidak peduli dengan hak orang lain namun ketika
haknya dirampas oleh orang lain baru dia akan tergugah untuk mempertahankan hak
nya. Berikut perkembangan HAM di berbagai belahan dunia :
1. Perancis
Perjuangan hak asasi manusia di Perancis bukan karena
penjajahan bangsa lain tetapi karena kedzaliman rajanya sendiri. Raja memungut
pajak dari kaum bangsawan dan kaum gereja, namun kaum bangsawan dan kaum gereja
menolak karena merasa kedudukannya istimewa sehingga sasaran pajaknya berubah menjadi
rakyat kecil sehingga menyesengsarakan rakyat kecil. Karena kesengsaraan,
rakyat kecil melakukan perlawanan sehingga kekacauan terjadi dimana-mana dan
tidak dapat dibendung lagi dan meneriakkan semboyan
Semboyan Revolusi Prancis (Tri Sloganda) yaitu
1. Liberte (kemerdekaan)
2. Egalite ( Kesamarataan)
3. Fraternite (Kerukunan atau Persaudaraan)
Setelah kekacauan yang berkepanjanganan, akhirnya pada tahun
1789 raja menerima rumusan piagam hak-hak manusia dan warga negara atau dikenal
Declaration Des Droits De’L Home Et Du Citoyen yang merupakan hasil
perjuangan HAM oleh rakyat Prancis terhadap kezaliman rajanya Floderwijk XIV
1. Hak Kebebasan
2. Hak Milik
3. Hak Kesamaan
4. Hak Melawan Penindasan
2. Sejarah HAM Di Indonesia
Pada masa penjajahan Belanda hak
warga negara Indonesia di rampas. Contohnya dengan politik adu domba yang
membuat perpecahan, kemudian rakyat dibuat bodoh dengan tidak boleh mendapatkan
pendidikan. Rakyat Indonesia diletakkan pada golongan ke tiga setelah orang
Belanda dan Timur Asing sehingga harkat martabatnya jadi rendah. Tokoh-tokoh
Indonesia seperti Soekarno dan Moh, Hatta yang membahayakan Belanda di tangkap
dan diasingkan. Berdasarkan Tuntuntan Parlemen Belanda yang menuntut agar
pemerintah hindia belanda membalas budi kepada rakyat pribumi dengan cara
politik balas budi yang berisi Edukasi, Irigasi dan Transmigrasi namun dalam
pelaksanaanya sangat mengecewakan karena tidak sesuai dengan apa yang
direncanakan.
Akibat penindasan Belanda banyak
bermunculan perlawanan-perlawanan misalnya Perang Sultan Agung, Perang Paderi,
perang Diponegoro, perang aceh dll. Setelah memasuki abad 20 perlawanan berubah
menjadi pergerakan antara lain Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam, Indische
Partij, PNI dll
Pada tahun 1942 pemerintahan Hindia Belanda menyerah pada
Jepang. Sehingga Jepang bergantian menjajah Indonesia. Jepang datang ke
Indonesia dengan semboyan 3A yaitu jepang pelindung asia, jepang cahaya asia,
jepang pemimpin asia. Namun penderitaan rakyat indonesia bertambah dengan
dijadikan Romusha oleh tentara jepang.
Setelah Proklamasi, berarti
bangsa indonesia telah memperoleh hak kemerdekaanya dan hak kebebasaanya. Namun
belum 100% karena sekutu yang diboncengi NICA melakukan Agresi ke
wilayah-wilayah Indonesia untuk menjajah Indonesia lagi.
Pada tahun 1955, Indonesia mengadakan Konfrensi Asia Africa
dan menghasilkan Dasasila Bandung yang berisi :
• Pertama: Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati
tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
• Kedua: Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua
negara.
• Ketiga: Mengakui persamaan derajat semua ras serta
persamaan derajat semua negara besar dan kecil.
• Keempat: Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri
negara lain.
• Kelima: Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan
dirinya sendiri atau secara kolektif, sesuai dengan Piagam PBB.
• Keenam:(a) Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan
pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar mana pun. (b) Tidak
melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun.
• Ketujuh: Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau
menggunakan kekuatan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara
mana pun.
