BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama
bagi anak. Dalam kehidupan anak tentunya keluarga merupakan tempat yang sangat
vital. Anak-anak memperoleh pengalaman pertamanya dari keluarga. Dalam keluarga
peranan orang tua sangatlah penting. Mereka merupakan model bagi anak. Ketika
orang tua melakukan sesuatu anak-anak akan mengikuti orang tua mereka. Hal ini
disebabkan anak dalam masa meniru. Orang tua yang satu dengan orang tua yang
lainnya dalam mendidik anak-anak tentunya juga berbeda. Mereka mempunyai suatu
gaya atau tipe-tipe tersendiri. Dan tentunya gaya-gaya tersebut akan
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Terutama perkembangan sosio-emosinya
Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu
yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan
psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan
tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan
atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik
pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan yang
bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya (Sunarwati, 2007).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep pendidikan anak ?
2. Bagaimana Pendidikan Anak Dalam
Keluarga Menurut Islam ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan anak.
2. Untuk mengetahui pendidikan anak dalam keluarga
menurut Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Pendidikan Anak
1. Pengertian Pendidikan Anak
Pengertian pendidikan
anak dalam Islam erat hubungannya dengan pendidikan Islam, sebab anak adalah
obyek dalam proses pendidikan. Sebelum melanjutkan pengertian pendidikan anak
maka terlebih dahulu penulis ketengahkan tentang pengertian pendidikan.
Petama, dalam bahasa Arab ada tiga istilah yang biasa
digunakan untuk menyebut pendidikan. Yaitu: Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib, namun yang paling populer digunakan adalah istilah Tarbiyah. Dari kata tarbiyaah ini, Imam
Al-Baidlowi dalam tafsirnya Anwar At-Tanzil Wa Asrar
At-Ta’wil, mengemukakan pengertian tarbiyah sebagai
menyampaikan sesuatu hingga mencapai kesempurnaan ( Nahlawi,1995:21).
Selanjutnya menurut
An-Nahlawi, kata tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu raba-yarbuyang artinya bertambah dan berkembang, rabiya-yarba dengan wazan (bentuk) khafiya-yakhfa
yang berarti tunbuh dan berkembang, rabba-yarbbu dengan wazan (bentuk) madda yamuddu yang berarti memperbaiki,
mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga dan memperhatikan. Pendidikan menurut Ahmadi, pendidikan adalah proses
kegiatan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan seirama dengan
perkembangan peserta didik (Ahmadi, 1992:16)
Kata pendidikan (education), dalam pandangan barat adalah suatu kata akar kata yang
menunjukkan aktifitas pembentukan individu melalui pembentukan jiwanya, agar
dalam hidupnya tertanam kebahagiaan, baik kepada dirinya maupun orang lain
dalam sebuah acuan karakteristik yang sempurna (Daud, 1995:20). Sementara menurut Mahmud Ali
sendiri bahwa pendidikan adalah sebuah system sosial yang menetapkan pengaruh
adanya efektif dari keluarga dan sekolah dalam membentuk generasi muda dari
aspek jasmani, akal dan akhlak. Sehingga tercipta generasi yang baik yang dapat
hidup diligkungannya. Senada dengan pendapat ini jalaluddin berpendapat bahwa
pendidikan adalah usaha untuk membimbing dan mengembangkan makhluk sosial
secara bertahap sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya, jenis kelamin,
bakat, tingkat kecerdasan, serta potensi spiritual yang dimiliki masing-masing
secara makimal.
Dalam Hadis Nabi saw.
Menjelaskan tentang pendidikan anak yang harus diberikan oleh kedua orang
tuanya sebagai bekal untuk masa depan. Yakni pendidikan adalah mengajarkan anak
agar dapat menulis dan membaca, berenang, memanah dan mengajari sesuatu yang
baik. Hadis tersebut adalah:
“Telah menceritakan kepada kita Abu Qasim Abdurrahman bin
Muhammad bin Siraj memberikan kabar dengan mendekte Abu Hasan Ahmad bin
Muhammad bin Abdusiththara’ifi memberi kabar kepada Usman bin Said telah
menceritakan kepada kita Yazid bin Abdirrobbin telah menceritakan kepada kita
Baqiyyah dari Isa bin Ibrahim dari Zuhri dari Abi Sulaiman Maula Abi Rofi’
berkata : Katakan kepada saya ya rasulullah: Apakah anak mempunyai hak seperti
hak kita (orang tua) kepada mereka. Nabi Menjawab: Ya, hak anak atas bapaknya
adalah mengajarkan tulis, renang, memanah dan mewarisinya dengan hal yang baik”
(HR. Al Baihaqi).
Istilah berenang dan
memanah adalah sesuatu aktifitas yang berhubungan dengan lingkungan alam, agar
anak dapat memiliki perkembangan potensi dalam menghadapi sebuah kehidupan.
Sedangkan sesuatu yang baik adalah berkaitan dengan sifat dan sikap dalam
memahami dan mengambil sesuatu yang bermanfaat untuk hidup.
Ahmad D Marimba, juga
tidak jauh berbeda. Ia mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohni
siterdidik menuju kepribadian yang utama. Kepribadian utama yang dimaksud oleh marimba ini adalah sebuah
kepribadian yang mengarah pada terbentuknya kerpibadian muslim yakni sebuah
pribadi yang mampu melaksanakan fitrah manusia sebagai hamba Allah dan
khalifatullah. Jadi dari beberapa pendapat tersebut dapat kami simpulkan bahwa
arti pendidikan adalah sebuah proses untuk pendewasaan yang melibatkan berbagai
media, materi, alat, serta tujuan (Nata, 1997:20).
