BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak kesehatan reproduksi adalah hak asasi manusia yang seharusnya diperoleh
masyarakat khususnya akseptor Keluarga Berencana (KB) melalui pelayanan KB
berkualitas yang menjadi program pemerintah. Pelayanan berkualitas termasuk
kualitas medik, artinya menawarkan metode kontrasepsi yang cocok dengan
pelayanan yang tersedia, ditunjang dengan konseling yang tepat, dan tenaga
penyelenggaranya (provider) yang berkompeten secara teknis. Pelayanan juga
harus mengakomodasi harapan perempuan yang membutuhkan hubungan interpersonal
agar dapat diketahui pandangan dan pendapat perempuan tersebut (POGI, 2003).
Program KB bertujuan mengendalikan fertilitas yang membutuhan metode
kontrasepsi yang berkualitas agar dapat meningkatkan kesehatan reproduksi dan
kesehatan seksual. Pelaksanaannya dipengaruhi sumberdaya pelaksanaan program
KB, cara pandang masyarakat sendiri terhadap kesehatan reproduksi dan pelayanan
KB. Namun, banyak masyarakat yang masih memandang program KB sendiri untuk
kepentingan pemerintah dan orang yang berKB masih sama seperti keadaan
sebelum berKB seperti orang yang tidak berKB dan sebenarnya program keluarga
berencana ini telah diatur dalam peraturan maupun undang-undang sebagai
kekuatan hukumnya.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
1. Apa
definisi dari keluarga berencana?
2. Apa
hukum yang terkait dengan keluarga berencana?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1. Tujuan
Umum
Mengetahui
tentang keluarga berencana
2. Tujuan
Khusus
a. Mengetahui
metode keluarga berencana
b. Mengetahui
hukum yang terkait dengan keluarga berencana
D. Manfaat
Penulisan
Adapun
manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Manfaat
teoritis
a. Menambah landasan untuk pembuatan
makalah yang terkait tentang keluarga berencana dan peraturan yang terkait.
b. Memberikan informasi mengenai
keluarga berencana dan peraturan yang terkait.
2. Manfaat
praktis
a. Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang
keluarga berencana dan peraturan yang terkait.
b. Sesama
profesi
Menjadi masukan bagi sesama profesi saat
melaksanakan pelayanan kebidanan yang berhubungan dengan keluarga berencana dan
peraturan yang terkait.
c. Pembaca
Menjadi sumber
informasi yang dapat diterapkan saat meminta pelayanan kebidanan yang terkait
dengan keluarga berencana.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Definisi
Keluarga Berencana
KB
adalah singkatan dari Keluarga Berencana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1997), maksud dari pada ini adalah: "Gerakan untuk membentuk keluarga
yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran."
Menurut
WHO (World Health Organisation) expert Committee 1970: keluarga berencana
adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan
yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan,
mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktusaat kelahiran dalam
hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Keluarga
Berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang di inginkan.
Untuk dapat mencapai hal tersebut maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif
untuk mencegah ataupun menunda kehamilan.
Gerakan
KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan:
1. Tujuan demografi yaitu mencegah
terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LPP) dan
hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total
Fatality Rate) dari 2.87 menjadi 2.69 per wanita (Hanafi, 2002).
2. Mengatur kehamilan dengan menunda
perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah
kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah
cukup.
3. Mengobati kemandulan atau
infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun belum juga
mempunyai keturunan.
4. Married Conseling atau nasehat
perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa
pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam
membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas.
5. Tercapainya NKKBS (Norma Keluarga
Kecil Bahagiadan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas artinya suatu
keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan
produktif dari segi ekonomi.
Berikut adalah metode kontrasepsi yang umum digunakan :
1. Metoda
Kontrasepsi Sederhana
Metoda
kontrasepsi sederhana antara lain:
a. Kondom
Kondom
merupakan selubung/sarungkaret tipis yang dipasang pada penis sebagai tempat penampungan
air mani yang dikeluarkan pria pada saat senggama, sehingga tidak tercurah pada
vagina.