• Kedelapan: Menyelesaikan semua perselisihan internasional
dengan cara-cara damai, seperti melalui perundingan, konsiliasi, arbitrasi,
atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara damai lainnya yang menjadi pilihan
pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
• Kesembilan: Meningkatkan kepentingan dan kerja sama
bersama.
• Kesepuluh: Menjunjung tinggi keadilan dan
kewajiban-kewajiban internasional
B. Deklarasi
Hak Asasi Manusia
Deklarasi universal Hak-hak asasi
manusia diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi
217 A (III). Adapun isi deklarasi universal Hak Asasi manusia tersebut adalah
sebagai berikut:
Pasal 1 : Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai
martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan
hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.
Pasal 2 : Setiap orang berhak atas semua hak dan
kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada
pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau
kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.
Selanjutnya, tidak akan diadakan pembedaan atas dasar
kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah
dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk
wilyah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan
yang lain.
Pasal 3 : Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan
keselamatan sebagai induvidu.
Pasal 4 : Tidak seorang pun boleh diperbudak atau
diperhambakan; perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti
dilarang.
Pasal 5 : Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan
secara kejam, diperlakukan atau dikukum secara tidak manusiawi atau dihina.
Pasal 6 : Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum
sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
Pasal 7 : Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas
perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan
yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan
Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi
semacam ini.
Pasal 8 : Setiap orang berhak atas pemulihan yang efektif
dari pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan-tindakan yang melanggar
hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.
Pasal 9 : Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau
dibuang dengan sewenang-wenang.
Pasal 10 : Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak
atas peradilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak
memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap
tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.
Pasal 11 : (1) Setiap orang yang dituntut karena disangka
melakukan suatu tindak pidana dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan
kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia
memperoleh semua jaminan yang perlukan untuk pembelaannya.
(2) Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan tindak
pidana karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu tindak pidana
menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut
dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman yang lebih berat
daripada hukum yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran pidana itu
dilakukan.
Pasal 12 : Tidak seorang pun boleh diganggu urusan
pribadinya, keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat menyuratnya dengan
sewenang-wenang; juga tidak diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatan
dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap
gangguan atau pelanggaran seperti ini.
Pasal 13 : (1) Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak
dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara.
(2) Setiap orang berhak meninggalkan suatu negeri, termasuk
negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.
Pasal 14 : (1) Setiap orang berhak mencari dan mendapatkan
suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran.
(2) Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang
benar-benar timbul karena kejahatan-kejahatan yang tidak berhubungan dengan
politik, atau karena perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan
dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 15 : (1) Setiap orang berhak atas sesuatu
kewarganegaraan.
(2) Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut
kewarganegaraannya atau ditolak hanya untuk mengganti kewarganegaraannya.
Pasal 16 : (1) Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa,
dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk
menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal
perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian.
(2) Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan
bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.
(3) Keluarga adalah kesatuan yang alamiah dan fundamental
dari masyarakat dan berhak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan Negara.
Pasal 17 : (1) Setiap orang berhak memiliki harta, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain.
(2) Tidak seorang pun boleh dirampas harta miliknya dengan
semena-mena.
Pasal 18 : Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati
nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau
kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaann dengan
cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.
Pasal 19 : Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan
mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa
mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan
keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak
memandang batas-batas.
Pasal 20 : (1) Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan
berkumpul dan berserikat tanpa kekerasan.
(2) Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki suatu
perkumpulan.
Pasal 21 : (1) Setiap orang berhak turut serta dalam
pemerintahan negaranya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih
dengan bebas.
(2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk
diangkat dalam jabatan pemerintahan negeranya.
(3) Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan
pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang
dilaksanakan secara berkala dan murni, dengan hak pilih yang bersifat umum dan
sederajat, dengan pemungutan suara secara rahasia ataupun dengan prosedur lain
yang menjamin kebebasan memberikan suara.
Pasal 22 : Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak
atas jaminan sosial dan berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya,
melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional, dan sesuai dengan
pengaturan serta sumber daya setiap negara.
Pasal 23 : (1) Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak
dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil
dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran.
(2) Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan
yang sama untuk pekerjaan yang sama.
(3) Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang
adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik
untuk dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika perlu ditambah dengan
perlindungan sosial lainnya.
(4) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki
serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.
