1
Pengertian Metode Bercerita
“Bercerita
adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu
kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan
pengetahuan kepada orang lain”. (Bachri :2005:10).
Dengan kata lain bercerita adalah
menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian
secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa.
Metode bercerita adalah cara penyampaian
atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari tenaga pendidik kepada peserta didik. Dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran di TK, metode bercerita dilaksanakan dalam
upaya memperkenalkan, memberikan keterangan, atau penjelasan tentang hal baru
dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai
kompetensi dasar usia anak TK. Oleh karena itu materi yang disampaikan
berbentuk cerita yang awal dan akhirnya berhubungan erat dalam kesatuan yang
utuh, maka cerita tersebut harus dipersiapkan terlebih dahulu. Biasanya
kegiatan bercerita dilaksanakan pada kegiatan penutup, sehingga kalau anak
pulang, anak menjadi tenang dan senang setelah mengikuti pembelajaran, Namun
demikian pada prakteknya tidak selalu pada saat kegiatan penutup, bercerita
dapat dilakukan pada saat kegiatan pembukaan, kegiatan inti, maupun pada waktu-waktu
senggang di sekolah, misalnya pada saat waktu istirahat, karena mendengarkan
cerita adalah sesuatu yang mengasyikkan bagi anak usia TK.
Menurut Tampubolon (1991:50), “Bercerita kepada anak memainkan peranan
penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga
dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak”.
Fungsi kegiatan bercerita bagi peserta
didik usia 4-6 tahun adalah membantu perkembangan bahasa peserta didik dan dengan
bercerita pendengaran Peserta didik dapat difungsikan dengan baik, untuk kemampuan
berbicara dengan menambah perbendaharaan kosa kata, kemampuan mengucapkan
kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya,
selanjutnya peserta didik dapat mengekpresikannya melalui bernyanyi, menulis, ataupun
menggambar sehingga pada akhirnya peserta didik mampu membaca situasi , gambar,
tulisan atau bahasa isyarat.
Bercerita merupakan salah
satu metode dan teknik bermain yang banyak dipergunakan di TK. Bercerita
merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi peserta didik TK dengan
membawakan cerita kepada peserta didik secara lisan. Jadi, bercerita adalah
cara bertutur dan menyampaikan cerita atau memberikan penjelasan secara lisan.
Bercerita juga merupakan cara untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat. Seorang tenaga pendidik TK hendaklah mampu menjadi seorang
pendongeng yang baik yang akan menjadikan cerita sebagai kegiatan bermain yang
menarik dan dapat menjadikan pengalaman yang unik bagi peserta didik. Isi
cerita pun diupayakan berkaitan dengan cara berikut ini :
a.
Dunia
kehidupan peserta didik yang penuh suka cita, yang menuntut isi cerita memiliki
unsur yang dapat memberikan perasaan gembira, lucu, menarik dan mengasyikkan
bagi peserta didik. Dunia kehidupan peserta didik berkaitan dengan cerita seputar
lingkungan terdekat peserta didik, seperti lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan
bermain peserta didik.
b.
Minat
peserta didik pada umumnya anak TK sangat berminat pada cerita-cerita tentang :
binatang, tanaman, kendaraan, boneka, robot, planet, dan lain-lain.
c.
Tingkat
usia, kebutuhan dan kemampuan mencerna isi cerita.
Ceritanya harus cukup pendek dalam rentang perhatian peserta didik. Cerita
tersebut bersifat meningkatkan daya pikir peserta didik seperti cerita-cerita tentang makanan
dan minuman sehat, kebersihan diri melayani diri sendiri.
d.
Membuka kesempatan bagi anak
untuk bertanya dan menanggapi setelah tenaga pendidik selesai bercerita.
Bercerita atau yang
biasa disebut mendongeng, merupakan seni atau teknik budaya kuno untuk
menyampaikan suatu peristiwa yang dianggap penting, melalui kata-kata, imaji
dan suara-suara (Ismoerdijahwati K, 2007). Dongeng atau cerita
telah ada dalam banyak kebudayaan dan daerah sebagai hiburan, pendidikan,
pelestarian kebudayaan dan menyimpan pengetahuan serta nilai-nilai moral.
Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada
orang lain dengan alat peraga atau tanpa alat tentang apa yang harus
disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang untuk
didengarkan dengan rasa menyenangkan, oleh karena itu orang yang menyajikan
cerita tersebut harus menyampaikannya dengan menarik (Dhieni et al, 2005: 6.3).
Menurut kamus besar bahasa indonesia (2003: 210)
cerita adalah:
Tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal atau peristiwa atau karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman kebahagiaan atau penderitaan orang, kejadian tersebut sungguh-sungguh atau rekaan.
Tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal atau peristiwa atau karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman kebahagiaan atau penderitaan orang, kejadian tersebut sungguh-sungguh atau rekaan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka cerita anak
dapat didefinisikan “tuturan lisan, karya bentuk tulis atau pementasan tentang
suatu kejadian, peristiwa, dan sebagainya yang terjadi di seputar dunia anak
(Musfiroh et al, 2005: 59). Sedangkan Depdiknas (2004: 12) mendefinisikan bahwa
“metode bercerita adalah cara bertutur kata dalam penyampaian cerita atau
memberikan penjelasan kepada anak secara lisan”, dalam upaya memperkenalkan
ataupun memberikan keterangan hal baru pada anak.
2. Cerita Perkembangan Anak
Kegiatan bercerita memberikan nilai pembelajaran
yang banyak bagi proses belajar dan perkembangan anak serta dapat menumbuhkan
minat dan kegemaran membaca, Jensen (Solehuddin, 2000: 91) “membacakan cerita
dengan nyaring kepada anak secara substansial dapat berkontribusi terhadap
pengetahuan cerita anak dan kesadarannya tentang membaca”. Solehuddin (2000:
90):
Di samping dapat menciptakan suasana menyenangkan,
bercerita dapat mengundang dan merangsang proses kognisi, khususnya aktivitas
berimajinasi, dapat mengembangkan kesiapan dasar bagi perkembangan bahasa dan
literacy, dapat menjadi sarana untuk belajar, serta dapat berfungsi untuk
membangun hubungan yang akrab.
Cerita bagi anak-anak harus sesuai dengan tahap
perkembangan anak. Tampubolon (Dhieni, 2005: 6.9) “ isi cerita hendaknya sesuai
dengan tingkatan pikiran dan pengalaman anak”. Bercerita sesuai dengan
perkembangan anak dalam konsep Development Appropriate Practice (DAP)
dari The National Association for The Education of Young Children (NAEYC),
yaitu bercerita sesuai dengan pedoman pendidikan anak (Musfiroh, et al, 2005: 3),
cerita yang dimaksud mengandung beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi oleh
para pendidik, yakni:
a.
Memahami pengertian dan permasalahan
seputar cerita dan bercerita.
Pada konsep ini,
pendidik perlu memastikan apa pengertian bercerita, apa perbedaannya mendongeng,
serta bagaimana konsep penyajian bercerita yang mendukung perkembangan anak
dalam berbagai aspeknya.
b.
Memahami asumsi dasar anggapan
perkembangan anak.
Pendidik perlu
menyadari bahwa anak berkembang menurut fase-fase tertentu. Anak usia 4-7 tahun
berada pada fase praoprasional dengan ciri perkembangan yang berbeda dengan
anak-anak di atas usia itu.
c.
Memahami arti dan tugas perkembangan
anak.
Pada masa TK,
anak-anak perlu diperkenalkan konsep baik buruk melalui contoh agar membantu
mereka mencapai tugas perkembangan moral usia tersebut.
d.
Memahami domain dan teori perkembangan
yang dianut.
Peserta didik
perlu mengetahui mengenai teori perkembangan dan meyakininya agar dalam praktik
bercerita (khususnya) dan pembelajaran (umumnya) tidak buta arah. Setiap teori
perkembangan memiliki karakteristik yang membedakannya dengan teori yang lain.
e.
Memahami konsep belajar dan mengajar.
Pencerita perlu memahamia
peserta didik belajar bukan melalui ceramah, tetapi melalui keaktifan dan
interaksi aktif peserta didik dengan materi belajar. Melalui cerita, peserta
didik melibatkan diri secara aktif, senang hati dan bermotivasi intrinsik untuk
membangun konsep “baik-buruk”, “benar-salah”, “tepat-tidak” yang tersaji dalam
cerita.
f.
Memahami konsep “sesuai perkembangan”
dalam pedoman praktik pembelajaran atau Development Appropriate Practic (DAP).
Pendidik perlu
menyadari bahwa cerita seyogyanya disesuaikan dengan taraf perkembangan peserta
didik, meliputi abilitas peserta didik dalam berbahasa, berpikir, bersosial-emosi,
motorik dan moral, tanpa pemahaman ini cerita akan menjadi terlalu sulit
(sehingga tidak dimengerti peserta didik) atau terlalu mudah (membosankan bagi
peserta didik).
3 Bentuk-bentuk Metode Bercerita Untuk Anak
Pada pelaksanaannya metode bercerita dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a.
Bercerita tanpa alat peraga
Di
mana pada pelaksanaannya tanpa menggunakan alat peraga sebagai media bercerita
dan guru harus memperhatikan ekspresi wajah, gerak-gerik tubuh, dan suara
tenaga pendidik harus dapat membantu fantasi peserta didik untuk mengkhayalkan
hal-hal yang diceritakan guru.
b.
Bercerita dengan alat peraga
Di
mana pada pelaksanaannya menggunakan alat peraga sebagai media penjelas dari
cerita yang didengarkan peserta didik, sehingga imajinasi peserta didik terhadap
suatu cerita tidak terlalu menyimpang dari apa yang dimaksudkan oleh tenaga
pendidik.
