A. Latar Belakang
Anak
usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentang
usia lahir sampai 6 tahun. Juga disebut anak usia prasekolah. Perkembangan
kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan 50-80%. Hasil penelitian Pusat Kurikulum Balitbang Diknas tahun 1999, dalam berbagai aspek
perkembangan anak, anak yang masuk TK lebih tinggi daripada anak yang tidak
masuk TK di kelas I SD.
Data angka mengulang kelas tahun 2001/2002 untuk kelas I
SD (10,85%), kelas II (6,6*%), kelas III (5,48%), kelas IV (4,28%), kelas V
(2,92%), dan kelas VI (0,42%). Angka mengulang kelas I dan II lebih tinggi
daripada kelas lain. Diperkirakan anak-anak yang mengulang kelas tersebut
adalah anak-anak yang tidak masuk pendidikan prasekolah (baca: TK/RA) sebelum
masuk SD. Mereka adalah anak yang belum siap dan tidak dipersiapkan oleh orang
tuanya memasuki SD. Adanya perbedaan yang besar antara pola pendidikan informal
di rumah dan pendidikan formal di sekolah menyebabkan anak yang masuk
pendidikan prasekolah (TK/RA) mengalami kejutan sekolah dan mereka mogok
sekolah atau tidak mampu menyesuaikan diri sehingga tidak dapat berkembang
secara optimal. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pengembangan seluruh
potensi anak masa prasekolah.
Usia 4-6 tahun merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai
sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensinya. Masa
peka ini akan mematangkan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon
stimulasi yang diberikan oleh lingkungannya. Masa ini menjadi masa peletak
dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial
emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai
agama. Oleh karena itu, diperlukan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan
kebutuhan anak agar tumbuh dan berkembang secara optimal.
Peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain)
sangat diperlukan dalam upaya pengembangan potensi anak 4-6 tahun. Upaya
pengembangan tersebut harus dilakukan melalui kegiatan “bermain sambil belajar”
atau “belajar seraya bermain”. Dengan bermain, anak memiliki kesempatan untuk
bereksplorasi, menemukan, berekspresi diri, berkreasi, dan belajar secara
menyenangkan. Selain itu, bermain dapat membantu anak mengenal dirinya sendiri,
orang lain, dan lingkungan.
Salah satu aspek perkembangan anak adalah aspek
berbahasa. Perkembangan bahasa anak berkaitan erat dengan perkembangan mental
dan perilakunya. Apabila dibiasakan berbahasa dengan baik dan santun, anak akan
tumbuh dan berkembang untuk berkomunikasi secara baik dan santun pula.
Anak
cenderung dekat dengan ibunya. Komunikasi ibu dengan anak lebih erat, efektif,
dan efisien. Salah satu bahasa yang dekat dengan anak adalah bahasa ibu mereka.
Di Jawa Barat, misalnya, bahasa ibu bagi anak-anak adalah bahasa Sunda,
meskipun terdapat bahasa Indonesia atau bahasa daerah lain. Bahasa ibu menjadi
landasan awal anak dalam belajar berbahasa, berekspresi, dan berpikir. Anak
yang pandai berbahasa ibunya cenderung akan lebih mudah belajar bahasa kedua
(bahasa Indonesia) atau bahasa asing. Oleh karena itu, bahasa Sunda sebagai
bahasa ibu bagi anak-anak di Jawa Barat perlu diperkenalkan kepada anak-anak
usia dini atau usia prasekolah (TK/RA).
Pada dasarnya pendidikan TK/RA mengacu pada dua aspek perkembangan
dalam pembentukan perilaku melalui dua cara, yakni (1) pembiasaan dan (2)
pengembangan kemampuan dasar. Pertama,
Pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan dilakukan secara
terus-menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi
kebiasaan yang baik. Bidang ini meliputi
pengembangan moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional, dan kemandirian. Kedua, pengembangan kemampuan dasar
merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan
kreativitas sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pengembangan kemampuan dasar
meliputi kemampuan berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan seni.
Melalui kedua pengembangan pembentukan kebiasaan dan
kemampuan dasar tersebut, terutama kemampuan berbahasa Sunda, anak dapat tumbuh
dan berkembang menjadi anak yang cageur,
bageur, bener, pinter teu kabalinger, singer, tur pangger.