Pasal 24 : Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan,
termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari liburan berkala,
dengan tetap menerima upah.
Pasal 25 : (1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak
atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial
yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit,
cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang
mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
(2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan
istimewa. Semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar
perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.
Pasal 26 : (1) Setiap orang berhak memperoleh pendidikan.
Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah
rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan
teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan
tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan
kepantasan.
(2) Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi
yang seluas-luasnya serta untuk mempertebal penghargaan terhadap hak asasi
manusia dan kebebasan-kebebasan dasar. Pendidikan harus menggalakkan saling
pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras
maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam
memelihara perdamaian.
(3) Orang tua mempunyai hak utama dalam memilih jenis
pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.
Pasal 27 : (1) Setiap orang berhak untuk turut serta dalam
kehidupan kebudayaan masyarakat dengan bebas, untuk menikmati kesenian, dan
untuk turut mengecap kemajuan dan manfaat ilmu pengetahuan.
(2) Setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan atas
keuntungan-keuntungan moril maupun material yang diperoleh sebagai hasil karya
ilmiah, kesusasteraan atau kesenian yang diciptakannya.
Pasal 28 : Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan
internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam
Deklarasi ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.
Pasal 29 : (1) Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap
masyarakat tempat satu-satunya di mana dia dapat mengembangkan kepribadiannya
dengan bebas dan penuh.
(2) Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya,
setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh
undang-undang yang tujuannya semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan yang tepat terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain,
dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan
kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis. 5
(3) Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan
bagaimana pun sekali-kali tidak boleh dilaksanakan bertentangan dengan tujuan
dan prinsip-prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 30 : Tidak sesuatu pun di dalam Deklarasi ini boleh
ditafsirkan memberikan sesuatu Negara, kelompok ataupun seseorang, hak untuk
terlibat di dalam kegiatan apa pun, atau melakukan perbuatan yang bertujuan
merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam
Deklarasi ini.
C. Hukum dan
Perundang-undangan Anak
Undang-undang Peradilan Anak
(Undang-undang No. 3 Tahun 1997) Pasal 1 (2) merumuskan, bahwa anak adalah
orang dalam perkara Anak Nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun,
tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
Jadi dalam Undang-undang
no.3/1997 tentang anak, anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) tahun
sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan syarat kedua si anak belum
pernah kawin. Maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah
kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam perkawinan atau
perkawinannya putus karena perceraian, maka si anak dianggap sudah dewasa;
walaupun umurnya belum genap 18 (delapan belas) tahun.
2. Anak dalam Hukum Perburuhan
Pasal 1 (1) Undang-undang Pokok Perburuhan (Undang-undang
No. 12 Tahun 1948) mendefinisikan, anak adalah orang laki-laki atau perempuan
berumur 14 tahun ke bawah.
3. Anak menurut KUHP
Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa apabila
belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh kanena itu, apabila Ia tersangkut
dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu
dikembalikan kepada orang tuanya; walinya atau pemeliharanya dengan tidak
dikenakan suatu hukuman. Atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada
pemerintah dengan tldak dikenakan sesuatu hukuman. Ketentuan Pasal 35, 46 dan
47 KUHP ini sudah dihapuskan dengan lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun 1997.
sedangkan dalam KUHP mengatur umur anak sebagai korban pidana adalah belum
genap berumur 15 (lima belas) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal (pasal 285,
287, 290, 292, 293, 294, 295, 297 dan lain-lainnya. Pasal-pasal itu tidak
mengkualifikasinya sebagai tindak pidana, apabila dilakukan dengan/terhadap
orang dewasa, akan tetapi sebaliknya menjadi tindak pidana karena dilakukan
dengan/terhadap anak yang belum berusia 15 (lima belas) tahun.
4. Anak menurut Hukum Perdata
Pasal 330 KUH Perdata mengatakan, orang belum dewasa adalah
mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih
dahulu telah kawin. Aturan ini tercantum dalam UU No.4/1979). Hal ini
didasarkan pada pertimbangan usaha kesejahteraan anak, dimana kematangan
sosial, pribadi dan mental seseorang anak dicapai pada umur tersebut.