1)
Alat peraga yang
digunakan dapat berupa: Alat peraga langsung, yaitu menggunakan benda asli atau
benda sebenarnya (misalnya: kelinci, kembang, piring) agar peserta didik dapat
memahami isi cerita dan dapat melihat langsung ciri-ciri serta kegunaan dari
alat tersebut.
2)
Alat peraga tak
langsung, yaitu menggunakan benda-benda yang bukan alat sebenarnya. Bercerita
dengan alat peraga tak langsung dapat berupa:
a)
Bercerita dengan benda-benda tiruan.
Tenaga
pendidik menggunakan benda-benda tiruan sebagai alat peraga (misalnya: binatang
tiruan, buah-buahan tiruan, sayuran tiruan). Benda-benda tiruan tersebut
hendaknya mempunyai proporsi bentuk dan warna yang sesuai dengan aslinya.
b)
Bercerita dengan menggunakan gambar-gambar.
Tenaga
pendidik menggunakan gambar sebagai alat peraga dapat berupa gambar lepas,
gambar dalam buku atau gambar seri yang terdiri dari 2 sampai 6 gambar yang
melukiskan jalannya cerita.
c)
Bercerita dengan menggunakan papan flanel.
Tenaga
pendidik menggunakan papan flanel untuk menempelkan potongan-potongan gambar
yang akan disajikan dalam suatu cerita.
d)
Membacakan cerita.
Tenaga
pendidik menggunakan buku cerita dengan tujuan agar minat peserta didik
terhadap buku semakin bertambah.
e)
Sandiwara boneka.
Tenaga
pendidik menggunakan berbagai macam boneka yang akan dipentaskan dalam suatu
cerita.
4 Manfaat Metode Bercerita
Menurut
Tadkiroatun Musfiroh, (2005:95) ditinjau dari beberapa aspek, manfaat metode
bercerita sebagai berikut:
a.
Membantu
pembentukan pribadi dan moral peserta didik
b. Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan
fantasi
c.
Memacu
kemampuan verbal peserta didik
d. Merangsang minat menulis peserta didik
e.
Merangsang
minat baca peserta didik
f.
Membuka
cakrawala pengetahuan peserta didik
Sedangkan
menurut Bachri (2005: 11), manfaat bercerita adalah “dapat memperluas wawasan
dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman
yang bisa jadi merupakan hal baru baginya”.
Manfaat
bercerita dengan kata lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi
sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir peserta didik. Misalnya
melalui media dongeng/bercerita dapat berfungsi sebagai penggugah kreativitas
anak-anak. Melalui dongeng/cerita, tenaga pendidik bisa menyampaikan
pesan-pesan, hikmah-hikmah dan pengalaman-pengalaman kepada murid-muridnya. Disamping
memperkaya imajinasi peserts didik, dongeng/bercerita pun menjadikan peserta
didik merasa belajar sesuatu, tetapi tak merasa digurui. Bahkan, dengan
melalui dongeng/cerita diketahui adalah merupakan salah satu cara yang efektif
mengembangkan aspek-aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), social
dan aspek konatif (penghayatan) peserta didik. Dongeng/cerita mampu membawa
peserta didik pada pengalaman-pengalaman baru yang belum pernah dialaminya.
Karena itu tenaga pendidik perlu memiliki kreativitas, penghayatan, dan kepekaan
pada saat bercerita agar kesan dapat sampai kepada murid-muridnya.
Beberapa
manfaat metode bercerita bagi anak TK (Moeslichatoen 2004:45) di antaranya
adalah :
a.
Melatih
daya serap atau daya tangkap anak TK, artinya anak usia TK dapat dirangsang
untuk mampu memahami isi atau ide-ide pokok dalam cerita secara keseluruhan
b.
Melatih
daya pikir anak TK, untuk terlatih memahami proses cerita, mempelajari hubungan
bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan-hubungan sebab akibatnya
c.
Melatih
daya konsentrasi anak TK untuk memusatkan perhatiannya kepada keseluruhan
cerita.
d.
Mengembangkan
daya imajinasi anak, artinya dengan bercerita anak dengan daya fantasinya dapat
membayangkan atau menggambarkan sesuatu situasi yang berada di luar jangkauan
inderany.
e.
Menciptakan
situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana hubungan yang akrab
sesuai dengan tahap perkembangannya.
f.
Membantu
perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secra efektif dan efisien sehingga
proses percakapan menjadi komunikatif.
Adapun fungsi
dari pada metode bercerita (Moeslichatoen 2004:45) yaitu :
a.
Melatih
daya konsentrasi
b.
Melatih
mengungkapkan daya pikir
c.
Menambah
pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam mengkomunikasikan isi gambar
d.
Melatih
menghubungkan isi gambar sesuai dengan imajinasi anak
e.
Melatih
mengungkapkan imajinasi peserta didik.
f.
Melatih
peserta didik berkomunikasi secara lisan
g.