B. Pengertian
Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar Kemampuan Berbahasa Sunda
TK/RA adalah program untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi melalui bahasa
Sunda, yakni mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui bahasa yang sederhana
secara tepat.
C. Fungsi dan Tujuan
1. Fungsi
Pengembangan kemampuan berbahasa Sunda bagi anak TK/RA
berfungsi sebagai berikut, yakni:
1)
alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan;
2)
alat untuk mengembangkan intelektual anak;
3) alat untuk mengembangkan ekspresi anak; dan
4)
alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada
orang lain.
2. Tujuan
Pengembangan kemampuan
berbahasa Sunda di TK/RA bertujuan agar:
1) Anak didik memperoleh pengalaman berbahasa
Sunda;
2) Anak didik mampu berkomunikasi dengan
menggunakan
bahasa
Sunda.
3) Anak
didik menghargai dan membanggakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu, bahasa
daerah, dan bahasa resmi kedua di Jawa Barat setelah bahasa Indonesia
D.Standar Kompetensi
Lulusan TK/RA
Standar kompetensi lulusan (SKL) Taman Kanak-kanak
(TK)/Raudhatul Athfal (RA) dalam berbahasa Sunda adalah sebagai berikut.
a. Mampu bermain dengan menggunakan bahasa Sunda.
b. Mampu mengenal dan mengucapkan kosa kata bahasa
Sunda sederhana
yang berkaitan dengan lingkungan
kehidupan dirinya.
E.
Aspek Pengembangan Bahasa Sunda di TK/RA
Pengembangan kemampuan berbahasa Sunda di TK/RA pada
dasarnya mencakup empat keterampilan berbahasa secara sederhana.
a.
Menyimak (ngaregepkeun)
Mendengarkan dan memahami berbagai bentuk
wacana lisan
b.
Berbicara (nyarita)
Mampu
mengungkapkan pesan dalam bentuk wacana lisan di berbagai kesempatan berbicara.
c. Membaca (maca)
Mampu membaca
dan memahami berbagai simbol bahasa atau
gambar tulisan, cuaca, situasi, ekspresi, dsb.
d. Menulis (nulis)
Mampu
menggoreskan pensil untuk mengungkapkan pesan dan kreativitas bahasa seperti
menggambar, membentuk berbagai
goresan/garis, dan simbol sederhana.
F. Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar TK/RA
Kelompok A
Kompetensi Berbahasa Sunda
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
0.1 Mampu menyimak, berbicara, memiliki kosa
kata, dan
mengenal simbol-
simbol bahasa
yang
melambangkannya.
|
0.1.1
Menyimak dan membedakan bunyi suara, bunyi
bahasa Sunda, dan mengucapkannya.
|
0.1.2
Menyimak dan memahami kata dan kalimat
sederhana.
|
|
0.1.3
Berbicara tentang jatidiri, pengalaman, dan
menjawab pertanyaan sederhana.
|
|
0.1.4
Memperkaya kosa kata sehari-hari yang
berkaitan dengan nama-nama anggota tubuh.
|
|
0.1.5
Mengenal bentuk-bentuk simbol-simbol
sederhana (pramenulis).
|
|
0.1.6
Menyebutkan gambar secara sederhana
(pramembaca)
|
|
0.1.7
Menghubungkan bahasa lisan dan bahasa tulis
(pra membaca)
|
|
0.1.8
Mengucapkan salam dan berperilaku sopan
santun.
|
|
0.1.9
Menyanyikan rumpaka lagu kawih.
|
Kelompok B
Kompetensi Berbahasa
Sunda
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
0.2 Mampu menyimak, berbicara, memiliki kosa
kata, dan mengenal simbol-simbol bahasa yang melambangkannya untuk persiapan
membaca dan
menulis.
|
0.2.1
Menyimak dan membedakan bunyi suara, bunyi
bahasa Sunda, dan mengucapkannya.
|
0.2.2
Menyimak dan memahami kata dan kalimat
sederhana serta mengucapkannya dengan
lafal yang benar.
|
|
0.2.3
Berbicara dengan lancar dan benar tentang
jatidiri, pengalaman, dan sesuatu hal.
|
|
0.2.4
Memperkaya dan mengucapkan kosa kata
sehari-hari yang berkaitan dengan lingkungan sekitar.