Cara
kerja kondomya itu mencegah pertemuan ovum dan sperma atau mencegah spermatozoa
mencapai saluran genital wanita.
b. Coitus
interuptus
Coitus
interuptus/senggama terputus merupakan menghentikan senggama dengan mencabut
penis dari liang vagina pada saat suami menjelang ejakulasi.
c. KB
alami (metodakalender, suhu basal dan lender serviks)
Keluarga
berencana alami didasarkan pada siklus masa subur dan tidak subur seorang
wanita. Dasar utamanya yaitu saat terjadi ovulasi. Sperma dapat hidup kurang
lebih 3 hari setelah ejakulasi, maka ovulasi harus sudah dapat diramalkan
sebelumnya.
Untuk
menentukan saat ovulasi ada 3 cara yaitu:
1) Metode
kalender
Pasangan
suami istri tidak senggama pada saat suburnya istri. Masa subur wanita
adalah masa ketika sel telur keluar dari indung telur, yaitu 14 hari sebelum
haid yang akan datang, atau hari ke 12 sampai hari ke 16. Karena sel sperma
masih hidup 3 hari setelah ejakulasi, maka hari ke 17 dan ke 18 dan hari ke
11merupakan waktu untuk hidupnya sel telur, maka masa subur menjadi 8 hari.
Karena siklus menstruasi pada umumnya 28 hari, maka hari ke 11-18 dinyatakan
sebagai hari subur.
2) Suhu
basal
Dasarnya
adalah naiknya suhu basal pada waktu ovulasi karena pada progesteron naik
antara 0,3-0,5 C. Masa aman ovulasi yaitu dengan menggunakan metode kalender
atau dengan mengurangi peningkatan suhu dini yang telah tercatat selama 6
bulan, masa aman post ovulasi terjadi 3 hari setelah kenaikan suhu basal.
3) Lender
serviks
Dasarnya
adalah perubahan kualitatif dan kuantitatif dari lender serviks yang
dipengaruhi hormone ovarium. Masa subur mulai terjadi pada hari I adanya lender
serviks paska haid yaitu 4 hari sesubah keluarnya lender yang jernih dan licin.
d. Diafragma
Diafragma
merupakan suatu alat yang berfungsi untuk menutup serviks dari bawah dari
sehingga Sel mani tidak dapat memasuki saluran serviks biasanya dipakai dengan
spermicida.
e. Kontrasepsi
kimiawi/spermicide
Spermicida
adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat mematikan dan menghentikan gerak
atau melumpuhkan spermatozoa di dalam vagina, sehingga tidak dapat membuahi sel
telur.
2. Metoda
Kontrasepsi Efektif
a. Pil
KB
Pil
KB adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau tablet di
dalam strip yang berisi gabungan hormon estrogen dan progesterone atau yang
terdiri dari hormone progesterone saja.
Kontra
indikasi pil KB :
a) Menyusui, kecuali pil mini
b) Pernah sakit jantung
c) Tumor / keganasan
d) Kelainan jantung, varises dan darah
tinggi
e) Perdarahan per vagina (perdarahan
melalui luang senggama kecuali tidak diketahui penyebabnya)
f)
Migraine (sakit kepala yang hebat)
g) Penyakit hepatitis
b. Suntikan
KB
Kontra
indikasi suntikan KB :
a) Tersangka hamil
b) Perdarahan akibat kelainan
ginekologi atau (perdarahan dari liang senggama) yang tidak diketahui
penyebabnya
c) Adanya tanda-tanda tumor atau
keganasan
d) Adanya riwayat penyakit jantung,
hati, tekanan darah tinggi, kencing manis (penyakit metabolisme), paru berat.
c. Alat
kontrasepsi bawah kulit (AKBK/Implant)
AKBK/Implant
adalah alat kontrasepsi yang disusupkan di bawah kulit.
Kontra
indikasi :
a) Hamil atau diduga hamil
b) Perdarahan melalui vagina yang tidak
diketahui penyebabnya.
c) Tumor atau keganasan
d) Penyakit jantung, kelainan haid,
darah tinggi, kencing manis.
d. Alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR/IUD)
Adalah
kontrasepsi yang dimasukkan kedalam rahim yang bentuknya bermacam-macam terdiri
dari plastik.
