BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran konsep dasar IPS
berisi tentang konsep, hakikat, dan karakteristik pendidikan IPS. Dengan
mempelajari materi Konsep dasar IPS ini, diharapkan dapat menjelaskan
konsep-konsep IPS yang berpengaruh terhadap kehidupan masa kini dan masa yang
akan datang secara kritis dan kreatif. Pembahasan materi ini menerapkan
pendekatan antar disiplin yang mengintegrasikan ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Adapun media yang digunakan adalah bahan ajar cetak dan non cetak (web).
Sebagai calon guru TK/PAUD hendaknya menguasai materi IPS sebagai program
pendidikan.
Undang-undang Sisdiknas No.
20/2003 menyatakan bahwa Pendidikan AUD merupakan proses pembinaan tumbuh
kembang anak usia lahir hingga 6 tahun secara menyeluruh pada aspek
fisik-intelektual (kognitif dan bahasa), emosi serta sosial moral, agar dapat
berkembang secara optimal. Kehidupan manusia tidak mungkin bersih dari
perbedaan dengan orang lain, baik antar individu maupun antar kelompok sosial.
Modal anak untuk mengatasi perbedaan individu ini adalah keterampilan sosial.
Keterampilan sosial merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki sejak
dini agar individu tersebut mampu menghadapi problema hidup dalam kaitannya
sebagai makhluk sosial yang selalu terus-menerus berinteraksi.
Keterampilan sosial ini tidaklah
terbentuk secara tiba-tiba, namun merupakan imitasi dan pembiasaan dari
lingkungan terdekat anak. Keterampilan sosial perlu dibiasakan sejak dini
karena anak akan membawa kebiasaannya tersebut hingga dewasa.
B. Rumusan
Masalah
Anak tumbuh dan berkembang bersama
lingkungan yang ada. Segala yang dia lihat, dia dengar dan dia rasakan, ingin
ditiru dan diulang. Semua yang ada sangat mempengaruhi proses pembentukan
keterampilan sosial anak tersebut. Untuk mengetahui hal-hal tersebut terdapat
beberapa pertanyaan, diantaranya:
1.
Bagaimana Karakteristik
Pembelajaran IPS Bagi Anak Usia Dini?
2.
Bagaimana proses
pembentukan keterampilan sosial anak usia dini?
3.
Berapa macam keterampilan
sosial anak usia dini?
4.
Bagaimana konsep
pembentukan karakter sosial usia dini?
5.
Bagaimana prosedur
pembentukan keterapilan sosial anak usia dini?
6.
Bagaimana tahapan
pembentukan keterampilan sosial anak usia dini?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini
adalah:
1.
Untuk mengetahui
karakteristik Pembelajaran IPS Bagi Anak Usia Dini.
2.
Untuk mengetahui proses
pembentukan keterampilan sosial anak usia dini.
3.
Untuk mengetahui macam keterampilan
sosial anak usia dini.
4.
Untuk mengetahui konsep
pembentukan karakter sosial usia dini.
5.
Untuk mengetahui prosedur
pembentukan keterapilan sosial anak usia dini.
6.
Untuk mengetahui tahapan
pembentukan keterampilan sosial anak usia dini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pembelajaran IPS
Bagi Anak Usia Dini
Ruang lingkup IPS tidak lain
adalah kehidupan sosial manusia di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat
inilah yang menjadi sumber utama IPS. Aspek kehidupan sosial apapun yang kita
pelajari, apakah itu hubungan sosial, ekonomi, budaya, kejiwaan, sejarah,
geografi ataukah itu politik, bersumber dari
masyarakat. Sebagai contoh, secara langsung kita mengamati,
mempelajari, bahkan mengalami aspek kehidupan sosial yang kita sebut ekonomi,
tidak terlepas
dari masyarakat. Ataukah dengan kata lain, aspek
ekonomi ini bersumber dari masyarakat. Pemenuhan kebutuhan pokok, hubungan
kegiatan ekonomi, seperti pedagang, proses produksi, semuanya terjadi di
masyarakat. Dengan demikian masyarakat ini menjadi sumber materi IPS.