|
|
0.2.5
Mengenal bentuk-bentuk simbol-simbol
sederhana dan menuliskannya (pramenulis).
|
|
0.2.6
Menyebutkan gambar dengan lengkap
(pramembaca)
|
|
0.2.7
Menghubungkan bahasa lisan dan bahasa tulis
dengan membacakan kelompok kata dan kalimat sederhana (pra membaca)
|
|
0.2.8
Berbahasa santun dan berperilaku ramah
(tatakrama Sunda).
|
|
0.2.9
Menyanyikan rumpaka lagu kawih Sunda dengan
benar.
|
|
0.2.10
Menampilkan sajak Sunda yang sederhana dengan
gaya.
|
|
0.2.11
Mengekspresikan cerita dan lagu dalam
gerakan/bermain peran.
|
G. Arah Pengembangan
1. Bahasa
Pengantar Pembelajaran
Bahasa
pengantar yang digunakan dalam pembelajaran ialah bahasa Sunda. Di
sekolah-sekolah atau daerah yang mengalami kesulitan dengan pengantar bahasa
Sunda, dapat digunakan bahasa Indonesia, baik sebagian maupun sepenuhnya.
Tetapi, selalu disertai usaha untuk secara berangsur-angsur bisa memahami
petunjuk dalam bahasa Sunda. Di daerah-daerah yang memiliki bahasa dialek (basa
wewengkon), kata-kata dialek dapat difungsikan untuk
mempercepat atau meningkatkan kualitas pembelajaran.
2. Pendekatan dan Prinsip Pembelajaran
a.
Pendekatan Pembelajaran
Pembelajaran
kemampuan berbahasa Sunda bertitik tolak dari pandangan bahwa bahasa Sunda
merupakan alat komunikasi bagi masyarakat pendukungnya. Komunikasi bahasa diwujudkan
melalui kegiatan berbahasa lisan (menyimak-berbicara) dan kegiatan berbahasa
tulis (membaca-menulis). Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Sunda dipusatkan
untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Sunda, berpikir dan bernalar, serta
kemampuan memperluas wawasan budaya Sunda. Juga diarahkan untuk mempertajam
perasaan anak didik. Anak didik tidak hanya mahir berbahasa Sunda, pandai
bernalar, tetapi juga memiliki kepekaan dalam berhubungan satu sama lain, dan
dapat menghargai perbedaan yang berlatar belakang budaya Sunda. Anak didik
tidak hanya diharapkan mampu memahami informasi yang lugas dan tersurat, juga
yang kias dan tersirat.
Agar
anak didik mampu berkomunikasi, pembelajaran bahasa Sunda diarahkan pada
kegiatan untuk membekali anak didik terampil berbahasa lisan dan berbahasa
tulis. Anak didik dilatih lebih banyak menggunakan bahasa daripada pengetahuan
tentang bahasa.
Pemakaian
bahasa Sunda yang nyata dipengaruhi berbagai konteks, antara lain, siapa
penyapa dan pesapa, pada situasi bagaimana, di mana tempatnya, kapan waktunya,
media apa yang digunakan, dan apa isi pembicaraannya. Untuk keperluan itu,
dalam pengembangan kemampuan berbahasa Sunda dapat digunakan pendekatan
kontekstual dengan berbagai media dan sumber belajar.
Anak
didik adalah peserta yang aktif. Berkaitan dengan pengembangan kemampuan
berbahasa Sunda, anak didik harus diberi kesempatan yang sebanyak-banyaknya dan
seluas-luasnya untuk memperoleh pengalaman berbahasa Sunda, melalui kegiatan
reseptif (menyimak, membaca) dan kegiatan produktif (berbicara, menulis).
b.
Metode Pembelajaran
Dalam
pelaksanaannya, pengembangan kemampuan berbahasa Sunda dapat menggunakan
metode/teknik pembelajaran, antara lain: (1) berceritera, (2) permainan bahasa,
(3) sandiwara boneka, (4) bercakap-cakap, (5) tanya jawab, (6) dramatisasi, (7)
mengucapkan syair, (8) bermain peran, dan (9) karyawisata.
c.
Prinsip Pembelajaran
Pelaksanaan
pembelajaran di TK/RA berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
1)
Bahan
latihan/kegiatan, percakapan diambil dari lingkungan anak atau tema tertentu.