Kontra
indikasi :
a) Kehamilan
b) Gangguan perdarahan yang tidak
diketahui sebabnya
c) Peradangan pada alat kelamin,
endometrium dan pangkal panggul
d) Kecurigaan tumor ganas di alat
kelamin
e) Tumor jinak rahim dan kelainan
bawaan rahim.
e. Metoda
kontrasepsi mantap (kontap)
Adalah
salah satu cara kontrasepsi dengan cara pembedahan atau dengan kata lain setiap
tindakan pembedahan pada saluran telur wanita atau saluran mani yang
mengakibatkan orang tua pasangan yang
bersangkutan tidak akan memperoleh
keturunan lagi.
BAB III
PEMBAHASAN
Karena
keluarga ini merupakan program pemerintah, maka ada peraturan hukumnya.
Peraturan hukum mengenai keluarga berencana adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang
Republik Indonesianomor 36 Tahun 2009 Tentang KesehatanBagian
Ketujuh tentang Keluarga Berencana pada Pasal 78
(1) Pelayanan kesehatan dalam keluarga
berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia
subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas.
(2) Pemerintah bertanggung jawab dan
menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan
obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman,
bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai pelayanan
keluarga berencana dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
2. UU
10/1992, Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera di Bagian Kedua Keluarga Berencana
a. pada Pasal
16
(1) Untuk mewujudkan pembangunan
keluarga sejahtera, Pemerintah menetapkan kebijaksanaan upaya penyelenggaraan
keluarga berencana.
(2) Kebijaksanaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan dengan upaya peningkatan keterpaduan dan peran serta
masyarakat, pembinaan keluarga dan pengaturan kelahiran dengan memperhatikan
nilai-nilai agama, keserasian, keselarasan, dan kescimbangan antara jumlah
penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, kondisi perkembangan
sosial ekonomi dan sosial budaya serta tata nilai yang hidup dalam masyarakat.
(3) Kebijaksanaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berhubungan dengan penetapan mengenai jumlah ideal anak, jarak
kelahiran anak, usia ideal perkawinan, dan usia ideal intuk melahirkan.
(4) Penetapan kebijaksanaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan dari waktu ke waktu berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
b. Pasal 17
(1) Pengaturan kelahiran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) diselenggarakan dengan tata cara yang berdaya
guna dan berhasil guna serta dapat diterima oleh pasangan suami isteri sesuai
dengan pilihannya.
(2) Penyelenggaraan pengaturan kelahiran
dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi keschatan,
etik, dan agama yang dianut penduduk yang bersangkutan.
c. Pasal
18
Setiap pasangan suami-istri
(dapat menentukan pilihannya dalam merencanakan dan mengatur jumlah anak dan
jarak antara kelahiran anak yang berlandaskan pada kesadaran dan rasa tanggung
jawab terhadap generasi, sekarang maupun generasi mendatang.
d. Pasal
19
Suami dan istri
mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta kedudukan yang sederajat dalam
menentukan cara pengaturan kelahiran.
e. Pasal
20
(1) Penggunaan
alat, obat, dan cara pengaturan kehamilan yang menimbulkan risiko terhadap
kesehatan dilakukan atas petunjuk dan atau oleh tenaga kesehatan yang berwenang
untuk itu.
(2) Tata
cara penggunaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) *6468 dilakukan menurut
standar profesi kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
f. Pasal
21
Mempertunjukkan
dan atau memperagakan alat, obat, dan cara pengaturan kehamilan hanya dapat
dilakukan oleh tenaga yang berwenang di bidang penyelenggaraan keluarga
berencana serla dilaksanakan di tempat dan dengan cara yang layak.
g. Pasal
22
(1) Pemerintah mengatur pengadaan dan
atau penyebaran alat dan obat pengaturan kehamilan berdasarkan keseimbangan
antara kebutuhan, penyediaan, dan pemerataan pelayanan.
(2) Penelitian dan pcngembangan
teknologi alat, obat, dan cara pengaturan kehamilan dilakukan oleh Pemerintah
dan atau masyarakat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
h. Pasal
23
(1) Untuk
membudayakan norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera Pemerintah melakukan
upaya peningkatan :
a.
penyuluhan, pembinaan, dan atau pelayanan pengaturan kelahiran;
b. penyediaan sarana dan prasarana yang
diperlukan bagi pelayanan pengaturan kehamilan;
c.
bimbingan terhadap penentuan usia perkawinan dan usia melahirkan yang
ideal.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.