Sebagai program pendidikan IPS
yang layak harus mampu memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih
berbagai keterampilan,, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan agar
peserta didik menjadi warga masyarakat yang berguna, baik bagi dirinya sendiri
maupun orang lain. Ketiga aspek yang dikaji dalam proses pendidikan IPS
(memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan,
serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan) merupakan karakteristik IPS
sendiri.
Nu’man Somantri, yang dikutip oleh
Daldjoeni (1981) menyatakan bahwa pembaharuan pengajaran IPS sebenarnya masih
dalam proses yang penuh berisi berbagai eksperimen. Adapun ciri-ciri yang
kedapatan di dalamnya memuat rincian sebagai berikut :
Bahwa pelajarannya akan lebih
banyak memperhatikan minat para siswa, masalah-masalah sosial dekat,
keterampilan berpikir (khususnya tentang menyelidiki sesuatu), serta
pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan alam. Program studi IPS akan
mencerminkan berbagai kegiatan dasar dari manusia. Organisasi kurikulum IPS
akan bervariasi dari susunan yang integreted (terpadu), correlated
(berhubungan) sampai yang separated (terpisah). Susunan bahan pembelajaran akan
bervariasi dari pendekatan kewargaan negara, fungsional, humanities sampai yang
struktural. Kelas pengajaran IPS akan dijadikan laboratorium demokrasi.
Evaluasinya tak hanya akan
mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomor saja, tetapi juga
mencobakan mengembangkan apa yang disebut democratic quotient dan citizenship
quotient.Unsur-unsur sosiologi dan pengetahuan sosial lainnya akan melengkapi
program pembelajaran IPS, demikian pula unsur-unsur science, teknologi,
matematika, dan agama akan ikut memperkaya bahan pembelajarannya.
Karakteristik lain yang juga
merupakan cirri mandiri pengajaran IPS, yakni digunakannya pendekatan
pengembangan bahan pembelajaran IPS dalam rangka menjawab
permasalahan-permasalahan yang sering muncul dalam proses pembelajaran, baik di
TK/PAUD, Sekolah Dasar maupun Lanjutan. Pemilihan atau seleksi konsep-konsep
ilmu-ilmu sosial guna pengembangan materi pembelajaran IPS sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran pada tingkat yang berbeda tidaklah mudah, namun harus
didasarkan pada beberapa prinsip, seperti yang dikemukakan oleh Alma dan
Harlasgunawan (1987) yang menyatakan prinsip-prinsip tersebut, antara lain
berikut ini.
a.
Keperluan
Konsep yang akan diajarkan harus konsep yang
diperlukan oleh peserta didik dalam memahami “dunia” sekitarnya. Oleh sebab
itu, lingkungan hidup yang berbeda memerlukan konsep yang berlainan pula. Ketepatan
Perumusan yang akan diajarkan harus tepat sehingga tidak memberi peluang bagi
penafsiran yang salah (salah konsep).
b.
Mudah Dipelajari
Konsep yang diperoleh harus dapat disajikan dengan
mudah. Fakta dan contohnya harus terdapat di lingkungan hidup peserta didik
serta sudah dikenal oleh para peserta didik tersebut.
c.
Kegunaan
Konsep yang akan diajarkan hendaknya benar-benar
berguna bagi kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara Indonesia pada
umumnya serta masyarakat lingkungan dimana ia hidup bersama dalam keluarga
serta masyarakat terdekat pada khususnya.