2) KBM berorientasi pada
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator, serta sadapat mungkin
dikaitkan dengan tema
3) Anak didik diberi
kebebasan dalam menyatakan pikiran dan perasaan serta serta ditekankan pada
spontanitas
4) Guru menguasai
metode/teknik
5) Komunikasi antara guru dan
anak dilaksanakan secara akrab
6) Guru memberi
contoh/teladan dalam cara menggunakan bahasa
7) Bahan mengandung isi untuk
pengembangan intelektual, emosional serta sesuai dengan taraf perkembangan anak
dan lingkungannya.
8) Tidak diberikan pelajaran
membaca dan menulis seperti di SD.
3.
Karakteristik Anak Usia Dini
Anak
usia dini seperti anak TK/RA dapat dikenali karakteristik fisik, sosial, emosi,
dan kognitifnya. Ciri-ciri anak usia dini tersebut dapat dirinci sebagai
berikut.
a. Ciri Fisik
1) Sangat aktif;
2) Melakukan banyak
kegiatan;
3) Otot-otot besar
(lengan, kaki) lebih dulu berkembang dari otot yang lebih kecil (jari);
4) Koordinasi tangan,
kaki dan mata belum sempurna;
5) Tubuh lentur sehingga
mudah bergerak; dan
6) Anak laki-laki
umumnya lebih besar dari anak perempuan.
b. Ciri Sosial
1) Bersahabat hanya pada
satu atau dua orang dan mudah berganti;
2) Bermain dalam
kelompok yang kecil;
3) Anak yang lebih muda
bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar;
4) Pola bermain
bervariasi sesuai dengan kelas sosial dan jenis kelamin (gender);
5) Sering terjadi
perselisihan dan mudah berbaikan kembali; dan
6) Telah menyadari peran
jenis kelamin.
c. Ciri Emosi
1) Mengekspresikan
emosinya dengan bebas dan terbuka;
2) Sikap marah lebih
sering diperlihatkan;
3) Iri hati pada anak
yang lain; dan
4) Selalu memperebutkan
perhatian orang dewasa di dekatnya (gurunya).
d. Ciri Kognitif
1) Umumnya terampil
dalam berbahasa;
2) Memiliki rasa ingin
tahu yang besar; dan
3) Mengemukakan pikiran
secara terbuka dan spontan.
4.
Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar
a. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi
Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi pengembangan kemampuan
berbahasa Sunda. Teknologi komunikasi berupa media cetak dan elektronik. Dalam
batas-batas dan cara-cara tertentu semua itu dapat dimanfaatkan untuk membantu
meningkatkan kualitas pengembangan kemampuan berbahasa Sunda.
b.
Pemanfaatan Lingkungan Alam, Sosial, dan Seni-budaya
Sumber pengembangan kemampuan berbahasa
Sunda dapat pula berupa lingkungan alam, masyarakat, dan budaya Sunda. Anak
didik diupayakan agar berhubungan
langsung dengan masyarakat untuk mengetahui kehidupan bahasa dan budaya Sunda
saat ini, yang selanjutnya dijadikan informasi dalam pengembangan kemampuan
berbahasa Sunda.
5. Diversifikasi
Kurikulum
a. Kesamaan Memperroleh Kesempatan
Pelaksanaan
kurikulum tidak mengarah kepada penyeragaman untuk semua sekolah atau anak
didik. Keadaan daerah yang berlainan dan kemampuan anak didik yang berbeda
justru menjadi sumber pemerkayaan diri. Diversifikasi pada kurikulum memberikan
peluang bagi anak didik yang berkemampuan lebih untuk meningkatkan diri melalui
kegiatan tambahan.
Penyediaan
tempat yang memberdayakan semua anak didik untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan sikap sangat diutamakan. Seluruh anak didik dari berbagai
kelompok seperti yang kurang, berbakat, dan yang ungggul, berhak menerima
pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
b.
Kategorisasi Lokasi Kebahasaan
Selain
bahasa Sunda, di Jawa Barat terdapat
pula bahasa-bahasa daerah lain yang wilayah pemakaiannya tidak berdasarkan
daerah administrasi pemerintahan. Dalam hubungan itu, bagi daerah-daerah yang
anak didiknya berbahasa ibu bukan bahasa Sunda, kompetensi dasar itu perlu
disesuaikan dengan keadaan kebahasaan daerah setempat. pengembangan kemampuan
berbahasa Sunda tidak berlangsung untuk semua kompetensi dasar, dipilih mana
yang mungkin bisa dilaksanakan. Misalnya, di wilayah Cirebon, Indramayu, Depok,
dan Bekasi.