Pengertian ini digunakan sepanjang memiliki keterkaitan dengan anak secara
umum, kecuali untk kepentingan tertentu menurut undang-undang menentukan umur
yang lain
5. Anak menurut Undang-undang Perkawinan
Pasal 7 (1) Undang-undang Pokok Perkawinan (Undang-undang
No.1 Tahun 1974) mengatakan, seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah
mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16
(enam belas) tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat dimintakan
dispensasi kepada Pengadilan Negeri.
D. Kewajiban Negara,
Pemerintah, dan Masyarakat dalam Perlindungan Anak
Perlindungan anak sebagaimana
batasan pengertian yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tentang
Perlindungan Anak dapat terwujud apabila mendapatkan dukungan dan tanggung
jawab dari berbagai pihak. Dukungan yang dibutuhkan guna mewujudkan
perlindungan atas hak anak di Indonesia diatur dalam ketentuan Bab IV
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. Pasal 20 Undang-Undang tersebut
menyebutkan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Negara dan Pemerintah Republik
Indonesia mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati dan menjamin
hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak,
dan kondisi fisik dan/atau mental. Negara dan pemerintah juga berkewajiban
serta bertanggungjawab untuk memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan perlindungan anak. Pengaturan mengenai kewajiban dan tanggung
jawab negara dan pemerintah tercantum dalam ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.
Pasal 23 dan Pasal 24
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai jaminan negara dan
pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan anak. Negara dan pemerintah
menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan
hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum
bertanggungjawab terhadap anak. Negara dan pemerintah juga menjamin anak untuk
menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat
kecerdasan anak. Jaminan yang diberikan oleh negara dan pemerintah tersebut
diikuti pula dengan pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
Kewajiban dan tanggung jawab
masyarakat atas perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 25. Kewajiban
dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui
kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Ketentuan
Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa
peran masyarakat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak,
lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan,
lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.
Pasal 26 Undang-Undang tentang Perlindungan
Anak mengatur mengenai kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua.
Orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk a) mengasuh, memelihara,
mendidik, dan melindungi anak; b) menumbuhkembangkan anak sesuai dengan
kemampuan anak, bakan dan minatnya; dan c) mencegah terjadinya perkawinan pada
usia anak-anak. Apabila orang tua tidak ada, tidak dapat melaksanakan kewajiban
dan tanggung jawabnya, atau tidak diketahui keberadaannya, maka kewajiban dan
tanggung jawab orang tua atas anak dapat beralih kepada keluarga yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggaraan perlindungan
terhadap anak diatur dalam Bab IX Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.
Perlindungan terhadap anak diselenggarakan dalam bidang agama, kesehatan,
pendidikan, social, serta perlindungan khusus kepada anak dalam situasi
darurat.
E. Undang-Undang
Perlindungan Anak
Jumlah anak jalanan di Indonesia
mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan, Krisis ekonomi
yang terjadi diyakini berpengaruh besar terhadap peningkatan jumlah ini,
menurut Anwar & Irwanto 1999, saat ini diperkirakan jumlah anak jalanan di
Indonesia sekitar 50.000 anak dan 10% diantaranya adalah perempuan.
Peningkatan jumlah anak jalanan
yang pesat merupakan fenomena sosial yang perlu mendapatkan perhatian serius
dari berbagai pihak. Perhatian ini tidak semata-mata terdorong oleh besarnya
jumlah anak jalanan, melainkan karena situasi dan kondisi anak jalanan yang
buruk dimana kelompok ini belum mendapatkan hak-haknya bahkan sering
terlanggarkan. Oleh karena itu untuk memberikan perlindungan terhadap anak maka
hukum kita masih memberikan definisi yang berbeda tentang anak, tapi dalam
konvensi PBB tentang hak anak diberi batasan usia 18 tahun ke bawah. UU No. 23
tahun 2002 juga mengadopsi batasan yang ada di dalam konvensi hak anak yaitu 18
tahun ke bawah dengan sama sekali tidak membedakan apakah sudah atau belum
kawin. Sehingga dalam perseptif terhadap UU Nomor 23/2002 tentang perlindungan
anak kita tidak meletakan batasan usia itu sebagai seseorang dikualifikasi
sebatas batas dewasa atau tidak, tetapi siapakah yang punya hak, yang mempunyai
hak atas hak-hak anak sesuai dengan konvensi hak anak dan UU Nomor 23/2002.