Evaluasi pembelajaran IPS yang
berkesinambungan, sebaiknya dilakukan terus-menerus sesuai dengan
keterlaksanaan proses pembelajarannya. Evaluasi semacam ini merupakan barometer
atau pengecekan apakah proses yang berlangsung itu dapat diikuti dan dipahami
oleh peserta didik. Apakah target yang telah ditetapkan atau kompetensi yang
telah ditetapkan sudah dapat dicapai. Evaluasi semacam ini bisa kita sebut
sebagai evaluasi formatif, sedangkan evaluasi yang merupakan kulminasi tadi,
merupakan penilaian keberhasilan dari seluruh rangkaian proses kegiatan
pembelajaran atau biasa kita sebut dengan evaluasi sumatif.
Untuk membahas lebih jelas tentang
karakteristik IPS, dapat dilihat dari berbagai pandangan. Berikut ini
dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya.
Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
a.
Segala sesuatu atau apa
saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa,
kecamatan sampai lingkungan yang luas Negara dan dunia dengan berbagai
permasalahannya.
b.
Kegiatan manusia misalnya:
mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
c.
Lingkungan geografi dan
budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari
lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
d.
Kehidupan masa lampau,
perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan
terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang
besar.
e.
Anak sebagai sumber materi
meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan, keluarga. Strategi
Penyampaian Pembelajaran IPS Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagaian
besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan:
anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan
dunia.
Tipe kurikulum seperti ini disebut
“The Wedining Horizon or Expanding Enviroment Curriculum” (Mukminan, 1996:5).
Sebutan Masa Sekolah Dasar, merupakan periode keserasian bersekolah, artinya
anak sudah matang untuk besekolah. Adapun kriteria keserasian bersekolah adalah
sebagai berikut :
Anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok dengan
teman-teman sebaya, tidak boleh tergantung pada ibu, ayah atau anggota keluarga
lain yang dikenalnya.
Anak memiliki kemampuan sineik-analitik, artinya
dapat mengenal bagian-bagian dari keseluruhannya, dan dapat menyatukan kembali
bagian-bagian tersebut.
Secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak sekolah.
Menurut Preston (dalam Hamalik.
1992 : 42-44), anak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Anak merespon (menaruh perhatian)
terhadap bermacam- macam aspek dari dunia sekitarnya.Anak secara spontan
menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada
disekitarnya. Mereka memiliki minat yang laus dan tersebar di sekitar
lingkungnnya. Anak adalah seorang penyelidik, anak memiliki dorongan untuk
menyelidiki dan menemukan sendiri hal-hal yang
ingin mereka ketahui. Anak ingin berbuat, ciri khas
anak adalah selalu ingin berbuat sesuatu, mereka ingin aktif, belajar, dan
berbuat Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau
terperinci yang seringkali kurang penting/bermakna .Anak kaya akan imaginasi,
dorongan ini dapat dikembangkan dalam pengalaman-pengalaman seni yang
dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sehingga dapat memahami orang-orang di
sekitarnya. Misalnya pula dapat dikembangkan dengan merumuskan hipotesis dan memecahkan
masalah.
B. Proses
Pembentukan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Pendidikan moral pada usia dini
harus dilakukan sejak anak dilahirkan, dan pada usia di bawah 2 tahun dapat
dilakukan hanya dengan memberikan kasih sayang sebesar-besarnya kepada anak.
Menurut Thomas Lickona, “Love lights the
lamp of human development. If we wish to raise good children, we should begin
by giving them our love” (Budiningsih, 2005). Ibaratnya sebuah bejana
kosong, kalau diisi air “cinta dan kasih sayang” maka bejana tersebut hanya
berisi air kesucian. Ketika anak dewasa, bejana (hati) ini hanya akan
menebarkan kesucian dan kebajikan dalam perjalanan hidupnya. Apabila yang diterima
adalah umpatan, dan contoh-contoh yang buruk, maka sifat-sifat seperti inilah
yang akan disebarkan dalam perjalanan hidupnya. Oleh karena itu, orang tua
(khususnya ibu) perlu sekali untuk mencium, memberikan kata-kata manis, dan
mendendangkan cinta kepada bayi-bayi mereka.