3. Peraturan
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor: 28/HK-010/B5/2007
Tentang Visi, Misi Dan Grand Strategi Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional
a. Pasal
1
(1) Visi Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional sebagai pengemban mandat penyusunan
kebijaksanaan dan pelaksanaan Program KB adalah SELURUH KELUARGA IKUT KB.
(2) Visi
tersebut merupakan kondisi ideal yang ingin dan harus diupayakan dicapai
melalui pengelolaan Program K B nasional.
b. Pasal
2
(1) Misi
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional adalah MEWUJUDKAN KELUARGA KECIL
BAHAGIA SEJAHTERA
(2) Misi
tersebut merupakan semangat luhur yang menjadi dasar dan menjiwai setiap upaya
dalam mewujudkan Visi melalui pengelolaan Program KB Nasional.
c. Pasal
3
Dalam mengelola
Program KB Nasional, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menetapkan :
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM KB, sebagai filosofi yang merupakan cara pandang
dan kunci keberhasilan dalam mewujudkan visi dan misi.
d. Pasal
4
Dalam mengelola
Program KB untuk mewujudkan Visi dan Misi, Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional, menggunakan nilai-nilai yang mewarnai gerak pembangunan Program KB
Nasional :
(1) CERDAS :
”Bertindak dengan cepat, tepat, efektif dan efisien”.
(2) ULET :
”Mampu bertahan dan pulih dengan cepat dalam kondisi sulit”
(3) KEMITRAAN :
” Membangun jejaring dan bekerja sama dengan prinsip saling menguntungkan”.
e. Pasal
5
Untuk
mewujudkan Visi dan Misi tersebutdiupayakan melalui Grand Strategi:
(1)
Menggerakkan dan Memberdayakan Seluruh Masyarakat dalam Program KB dengan
sasaran:
a.
Setiap desa/kelurahan memiliki tokoh agama/tokoh masyarakat yang melakukan
advokasi dan komunikasi informasi edukasi (KIE) KB;
b. Setiap desa/kelurahan memiliki
Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD) yang berperan aktif sebagai fasilitator KB
desa;
c.
Seluruh desa/kelurahan, terutama di daerah tertinggal, terpencil dan
perbatasan, mendapatkan pelayanan KB bermutu;
d. Setiap kecamatan memiliki Pusat Informasi
& Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIKKRR) yang aktif;
e.
Seluruh tempat pelayanan KB memberikan promosi dan konseling kesehatan
reproduksi.
(2) Menata
Kembali Pengelolaan Program Keluarga Berencana, dengan sasaran :
a.
Seluruh unit kerja menerapkan pengelolaan program KB yang terintegrasi
dengan outcome yang jelas;
b. BKKBN menerapkan sistem informasi
yang up-to-date;
c.
Setiap BKKBN Provinsi mencapai sasaran program KB di wilayahnya;
d. Pengelolaan program KB di setiap
Provinsi mendapat fasilitasi, advokasi, dan supervisi dari BKKBN Pusat;
e.
Setiap tingkatan wilayah memiliki jejaring kerja yang aktif dengan mitra
kerja;
f.
Setiap Kabupaten/Kota memiliki dinas KB yang dikukuhkan Peraturan Daerah.
(3) Memperkuat
SDM Operasional Program KB, dengan sasaran :
a.
Setiap desa/kelurahan dilayani oleh tenaga PLKB/PKB yang terlatih;
b. Setiap kecamatan memiliki tenaga
pengelola KB;
c.
Seluruh petugas KB memenuhi standar kompetensi dengan jumlah yang memadai.
(4)
Meningkatkan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga melalui Pelayanan KB, dengan
sasaran :
a.
Seluruh keluarga yang memiliki balita menjadi anggota aktif Bina Keluarga
Balita (BKB);
b. Setiap keluarga pra sejahtera dan
sejahtera I anggota UPPKS memiliki usaha ekonomi produktif;
c.
Setiap kecamatan memiliki kelompok percontohan Bina Keluarga Remaja (BKR);
d. Setiap kabupaten/kota memiliki
kelompok percontohan Bina Lingkungan Keluarga.