Sementara kata “anak”,
sering diartikan sebagai masa dalam perkembangan dari berakhirnya masa bayi
menjelang pubertas. Dari uraian tersebut tentu dapat dipahami bahwa pndidikan anak
adalah bimbiungan atau suatu proses yang diberikan oleh orang yang lebih dewasa
(orang tua atau guru), demi terbentuknya kedewasaan, baik emosi, mental, cara
berpikir, maupun kedewasaan fisik bagi generasi penerus, mulai dari anak keluar
dari fase bayi hingga menjelang pubertas.
2. Dasar Dan Tujuan Pendidikan
Anak
a. Dasar Pendidikan Anak
Dalam pelaksanaan pendidikan anak di
Indonesia mempunyai dasar yang dapat ditinjau dari segi aspek berikut:
- Dasar yuridis atau hukum
Dasar dari sisi ini
berasal dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang secara langsung dapat
dijadikan pedoman atau dasar dalam pelaksanaan dan pembinaan anak, yang dapat
dilihat pada undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003
pada bab II pasal 3 yaitu, pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratif serta bertanggung jawab.
- Dasar religius atau agama
Adalah dasar yang
bersumber dari ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan al-Hadist. Dalam al-Qur’an
bahwa anak adalah sama dengan amanah dari Allah, yang disebutkan dalam surat
At-Tahrim ayat 6
“wahai
orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka……”
Menurut tafsir
ayat-ayat pendidikan (tafsir al-ayat Al- Tarbawih), Dr. H. Abuddin Nata.
Memberikan penjelasan, bahwa “quuanfusakum” berarti membuat penghalang
datangnya siksaan api neraka, dengan cara menjauhkan perbuatan maksiat,
memperkuat diri agar tidak mengikuti hawa nafsu, dan senantiasa taat
menjalankan perintah Allah SWT. Sedangkan “wa ahlikum” adalah keluarga yang terdiri
dari istri, anak, pembantu, dan budak, diperintahkan untuk menjaganya dengan
cara memberikan bimbingan, nasehat dan pendidikan kepada mereka.
Ayat ini memberikan
anjuran untuk memberikan pendidikan dan pengetahuan mengenai kebaikan terhadap
diri dan keluarga. Dalam tafsir HAMKA menjelaskan, bahwa beriman saja tidaklah
cukup, iman mestilah dipelihara baik untuk keselamatan diri dan rumah tangga.
Sebab dari rumah tangga itulah dimulai menanamkan iman dan memupuk Islam.
Karena dari rumah tangga itulah akan terbentuk umat. Dan dalam umat itulah akan
tegak masyarakat Islam. Masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang bersamaan
pandangan hidup, bersamaan penilaian terhadap alam.
M. Quraish Shihab juga
menjelaskan berkaitan dengan surat Ah Tahrim ayat 6 tersebut. Yaitu memberikan
makna pada “memelihara keluarga” yang meliputi, istri, anak-anak dan seluruh
yang ada di bawah tanggung jawab suami, dengan membimbing dan mendidik mereka
agar semuanya terhindar dari api neraka. dan lagi Ahmad Mushthafa Al Maraghi juga memberikan penafsirannya
berupa, mengajarkan kepada keluarga akan perbuatan yang dapat menjaga diri
melalui nasehat dan pengajaran. Yang dimaksud al-ahl (keluarga), disini mencakup
istri, anak-anak, budak baik laki/perempuan.
Dalam hadits nabi
disebutkan:
“Telah menceritakan kepada kita Abdan
telah mengabarkan kepada kita Abdullah telah mengabarkan kepada kita Yunus dari
Zuhri sesungguhnya Aba Hurairah ra. Berkata : Rasulullah saw berkata: Tiada
seoarang anakpun yang lahir kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka
kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR.Bukhari).
b. Tujuan pendidikan anak
Islam sebagai agama
kesejatian bagi manusia, menempatkan masalah pendidikan yang bertujuan
memelihara dan mengembangkan potensi kesejatian manusia pada tempat pertama
dalam ajarannya, sebagaimana yang diisyaratkan dalam ajarannya yang pertama
untuk mencerdaskan manusia lewat proses baca-tulis yang akan mengembangkan
ilmunya untuk mencapai tujuan spiritual, materi, sosial, individu dan tujuan
lainnya.
Dalam membahas tujuan
pendidikan anak, tentu tidak dapat lepas dari tujuan pendidikan islam yaitu
untuk mencapai tujuan hidup muslim. Sebagaimana ungkapan Chabib Thoha bahwa
tujuan pendidikan, secara umum adalah untuk mencapai tujuan hidup muslim,
yakni menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhlik Allah SWT. Agar
mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beribadah
kepada-Nya.
Pendapat senada juga
dikatakan oleh Heri Noer Aly dan Munzier tentantg tujuan pendidikan Islam dan
mengkategorikannya menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum tujuan
pendidikan Islam adalah berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk,
bertakwa, dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akherat.17 Dari tujuan umum tersebut, kemudian mereka membagi menjadi tiga
tujuan khusus, yaitu: (1) Mendidik individu yang saleh dengan memperhatikan
dimensi perkembangan, meliputi ruhaniah, emosional, sosial, intelektual dan
fisik. (2) Mendidik anggota kelompok sosial yang saleh, baik dalam keluarga,
maupun masyarakat muslim. (3) Mendidik manusia yang saleh bagi masyarakat.
Sehingga, dari
tujuan-tujuan tersebut, diharapkan proses pendidikan dapat menciptakan manusia
yang bertakwa kepada Allah. Karena ketakwaan merupakan sumber kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Dengan pendidikan Islam, kedamaian hidup di dunia
(bermasyarakat dan bernegara) dapat terjalin dengan baik, sehingga membawa
kebahagiaan akhirat.
