Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

BERMAIN DAN PERMAINAN BAGI ANAK PRASEKOLAH





A. Hakikat Bermain Bagi Anak

            Waktu kita masih kanak-kanak, bahkan sudah masuk sekolah, baik di Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, maupun di Sekolah lanjutan, keinginan bermain tidak pernah padam. Mengapa ? Karena bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan dan mengasyikan, kita melakukan itu tanpa paksaan. Kita mendapatkan kebebasan dan bermain sesuka hati kita.
            Bermain pada masa awal kanak-kanak adalah kegiatan yang merupakan perbuatan bagi anak. Setiap hari anak bermain tidak henti-hentinya. Seolah-olah tidak ada capainya, ia baru berhenti kalau ia tidur. Dunia anak adalah dunia bermain. Dia tidak menginginkan pencapaian hasil tertentu atau prestasi tetapi yang dia inginkan kegiatan bermainnya itu. Karena pada saat kegiatan bermain berlangsung seluruh panca inderanya aktif bergerak, baik motorik maupun mental intelektual, emosi. Selain untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mentalnya, juga merangsang tumbuh-kembangnya percaya diri, disiplin, emosionalitas, sosialitas, personalitas, moralitas, agama dan sebagainya. Bermain merupakan suatu fenomena yang sangat menarik perhatian para ahli pendidikan, psikologi, filsafat dan ahli-ahli bidang ilmu yang lainnya.
            Mengingat betapa penting dan mendasarnya kegiatan bermain bagi anak, seorang “filosof” sekaligus “pedagog” dan “pakar psikologi”, mengemukakan bahwa “bermain adalah kesibukan yang amat hakiki” bagi anak yang merasa aman dalam dunia, yang berisikan berbagai kemungkinan. Pendapat ini dikemukakan oleh : “M.J. Langeveld” dalam bukunya “Studien Zur Anthropologie des Kindes” yang diterbitkan di Tubingen Jerman Barat.
            “Kruijt” mengatakan bahwa : “Bermain ialah suatu pekerjaan yang bersifat bebas, spontan yang dapat dilakukan dengan bebas pula tanpa memikirkan susah payah” (Kruijt, 1972). Ahli filsafat Yunani, Plato dan Aristoteles serta Frobel sebagai pendidik beranggapan bahwa bermain adalah kegiatan yang mempunyai nilai praktis.
            Bruner sebagai ahli psikologi perkembangan, mengatakan bahwa “bermain dalam masa kanak-kanak adalah kegiatan serius yang merupakan bagian penting dalam perkembangan tahun-tahun pertama masa kanak-kanak.” Karena dari berbagai pendapat terdahulu tentang bermain-main itu sendiri merupakan kegiatan yang bebas dan spontan.
            “Singgih Gunarsa” mengemukakan bahwa bermain adalah kebutuhan yang mutlak diperlukan anak, untuk mengembangkan seluruh aspek kehidupan beserta fungsinya. Pada orang dewasa atau remaja kegiatan ini tidak disebut bermain melainkan, misalnya : hobi, rekreasi, hiburan, olahraga, membaca dan sebagainya.
            Mengapa bermain menyenangkan ? Karena :
1.     Gerakan insting untuk melatih otot-otot
2.     Memperkuat rasa harga diri
3.     Dikagumi teman
4.     Menghayati berbagai emosi pada saat bermain
5.     Mendapat kepuasan
6.     Mendapat hadiah (pada bermain kompetitif).
Bermain pada anak tidak menghendaki pencapaian hasil atau tujuan, melainkan bermainnya itu sendiri, tetapi bagi orang dewasa bermain adalah kebalikannya bermain pada anak-anak, yaitu suatu bekerja yang dipaksakan untuk mencapai suatu tujuan dan merupakan kesungguhan.

B. Teori Bermain dan Fungsi Bermain

            Masa kanak-kanak merupakan masa pembentukan struktur dan fungsi dasar kepribadian manusia. Pada masa inilah diletakkan dan dilatihkan fungsi-fungsi motorik, sensorik afeksi, kemampuan berbahasa, kemampuan kognitif dan sebagainya. Berdasarkan pengembangan kemampuan-kemampuan tersebut muncullah teori-teori tentang bermain yang menopang dan memperkuat argumentasi, bahwa bermain bagi anak merupakan kebutuhan yang mutlak.
           