Guna mewujudkan perlindungan anak
yang memadai, diperlukan intervensi faktor-faktor pembentukan kualitas hidup
yang setara dengan perkembangan peradaban manusia pada jamannya. Fenomena ini
menunjukkan bahwa proses menuju tercapainya tingkat perlindungan anak akan
ditentukan pada kurun waktu tersebut. Dalam hal ini setiap jaman memiliki
standar perlindungan anak tersendiri, yang disepakati secara luas dengan
mengacu pada nilai-nilai yang universal.
Analogisnya dapat dilihat dalam
iklim kehidupan bangsa Indonesia, yang menunjukkan bahwa pembangunan nasional
yang panjang, telah berhasil meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat
sebagai bagian dari proes peningkatan kualitas manusia Indonesia seutuhnya dan
masyarakat Indonesia seluruhnya dan akan berkaitan dengan pemberian perlindungan
anak yang meningkat pula.
Perwujudan perlindungan anak yang
berkualitas sebaiknya mulai dipersiapkan sejak dini, bahkan kalau mungkin sejak
anak dalam kandungan. Insa kecil terebut membutuhkan perlindungan dari orang
tuanya agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmai, rohani maupun
sosial kelaknya, sehingga kelak akan menjadi pewaris masa depan yang mempunyai
kualitas.
F. Penyelenggaraan
Perlindungan Hak Anak
Upaya perlindungan anak perlu
dilaksanakan sedini mungkin, yaitu sejak dari janin dalam kandungan sampai anak
berusia delapan belas tahun. Bertitik tolak pada konsep perlindungan anak yang
utuh, menyeluruh, dan komprehensip, maka Undang-undang tersebut meletakkan
kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas Nondikriminasi,
asas kepentingan yang terbaik untuk anak, asas hak untuk hidup, kelangsungan
hidup, dan perkembangan, serta asas penghargaan terhadap pandangan/pendapat
anak.
Perlindungan anak dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian
yaitu:
a. Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi:
perlindungan dalam bidang hukum publik dan dalam bidang hukum keperdataan.
b. Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, meliputi:
perlindungan dalam bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan
Undang-Undang tentang
Perlindungan Anak menyebutkan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya
anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Undang-Undang
tentang Perlindungan Anak yang berisi 93 (Sembilan puluh tiga) pasal ini dibagi
ke dalam XIV (empat belas) bab yang berisi mengenai :
Ketentuan Umum;
Asas dan Tujuan;
Hak dan Kewajiban Anak;
Kewajiban dan Tanggung Jawab;
Kedudukan Anak;
Kuasa Asuh;
Perwalian;
Pengasuhan dan Pengangkatan Anak;
Penyelenggaraan Perlindungan;
Peran Masyarakat;
Komisi Perlindungan Anak Indonesia;
Ketentuan Pidana;
Ketentuan Peralihan; dan
Ketentuan Penutup.
Hak anak dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia
diatur dalam ketentuan Pasal 52 sampai dengan Pasal 66 yang antara lain
meliputi hak :
-
Atas perlindungan oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, dan Negara;
-
Sejak dalam kandungan untuk hidup,
mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya ,
-
Sejak kelahirannya atas suatu nama dan status
kewarganegaraannya
-
Untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental
untuk memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas
biaya Negara.
-
Untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental
untuk terjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan
rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara;
-
Untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan
berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan
orang tua dan/atau wali;
-
Untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan
dan diasuh oleh orang tuanya sendiri;
-
Untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik,
diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai
dewasa;
-
Untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala
bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan
seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun
yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut
G. Lembaga
Perlindungan Anak
Untuk melakukan berbagai upaya
perlindungan anak diperlukan kemitraan dengan berbagai pihak terkait. Jaringan
kemitraan diharapkan dapat melaksanakan fungsi-fungsi yang saling berkaitan,
antara lain mekanisme koordinatif, mekanisme rujukan dan sistem sumber yang
berfungsi untuk menggalang kebersamaan dan keterpaduan atas aneka kegiatan perlindungan
anak yang dilaksanakan berbagai unsur masyarakat guna penanggulangan
masalah perlindungan anak yang lebih terpadu.