(5)
Meningkatkan Pembiayaan Program KB, dengan sasaran:
a. Program KB memperoleh prioritas
penganggaran pemerintah pusat dan daerah;
b. Terciptanya sistem jaminan
pembiayaan program KB terutama bagi rakyat miskin;
c. Di setiap kecamatan tersedia alat
kontrasepsi swasta dengan harga terjangkau.
f. Pasal
6
Visi, Misi dan
Grand Strategi dalam Peraturan ini merupakan arah, acuan dan rujukan bagi
petugas Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nnasional dan para pengelola
program keluarga berencana nasional dalam menetapkan kebijakan dan program
keluarga berencana nasional;
g. Pasal
7
Peraturan ini
mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila terdapat
kekeliruan dalam peraturan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
4. PP 21/1994,
Presiden Republik Indonesia Bentuk: Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 21 Tahun
1994 (21/1994) tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera
a. Bab
I Ketentuan Umum
1) Pasal
1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Keluarga
berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil,
bahagia, dan sejahtera.
2) Pasal
2
Penyelenggaraan
pembangunan keluarga sejahtera diwujudkan melalui pengembangan kualitas
keluarga dan keluarga berencana dan diselenggarakan secara menyeluruh dan
terpadu oleh Pemerintah, masyarakat, dan keluarga.
b. Bab
III Penyelenggaraan Keluarga Berencana
1) Pasal
8
Penyelenggaraan
keluarga berencana ditujukan untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan
sejahtera menuju norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.
2) Pasal
9
(1)
Penyelenggaraan keluarga berencana dilaksana-kan dengan upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,
pengaturan kelahiran, pembinaan keluarga, dan peningkatan kesejah-teraan
keluarga.
(2) Upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diarahkan kepada tumbuh kembangnya kesadaran, kemauan dan kemampuan
secara mandiri dalam membangun keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.
3) Pasal
10
Pendewasaan
usia perkawinan diselenggarakan dalam rangka pembudayaan sikap dan perilaku
masyarakat untuk melaksanakan perkawinan dalam usia ideal perkawinan.
4) Pasal
11
(1) Usia ideal
perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipertimbangkan dengan
memperhatikan faktor-faktor antara lain:
a. kesiapan
fisik dan mental seseorang dalam membentuk keluarga;
b. kemandirian
sikap dan kedewasaan perilaku seseorang;
c. derajad
kesehatan termasuk reproduksi sehat;
d. pengetahuan
tentang perencanaan keluarga sejahtera;
e. peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pembudayaan
usia ideal perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh
Menteri.
5) Pasal
12
(1) Pengaturan
kelahiran diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kesadaran dalam menunda
kehamilan pertama sampai pada usia ideal melahirkan dan mengatur jarak
kelahiran.
(2) Pengaturan
kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan melalui:
a. penundaan
kehamilan pertama sampai tercapai usia ideal melahirkan;
b. perencanaan
jumlah dan jarak antara kelahiran anak.
6) Pasal
13
Usia ideal
melahirkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 adalah usia yang ditentukan atau
dipengaruhi oleh faktor-faktor:
a. risiko
akibat melahirkan;
b. kemampuan
tentang perawatan kehamilan, pasca persalinan dan masa di luar kehamilan dan
persalinan;
c. derajat
kesehatan reproduksi sehat;
d. kematangan
mental, sosial, ekonomi dalam keluarga.
7) Pasal
14
(1) Perencanaan
jumlah ideal anak dipertimbangkan dengan memperhatikan faktor-faktor:
a. daya
dukung dan daya tampung lingkungan;
b. kualitas
penduduk dan kuantitas penduduk.
(2) Pembudayaan
jumlah ideal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh
Menteri.
8) Pasal
15
(1) Perencanaan
jarak ideal melahirkan dipertimbangkan dengan memperhatikan faktor-faktor:
a. daya
dukung dan daya tampung lingkungan;
b. derajat
kesehatan dan ekonomi keluarga.
(2) Pembudayaan
jarak ideal melahirkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh
Menteri.
9) Pasal
16
(1) Pelaksanaan
penundaan kehamilan, perencanaan jumlah dan jarak antara kelahiran anak
dilakukan sendiri oleh pasangan suami-istri atas dasar kesadaran dan
kesukarelaan.
(2) Pelaksanaan
penundaan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
menggunakan alat, obat dan/atau cara pengaturan kehamilan yang dapat diterima
pasangan suami isteri sesuai dengan pilihannya.