Menambah
kosa kata dalam berbahasa
Peserta didik
membutuhkan dongeng atau cerita karena beberapa hal:
a.
Peserta
didik membangun
gambaran-gambaran mental pada saat tenaga pendidik memperdengarkan kata-kata
yang melukiskan kejadian.
b.
Peserta
didik memperoleh gambaran
yang beragam sesuai dengan latar belakang pengetahun dan pengalaman
masing-masing.
c.
Peserta
didik memperoleh kebebasan untuk
melakukan pilihan secara mental.
d.
Peserta
didik memperoleh kesempatan
menangkap imajinasi dan citraan-citraan cerita: citraan gerak, citraan visual,
dan auditif.
Cerita
mendorong peserta didik bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga senang
bercerita atau berbicara. Peserta didik belajar tentang tata cara berdialog dan
bernarasi dan terangsang untuk menirukannya. Kemampuan untuk mempraktekkan
terdorong karena dalam cerita ada negosiasi, pola tindak-tutur yang baik
seperti menyuruh, melarang, berjanji, mematuhi larangan dan memuji.
Memacu
kemampuan bercerita peserta didik merupakan sesuatu yang penting, karena beberapa
alasan, yaitu :
Pertama peserta
didik memiliki kosa kata cenderung berhasil dalam meraih prestasi akademik.
Kedua, peserta didik yang pandai berbicara
memperoleh perhatian dari orang lain. Hal ini penting karena pada hakikatnya
anak senang menjadi pusat perhatian dari orang lain.
Ketiga, peserta didik yang pandai berbicara
mampu membina hubungan dengan orang lain dan dapat memerankan kepemimpinannya
dari pada anak yang tidak dapat berbicara. Berbicara baik mengisyaratkan latar
belakang yang baik pula.
Keempat, peserta didik yang pandai berbicara
akan memiliki kepercayaan diri dan penilaian diri yang positif, terutama
setelah mendengar komentar orang tentang dirinya.
Dalam
berbicara terkadang individu dapat menyesuaikam dengan keinginannya sendiri.
Pada dasarnya berbicara sama halnya dengan menuangkan segala perasaan
kita yang tersimpan. Kita dalam berbicara dapat mengungkapkan, serta
mengekspresikan apa keinginan kita.
5 Metode Bercerita dengan Gambar
Metode bercerita dengan gambar merupakan
salah satu cara yang paling mendasar untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan
membina hubungan interaksi dengan peserta didik. Pada usia anak-anak, kemampuan
bahasa kata (bahasa lisan) belum cukup dikuasainya, dan bahasa tulisan pun
masih dalam proses, tetapi anak sudah mempunyai kemampuan bahasa rupa (bahasa
gambar). Melalui seluruh kemampuan yang dimilikinya, yaitu perpaduan antara bahasa
kata dan bahasa gambar, peserta didik jadi mengerti apa yang dikatakan orang
lain kepadanya.
Hal ini disebabkan, oleh peserta didik apa
yang dikatakan orang lain diimajinasikannya dengan apa yang diinginkan orang
tersebut. Depdiknas (2001: 18) mengungkapkan bahwa metode bercerita dengan
gambar merupakan “bentuk bercerita dengan alat peraga tak langsung yang
menggunakan gambar-gambar sebagai alat peraga dapat berupa gambar lepas, gambar
dalam buku atau gambar seri yang terdiri dari 2 sampai 6 gambar yang melukiskan
gambar ceritanya”.
6
Tujuan Metode Bercerita dengan Gambar
Pada usia 4-6 tahun, anak-anak mulai dapat
menikmati sebuah cerita pada saat ia mengerti tentang peristiwa yang terjadi di
sekitarnya dan mampu mengingat beberapa berita yang diterimanya. Hal ini
menurut Depdiknas (2005: 5) ditandai oleh berbagai kemampuan sebagai berikut:
a.
Mampu menggunakan kata ganti saya dan berkomunikasi.
b.
Memiliki berbagai perbendaharaan kata kerja, kata
sifat, kata keadaan, kata tanya, dan kata sambung.
c.
Menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu.
d.
Mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan tindakan
dengan menggunakan kalimat sederhana.
e.
Mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu melalui gambar.
Bercerita bagi peserta didik usia dini
bertujuan agar peserta didik mampu mendengarkan dengan berkonsentrasi dan
mengekspresikan perasaannya terhadap apa yang diceritakan. Adapun tujuan diberikannya
metode bercerita menurut Depdiknas (Depdiknas, 2001: 19) yaitu :
a.
Melatih daya tangkap anak.
b.
Melatih daya pikir anak.
c.
Melatih daya konsentrasi anak.
d.
Membantu perkembangan fantasi atau imajinasi anak.
e.
Menciptakan suasana menyenangkan dan akrab di dalam
kelas.