3. Pendidikan Anak Dalam
Perspektif Islam dan Psikologi.
a. Pendidikan Anak Dalam
Perspektif Islam
Islam tidak memandang
anak dengan teropong yang sempit, Islam melihat anak secara lebih riil dan
lebih proporsional artinya, kehidupan anak tidak dipenggal, dilepaskan dari
dunianya serta dimensi dan prospeknya.19 Pertama keanakan dilihat sebagai tahapan awal dalam perkembangan
manusia, kehidupan dan perkembangan anak dilihat dalam rintangan historisnya,
maka mengenali (dan mendidik anak) haruslah memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan
lainnya baik fisik maupun psikis.
Kedua, anak adalah
amanah dari Allah yang dititipkan kepada orang tuanya. Istilah amanat
mengimplikasikan keharusan mengahdapi dan memperlakukannya dengan sungguh
hati-hati, teliti dan cermat. Sebagai amanat, anak harus dijaga, diraksa,
dibimbing dan diarahkan selaras dengan apa yang diamanatkan. Ketiga, anak
membawa potensi fitrah. Anak dilahirkan dalam keadaan lengkap dan tidak pula
dalam keadaan kosong. Ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Memang ia dialahirkan
dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Akan tetapi ia telah dibekali denga
pendengaran, penglihatan dan kata hati (Af-Idah), sebagai modal yang harus
dikembangkan dan diarahkan kepada martabat manusia yang mulia, yaitu mengisi
dan menjadikan kehidupannya sebagai takwa kepada Allah. Sebagaimana dijelaskan
dalam Qur’an Surat Al-Hujarat ayat 13.
ا“Sesungguhnya orang yang paling mulia
disisi Allah, ialah orang yang paling takwa diantara kaliyan.” (Al-Hujarat ayat 13)
Bila kedua orang tua
berhasil merealisasikan tanggung jawabnya sebagai orang tua, sebagai pendidik
pertama, maka anak akan tampil dalam wajahnya yang ketiga, yaitu anak sebagai
hiasan kehidupan di dunia.
Salah satu tugas utama
orang tua adalah mendidik keturunannya. Dengan kata lain relasi antara anak dan
orang tua itu secara kodrati tercakup unsur pendidikan untuk membangun
kepribadian anak dan mendewasakannya. Ditambah dengan adanya menjadi agen
pertama dan terutama yang mampu dan berhak menolong keturunannya serta wajib
mendidik anak-anaknya.
Masa pengasuhan anak
dalam Islam terhitung sejak anak dalam kandungan, orang tua harus sudah
memikirkan perkembangan anak dengan menciptakan lingkungan fisik dan suasana
batin dalam rumah tangga.22 Jadi, pendidikan anak dalam Islam adalah merupakan tanggung jawab
mutlak kedua orang tuanya sebagai amanah dari Allah agar menjadi mahluk yang
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
b. Pendidikan Anak Dalam
Perspektif Psikologi
Dalam usaha mendidik
anak tentu disesuaikan dengan usia perkembangan serta kemampuan dari anak.,
sehingga banyak perbedaan pandangan tentang fase perkembangan anak. Menurut
Husaini, anak adalah masa periode perkembangan dari berakhirnya masa bayi (0,0
– 3,0 Th), hingga menjelang pubertas.23 Sedangkan menurut Hanna Djumhana Bustaman yang dimaksud dengan
anak adalah masa antara 3,0 th sampai dengan sekitar 11,0 th yang mencakup
tahapan, masa pra-Sekolah (3,0 – 5,0 th), masa Peralihan (5,0 – 6,0 th), masa
Sekolah (6,0 – 12,0 th), yang masing-masing menunjukkan tanda-tanda kekhususan
sendiri.
Subino subroto membagi
perkembangan anak menurut usia antara lain, periode pertama, umur 0-3 th. Pada masa ini yang terjadi adalah perkembangan fisik
penuh. Periode kedua, umur 3-6 th, pada masa ini yang domonan bagi anak adalah
perkembangan bahasanya. Oleh karena itu, ia akan bertanya segala macam. Dalam
periode ini merupakan masa yang baik untuk mengajari anak dengan bahasa yang
baik dan benar. Periode ketiga,umur 6-9 th, yaitu masa social imitation atau masa mencontoh. Pada usia ini sangat baik untyuk menanamkan
contoh-contoh teladan yang baik. Periode keempat, umur 9-12 th, periode ini disebut second star of individualization. Tahap ini adalah tahap individualisasi anak usia ini sering
mengeluarkan back ide, tetapi sebaliknya juga sudah timbul pemberontakan dalam
arti menentang apa yuang tadinya dipercayai sebagi nilai atau norma. Dan masa
ini disebut masa kritis yang sudah saatnya mendapatkan konfirmasi. Periode kelima, umur 12-15 th, yang disebut social adjusment, yaitu penyesuaian diri secara
sosial. Disini sudah mulai terjadi pematangan, sudah menyadari adanya lawan
jenis. Pada umur ini juga tumbuh sikap-sikap humanistic, oleh karena itu maka
pengokohan hidup secara Islami sudah waktunya untuk diperkuat. Periode keenam, umur 15-18 th, masa penentuan
hidup, mau apa dia nantinya.
Pendidikan anak secara
umum didalam keluarga terjadi secara alamiah, tanpa disadari oleh orang tua,
namun pengaruh buruk yang kadang dilakukan oleh orang tua, akan berakibat
sangat besar, terutama tahun-tahun pertama dari kehidupan anak atau pada masa
balita (dibawah lima tahun). Pada umur tersebut pertumbuhan kecerdasan anak
masih terkait dengan panca inderanya dan belum bertumbuh pemikiran logis atau
maknawi abstrak atau dapat dikatakan bahwa anak masih berpikir inderawi.