Kemitraan merupakan salah satu
unsur yang sangat menunjang keberhasilan organisasi, oleh karena itu LPA Jabar
menjalin kemitraan dengan : Lembaga Legislatif, Instansi Pemerintah Lembaga
Swadaya Masyarakat, Organisasi Sosial, Lembaga Pendidikan, Organisasi Profesi,
Media Massa, Dunia Usaha, Perorangan, serta Organisasi Internasional.
Advokasi merupakan salah satu
piranti gerakan perubahan sosial yang lebih besar dan secara menyeluruh,
melalui jalur, wadah dan proses demokrasi perwakilan yang ada. Sasaran advokasi
tertuju atau terarah pada kebijakan - kebijakan publik, dengan asumsi bahwa
perubahan yang terjadi pada satu kebijakan tertentu akan membawa dampak positif
atau paling tidak sebagai titik awal dari perubahan-perubahan yang lebih besar
secara bertahap maju.
Advokasi tidak hanya berarti
membela, tetapi juga bisa berarti memajukan atau mengemukakan. Dengan kata lain
juga berarti berusaha menciptakan yang baru, melakukan perubahan secara
terorganisir dan sistematis.
Dalam rangka penguatan
kelembagaan, berbagai upaya perlu dilakukan diantaranya melalui kegiatan
pelatihan-pelatihan yang bertujuan untuk peningkatan kemampuan pelaksana dalam
penanggulangan masalah - masalah perlindungan secara optimal.
Merupakan aktivitas untuk
menemukan permasalahan pelanggaran hak anak dalam kasus-kasus individu,
kelompok atau masyarakat secara langsung ataupun secara tidak langsung
(misalnya; melalui media). Data dan informasi yang diperoleh akan menjadi bahan
masukan untuk sosialisasi, advokasi, jaringan kemitraan serta capacity
building.
H. Perlindungan Hak
Anak dalam Keluarga
Kendati dalam beberapa tahun
terakhir, telah tampak adanya sedikit perhatian Negara terhadap upaya pemenuhan
hak anak. Tetapi, mengapa persoalan anak hingga kini belum juga menjadi agenda
prioritas pada banyak Negara, termasuk Indonesia. Mengapa selama bertahun-tahun
tidak terlalu banyak terjadi perubahan tingkat kesejahteraan anak yang berarti,
meskipun Indonesia berada pada garis terdepan Negara yang meratifikasi Konvensi
Hak Anak. Kenapa ketika kita bicara mengenai dampak krisis ekonomi dan
persoalan kemiskinan, isu mengenai anak seolah dibiarkan berlalu begitu saja?
Pertanyaan seperti ini niscaya akan muncul tatkala kita mulai menyadari betapa
masih banyaknya anak-anak yang menderita, tidak terpenuhi, dan bahkan dilanggar
hak-haknya.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak ini secara keseluruhan mengatur tentang anak,
khususnya di bidang kesejahteraan. Undang-undang ini terdiri 5 (lima) BAB dan 6
(enam pasal).[2] Ada beberapa pasal yang dapat dikaitkan dengan anak dalam
hubunganya dengan pelindungan anak dalam keluarga meskipun tidak secara
langsung, yaitu berkaitan dengan anak yang mengalami tindak kekerasan dalam
keluarga.
Tanggungjawab orang tua atas
kesejahteraan anak anak mengandung kewajiban memelihara dan mendidik anak
sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang
cerdas, sehat, dan berbakti kepada orangtua, berbudi pekerti luhur, berbakti
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemauan serta berkemampuan untuk meneruskan
cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila.
Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia ini mengatur tentang Hak Asasi Manusia termasuk
hak-hask asasi anak.Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
ini terdiri dari XI (sebelas) BAB, dan 106 (seratus enam) Pasal.
Undang-undang ini sesara rinci
mengatur mengenai hak untuk hidup dan hak untuk tidak dihilangkan pakasa atau
tidak dihilangkan nyawa, hak berkeluarag dan melanjutkan keturunan, hak
mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak
atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam kepemerintahan,
hak wanita, hak anak, dan hak kebebasan beragama,. Selain mengatur hak asasi
manusia, diatur pula mengenai kewajiban dasar, serta tugas dan tanggungjawab
pemerintah dalam penegakkan hak asasi manusia.