7 Manfaat
Bercerita dengan Gambar
Kegiatan bercerita selain membantu
perkembangan bahasa peserta didik, juga dapat membangun hubungan yang erat
antara tenaga pendidik dan peserta didik. Melalui bercerita, tenaga pendidik
berinteraksi secara akrab dan penuh kasih sayang dengan anak-anak. Penelitian
Ferguson (Solehuddin, 2000: 92) pun menunjukkan bahwa anak-anak yang dibacakan
kepada mereka cerita-cerita semasa di TK memperoleh skor lebih tinggi dalam tes
keterampilan membaca daripada anak-anak lainnya.
Beberapa manfaat metode bercerita dengan
gambar bagi anak TK (Dhieni et al, 2005: 6.6) :
a.
Melatih daya serap atau daya tangkap anak TK, artinya
anak usia TK dapat dirangsang, untuk mampu memahami isi atau ide-ide pokok
dalam cerita secara keseluruhan.
b.
Melatih daya pikir anak TK, untuk terlatih memahami
proses cerita, mempelajari hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk
hubungan-hubungan sebab-akibatnya.
c.
Melatih daya konsentrasi anak TK, untuk memusatkan
perhatiannya kepada keseluruhan cerita, karena dengan pemusatan perhatian
tersebut anak dapat melihat hubungan bagian-bagian cerita sekaligus menangkap
ide pokok dalam cerita.
d.
Mengembangkan daya imajinasi peserta didik, artinya
dengan bercerita peserta didik dengan daya imajinasinya dapat membayangkan atau
menggambarkan suatu situasi yang berada di luar jangkauan inderanya bahkan yang
mungkin jauh dari lingkungan sekitarnya, ini berarti membantu mengembangkan
wawasan anak.
e.
Menciptakan situasi yang menggembirakan serta
mengembangkan suasana hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya,
anak usia TK senang mendengarkan cerita terutama apabila gurunya menyajikannya
dengan menarik.
f.
Membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi
secara efektif dan efesien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif.
8 Tehnik Bercerita dengan Gambar
Kegiatan bercerita dengan gambar dapat
menggunakan gambar lepas atau 1 gambar atau gambar seri terdiri 2-4 gambar yang
meluruskan jalan cerita dengan ukuran tertentu dan tehnik sebagai berikut (Dhieni
et al, 2005: 6.28):
a.
Kegiatan bercerita dengan gambar lepas atau 1 gambar.
1)
Ketentuan kegiatan bercerita dengan gambar
lepas atau 1 gambar:
a)
Judul cerita singkat dan menarik bagi anak didik.
b)
Cerita singkat dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan
yang ada di lingkungan anak.
c)
Menggunakan gaya bahasa anak.
d)
Gambar dibuat dalam ukuran 1 karton 60×60 cm.
e)
Gambar menggambarkan tokoh yang sedang bereaksi,
merupakan hal yang menarik dari satu cerita.
f)
Gambar dibuat sesuai dengan tahap perkembangan anak.
g)
Gambar diberi warna yang menarik dan tidak mengaburkan
imajinasi anak.
h)
Isi cerita ditulis pada bagian belakang gambar.
2)
Langkah-langkah pelaksanaan:
a)
Anak mengatur posisi duduknya.
b)
Anak memperhatikan guru menyiapkan alat peraga.
c)
Anak termotivasi mendengarkan cerita.
d)
Anak diberi kesempatan memberi judul cerita.
e)
Anak melengkapi judul cerita dari anak.
f)
Anak mendengarkan cerita guru sambil memperhatikan
gambar yang guru perlihatkan.
g)
Setelah selesai bercerita, anak memberikan kesimpulan
isi cerita.
h)
Guru melengkapi kesimpulan tentang isi cerita dari
anak.
3)
Evaluasi:
Setelah selesai bercerita, guru bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada satu atau dua orang anak untuk menceritakan kembali cerita tersebut.
Setelah selesai bercerita, guru bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada satu atau dua orang anak untuk menceritakan kembali cerita tersebut.
b.
Kegiatan bercerita dengan gambar menggunakan 2 gambar.
1)
Ketentuan
kegiatan bercerita dengan gambar menggunakan 2 gambar:
a)
Judul cerita singkat dan menarik bagi anak didik.
b)
Ada jilid cerita.
c)
Menggunakan gaya bahasa anak.
d)
Cerita singkat dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan,
sosialisasi dan lingkungan anak.
e)
Isi cerita kesatu dan kedua berkaitan.
f)
Gambar dibuat pada karton, berukuran 50×30 cm, sebanyak
2 lembar, antara gambar kesatu dan kedua diberi lakban/benang agar mudah pada
saat membalikkan gambar.
g)
Gambar diberi warna yang menarik dan tidak mengaburkan
imajinasi anak.
h)
Gambar 1 menggambarkan situasi tokoh sedang bereaksi
awal suatu cerita.
i)
Gambar 2 menggambarkan situasi tokoh sedang bereaksi di
akhir cerita.
j)
Isi cerita ditulis pada bagian belakang jilid.