Terkadang peran orang
tua dalam usahanya untuk mendidik anak sudah semaksimal mungkin dan masih juga
gagal, itu tidak jadi apa, dan orang tua tidak bisa disalahkan begitu saja.
Bukankah Tuhan sendiri telah memberi tahu keadaan kita tentang belum pastinya
pendidikan ini apalagi dengan cara yang semaunya, tanpa dengan cara-cara yang
baik, dengan cara yang baik saja terkadang masih gagal, apalagi yang tidak
memakai cara sama sekali. Meskipun berhasil hanya ada seribu satu, dan itu
adalah karena Allah SWT semata. Penjagaan, kasih sayang, serta kebaikan orang
tua pada anak adalah bagian penting dari entitas pendidikan guna mewujudkan
kekayaan personal anak serta menghilangkan berbagai kekcauan mental yang
merupakan penyakit paling serius.
B. Pendidikan Anak Dalam Keluarga Menurut Islam
1. Pendidikan Anak dalam Keluarga
Pendidikan anak dalam
keluarga menurut Islam, dalam bahasa Arab, istilah pendidikan (education)
secara leksikal berarti “Tarbiyah” dengan pengertian
mengembangkan, memelihara, mangasuh atau membesarkan. Sedangkan dari kutipan Andrias Harefa dari gagasan Nurcholis
Madjid dalam tulisannya tentang “Hubungan Orang Tua dan Anak” dari pengertian tarbiyah ini mengandung pra -anggapan
bahwa dalam diri manusia terdapat bibit-bibit kebaikan. Bibit itu dapat
dikembangkan (atau dilakukan tarbiyah kepadanya), tapi dapat juga terlambat,
tersumbat dan mungkin juga mati jika tidak dikembangkan. Dalam idiom keagamaan
bibit naluri kebaikan itu disebut fitrah. Dari kata fitrah inilah
pendidikan diwujudkan dalam sebuah keluarga kepada anak-anak yang lahir dari
sebuah rumah tangga yang telah menikah yang terdiri dari ayah, ibu dan
anak-anaknya.
a. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah salah
satu elemen pokok pembangunan entitas-entitas pendidikan, menciptakan proses-proses
naturalisasi soaial, membentuk kepribadian, serta memberi berbagai kebiasaan
baik pada anak-anak yang akan terus menerus bertahan selamanya. Dengan kata
lain keluarga merupakan benih awal penyususnan kematangan individu dan struktur
kepribadian. Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam kehidupan manusia
sebagai makhluk sosial dan merupakan unit pertama dalam masyarakat. Dalam
keluarga pulalah proses sosialisasi dan perkembangan individu mulai terbentuk.
b. Unsur – Unsur Keluarga
Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia, dikatakan bahwa keluarga adalah orang seisi rumah yang
terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Maksud dari uraian tersebut berarti
bahwa unsur keluarga meliputi : Ayah, Ibu dan Anak. Keluarga bagi para Sosiolog,
adalah sebuah ikatan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak
mereka, juga termasuk kakek-nenek serta cucu-cucu dan beberapa kerabat asalkan
mereka tinggal dirumah yang sama. Sosiologi lainnya beranggapan bahwa suatu
perbikahan tanpa adanya anak keturunan tidak dapat dianggap sebagai keluarga.
Dalam keluarga ayah
sebagai pemimpin keluarga (rumah tangga) dan pemberi nafkah, sedangkan ibu
mengurus rumah tangga, memelihara dan mendidik anak. Ayah dan ibu (orang tua)
memiliki kedudukan yang istimewa di mata anak-anaknya. Orang tua memiliki
tanggung jawab yang besar untuk mempersiapkan dan mewujudkan kecerahan hidup
masa depan anak, maka mereka dituntut untuk berperan aktif.
c. Fungsi dan Peran Keluarga bagi
Pendidikan Anak
Secara rinci fungsi
sebuah keluarga dalam pendidikan anak adalah untuk dapat menciptakan keturunan
yang baik dan membesarkan anak. Dapat memberikan kasih sayang, dukungan dan
keakraban. Untuk mengembangkan kepribadian, mengatur pembagian tugas,
menanamkan kewajiban, hak dan tanggung jawab. Dan untuk meneruskan atau
mengajarkan adat istiadat, kebudayaan, agama, sistem moral kepada anak selaku
generasi penerus dari sebuah keluarga.
Peran keluarga dalam
pendidikan anak, merupakan kemampuan penting dalam satuan pendidikan kehidupan
keluarga (family life education). Disini peran keluarga adalah
sebagai pendidik bagi anak-anaknya yang telah lahir dari rahim ibu yang
sebelumnya dilalui dari proses perkawinan atau pernikahan yang syah. Peran
keluarga juga sebagai Dai. Maksudnya dengan metode dakwah bagi proses
pendidikan anak, dengan tanggung jawab yang kokoh dan ada keserasian hubungan
yang Islami yang sesuai dengan aturan nilai-nilai yang religius.
Istilah pendidikan
anak dalam keluarga, secara etimologi para pakar menaruh perhatian besar untuk
menerangkan. Pendidikan anak adalah badan atau organisasi termasuk organisasi
yang paling kecil sekalipun yaitu organisasi rumah tangga yang bertujuan
melakukan usaha pendidikan bagi anak-anak. Dalam hal ini pendidikan anak
langsung ditangani oleh pihak keluarga yang bersangkutan dan pendidik yang
paling berkompeten adalah orang tua si anak jika tidak ada udzur. Udzur dalam hal ini adalah bisa berupa sakit yang parah ataupun
karena meninggal dunia sehingga hak pengasuhan berpindah pada kerabat terdekat.