6. Tema
Tema
merupakan alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak didik
secara utuh. Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud menyatukan isi
kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya perbendaharaan bahasa anak
didik dan membuat pembelajaran lebih bermakna. Penggunaan tema dimaksudkan agar
anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas.
Penentuan tema hendaknya
memperhatikan prinsip-prinsip berikut.
1)
Kedekatan,
artinya tema hendaknya dipilih mulai dari tema yang terdekat dengan kehidupan
anak ke tema yang semakin jauh dari kehidupan anak.
2)
Kesederhanaan,
artinya tema hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang sederhana kepada
tema-tema yang lebih rumit bagi anak
3)
Kemenarikan, artinya
tema hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang menarik minat anak kepada
tema-tema yang kurang menarik minat anak
4)
Keinsidentalan, artinya
peristiwa atau kejadian di sekitar anak (sekolah) yang terjadi pada saat
pembelajaran berlangsung hendaknya dimasukkan dalam pembelajaran walaupun tidak
sesuai dengan tema yang dipilih pada hari itu.
Penentuan
tema dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut.
1)
Mengidentifikasi
tema yang sesuai denga hasil belajar dan indikator dalam kurikulum.
2)
Menata
dan mengurutkan tema berdasarkan prinsip pemilihan tema.
3)
Menjabarkan
tema ke dalam sub-tema agar cakupan tema tidak terlalu luas.
4)
Memilih
sub-tema yang sesuai.
Tema-tema
yang dapat dikembangkan di TK/RA, antara lain: (1) diri sendiri, (2)
lingkunganku, (3) kebutuhanku, (4) binatang, (5) tanaman, (6) rekreasi, (7)
pekerjaan, (8) air, udara, dan api, (9) alat komunikasi, (10) tanah airku, dan
(11) alam semesta.
7. Penilaian
Penilaian
adalah suatu usaha mengumpulkan dan menafsirkan berbagai informasi secara
sistematis, berkala, berkelanjutan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil
dari pertumbuhan serta perkembangan yang dicapai anak melalui kegiatan
pembelajaran.
Penilaian bertujuan untuk mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik selama
mengikuti pendidikan di TK/RA. Penilaian aspek
perkembangan bahasa meliputi:
(a)
menyebutkan nama danjenis kelamin;
(b)
berbicara lancar dengan kalimat sederhana;
(c)
menirukan kembali 2—4 uruta kata (latihan pendengaran);
(d)
mampu melaksanakan 1—2 perintah secara berurutan dengan
benar;
(e)
memberi keterangan/informasi tentangsesuatu hal;
(f)
melengkapi kalimat sederhana yang diucapkan oleh guru;
(g)
dapat mendengarkan dan menceritakan kembali cerita
sederhana dengan urut;
(h)
mengekspresikan diri melalui dramatisasi;
(i)
membuat kata sebanyak-banyaknya dari suku kata awal yang
disediakan dalam bentuk lisan;
(j)
memahami konsep lawan kata, misalnya: calik x ngadeg;
(k)
mengenal kata kerja melalui gerakan-gerakan yang
sederhana, misalnya: calik, nagog, lumpat, neda, nangis;
(l)
menggunakan kata ganti (abdi, anjeun, anjeunna);
(m)
mengucapkan suku kata dalam nyanyian (kawih), Misalnya: da-da-da, mi-mi-mi, na-na-na,
dst.
(n)
menggunakan konsep waktu (dinten ieu, énjing, ayeuna, engké);
(o)
mengungkapkan beberapa sajak sederhana;
(p)
menyebutkan tulisan sederhana melalui simbol yang
melambangkannya;
(q)
dapat menceritakan gambar (gambar yang disediakan atau
dibuat sendiri);
(r)
mengurutkan dan menceritakan isi gambar berseri;
(s)
menggunakan dan menjawab pertanyaan: naon, saha, di mana, iraha, sabaraha, kumaha, dan ku naon;
(t)
menggunakan bahasa isyarat seperti anggukan kepala,
gerakan tubuh, tangan, dan mata; dan
(u)
menyanyikan kawih sederhana bersama-sama.