Menurut Darsono (2001) “Seorang
anak yang siap untuk masuk usia sekolah harus sudah dibekali dengan kesadaran
emosi seperti rasa bersalah, rasa malu, perasaan disakiti, bangga, dan
sebagainya”. Anak-anak pada usia pra-sekolah harus sudah dapat membedakan
beberapa jenis emosi yang dirasakannya, sehingga mereka tidak menjadi bingung
tentang nilai-nilai dari emosi yang dirasakan oleh mereka. Misalnya, seorang
anak yang merasa iba kepada seorang anak yang dikucilkan, sedangkan seluruh kawan-kawannya
mengejek anak tersebut. Anak tersebut akan mempunyai rasa ambivalen antara rasa
empati dan rasa takut untuk dikatakan pengecut karena tidak mau terlibat untuk
turut mengejek anak yang dikucilkan tersebut. Anak harus tahu bahwa merasa
empati kepada anak yang dikucilkan adalah perasaan yang lebih baik yang harus
diikuti.
Oleh karena itu, pendidikan karakter di sekolah,
terutama pada usia TK dan SD, juga perlu dilakukan, tentunya disesuaikan dengan
tahap perkembangan umur anak. Hal ini berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila
yang selaim ini dilakukan yang hanya menyentuh aspek akademik (hafalan dan
pengetahuan saja), tetapi tidak melibatkan aspek emosi (feeling) dan perilaku
(acting).
C. Macam
Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Beberapa hasil penelitian
menunjukkan masih banyak anak TK (PAUD) yang memilih cara agresif dalam
penyelesaian konflik, hasil penelitian lain menunjukkan cara tersebut akan
dibawa hingga dewasa. Pemahaman pendidik TK (PAUD) dalam kajian keterampilan
sosial sangat minim dan beberapa bentuk program yang ada dilakukan dengan tidak
sadar atau terprogram dengan jelas. Pendidik PAUD atau Taman Kanak-kanak belum
terbiasa untuk melakukan stimulasi keterampilan sosial yang terprogram dan
berkelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat tiga alasan pendidik PAUD
yang belum terbiasa melakukan stimulasi, yaitu;
Pendidik sebagian besar sudah
mengimplementasikan social skill
dalam proses kegiatan belajar di PAUD atau TK, namun pada hasil kualitatif,
terlihat bahwa sebagian besar pendidik belum memahami secara betul makna social
life skill. Usaha penanaman social life
skill belum terprogram dalam kegiatan yang direncanakan, melainkan hanya
secara implisi disertakan pada kegiatan-kegiatan lain.
Usaha pendidik dalam memahami
macam keterapilan anak didik masih belum terencana atau diprogramkan. Bila
sudah direncanakan atau diprograkan akan dapat dilaksanakan secara sadar
sistematik, sehingga tujuan yang ingin dicapai secara eksplisit dapat dijadikan
pedoman target yang jelas. Sedangkan maca-macam keterapilan yang dimiliki oleh
anak didik di PAUD adalah rasa empati, penuh pengertian, tenggang rasa,
kepedulian pada sesama, komunikasi dua arah/ hubungan antar pribadi, kerjasama,
tata krama/kesopanan, kemandirian, dan rasa tanggung jawab sosial. Dari
beberapa uraian di atas dapat dikemukakan bahwa ketrampilan sosial adalah
keterampilan atau strategi yang digunakan untuk memulai ataupun mempertahankan
suatu hubungan yang positif dalam interaksi sosial, yang diperoleh melalui
proses belajar dan bertujuan untuk mendapatkan hadiah atau penguat dalam
hubungan interpersonal yang dilakukan.
D.