(3) Jenis alat,
obat dan cara pengaturan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan dengan memperhatikan:
a. daya
guna dan hasil guna;
b. risiko
terhadap kesehatan;
c. nilai
agama dan nilai yang hidup dalam masyarakat.
(3) Jenis
alat, obat dan cara pengaturan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditentukan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan.
10) Pasal
17
(1) Penggunaan
alat, obat dan cara pengaturan kehamilan dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan
dari segi kesehatan, serta mempertimbangkan nilai-nilai etik dan agama.
(2) Penggunaan
alat, obat, dan cara pengaturan kehamilan yang menimbulkan risiko terhadap
kesehatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang berdasarkan
standar profesi.
11) Pasal
18
(1)
Mempertunjukkan dan/atau memperagakan alat, obat, dan cara pengaturan kehamilan
hanya dapat dilakukan oleh tenaga yang berwenang dan dilaksanakan di tempat dan
dengan cara yang layak.
(2) Tenaga yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi tenaga kesehatan dan
tenaga lain yang telah mendapatkan pendidikan dan/atau pelatihan di bidang
penyelenggaraan keluarga berencana.
(3) Penentuan
tempat dan cara yang layak untuk mempertunjukkan dan memperagakan alat, obat
dan cara pengaturan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan
dengan memperhatikan sasaran, norma agama, etik, dan sosial budaya masyarakat.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
oleh Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
12) Pasal
19
Pelayanan obat,
alat, dan cara pengaturan kehamilan untuk pasangan suami-isteri, dilakukan oleh
tenaga kesehatan dan/atau tenaga lainnya yang mempunyai wewenang untuk itu, di
sarana kesehatan atau sarana lain yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
13) Pasal
20
(1)
Kebijaksanaan pengadaan dan penyebaran alat serta obat pengaturan kehamilan
untuk pengaturan kelahiran ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan
pertimbangan Menteri Kesehatan.
(2)
Kebijaksanaan pengadaan dan penyebaran alat serta obat pengaturan kehamilan,
meliputi kegiatan perencanaan kebutuhan, penyediaan dan penyebaran.
(3) Pengadaan
alat dan obat pengaturan kehamilan dilaksanakan dengan memperhatikan
keseimbangan antara kebutuhan, penyediaan dan minat masyarakat.
(4) Penyebaran
alat dan obat pengaturan kehamilan dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan
pelayanan.
5. Peraturan
Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Kesehatan Reproduksi Bab V Pengaturan Kehamilan
a. Pasal
10
Untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas,
Pemerintah Provinsi menetapkan kebijakan pengaturan kehamilan melalui
penyelenggaraan program keluarga berencana.
b. Pasal 11
(1) Kebijakan pengaturan kehamilan bertujuan untuk membantu pasangan suami
istri dan sesorang dalam mengambil keputusan dan mewujudkan hak reproduksi
secara bertanggungjawab tentang:
a. usia ideal perkawinan ;
b. usia ideal untuk melahirkan ;
c. jumlah ideal anak ;
d. jarak ideal kelahiran anak ; dan
e. peningkatan kesehatan reproduksinya ;
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kebijakan
pengaturan kehamilan bertujuan untuk :
a. mencegah kehamilan
yang belum diinginkan ;
b. menjaga
kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu , bayi dan anak;
c. meningkatkan
akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan keluarga
berencana dan kesehatan reproduksi ;
d. meningkatkan
partisipasi, kesertaan dan tanggung jawab pria atau suami dalam praktek
kelaurga berencana; dan
e. mempromosikan
penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan ;
(3) Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak bertujuan untuk
mempromosikan dan membenarkan tindakan aborsi sebagai pengaturan kehamilan.
c. Pasal 12
(1) Kebijakan
pengaturan kehamilan dilakukan dengan memperhatikan norma agama, tata nilai
yang hidup dalam masyarakat serta kondisi perkembanagan sosial ekonomi dan
budaya.