Namun tidak diperkenankan pada non-muslim dalam pengasuhannya atau lembaga
pendidikan anak pada sekolah agama selain Islam, karena dapat membuka pintu
kekafiran bagi anak.
Keluarga merupakan
lapangan pendidikan yang pertama, dan pendidiknya adalah kedua orang tua bagi
anak-anaknya. Orang tua sebagai pendidik kodrati, karena secara kodrat ibu dan
bapak diberikan oleh Tuhan berupa naluri sebagai orang tua. Pendidikan keluarga merupakan
pendidikan alamiah yang melekat pada setiap rumah tangga. Institusi keluarga
merupakan lingkungan pertama yang dijumpai anak dan yang mula-mula memberikan
pengaruh yang mendalam serta memegang peranan utama dalam proses perkembangan
anak.
Jadi pendidikan
keluarga dapat diartikan sebagai usaha dan upaya orang tua dalam memberikan
bimbingan, pengarahan, pembinaan dan pembentukan kepribadian anak serta
memberikan bekal pengetahuan terhadap anak agar dapat lebih mandiri dalam
menyesuaikan diri pada setiap realitas pendidikan yang dihadapinya kelak.
Memang dalam hal ini tidak mudah, tapi dengan kesabaran dan perhatian khusus
tentu hal ini akan tercipta dengan mudah dan menjadi kebiasaan tersendiri pada
sebuah keluarga yang mandiri dan memperhatikan perkembangan anak.
2. Fungsi Pendidikan Anak Dalam
Keluarga
Fungsi dari pada
pendidikan anak dalam keluarga adalah akan lebih memperkuat tali cinta dan
kasih diantara kedua orang tua dengan anak. Berlangsungnya peranan pendidikan
anak dalam sebuah keluarga, akan membuat anak dapat belajar bagaimana sesuatu
itu dilihat, diraba, didengar, dicium dan dirasa. Pengalaman ini merupakan
pilar-pilar terpenting bagi pembinaan mental emosional dan mental intelektual
anak. Anak dengan pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sehari-hari bersama
kedua orang tuanya merupakan unsur pertama dimana anak membina dan menciptakan
sebuah realitas baru bagi diri dan masa depan anak. Hal inilah yang akan menjadi
pondasi pertama bagi tumbuhnya kecerdasan anak dan sekaligus menjadi awal
berdirinya kemampuan berpikir bagi anak.
Dengan memberikan
pendidikan fisik pada anak yang dalam bahasa Arab disebut sebagai tarbiyah jismiyah, orang tua akan membantu mengembangkan jasmaninya dengan kekuatan
yang diridhoi Allah. Sehingga anak kelak mampu menghadapi tantangan
kesulitan-kesulitan dalam mengisi kesempatan dan peluang pembangunan menuju
kesempurnaan hidupnya. Pendidikan fisik adalah awal dari pendidikan yang
lain-lainnya, sebab pendidikan lain tidak akan dapat terwujud sebelum
pendidikan fisik diberikan kepada sang anak.
Demikian halnya dengan
pemberian fasilitas pendidikan intelektual atau tarbiyah aqliyah, maka peran orang tua akan menyiapkan anak
dalam mewujudkan dan mengembangkan kecerdasannya serta menajamkan pisau
analisanya sehingga mampu menalar sekian banyak fenomena dan realitas kehidupan
untuk menghasilkan konklusi (kesempatan) yang bermanfaat bagi dirinya dan juga
masyarakat serta negara dan agamanya. Daya tangkap intelektual anak dalam menerima dan memahami sebuah
realitas kehidupan mungkin saja dapat terbangun dan terwujud setelah adanya
fiasilitas-fasilitas yang mendukung, semisal bacaan ringan, dongeng,
gambar-gambar sesuatu yang dapat merangsang pemikiran anak dan lain sebagainya
yang dapat membentuk inteletual anak.
Adapun hal lain yang
tidak kalah pentingnya adalah pemberian pendidikan emosi dan sikap sosial atau tarbiyah ruhaniyah dan tarbiyah adabiyah, dimana orang tua membuka kesempatan pada anak untuk mengembangkan
sikap perilaku yang benar melalui teori dan praktek, agar mengahsilkan anak
yang memiliki pengetahuan agama yang fungsional dalam melaksanakan tugasnya
sebagai khalifah di bumi. Dalam hal ini anak dirangsang
dengan sebuah tindakan nyata dari orang tua yang berkaitan dengan emosi anak
dan kemampuan sikap sosial anak terhadap sebuah realitas.
3. Materi Pendidikan Anak Dalam
Keluarga
a. Pendidikan Aqidah
Aqidah merupakan
materi pertama yang harus diberikan kepada anak dalam rangka merealisasikan
pendidikan dalam sebuah keluarga yang agamis. Materi ini mencapai enam aspek,
yaitu : Iman kepada Allah, kepada Malaikat Allah, kepada Kitab Allah, kepada
Rasul Allah, kepada hari akhir dan kepada ketentuan yang telah dikehendaki
Allah. Iman lebih awal harus sudah ditanamkan pada diri anak sejak masa
pertumbuhannya. Hal ini penting agar pertumbuhan dan perkembangannya selalu
berada di bawah kendali iman yang telah dimilikinya. Dengan terbentuknya aqidah pada
anak diusia dini, akan lebih mempermudah masuknya ingatan-ingatan yang agamis
yang dilakukan secara nyata oleh kedua orang tuanya.