2)
Langkah-langkah
pelaksanaan:
a)
Dengan bimbingan tenaga pendidik, anak mengatur posisi
duduknya.
b)
Peserta didik memperhatikan tenaga pendidik pada saat
menyiapkan alat peraga.
c)
Peserta didik termotivasi untuk mendengarkan cerita
tenaga pendidik.
d)
Peserta didik diberi kesempatan memberikan judul
cerita.
e)
Tenaga pendidik memberi tahu judul cerita.
f)
Tenaga pendidik bercerita sambil memegang gambar dan
memperlihatkannya pada peserta didik .
g)
Setelah selesai bercerita, tenaga pendidik memberikan
kesimpulan.
3)
Evaluasi:
Setelah selesai bercerita, tenaga pendidik bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada satu atau dua orang anak untuk menceritakan kembali cerita tersebut.
Setelah selesai bercerita, tenaga pendidik bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada satu atau dua orang anak untuk menceritakan kembali cerita tersebut.
c.
Kegiatan bercerita dengan gambar menggunakan 3 gambar.
1)
Ketentuan
kegiatan bercerita dengan gambar menggunakan 3 gambar:
a)
Judul cerita singkat dan menarik bagi peserta didik .
b)
Ada jilid cerita.
c)
Menggunakan gaya bahasa peserta didik
d)
Cerita singkat dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan, sosialisasi
dan lingkungan peserta didik
e)
Isi berurutan dan berkaitan dari gambar kesatu sampai
dengan ketiga.
f)
Gambar dibuat pada karton berukuran 30×25 cm sebanyak 3
lembar, antara gambar ke-1, ke-2, ke-3 diberi lakban agar mudah pada saat
membalikkan gambar.
g)
Gambar diberi warna yang menarik dan tidak mengaburkan
imajinasi peserta didik
h)
Gambar kesatu menggambarkan situasi tokoh yang sedang
bereaksi, di awal cerita.
i)
Gambar kedua menggambarkan situasi tokoh di tengah
cerita.
j)
Gambar ketiga adalah gambar akhir sebuah cerita.
k)
Isi cerita dapat ditulis pada bagian belakang jilid
2)
Langkah-langkah
pelaksanaan:
a)
Dengan bimbingan tenaga pendidik, peserta didik
mengatur posisi duduknya.
b)
Peserta didik memperhatikan tenaga pendidik pada saat
menyiapkan alat peraga.
c)
Peserta didik termotivasi untuk mendengarkan cerita tenaga
pendidik.
d)
Peserta didik diberi kesempatan memberikan judul
cerita.
e)
Peserta didik mendengarkan cerita tenaga pendidik dan
memperhatikan gambar yang diperlihatkan oleh tenaga pendidik.
f)
Anak mendengarkan tenaga pendidik bercerita secara
berurutan sesuai gambar yang dipegang ke-1, ke-2, dan ke-3 pada saat cerita
gambar kesatu gambar kedua dan ketiga tidak diperlihatkan, begitupun ketika
bercerita ke-2 gambar ke-1 tidak diperlihatkan.
g)
Setelah selesai bercerita seluruh gambar dari ke-1
sampai dengan ke-3 diperlihatkan kepada peserta didik.
h)
Peserta didik diberi kesempatan untuk memberi
kesimpulan isi cerita.
i)
Tenaga pendidik melengkapi kesimpulan cerita peserta
didik.
3)
Evaluasi:
Setelah selesai bercerita, tenaga pendidik bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada satu atau dua orang peserta didik untuk menceritakan kembali cerita tersebut.
Setelah selesai bercerita, tenaga pendidik bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada satu atau dua orang peserta didik untuk menceritakan kembali cerita tersebut.
d.
Kegiatan bercerita dengan gambar menggunakan 4 gambar.
1)
Ketentuan kegiatan bercerita dengan gambar menggunakan
4 gambar:
a)
Judul cerita singkat dan menarik bagi peserta didik
didik.
b)
Ada jilid cerita.
c)
Menggunakan gaya bahasa peserta didik.
d)
Cerita singkat dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan,
sosialisasi dan lingkungan peserta didik.
e)
Isi berurutan dan berkaitan dari gambar kesatu sampai
dengan keempat.
f)
Gambar dibuat pada karton berukuran 30×25 cm sebanyak 4
lembar, antara gambar ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 diberi lakban agar mudah pada
saat membalikkan gambar.
g)
Gambar diberi warna yang menarik dan tidak mengaburkan
imajinasi peserta didik.
h)
Gambar kesatu menggambarkan situasi tokoh yang sedang
bereaksi pada awal suatu cerita.
i)
Gambar kedua menggambarkan situasi tokoh dalam cerita
sedang bereaksi pada proses isi cerita.
j)
Gambar ketiga menggambarkan situasi tokoh dalam cerita
yang menunjukkan ke akhir cerita.
k)
Gambar keempat menggambarkan situasi tokoh dalam akhir
cerita.
l)
Isi cerita ditulis pada bagian belakang jilid.
