Sistem
pengendalian manajemen dapat dibagi dalam 5 (lima) jenis:
1.
Pengendalian pencegahan (preventive controls)
2.
Pengendalian deteksi (detective controls)
3.
Pengendalian koreksi (corrective controls)
4.
Pengendalian pengarahan (directive controls)
5.
Pengendalian kompensatif (compensating controls)
Rincian
kelima jenis pengendalian di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengendalian pencegahan (preventive controls)
Pengendalian pencegahan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya suatu
kesalahan. Pengendalian ini dirancang untuk mencegah hasil yang tidak
diinginkan sebelum kejadian itu terjadi. Pengendalian pencegahan berjalan
efektif apabila fungsi atau personel melaksanakan perannya. Contoh pengendalian
pencegahan meliputi: kejujuran, personel yang kompeten, pemisahan fungsi, reviu
pengawas dan pengendalian ganda. Sebagaimana peribahasa mengatakan “lebih baik
mencegah daripada mengobati” demikian pula dengan pengendalian. Pengendalian pencegahan
jauh lebih murah biayanya dari pada pengendalian pendeteksian atau korektif.
Ketika dirancang ke dalam sistem, pengendalian pencegahan memperkirakan
kesalahan yang mungkin terjadi sehingga mengurangi biaya perbaikannya. Namun
demikian, pengendalian pencegahan tidak dapat menjamin tidak terjadinya kesalahan
atau kecurangan sehingga masih dibutuhkan pengendalian lain untuk
melengkapinya.
2. Pengendalian deteksi (detective controls)
Sesuai dengan namanya pengendalian deteksi dimaksudkan untuk mendeteksi
suatu kesalahan yang telah terjadi. Rekonsiliasi bank atas pencocokan saldo
pada buku bank dengan saldo kas buku organisasi merupakan kunci pengendalian
deteksi atas saldo kas. Pengendalian deteksi biasanya lebih mahal daripada
pengendalian pencegahan, namun tetap dibutuhkan dengan alasan:
Pertama, pengendalian deteksi dapat mengukur efektivitas pengendalian
pencegahan.
Kedua, beberapa kesalahan tidak dapat secara efektif
dikendalikan melalui sistem pengendalian pencegahan sehingga harus ditangani dengan
pengendalian deteksi ketika kesalahan tersebut terjadi.
Pengendalian deteksi meliputi reviu dan pembandingan seperti:
catatan kinerja dengan pengecekan independen atas kinerja, rekonsilasi
bank, konfirmasi saldo bank, kas opname, penghitungan fisik persediaan,
konfirmasi piutang/utang dan sebagainya.
3. Pengendalian koreksi (corrective controls)
Pengendalian koreksi melakukan koreksi masalah-masalah yang teridentifikasi
oleh pengendalian deteksi. Tujuannya adalah agar supaya kesalahan yang telah
terjadi tidak terulang kembali. Masalah atau kesalahan dapat dideteksi oleh
manajemen sendiri atau oleh auditor. Apabila masalah atau kesalahan terdeteksi
oleh auditor, maka wujud pengendalian koreksinya adalah dalam bentuk pelaksanaan
tindak lanjut dari rekomendasi auditor.
4. Pengendalian pengarahan (directive controls)
Pengendalian pengarahan adalah pengendalian yang dilakukan pada saat
kegiatan sedang berlangsung dengan tujuan agar kegiatan dilaksanakan sesuai
dengan kebijakan atau ketentuan yang berlaku. Contoh atas pengendalian ini
adalah kegiatan supervisi yang dilakukan langsung oleh atasan kepada bawahan
atau pengawasan oleh mandor terhadap aktivitas pekerja.
5. Pengendalian kompensatif (compensating controls)
Pengendalian kompensatif dimaksudkan untuk memperkuat pengendalian
karena terabaikannya suatu aktivitas pengendalian. Pengawasan langsung pemilik
usaha terhadap kegiatan pegawainya pada usaha kecil karena ketidak-adanya
pemisahan fungsi merupakan contoh pengendalian kompensatif.
2. Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat
dilakukan, yaitu:
1. Pengawasan Intern dan
Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh
orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang
bersangkutan.” Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan
atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang
dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan
inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan
menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.
Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh
unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini
di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga
tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam menjalankan
tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat pengawasan
intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu terwujud
harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses harmonisasi
demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak dan menilai
secara obyektif aktivitas pemerintah.
2. Pengawasan Preventif dan
Represif
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan
yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan,
sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini
dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan
pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih
besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan
anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan
lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga
penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.
Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang
dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan
model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang
telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
penyimpangan.
3. Pengawasan Aktif dan Pasif
Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk
“pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini
berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui
“penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang
disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain,
pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid)
adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan,
tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya.” Sementara, hak
berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran
(doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi
prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang
serendah mungkin.”
4. Pengawasan kebenaran formil
menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai
maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan
ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan pemborosan
anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.” Dengan
dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung
jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana direncanakan
Sarana merupakan media yang dipakai dalam menilai
efektivitas suatu sistempengendalian manajemen. Sarana sistem pengendalian
manajemen yang berkembang padaawalnya menggunakan 8 (delapan) unsur sistem
pengendalian, yaitu: pengorganisasian,kebijakan, prosedur, personil,
perencanaan, akuntansi/pencatatan, pelaporan, dan reviuintern. Sarana tersebut
serupa dengan pendapat Sawyer, Dittenhofer dan Scheiner yangmengungkapkan
sarana pengendalian 7 (tujuh) unsur seperti di atas kecuali unsur reviuintern.
Perkembangan terakhir dengan adanya hasil kajian oleh Committee of
SponsoringOrganizations of the Treadway Commission (COSO) dalam bentuk
Integrated Frameworkpada tahun 1992 diperkenalkan 5 (lima) komponen dari pengendalian
manajemen, yangmeliputi: Lingkungan Pengendalian (Control Environment),
Penilaian Risiko Manajemen(Management Risk Assessment), Sistem Komunikasi dan
Informasi Akuntansi (AccountingInformation and Communication System), Aktivitas
Pengendalian (Control Activities), danMonitoring. Perbedaan yang hakiki dari
kedua pendekatan tersebut adalah bahwa pendekatanversi COSO memiliki cakupan
yang lebih luas, yaitu meliputi unsur lingkunganpengendalian yang berorietansi
kepada pengendalian pada unsur manusia (soft control) danmemuat konsep
penilaian unsur risiko. Pembandingan kedua pendekatan sistempengendalian
tersebut dapat ditunjukkan dalam tabel berikut ini: SISTEM PENGENDALIAN
MANAJEMEN ASPEK VERSI COSO (5 VERSI DELAPAN KOMPONEN) UNSUR1. Cakupan: - Pengendalian
keras √ √ (hard control) - Pengendalian lunak √ – (soft control)2. Fokus pada
diri manusia √ –
3. Komponen/unsur Lingkungan Pengendalian - Integritas dan
nilai etika – - Komitmen terhadap – kompetensi - Filosofi manajemen dan – gaya
kepemimpinan - Struktur organisasi Pengorganisasian - Komite audit – -
Penetapan dari otoritas Pengorganisasian, dan pertanggungjawaban Kebijakan -
Kebijakan dan prosedur Personalia sumber daya manusia Penilaian risiko
manajemen – Informasi dan komunikasi Pencatatan, Pelaporan Aktivitas
pengendalian Kebijakan, Prosedur, Perencanaan Pemantauan Reviu intern.