(2) Kebijakan
pengaturan kehamilan ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Pemerintah Provinsi.
d. Pasal 13
Pemerintah Provinsi wajib meningkatkan akses dan kualitas informasi,
pendidikan, konseling dan pelayanan kontrasepsi dengan cara :
a. menyediakan
metode kontrasepsi sesuai dengan pilihan suami istri yang mempertimbangkan
umur, paritas, jumlah anak dan kondisi kesehatan ;
b. menyeimbangkan
kebutuhan bagi laki-laki dan perempuan;
c. menyediakan
Informasi yang lengkap, akurat dan mudah diperoleh tentang manfaat, efek
samping, komplikasi dan kegagalan kontrasepsi ;
d. meningkatkan
keamanan, keterjangkauan, jaminan. kerahasiaan serta ketersedian alat obat dan
cara kontrasepsi yang bermutu tinggi;
e. meningkatkan
kualitas petugas program keluarga berencana;
f. menyediakan
pelayanan ulang serta penanganan efek samping dan komplikasi pemakaian
kontrasepsi :
g. menyediakan
pelayanan kesehatan reproduksi esensial di tingkat primer dan komprehensif pada
tingkat rujukan ; dan/atau
h. melakukan
promosi pentingnya air susu ibu ekslusif untuk mencegah kehamilan 6 (enam)
bulan pasca kelahiran serta meningkatkan derajat kesehatan ibu, bayi dan anak.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
1. keluarga berencana adalah usaha untuk
mengukur jumlah dan jarak anak yang di inginkan agar terbentuk keluarga yang
sehat dan sejahtera
2. peraturan yang mengatur mengenai
keluarga berencana adalah :
a.
Undang-Undang Republik Indonesianomor 36 Tahun 2009 Tentang KesehatanBagian
Ketujuh tentang Keluarga Berencana pada Pasal 78.
b. UU 10/1992, Perkembangan
Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera di Bagian Kedua
Keluarga Berencana pada Pasa 16-23.
c.
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor:
28/HK-010/B5/2007 Tentang Visi, Misi Dan Grand Strategi Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional pada Pasal 1-7.
d. PP 21/1994, Presiden Republik
Indonesia Bentuk: Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 21 Tahun 1994 (21/1994)
tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera pada Bab I yaitu
Ketentuan Umum Pasal 1-2 dan Bab III, yaitu Penyelenggaraan Keluarga Berencana
Pasal 8-20.
e.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi Bab V Pengaturan Kehamilan pada Pasal
10-13.
B. Saran
Seorang Bidan dalam memberikan pelayanan yang
berhubungan dengan KB harus sesuai dengan peraturan pemerintah maupun peraturan
yang dibuat oleh daerah. Seorang bidan juga harus bias menempatkan diri di mana
ia berada dan harus berpegangteguh dengan kode etik kebidanan maupun sumpah jabatan
yang pernah diikrarkan. Agar tidak terjadi malpraktik, seorang bidan harus
mengerti keadaan klien, agar tidak salah dalam memberikan pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari. Taufik, Kontrasepsi
Dalam Islam, http://vick-ansh.blogspot.com/2010/06/kontrasepsi-dalam-islam.html,
2010.
Arif
Manjoer,.dkk,. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi Ketiga. Jilid I. Media Aesculapius. FKUI. Jakarta. 2001
Purwanti. Dewi, Konsep
Dasar KB dan Jenisnya, http://purwantiidewii.blogspot.com/2012/11/konsep-dasar-kb-dan-jenis-jenis.html,
2012
Rusman Raymanda, Hukum
KB Dalam Pandangan Islam,
http://raymandar.blogspot.com/2014/01/makalah-hukum-keluarga-berencana-kb.html,
diakses pada tanggal 10 Januari 2014
Rustam
Mochtar,.Prof,. DR,. Sinopsis Obstetri.
Jilid II. EGC. Jakarta. 1998
Manuaba, Ida
Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Sarwono
Prawiroharjo.,Prof.,DR. Ilmu Kebidanan.
Edisi Ketiga. Gramedia. Jakarta. 1997
Suratun dkk.
2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media.
Yusuf Qardhawi. Syekh Muhammad, Halal dan Haram, Surabaya:PT Bina Ilmu, 2000
http://911medical.blogspot.com/2008/04/artikel-makalah-tentang-kb-keluarga.html
http://web.ipb.ac.id/~tpb/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=19
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/18/kb-memberikan-keuntungan/
m.kompasiana.com/post/manajemen/2010/05/31/window-of-opportunity-peluang-tantangan-dan-bagaimana-memanfaatkannya/