2). Langkah-langkah pelaksanaan:
a)
Dengan bimbingan tenaga pendidik, peserta didik
mengatur posisi duduknya.
b)
Peserta didik memperhatikan tenaga pendidik pada saat
menyiapkan alat peraga.
c)
Anak termotivasi untuk mendengarkan cerita tenaga
pendidik.
d)
Pesrerta didik diberi kesempatan memberikan judul
cerita.
e)
Peserta didik mendengarkan cerita tenaga pendidik dan
memperhatikan gambar yang diperlihatkan oleh tenaga pendidik.
f)
Anak mendengarkan tenaga pendidik bercerita secara
berurutan sesuai gambar yang dipegang ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 pada saat
cerita gambar kesatu gambar ke-1 dan ke-3 tidak diperlihatkan, begitupun ketika
bercerita ke-2 gambar ke-1 tidak diperlihatkan.
g)
Setelah selesai bercerita seluruh gambar dari ke-1
sampai dengan ke-4 diperlihatkan kepada peserta didik.
h)
Peserta didik diberi kesempatan untuk memberi
kesimpulan isi cerita.
i)
Tenaga pendidik melengkapi kesimpulan cerita peserta
pendidik.
3). Evaluasi:
Setelah
selesai bercerita, tenaga pendidik bertanya tentang isi cerita, tokoh dalam
cerita, isi gambar dan memberi kesempatan pada satu atau dua orang peserta
didik untuk menceritakan kembali cerita tersebut.
9 Kegiatan
Bercerita di Sekolah
Untuk menyajikan secara menarik,
diperlukan beberapa persiapan, mulai dari memilih jenis cerita,
menyiapkan tempat, panyiapan alat peraga dan sebagainya hingga penyajian
cerita. Menurut Tampubolon,
(1991 : 11) persiapan kegiatan bercerita dan penjelasannya sebagai berikut:
a.
Memilah dan memilih materi cerita
Diantara
berbagai jenis cerita, cerita tentang pengalaman seseorang dan faktor
tradisional merupakan sumber cerita terbaik bagi anak-anak.
b.
Jenis cerita
Dalam program pembelajaran di TK, cerita
dapat digolongkan menjadi tiga, yakni cerita untuk program inti, cerita untuk
program pembuka, dan cerita untuk tujuan rekreasi pada akhir program. Cerita
untuk program inti, digunakan dalam kegiatan inti cerita ini disampaikan oleh peserta didik sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang ingin di capai. Misalnya cerita tentang Bebek
si buruk rupa. Cerita
ini menggambarkan seekor bebek yang buruk rupanya, tetapi hatinya baik, suka
menolong dan sebagainya. Tujuan pembelajaran ini, tenaga didik ingin menanamkan rasa saling tolong
menolong, tidak membeda-bedakan teman. Cerita untuk program pembuka dan
penutup, disampaikan pada kegiatan inti dan penutup yang menyampaikan adalah
anak, seorang pesrta didik hanya memberikan stimulasi, misalnya dalam kegiatan
berbagi cerita tentang pengalaman naik sepeda dan sebagainya. Sedangkan cerita
untuk tujuan rekreasi pada akhir program, cerita ini disampaikan oleh anak
setelah liburan sekolah. Untuk jenis cerita anak yang banyak disukai adalah
cerita fable karena anak sedang senang dengan binatang-binatang peliharaan.
c.
Pengelolaan kelas untuk bercerita
Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam
mendayagunakan potensi kelas pengelolaan kelas dengan baik seorang guru perlu memperhatikan
aspek-aspek pengelolaan kelas Tampubolon, (1991 : 29) yang terdiri:
“Pengorganisasian siswa, penugasan kelas, disiplin kelas dan pembimbingan
siswa”.
1) Pengorganisasian siswa
Bentuk pengelompokan anak-anak yang akan
dilibatkan atau diajak berinteraksi dalam penceritaan terlebih dahulu guna
mengetahui hubungan sosial antar peserta
didik dalam kelas.
2)
Penugasan kelas
Dalam kegiatan bercerita, penugasan kelas
dapat dilakukan dengan meminta anak-anak untuk mencari tokoh utama dalam cerita
mengingatnya dan menyebutkan kembali sifat-sifatnya. Tentunya
tugas tersebut dikomunikasikan terlebih dahulu sebelum
penceritaan berlangsung.
3)
Disiplin kelas
Dalam
kegiatan bercerita di TK, bentuk-bentuk disiplin kelas tentu harus disesuaikan
dengan karakteristik anak usia dini. Dalam melakukan peceritaannya seorang
peserta didik tetap perlu menenangkan muridnya untuk mendengarkan pesan melalui
ceritanya. Proses menenangkan murid perlu dilakukan dengan cara mendidik, tidak
disertai dengan ancaman dilakuan dengan mengikat perhatian mereka melalui
cerita yang disajikan dengan menarik sehingga tidak membuat anak sibuk sendiri.