Beberapa pakar psikologi perkembangan dan pendidikan beserta teori-teorinya antara lain :
1.     Teori Kohnstamm
Berpendapat ciri yang pokok pada bermain ialah selalu terdapat suasana bermain. Dorongan untuk bermain adalah keinginan akan suasana itu bukan untuk mencapai prestasi. Pada setiap permainan terdapat upaya untuk mengatasi rintangan dan untuk mengembangkan keaktifan motorik maupun rohani. Jadi bermain menurut Kohnstamm : Bermain adalah perilaku dalam sebuah suasana yang dicari.
2.     Teori Rekreasi
Schaller dan Lazarus dua orang ilmuwan Jerman berpendapat bahwa “ Bermain adalah untuk melepaskan lelah (rekreasi).” Kelelahan perlu pemulihan tenaga, secara “aktif” dengan jalan bermain, “pasif” dengan cara berisitirahat.
3.     Teori Atavisme atau disebut juga teori Rekapitulasi
“Stanley Hall” seorang ahli Psikologi Amerika berpendapat bahwa “didalam perkembangannya anak melalui seluruh taraf kehidupan umat manusia yang diwariskan turun temurun. Anak selalu mengulangi apa yang dilakukan nenek moyangnya sejak dari masa dahulu sampai sekarang seperti : berburu, menangkap ikan, berperang dan sebagainya.
4.     Teori Hukun Biogenetis
Hukum Biogenetis adalah anak-anak selalu mengulangi apa yang dikerjakan nenek moyangnya. Teori Atavisme pernah disebut teori “Katarsis” karena dengan bermain dapat menyalurkan perasaan atau keinginan yang tidak sesuai dengan moral yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian melalui bermain jiwa menjadi bersih.
5.     Teori Kelebihan Tenaga
Berasal dari “Herbert Spencer” berpendapat bahwa energi yang berlebih yang tidak digunakan, dikeluarkan melalui kegiatan bermain. Bermain itu semacam klep pengaman bagi tenaga yang berlebihan.


6.     Teori Latihan Persiapan
“Karl Groos” berasal dari Jerman merumuskan bermain sebagai latihan. Fungsi-fungsi yang sangat penting bagi anak sebagai persiapan untuk hidup di masa dewasa kelak.
“Maria Montessori” adalah penganut teori ini. Masa kanak-kanak atau masa muda merupakan masa yang sangat penting untuk perkembangan. Bila tidak ada kemungkinan untuk perkembangan maka tidak diperlukan masa muda atau masa kanak-kanak.
Makin tinggi derajat kehidupan suatu makhluk makin tinggi peradabannya dan makin lama atau panjang masa mudanya.
“Montessori” mengatakan bahwa bermain itu adalah melatih fungsi-fungsi melalui bermain anak selalu merasa senang dan bebas. Itulah sebabnya Montessori membelajarkan seluruh aspek kehidupan kepada anak-anak melalui kegiatan bermain.
7.     Teori Psikologi Dalam (Sigmund Freud dan Adler)
“Freud” berpendapat bahwa bermain adalah manifestasi dari nafsu-nafsu yang ada di dalam bawah sadar dan bersumber dari dorongan nafsu “seksual”. Kegiatan bermain adalah bentuk pemuasan dari dorongan tersebut. Menurut “Adler” bermain merupakan pernyataan nafsu-nafsu yang ada di bawah sadar, tetapi sumbernya adalah dorongan nafsu “berkuasa”, maka ia berpendapat bermain adalah bentuk upaya untuk menutup-nutupi perasaan harga diri kurang (minderwaardigheid).
            Dilihat dari sudut pandang yang hampir sama, maka “bermain” merupakan kegiatan yang sangat penting dan mutlak bagi perkembangan hidup anak.
Fungsi bermain :
1.     Melatih otot-otot dan pancaindera
      Anak dapat melompat dan menjaga keseimbangan badannya, mengkoordinasikan aspek motoriknya dengan gerak dan pancaindera bahkan dengan pikirannya. Pendek kata anak melatih fungsi-fungsi fisiknya.
2.     Pengenalan lingkungan dan dunianya
Ia harus mengenal tempat dimana permainan dilakukan, apakah tempat itu sawah atau ladang atau disitu penuh dengan bangunan rumah.
3.     Melatih kemampuan eksplorasi dan eksperimentasi
      Eksplorasi yaitu pengenalan dan interaksi dengan lingkungan hidup. Si anak mencari tahu ada apa saja di tempat itu, berbahayakah atau menyenangkankah ? Bagaimana berperilaku ?
      Anak memiliki keingintahuan yang sangat besar terhadap  sesuatu yang baru ditemuinya.
4.     Menghayati berbagai emosi pada waktu bermain
      Suasana bermain membimbing anak untuk mengenal dan memahami suasana tersebut. Ia merasakan kesenangan, kekhawatiran, keamanan, keterikatan alam dirinya tercermin dalam perilakunya.
Manfaat bermain antara lain :
1.     Memperoleh kegembiraan, kesenangan dan kepuasan
2.     Mampu mengenal kekuatan sendiri
3.     Menebalkan kepercayaan diri sendiri
4.     Memperkuat kemauan dan motivasi
5.     Menambah rasa kejujuran dan keadilan
6.     Menguatkan perhatian
7.     Menumbuhkan kreativitas
8.     Menghidupkan fantasi dan imajinasi
9.     Memberi kesempatan kepada anak yang cakap untuk memimpin.