Konsep Pembentukan Karakter Sosial Anak Usia Dini
Pengembangan karakter anak banyak
dipengaruhi oleh lingkungan terutama dari orangtua. Anak belajar untuk mengenal
nilai-nilai dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dilingkungannya
tersebut. Dalam pengembangan karakter sosial anak, peranan orang tua dan guru
sangatlah penting, terutama pada waktu anak usia dini.
Berbagai bentuk kejahatan dan
tindakan tidak bermoral dikalangan anak menunjukan bahwa anak didik kita belum
memiliki karakter social yang baik. Hal ini perlunya pengembangan karakter yang
sesuai dengan anak, yang tidak sekedar pengetahuan, dan doktrinasi, tetapi
lebih menjangkau dalam wilayah emosi anak.
Usaha atau upaya yang dapat dilakukan oleh guru dan
orang tua dalam membangun karakter anak usia dini adalah:
1.
Memperlakukan anak sesuai
dengan karakteristik anak.
2.
Memenuhi kebutuhan dasar
anak antara lain kebutuhan kasih sayang, pemberian makanan yang bergizi.
3.
Pola pendidikan guru dengan
orangtua yang dilaksanakan baik dirumah dan di sekolah saling berkaitan.
4.
Berikan dukungan dan
penghargaan ketika anak menampilkan tingkah laku yang terpuji.
5.
Berikan fasilitas
lingkungan yang sesuai dengan usia perkembangannya.
6.
Bersikap tegas, konsisten
dan bertanggungjawab
E. Prosedur
Pembentukan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Prosedur membentuk karakter anak
dimulai sejak dini, paling tidak anak berusia dua tahun. Apabila masa usia 2
tahun pertama anak sudah mendapatkan cinta, maka sangat mudah anak tersebut
dibentuk menjadi manusia yang berakhlak mulia. Menurut hasil penelitian,
anak-anak usia 2 tahun sudah dapat diajarkan nilai-nilai moral, bahkan mereka
sudah dapat mempunyai perasaan empati terhadap kesulitan atau penderitaan orang
lain.
Misalnya, ketika ia melihat raut
wajah ibunya yang sedih, ia dapat mengekspresikan empatinya. Dikatakan bahwa
rasa empati adalah sifat alami yang sudah ada sejak anak dilahirkan yang
merupakan sumber dari moralitas individu, seperti rasa iba dan rasa ingin
berbuat baik, termasuk perasaan bersalah dan malu kalau melakukan hal-hal yang
tidak baik. Sedangkan bagaimana empati dapat terus tumbuh subur adalah
tergantung dari emotional bonding
dengan ibunya pada usia-usia awal kehidupan seorang anak.
Mengenai prosedur pembentukan
keterapilan sosial anak usia dini yaitu saat usia anak paling tidak berusia dua
tahun. Kemudian anak yang berusia dua tahun tersebut harus dibekali
dengan kesadaran emosi seperti rasa bersalah, rasa malu, perasaan disakiti,
bangga, dan sebagainya. Menurut Hamalik (2004), seorang anak yang siap untuk
masuk usia sekolah harus sudah dibekali dengan kesadaran emosi seperti rasa
bersalah, rasa malu, perasaan disakiti, bangga, dan sebagainya.
Anak-anak pada usia pra-sekolah
harus sudah dapat membedakan beberapa jenis emosi yang dirasakannya, sehingga
mereka tidak menjadi bingung tentang nilai-nilai dari emosi yang dirasakan oleh
mereka. Misalnya, seorang anak yang merasa iba kepada seorang anak yang dikucilkan,
sedangkan seluruh kawan-kawannya mengejek anak tersebut. Anak tersebut akan
mempunyai rasa ambivalen antara rasa empati dan rasa takut untuk dikatakan
pengecut karena tidak mau terlibat untuk turut mengejek anak yang dikucilkan
tersebut. Anak harus tahu bahwa merasa empati kepada anak yang dikucilkan
adalah perasaan yang lebih baik yang harus diikuti.