Dalam upaya menanamkan
nilai keimanan pada diri anak memerlukan kesabaran dan ketekunan. Iman
merupakan hal yang ghaib sehingga sukar ditangkap dalam panca indera. Sedangkan
anak, menurut teori perkembangan, baru dapat berpikir secara abstrak setelah
mencapai usia kira-kira 11 tahun. Oleh karena itu penanaman nilai-nilai
keimanan pada diri anak memerlukan kesabaran dan ketekunan dari orang tua
maupun para pendidik. Memahami perkembangan anak dan spiritualnya dalam mewujudkan
keimanan, adalah sebuah landasan utama bagi berjalannya nilai-nilai keimanan
yang telah ada dan diketahui sesuai dengan daya tangkap anak terhadap realitas
wujud keimanan secara nyata.
b. Pendidikan Ibadah
Ibadah merupakan
materi kedua yang harus diberikan kepada anak. Pendidikan ibadah merupakan
tindak lanjut dari pendidikan aqidah. Hubungan antara aqidah dan ibadah
merupakan suatu yang saling tergantung. Bentuk ibadah yang dilakukan oleh anak
merupakan cermin dari aqidah yang dimilikinya.
Masa kecil bukanlah
masa pembebanan atau pemberian kewajiban, tetapi merupakan masa pembelajaran
dan persiapan latihan dan pembiasaan, sehingga pada saat anak memasuki usia
dewasa, mereka dapat melakukan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan sebab
sebelumnya mereka telah terbiasa melakukan ibadah tersebut. Pendidikan dalam beribadah bagi anak ini
terbagi dalam lima dasar pembinaan yang meliputi pembinaan shalat, puasa,
ibadah haji, zakat, dan lain-lain.
c. Pendidikan Akhlak
Akhlak merupakan
materi ketiga yang harus diberikan kepada anak sejak usia dini. Akhlak
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari akidah dan ibadah, karena
akhlak adalah buah dari iman dan ibadah seseorang, orang yang beriman akan
memiliki akhlak yang baik. Oleh karena itu iman seseorang dianggap tidak
sempurna apabila akhlaknya buruk atau tercela.
Akhlak berasal dari
bahasa Arab “Khuluk” yang dapat diartikan dengan kebiasaan, perangai dan
tabiat. Al-Ghazali menyatakan bahwa akhlak adalah sifat yang sudah ada dalam
jiwa yang mendorong lahirnya suatu perbuatan tanpa melaui pertimbangan fikiran
terlebih dahulu.
Akhlak sangat berbeda
dengan perangai atau tabiat yang emang sudah ada pada masing-masing orang yang
biasa disebut dengan watak, yang memang sudah ada dan tak dapat diubah.
Sedangkan akhlak adalah perangai atau sikap yang dapat dibina dan diciptakan
dalam diri masing-masing pribadi, sehingga dapat dirubah melalui proses
pendidikan. Oleh karena itu pendidikan akhlak sangat perlu bagi anak, agar
anak mempunyai akhlak yang baik.
d. Pendidikan Jasmani
Pada saat dilahirkan,
fisik anak dalam keadaan sangat lemah. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya
usia anak, maka fisiknya secara berangsur-angsur tumbuh besar dan kuat. Agar
supaya pertumbuhan tersebut dapat berjalan dengan baik dan terarah, maka
jasmani anak perlu dilatih dengan hal-hal yang mendukung pertumbuhannya tersebut.
Pendidikan jasmani
disini tidak hanya dimaksudkan untuk membentuk tubuh semata, tetapi menyangkut
juga potensi yang dimiliki oleh jasmani yang dapat dimanifestasikan dalam
perilaku sehari-hari. Kebutuhan jasmani yang bersifat material memang harus diperhatikan
dan diusahakan agar dapat dipenuhi semaksimal mungkin. Akan tetapi potensi yang
ada dalam tubuh anak juga harus dapat perhatian dengan sungguh-sungguh pula
dengan demikian materi pendidikan jasmani yang diberikan kepada anak harus
dapat mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis anak secara
terpadu.
Selain itu anak harus
dibiasakan dengan menjaga kesehatan tubuhnya, hal ini perlu dibiasakan kepada
anak sejak kecil. Pembiasaan ini sangat perlu agar anak terbiasa hidup bersih
dan sehat. Kebersihan diri dan lingkungan akan dapat mempengaruhi kesehatan
anak. Sedangkan kesehatan anak akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dalam
fisiknya.
e. Pendidikan Akal
Akal merupakan posisi
yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Akal bukanlah barang jadi yang
dibawa oleh anak sejak lahir. Akal masih merupakan potensi yang akan berkembang
secara bertahap, mengikuti perkembangan anak. Oleh karena itu akal perlu
dididik dengan sebaik-baiknya. Pendidikan akal harus diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan akal (berpikir) anak seluas-luasnya. Arah ini penting
agar anak mengerti dan memahami kekuasaan Allah SWT. Melalui penelitian terhadap
fakta alam yang ada di sekitarnya. Untuk itu materi pendidikan akal yang
diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan dan
kemampuan akal anak.
Bermain sebagai salah
satu aktivitas fisik merupakan suatu naluri yang dimiliki oleh setiap anak.
Naluri tersebut akan berkembang secara alami mengikuti perkembangan usia dan
tubuh anak. Oleh karenanya anak harus diberi kesempatan untuk bermain-main
dengan kawan-kawan sebayanya. Akan tetapi anak juga jangan dibiarkan dihabiskan
waktu hanya untuk bermain-main dan melupakan tugas lainnya.
Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Bruner “ bermain adalah aktivitas yang serius” selanjutnya ia
menjelaskan bahwa bermain memberikan kesempatan bagi banyak bentuk belajar, dua
diantaranya adalah pemecahan masalah dan kreatifitas, serta masuknya informasi
bagi bayi mengenai lingkungannya, orang-orang dan benda-benda di sekitarnya.
