Emosi merupakan suatu keadaan atau perasaan yang bergejolak
pada diriseseorang yang disadari dan diungkapkan melalui wajah atau tindakan,
yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap
lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan.
Karakteristik Perkembangan Emosi Anak Umur 3-4 Tahun
1. Mampu mengungkapkan
perasaan atau emosinya secara verbal
2. Mampu memulihkan amarah
atau mengamuk manjadi kooperetif dan tertata
3. Cenderung mengungkapkan
ketidak sukaan secara verbal dari pada dengan tindakan agresif
4. Tidak takut berpisah dengan
orang tuanya
5. Mengenali berbagai perasaan
atau emosi orang lain
6. Pada sebagian besar
waktunya mampu menunjukkan temperamen yang stabil dan patut.
Adapun beberapa bentuk emosi umum terjadi pada awal masa
anak-anak yang di kemukakan oleh Hurlock(1993:117) adalah :
1. Amarah
2. Takut
(Shyness atau malu, Embarrasment/ merasa sulit, tidak mampu, atau malu
melakukan sesuatu, Khawatir, Anxiety ( cemas )
3. Cemburu
4. Ingin
Tahu
5. Iri hati
6. Senang
7. Sedih
8. kasih
sayang
D. Faktor – Faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial
emosional
menurut setiawan jumlah faktor yang
mempengaruhi perkembangan emosi anak prasekolah atau tk, mampu
menimbulkan gangguan yang mencemaskan para pendidik dan orang tua. faktor –
faktor tersebut yaitu meliputi :
1. pengaruh keadaan individu
sendiri
Keadaan diri individu, seperti usia, keadaan fisik,
intelegensi, peran seks (Hurlock) dapat mempengaruhi perkembangan emosi
individu, perlu adanya tindakan preventif untuk menghindari dampak serius dari
pengaruh emosi yang timbuldari dalam diri anak.
2. Konflik – Konflik dalam
proses perkembangan
Didalam menjalani fase – fase perkembangan tiap anak harus
melalui beberapa macam konflik yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses
tetapi ada juga anak yang mengalami gangguan atau hambatan dalam menghadapi
konflik – konflik ini
3. Sebab – sebab lingkungan
Anak – anak hidup dalam 3 macam lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan emosi. ketiga faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan
tersebut adalah
a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi
perkembangan emosi anak– anak usia pra sekolah.
b. Lingkungan sekitarnya
Kondisi lingkungan disekitar akan sangat berpengaruh
terhadap tingkah laku serta perkembangan emosi dan pribadi anak.Lingkungan yang
dapat mempengaruhi emosi pada anak bahkan mungkin menganggunya adalah :
1) Daerah yang terlalu padat
2) Daerah yang memiliki angka
kejahatan tinggi
3) Kurangnya fasilitas
rekreasi
4) Tidak adanya aktivitas yang
di organisasikan dengan baik untuk anak
c. Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan gangguan emosi
yangmenyebabkan terjadinya gangguan tingkah laku pada anak yaitu seperti ini :
1) Hubungan yang kurang
harmonis antara guru dan anak
2) Hubungan yang kurang harmonis
dengan teman – temannya
Marah memang terkait dengan emosi yang tidak
terkendali. Tetapi mungkin agak sedikit berbeda arti jika yang
marah-marah adalah anak-anak. Jika permintaannya tidak dituruti misalnya,
langsung marah, melemparkan segala macam barang yang ada di dekatnya.
Seringkali hal ini membuat orang tua frustasi dan balik menyerang anaknya
dengan marah pula atau bahkan membalasnya dengan kekerasan, mencubit atau
memukul. Psikolog anak, Dr. Seto Mulyadi, Spi. Msi. dalam bukunya "Membantu
Anak Balita Mengelola Amarahnya", menjabarkan beberapa alasan utama
kemarahan anak antara lain:
1. Janji Yang Tidak Ditepati
Untuk menyenangkan anak yang tengah merengek, orang tua
seringkali spontan menyetujui akan mengabulkan permintaan anak. Sayangnya
janji tersebut sering tak ditepati.
Solusi : Untuk memberi contoh dan mengajarkan rasa tanggung
jawab pada anak, orang tua perlu meminta maaf pada anak, terlebih dahulu.
Kemudian orang tua menjelaskan kenapa janji tersebut tidak ditepati, jangan mudah
memberi janji, karena anak terus mengingat janji tersebut, bahkan sampai
dewasa.
2. Mencari Perhatian
Perlakuan dan kata-kata adalah dua bentuk konkrit kasih
sayang yang dimengerti anak. Ketika anak merasa kasih sayang yang
ditujukkan padanya belum dirasa cukup, anak akan mencari perhatian orang
tua. Marah, mungkin akan ditafsirkan oleh anak-anak adalah cara yang
efektif.
Solusi : Menghadapi kemarahan anak, orang tua perlu bersikap
tenang, menggunakan humor untuk mencairkan suasana, menggunakan kalimat yang
positif, untuk meyakinkan anak bahwa ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan
perhatian orang tua. Kesabaran orang tua adalah kuncinya. Memeluk
juga seringkali bisa merdakan kemarahan anak.
3. Dipaksa Disiplin
Para orang tua tentu akan membimbing putra-putrinya untuk
tumbuh dengan menampilkan tingkah laku dan tindakan yang sesuai dan dapat
diterima oleh norma-norma yang berlaku. Maka Disiplin menjadi hal yang
sangat mutlak. Sayangnya disiplin itu cenderung diterapkan dengan bau militer,
tegas keras dan hukuman. Padahal peraturan yang ketat, tidak disukai
anak, disiplin yang keras hanya akan mendorong rasa terkekang dan rasa marah
pada anak. Anak hanya akan mengingat sisi negatif dari disiplin, yaitu
hukuman.
Solusi : Pendisiplinan pada anak sebaiknya bersifat
membangun dan mengarahkan anak agar dapat belajar menentukan pilihannya sendiri
secara bijaksana. Pendisiplinan juga harus bersifat konsisten namun tidak
dengan kekerasan, baik dalam tutur kata, maupun hukumannya.
Tidak semua kemarahan anak disebabkan beberapa hal di atas
begitu juga penyelesaiannya. Setiap anak memiliki karakter yang berbeda,
cara mengatasinya pun berbeda. Yang paling mengerti karakter anak tentu
saja orang tua, jadi solusi terbaik tentu saja tetap ditangan orang tua.
Alhamdulillah.., semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi Anda.
Sebenarnya ada dua perasaan
dasar yang menyebabkan anak-anak memiliki sifat pemarah. yaitu:
1. Seorang anak memiliki
kengintahuan dan kemauan yang kuat untuk melakukan sesuatu, tapi seringkali
kemampuannya tidak sekuat keinginannya. Hal ini biasanya membuat ia kesal dan
menuntunnya ke arah frustasi yang diungkapkan dengan marah-marah.
2. Kemauan dan keinginannya
untuk cepat menjadi besar. Biasanya anak-anak akan merasakan hal ini jika
orangtua sudah melarang-larangnya dengan kata “tidak”. Karena ia belum bisa
menguasai emosinya secara logis, maka ia memilih mengekspresikannya ke luar
melalui kemarahan.