Oleh karena itu, pendidikan
karakter di sekolah, terutama pada usia TK dan SD, juga perlu dilakukan,
tentunya disesuaikan dengan tahap perkembangan umur anak. Hal ini berbeda
dengan Pendidikan Moral Pancasila yang selaim ini dilakukan yang hanya
menyentuh aspek akademik (hafalan dan pengetahuan saja), tetapi tidak
melibatkan aspek emosi (feeling) dan perilaku (acting).
F. Tahapan
Pembentukan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Pembentukan keterampilan sosial
anak usia dini ada tiga hal yang berlangsung secara terintegrasi. Kesatu, anak
mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan apa yang harus diambil, mampu
memberikan prioritas hal-hal yang baik.
Kedua, anak mempunyai kecintaan terhadap kebajikan,
dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk
berbuat kebajikan. Misalnya, anak tak mau mencuri, karena tahu mencuri itu
buruk, ia tidak mau melakukannya karena mencintai kebajikan.
Ketiga, anak mampu melakukan
kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Lewat proses sembilan pilar karakter yang
penting ditanamkan pada anak. Ia memulainya dari cinta Tuhan yang Maha Esa dan
alam semesta beserta isinya; tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian;
kejujuran; hormat dan santun; kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama; percaya
diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; keadilan dan kepemimpinan;
baik dan rendah hati; toleransi, cinta damai, dan persatuan.
Tujuan mengembangkan keterampilan
sosial anak usia dini adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu
tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan
komitmenya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukannya dengan
benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Membangun karakter yang efektif,
ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan semua anak menunjukan
potensi mereka untuk mencapai tujuan yang sangat penting. (Salim, dkk: 2004).
BAB
III
KESIMPULAN
IPS merupakan bidang studi baru,
karena dikenal sejak diberlakukan kurikulum 1975. Dikatakan baru karena cara
pandangnya bersifat terpadu, artinya bahwa IPS merupakan perpaduan dari
sejumlah mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi.
Adapun perpaduan ini disebabkan mata pelajaran-mata pelajaran tersebut
mempunyai kajian yang sama yaitu manusia Pendidikan IPS penting diberikan
kepada siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, karena siswa sebagai
anggota masyarakat perlu mengenal masyarakat dan lingkungannya. Untuk mengenal
masyarakat siswa dapat belajar melalui media cetak, media elektronika, maupun
secara langsung melalui pengalaman hidupnya ditengah-tengah masyarakat. Dengan
pengajaran IPS, diharapkan siswa dapat memiliki sikap peka dan tanggap untuk
bertindak secara rasional dan bertanggungjawab dalam memecahkan masalah-masalah
sosial yang dihadapi dalam kehidupannya.
Pendidikan anak usia dini
merupakan pendidikan awal, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan yang lebih
lanjut. Dalam hal ini peran orang tua sangat penting, karena orang tua adalah
pengenalan pertama tentang pendidikan.
Pada masa usia dini anak harus memenuhi aspek-aspek
perkembangan seperti moral, bahasa, kognitif, emosi, sosial, dan agama. Setiap
anak memiliki perkembangan yang berbeda, karena cara pola asuh mereka tidak
sama.
DAFTAR
PUSTAKA
Alma, dan Harlasgunawan. 1987. Hakikat Dasar Studi Sosial. Bandung: Sinar Baru.
Budiningsih, A. C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Daldjoeni. 1981. Dasar-dasar
Ilmu Pengetahuan Sosial (Buku Pengantar Bagi Mahasiswa dan Guru) .
Bandung:Penerbit Alumni.
Darsono, M. 2001. Belajar
dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Hamalik, O. 2004. Proses
Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Salim, A. dkk. 2004. Indonesia
Belajarlah. Semarang: Gerbang Madani Indonesia.
http://fitriawidie.blogspot.com/2012/10/hakikat-dan-karakteristik-konsep-dasar_5.html