4)
Pembimbingan siswa
Dalam kegiatan bercerita, bimbingan yang
diperlukan dapat berbentuk pemberian informasi sejelas-jelasnya tentang proses
dan tujuan cerita yang akan disampaikan serta kemungkinan permasalahan yang
muncul dalam memahami pembelajaran yang akan diikutinya.
d.
Pengelolaan tempat untuk bercerita
Banyak cara
pengelolaan tempat untuk bercerita menurut Tampubolon, (1991:17) yang terdiri dari: “penataan tempat untuk bercerita, posisi media,
penataan ruang cerita dan strategi penyampaian cerita untuk anak”.
Adapun penjelasannya sebagai
berikut:
1) Penataan tempat untuk bercerita
Tempat duduk
sisa dalam kegiatan bercerita perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sebab
tempat duduk berkaitan dengan banyak hal. Keterkaitan itu adalah interaksi
tenaga pendidik dan siswa, karakteristik materi penceritaan, media pembelajaran
yang digunakan dalam penceritaan.Oleh karena, itu tempat duduk siswa sangat
berpengaruh dalam keberhasilan kegiatan bercerita. Aktifitas bercerita tidak
harus dilakukan didalam kelas, kegiatan bercerita dapat dilakukan dimanapun
asal memenuhi kriteria kebersihan, keamanan dan kenyamanan. Jika jumlah anak
sedikit, bercerita dapat dilakukan diberbagai tempat seperti di teras, di bawah
pohon, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya yang penting tempat tersebut dapat
menampung semua peserta didik, teduh, bersih dan aman. Apabila jumlah anak
relatif banyak sebaiknya dipilih tempat yang lebih luas. Ruang kelas merupakan
tempat yang paling representative (memenuhi persyaratan) yang lebih baik lagi
apabila cerita yang disampaikan ditempat yang berkaitan.
2) Posisi media
Penempatan dalam ruangan perlu
memperhatikan beberapa aspek. Keterjangkauan menjadi prioritas bahwa semua
media yang akan dipakai mudah dijangkau oleh tenaga pendidik sehingga tidak mengganggu proses
penceritaan. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah keselamatan media
terhadap kemungkinan gangguan yang muncul berasal dari murid-murid
sendiri. Untuk itu yang
perlu dilakukan adalah peraturan akan peserta didik, tenaga pendidik dan media
dengan baik.
3) Penataan Ruang Cerita
Kegiatan
bercerita di TK dapat dilakukan dimana saja. Pelaksanaanya dapat dilakukan
didalam maupun diluar kelas. Jika penceritaan dilakukan di dalam kelas, maka
kelas perlu dtata untuk memberikan dukungan penceritaan. Penataan tersebut
meliputi ventilasi, tata cahaya dan tata warna. Sedangkan penataan yang
dilakukan di luar kelas membutuhkan beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti
kesesuaian tuntutan cerita, keamanan dan kenyamanan.
e.
Strategi Penyampain cerita untuk peserta didik
Kegiatan bercerita di sekolah dapat
dilakukan dengan baik, apabila sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu, tidak hanya
itu saja peran seorang tenaga
pendidik disini juga sangat berperan penting, untuk
memberikan suasana yang menyenangkan agar peserta didik dalam mendengarkan cerita atau
bercerita dengan hati yang senang. Karena pada prinsipnya belajar di TK itu belajar sambil bermain. Oleh
karena itu seorang tenaga pendidik harus mempunyai metode yang tepat dalam
menyampaikan kegiatan bercerita, strategi tersebut Tampubolon, (1991 :
18) yang terdiri dari: ”strategi storytelling, strategi reproduksi
cerita dan strategi simulasi kreatif.”
Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
1)
Strategi Storytelling
Straregi Storytelling merupakan
penceritaan cerita yang dilakukan secara terencana dengan menggunakan boneka,
atau benda-benda visual, metode ini bertujuan untuk menghasilkan kemampuan
berbahasa peser5ta didik. Penggunaan metode ini dibutuhkan untuk melatih dan
membentuk ketrampilan berbicara, pengembangkan daya nalar, dan pengembanangkan
imajinasi peserta didik. Metode ini contohnya seperti metode sandiwara boneka,
metode bermain peran, metode bercakap-cakap dan metode tanya jawab.
2)
Strategi
Reproduksi Cerita
Strategi
reproduksi cerita adalah kegiatan belajar mengajar bercerita kembali cerita
yang didengar. Tujuan kegiatan ini sama dengan tujuan straregi Storytelling.
Strategi ini dimulai setelah guru bercerita,kemudian anak diminta menceritakan
cerita itu sesuai dengan daya tangkap anak.
3)
Strategi
Simulasi Kreatif
Strategi
simulasi kreatif dilaksanakan untuk memanipulasi kegiatan belajar sambil
bermain dari penggalan dialog cerita atau bermain peran membawakan tokoh-tokoh
dalam cerita.