Seperti ditunjukkan oleh Eckorman dan Rhingold “Anak belajar mengenai dunia
manusia dan benda melalui penjelajahan (eksplorasi), dan salah satu sumbangan
yang terpenting adalah mendapatkan kegembiraan dalam bermain.
4. Metode Pendidikan Anak Dalam
Keluarga
Dalam mempengaruhi
proses sosialisasi menuju perkembangan kepribadian anak yang mendapatkan
pendidikan, ada beberapa metode yang dapat dipergunakan oleh orang tua dalam
mendidik anak-anaknya. Diantara metode yang harus diterapkan dalam mendidik
anak dalam keluarga adalah :
a. Pendidikan dengan Keteladanan
Metode ini adalah cara
memberikan pendidikan dan pengajaran dengan cara memberikan contoh teladan yang
baik kepada anak agar ditiru dan dilaksanakan. Keteladanan dalam pendidikan
adalah metode influentif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam
mempersiapkan dan membentuk anak di dalam membentuk pribadi yang bermoral,
sosial, dan spiritual. Dengan contoh yang terbaik dalam pandangan anak, yang
akan ditiru dalam tindak dan tanduknya, dan tata santunnya, disadari ataupun
tidak, bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan anak suatu gambaran pendidik
tersebut, baik dalam ucapan ataupun perbuatan.
Metode keteladanan
memerlukan sosok pribadi yang secara visual dapat dilihat, diamati, dan
dirasakan sendiri oleh anak, sehingga anak ingin menirunya. Disinilah timbul
proses yang dinamakan identifikasi, yaitu anak secara aktif berusaha menjadi
seperti orang tuanya di dalam nilai kehidupan dan kepribadiannya. Maka dalam hal ini orang tua
sebagai orang pertama yang dilihat oleh anak, orang tua dituntut untuk
menerapkan segala perintah Allah dan Sunnah Rasul-Nya, baik akhlak ataupun
perbuatannya. Sebab anak selalu mengawasi dan memperhatikan apa yang dilakukan
oleh orang tuanya sepanjang waktu.
Dalam praktek
pendidikan dan pengajaran, metode ini dilaksnakan dalam dua cara, yaitu cara
langsung (direct) dan cara tidak langsung (indirect). Secara langsung adalah
orang tua sebagai pendidik harus benar-benar menjadikan dirinya sebagai contoh
teladan yang baik terhadap anak. Sedangkan secara tidak langsung adalah melalui
cerita dan riwayat para nabi, kisah-kisah orang besar dan pahlawan. Melalui
kisah ini diharapkan anak akan menjadi tokoh-tokoh yang dininginkan dan sebagai uswatun hasanah.
b. Pendidikan dengan Pembiasaan
Dalam syariat Islam,
bahwa anak diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni. Agama yang lurus dan
iman kepada Allah, tetapi hal tersebut tidak akan muncul tanpa melalui
pendidikan yang baik dan tepat. Dari sini peranan pembiasaan, pengajaran dan
pendidikan dalam perkembangan anak akan menemukan tauhid yang murni serta
keutamaan budi pekerti yang baik. Membiasakan artinya membuat anak menjadi
terbiasa akan sikap atau perbuatan tertentu. Pembiasaan dapat menanamkan sikap
dan perbuatan yang kita kehendaki, hal demikian dikarenakan adanya
pengulangan-pengulangan sikap atau perbuatan, sehingga sikap dan perbuatan tersebut
akan tertanam mendarah daging sehingga seakan-akan merupakan pembawaan.
Segala perbuatan atau
tingkah laku anak adalah berawal dari kebiasaan yang tertanam dalam keluarga
misalnya saja kebiasaan cara makan, minum, berpakaian dan bagaimana pula cara mereka
burhubungan dengan sesama manusia. Semua itu terbentuk pada tahap perkembangan
awal anak yang berada dalam keluarga. Maka perlunya tokoh identifikasi, yang
secara tidak sadar anak akan mengambil over sikap, norma, nilai, tingkah laku
dan sebagainya dari tokoh identifikasi tersebut.
Kita ketahui anak
kecil belum kuat ingatannya, ia cepat melupakan apa yang sudah baru saja
terjadi. Perhatikan anak akan mudah beralih kepada hal-hal yang baru, yang lain
yang disukainya. Oleh karena itu, menurut Ngalim Purwanto ada beberapa syarat
pembiasaan itu dapat lekas tercapai dan baik hasilnya, yaitu: Pertama, Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat selagi dapat.Kedua, Pembiasaan itu hendaklah terus menerus dijalankan secara teratur
sehingga akhirnya menjadi kebiasaan yang otomatis. Ketiga, Pendidikan hendaklah konsekuen,
bersikap tegas dan tetap teguh terhadap pendirian yang telah diambilnya. Keempat, Pembiasaan yang semula
mekanistis itu harus menjadi pembiasaan yang disertai kata hati anak itu
sendiri.
c. Pendidikan dengan Nasehat
Penanaman nilai-nilai
keimanan, moral atau akhlak serta pembentukan sikap dan perilaku anak merupakan
proses yang sering menghadapi berbagai hambatan atau tantangan. Terkadang
anak-anak merasa jenuh, malas dan tidak tertarik terhadap apa yang diajarkan,
bahkan mungkin menentang dan membangkang. Sebagai orang tua sebaiknya
memberikan perhatian, melakukan dialog dan berusaha memahami
persoalan-persoalan anak dengan memberikan nasehat dan pelajaran yang dilakukan
pada waktu yang tepat agar anak dapat menerima dengan baik dan dengan senang
hati. Dengan demikian proses pendidikan akan berjalan sesuai dengan harapan.