C. Jenis – jenis Permainan

            Permainan erat hubungan dengan kata bermain. Bermain kegiatan yang menekankan kepada proses, permainan menekankan kepada alat atau sarana. Kedua kata bermain dan permainan mengandung kata kerja, karena ada kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau hewan.
            Dari beberapa buah teori tentang bermain, dapat disimpulkan bahwa bermain adalah “kegiatan/aktivitas khususnya yang dilakukan manusia”. “Permainan” adalah proses bermain yang di”bendakan” (mainan).





Macam-macam permainan
1.     Permainan Fungsi
Permainan tanpa rangsangan dari luar maupun menggunakan mainan.
Contoh : hanya menggerakkan tangan dan kaki si bayi mendapatkan nilai bagi perkembangannya.
2.     Permainan Gerak
Awal permainan dilakukan si bayi seorang diri, setelah berumur + 3 tahun membutuhkan teman untuk bermain, suka bercanda, berlari-lari, melompat, memanjat dan sebagainya. Permainan gerak umumnya membutuhkan irama/musik dan anak akan suka sekali menerimanya.
3.     Permainan Membentuk (Kontrusktif)
Kegiatan membentuk pada tahun pertama hanya bersifat “merusak”, merobek, menarik-putuskan, dan sebagainya. Pada usia 2 tahun anak dengan tidak sengaja mengalami bahwa ia sanggup membuat “sesuatu”.
4.     Permainan Ilusi (Pernyataan Fantasi Anak)
Contoh : sepotong tongkat merupakan kuda, kursi merupakan mobil, atau kadang-kadang bajaj atau kereta api.
5.     Permainan Menerima (Reseptif)
Permainan yang didorong oleh perasaan keingin-tahuan dan rasa kagum. Pada anak usia + 5 tahun anak suka melihat gambar, mendengar cerita, melihat sesuatu, sepintas sikapnya pasif dan jiwanya yang aktif.
6.     Permainan Prestasi
Semacam permainan fungsi, karena tujuannya melatih fungsi yang bersangkutan. Pendapat Frobel dan Montessori berbeda terutama dalam permainan fungsi. Montessori lebih menghargai permainan fungsi dan gerak. Permainan ilusi merugikan karena tidak membawanya kepada kenyataan. Frobel sebaliknya yang penting adalah kegembiraan serta fantasinya yang dengan bebas menyatakan diri dalam permainan.
Pada Montessori semua permainan merupakan latihan fungsi. Akibat perbedaan pendapat maka menurut “Frobel” anak-anak boleh bermain sekehendak hatinya dengan alat-alat pelajarannya, sedangkan menurut “Montessori” anak-anak hanya boleh bermain menurut cara yang sudah ditetapkan masing-masing alat.

7.     Permainan Peran
Permainan ini merupakan permainan fantasi, seperti : bermain sekolah-sekolahan, pasar-pasaran, ibu-ibuan, dan sebagainya. Permainan ini  baginya adalah kenyataan, keadaan sesungguhnya.

D. Fungsi Mainan

-        Membantu mengembangkan fungsi aspek jasmaniah
      Pada bayi è mainan yang diberikan untuk pengembangan fungsi anggota tubuh dan panca indera (kerincingan).
-        Pada anak yang sudah mulai berjalan diberikan mainan yang dapat didorong dan berjalan.
-        Pada usia anak 3-4 tahun diberikan mainan, antara lain :
a.      Sepeda untuk melatih keseimbangannya.
b.     Bongkar pasang untuk melatih jari-jarinya, melatih ketelitian
c.      Bola untuk melatih aspek motorik dan sebagainya.
d.     Mengembangkan fungsi aspek rohaniah
e.      Menara gelang yang berwarna warni (melatih berpikir mengklasifikasikan warna).
f.      Puzzel
g.     Papan mozaik.
Mayke Sugianto mengemukakan bahwa alat permainan yang edukatif dan mempunyai beberapa ciri antara lain :
1.     Dapat dimainkan dalam berbagai tujuan dan manfaat.
2.     Ditujukan untuk anak prasekolah.
3.     Bentuk dan penggunaan cat sangat diperhatikan keamanannya.
4.     Melibatkan anak secara aktif.
5.     Sifatnya konstruktif.
Syarat-syarat alat permainan yang baik menurut “Kohnstamm” :
1.     Memberi kemungkinan untuk mencoba
2.     Berat dan ukurannya sesuai dengan anak
3.     Tidak membahayakan.
4.     Bahannya kuat.
5.     Berbentuk sederhana.
6.     Berwarna yang menarik.
Dapat dicuci, tidak luntur.     

Blog Archive