I. Perlindungan Hak
Anak dalam Masyarakat
Meskipun Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak,
pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab orangtua, keluarga dan masyarakat, pemerintah,
dan Negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu
Undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi
pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab tersebut. Dengan demikian, pembentukan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak didasarkan pada
pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian
dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan bangsa
dan bernegara.
Disamping itu undang-undang ini
mengatur mengenai pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagai lembaga
mandiri yang mempunyai fungsi, tugas, dan tanggungjawab untuk melaksanakan
pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi
manusia.
Dalam undang-undang ini juga
diatur pula tentang partisipasi masyarakat berupa pengaduan dan atau gugatan
atas pelanggaran hak asasi manusia, pengajuan usulan mengenai perumusan
kebijakan yang berkaitan dengan hak asai manusia kepada komnas HAM, penelitian,
pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenal hak asasi manusia.
Undang-undang tentang Hak Asasi
Manusia ini adalah merupakan payung dan seluruh peraturan perundang-undangan
tentang hak asasi manusia. Oleh karena itu, pelanggaran baik langsung maupun
tidak langsung atas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana, perdata, dan
atau administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
J. Perlindungan Hak
Anak atas Kesehatan dan Gizi Buruk
Di dalam UUD, ada enam ketentuan
yang terkait dengan kesehatan secara umum serta kesehatan anak secara khusus,
yaitu:
a.Pasal 28B ayat (2): setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
b. Pasal 28H ayat (1): Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
c. Pasal 28H ayat (3): Setiap orang
berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat.
d. Pasal 34 ayat (1): Fakir miskin dan
anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara
e. Pasal 34 ayat (2): Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan
f. Pasal 34 ayat (3): Negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak dipandang memiliki kedudukan
khusus di mata hukum. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa anak
adalah manusia dengan segala keterbatasan biologis dan psikisnya belum mampu
memperjuangkan segala sesuatu yang menjadi hak-haknya. Selain itu, juga
disebabkan karena masa depan bangsa tergantung dari masa depan dari anak-anak
sebagai generasi penerus. Oleh karena itu, anak sebagai subjek dari hukum
negara harus dilindungi, dipelihara dan dibina demi kesejahteraan anak itu
sendiri. Pada dasarnya, Pengadilan anak yang senantiasa mengedepankan
kesejahteraan anak sebagai guiding factor dan disertai prinsip
proporsionalitas merupakan bentuk perlindungan hukum bagi anak sebagi pelaku
tindak pidana. Dalam hal ini, secara yuridis-formil Undang-undang Pengadilan
anak tidak cukup memberikan jaminan perlindungan hukum bagi anak sebagai pelaku
kejahatan.
Akan tetapi realita yang terjadi
sekarang adalah negara seolah melupakan terhadap pemenuhan dan pelindungan hak
anak , hal ini terbukti dengan banyaknya anak yang mengalami kekerasan ,
menderita gizi buruk , busung lapar dan hingga meningkatnya jumlah angka anak
putus sekolah yang akhirnya menjadi anak jalanan.
B. Saran
Dari berbagai kenyataan yang terjadi , di harapkan kepada
pemerintah agar lebih memperhatikan kesejahtraan anak – anak Indonesia ,
Perhatian yang di maksud adalah dengan memberikan pelayanan dan pengawasan
terhadap setiap hal yang berkaitan dengan anak Indonesia.
Dengan adanya Undang-undang
tentang anak yang telah diatur sebagai mana mestinya dan telah ada di dalam
konvensi-konvensi Internasional, orang tua, pemerintah, serta masyarakat lebih
berupaya untuk menyadarkan diri, membuka mata serta hati untuk tidak berdiam
diri, dan menolong bila ada kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi
disekelilingnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, cet. ke-1 (Jakarta: Kencana, 2010).
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Aspek Hukum Perlindungan Anak,
(Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, 2008).
Bismar Siregar, SH, Hukum dan Hak-hak Anak, Cet. 1. Rajawali, (Jakarta:
1986
Endang Sumiarni, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Hukum Pidana,
cet. ke1 (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2003).
Zulkhair, Sholeh Soeaidy, Dasar Hukum perlindungan Anak, Cet ke.1 CV.
Novindo Pustaka Mandiri, (Jakarta: 2001)