Ada tiga waktu tepat untuk dapat memberikan nasehat pada anak-anak yang telah
diajarkan oleh Nabi SAW kepada umatnya dalam mendidik anak, yakni waktu dalam
perjalanan, waktu makan dan waktu anak sedang sakit.
Dalam memberikan
nasehat sebagai orang tua harus dengan bijak dan jangan sampai “lalai”. Lalai
yang dimaksud adalah tidak bisa memberikan nasehat secara bijak, adil dan
proporsional. Jika anak sudah diberi pengertian dan nasehat secara baik dan
bijak oleh orang tua, akan tetapi tetap bersikeras hati dan tetap pada
pendiriannya dan merugikan orang lain, maka orang tua terpaksa melakukan
teguran keras dan bahkan memberikan hukuman, namun hukuman yang mendidik.
d. Pendidikan dengan Latihan dan
Praktikum
Latihan dan praktikum
merupakan metode yang sangat penting dalam pendidikan Islam di lingkungan
keluarga, dengan adanya latihan dan praktikum ini anak akan dapat melakukan
amal keagamaan yang sesuai dengan tuntunan yang telah ditetapkan agama. Tehnik
yang bersifat praktek dan amaliah ini merupakan hal yang pokok dalam Al-Qur’an
dan syariat Islam pada umumnya, semisal Sholat, puasa, zakat, haji, shodaqoh,
jihat dan sebagainya.
e. Pendidikan dengan perintah dan
larangan
Perintah dan larangan
dapat pula dilakukan asal dalam batas kewajaran terutama dalam melaksanakan
ibadah dan akhlak yang terpuji. Hal ini dapat dilakukan dengan menunjukkan mana
itu perintah yang harus dilakukan dan mana larangan yang harus ditinggalkan
kepada anak.
f. Pendidikan dengan Perhatian
Pendidikan dengan
perhatian adalah sebuah cara dengan mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa
mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, spiritual dan
sosial, di samping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya
hasil ilmiyahnya.
Pendidikan dengan
perhatian dan pengawasan sangat diperlukan setiap anak. Namun anak perlu diberi
kebebasan apabila anak tumbuh semakin besar, maka pengawasan terhadapnya
berangsur-angsur dikurangi, sebab tujuan pendidikan adalah ingin membentuk anak
yang pada akhirnya dapat mandiri dan bertanggung jawab atas segala
perbuatannya.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan anak dalam keluarga adalah akan lebih
memperkuat tali cinta dan kasih diantara kedua orang tua dengan anak.
Berlangsungnya peranan pendidikan anak dalam sebuah keluarga, akan membuat anak
dapat belajar bagaimana sesuatu itu dilihat, diraba, didengar, dicium dan
dirasa. Pengalaman ini merupakan pilar-pilar terpenting bagi pembinaan mental
emosional dan mental intelektual anak.
Segala
perbuatan atau tingkah laku anak adalah berawal dari kebiasaan yang tertanam
dalam keluarga misalnya saja kebiasaan cara makan, minum, berpakaian dan
bagaimana pula cara mereka burhubungan dengan sesama manusia. Semua itu
terbentuk pada tahap perkembangan awal anak yang berada dalam keluarga. Maka
perlunya tokoh identifikasi, yang secara tidak sadar anak akan mengambil over
sikap, norma, nilai, tingkah laku dan sebagainya dari tokoh identifikasi
tersebut.
Pendidikan
aqidah menjadi pendidikan dasar dan prioritas yang diberikan sejak usia
anak-anak, ketika pribadi mereka masih mudah dibentuk dan mereka masih lekat
dengan kultur kehidupan keluarga Bapak dan Ibu menjadi pilar utama dan pendidik
bagi anak-anaknya.
Pendidikan
dengan teladan berarti pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah
laku, sifat cara berpikir, dan sebagaiannya. Dalam hal belajar, anak didik
umumnya lebih mudah menangkap yang kongkrit bila dibanding dengan yang abstrak.
Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode paling tepat
dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak didik secara moral,
spiritual dan sosial. Sebab, seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam
pandangan anak, yang tingtkah laku dan sopan santunnya akan ditiru. Disadari
atau tidak, bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan
perasaannya, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material,
inderawi maupun sepiritual.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta:
Gema Insani, 1995)
Ahmadi, Islam Sebagai Paradikma Ilmu
Pendidikan, (Yogyakarta, Aditya Medi, 1992), Cet. I
Mahmud Ali Daud, Lembaga-Lembaga Islam di
Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995)
Al Baihaqi, Al Sunan Al Kubro, Juz.
X., (Beirut: Darul al-Fikr, t.th).
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1997).
M Husaini, M Noor. HS. Himpunan
Istialah Psikologi,(Jakarta: Mutiara, 1978)
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.
20 Tahun 2003
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Jakarta:
1989).
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan
(Tafsir al ayat Al-Tarbawiy), (Jakarata: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), ed.I, cet.I.
HAMKA, Tafsir Al-Azhar,(Singapura:
Pustaka Nasional, Pte.Ltd, 1999), cet. III.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, kesan
dan keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), cet.
II.
Ahmad Mushtafa Al-Maraghi, Terjemah. TafsirAl-Maraghi, (28), (Semarang: CV.
Toha Putra, 1989), cet. I.
Al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz.
I., (Beirut-Libanon: Darul Kutub Ilmiyah, t.th.).
Baqir Sharif al Qurashi, Seni Mendidik Islam,Penerjemah: Mustofa Budi Santoso, (Jakarta:
Pustaka Zahra, 2003), Cet. I.
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996).
Heri Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung
Insani, 2000).
Zakiyah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga
dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), Cet. II.