BAB I
PENDAHULUAN
Target pembangunan nasional dalam
repelita VI sudah direvisi, sehingga pertumbuhan ekonomi ditargetkan rata-rata
sekitar 7,1% dari semula 6,2%. Investasi yang semula ditargetkan Rp 660
triliun, kini direvisi menjadi Rp 815 triliun sepanjang repelita VI.
Revisi ini menurut pengamat cukur realistis mengingat
arus investasi global memang mengarah ke Asia. Selain itu, dilihat dari
berbagai indikator ekonomi, Indonesia bersama Cina, Vietnam, Filipina dan
Taiwan merupakan negara yang sangat mungkin mengambil bagian terbesar arus
investasi dunia namun demikian, negra-ngara tersebut sama-sama mempunyai
kendala serius dalam infrastruktur.
Calon investor kini menunggu aksi pemerintah dalam
menyedikan berbagai sarana jalan, Bandar udara, pelabuhan laut, jembatan,
telekomunikasi, listrik dan air minum. Menurut perhitungan Bank Dunia dalam
laporannya Infrastruktur Development in Asia and Pasifik : Towards a new public
private Parnership (September 1995), Cina sampai tahun 1994 masih harus
mengucurkan dana sekitar 616 - 744 milyar dollar atau 7,0 - 7,4 % dari Produk
Domestik Bruto (PDB) untuk memenuhi kebutuhan sarana listrik, komunikasi,
transfortasi dan air bersih.
Kondisi di Indonesia
Menurut Bank Dunia, Indonesia
membutuhkan sekitar 172-192 milyard dollar AS, atau 6,8 % dari PDB untuk
memenuhi sarana infrastuktur dalam kurun waktu 1995-2004. Kurang pasokan
listrik di Indonasia misalnya, tidak hanya investor malas menanamkan modalnya,
tetapi juga membuat penduduk lokal sulit untuk mengkonsumsi berbagai pelaratan
elektronika secara wajar. Tahun 1995, lebih dari 51. 000 konsumen baru televisi
tidak bisa membeli
1
produk
dengan alasan tidak tersedianya daya listrik. PLN hanya mampu menyediakan 6,2%
penduduk desa. Padahal menurut laporan Bank Dunia, sekitar 90% penduduk kota
dan 75% penduduk desa mampu mengkonsumsi televisi dengan harga ekonomis.
Menurut Bank Dunia, kendala
infrastruktur di negara-nagara yang sedang membangun merupkan konsekuensi logis
dari buruknya manajemen dan inefisiensi penerapan harga-harga dalm pengadaan
infrastruktur. Padahal kalau manajemen pengadaan infrastruktur bisa diperbaiki,
paling tidak negara-negara sedang membangun bisa mengirit 55 milyard dollar AS
setahun, dan jika penetapan harga-harga bisa efisien, pemerintah bis mengirit
123 milyard dollar setahun.
Dalam bidang infrastruktur,
Indonesia memang mampunyai setumpuk kelemahan, Indonesia hanya menempati
peringkat ke-32, padahal Singapura berada pada urutan ke-16 dan Malaysia urutan
ke-18. Indonesia hanya lebih baik dari Thailand yang berada di urutan ke-33 dan
Filipina urutan ke-39.
Kelemahan Indonesia dalam
infrastruktur antara lain kurangnya daya listrik terpasang per kapita dan masih
rendahnya daya listrik tersebut. Kurangnya sistem telekomunikasi per kapita dan kualitas yang
masih rendah dinilai dari rasio sukses sambungan telpon.
Indonesia juga masih dinilai lemah
dalam soft infrastruktur yang mendukung perekonomian terutama di daerah,
se[erti biroklasi pemda yang masih menghmbat. Ketidakpastian master plan
pembangunan RUTR (Rencana Umum Tata Ruang), walaupun jelas si tingkat pusat
sudah dikeluarkan kebijakan debirokrasi dan deregulasi.
Bagi Indonesia, sektor perhubungan
sangat menentukan daya saing mengingat Indonesia merupakan negara maritim
terluas di dunia dengan sekitar 17.000 pulau. Saat ini, produk-produk yang
sangat potensial diunggulkan di kawasan timur Indonesia ( KTI ) sulit bersaing
akibat mahalnya biaya perhubungan laut. Pruduksi-produksi agroindustri dan
perikanan dari NTT, sulit bersaing akibat tidak menentunya jadwal dapal,
disamping mahalnya biaya konteiner.
2
Indonesia sedang ditekan dari tiga
jalur, dari atas oleh standar-standar baru dunia seperti WTO (Organisasi
Perdagangan Dunia). Dari sisi samping oleh tuntutan regional seperti APEC dan
AFTA (Asean Free Trade Area). Sementara dari bawah oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat ( SLM ).
Dalam keadaan seperti ini, tidak
ada pihak yang mau dikesampingkan. Maka supaya bangsa tidak pecah, ketika
negara dipaksa bererak dari sekedar koordinasi kebijakan menjadi koordinasi
peradaban, tidak ada jalan lain kecuali perencanaan pembangunan dilakukan oleh
semua pihak dengan konsep yang jelas. Perencanaan ini termasuk penyediaan
infrastruktur yang berdimensi ke depan, tidak hanya memenuhi kebutuhan kini.
Untuk masa mendatang, Indonesia terpaksa membuat pelabuhan laut yang baru,
jalur pelayaran baru.
Banyak yang salah membaca peta
bumi Indonesia dan dunia yang seolah-olah ekonomi dunia tergantung dari terusan
suez dan panama yang buatan manusia. Padahal kita mempunyai terusan-terusan
lain buatan Tuhan, tapi Karen dibiarkan begitu saja, maka melupakan perencanaan
dalam kaitan abad global, dimana perairan Indonesia akan menjadi jalur perairan
Internasional. Karena itu, lebih baik dengan segala keterbatasan, konsep-konsep
harus segera dibuat. Kalau tidak, dengan tekanan yang demikian dasyat dari
orientasi pasar dunia, mudah sekali bagi Indonesia untuk mengalami kekacauan.
Dalam tahun 2000 misalnya, penduduk Indonesia mencapai 200 juta, dan 50% akan
berada di kota, kalau ini tidak ditampung oleh konsep-konsep yang jelas, akan
terjadi kekacauan besar.
3
BAB
II
PEMBAHASAN
II.1 Penelitian Infrastruktur
Bank Dunia yang mengadakan
penelitian masalah infrastruktur dinegara-negara Asia Timur seperti ; Cina,
Indonesia, Korea Selatan, Thailand, Filipina dan Vietnam menyimpulkan,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kawasan ini menimbulkan permintaan
infrastruktur yang baru dalam jumlah besar dan berkualitas. Dalam satu dekade
ke depan, negara-negara ini membutuhkan antara 1,2 – 1,5 triliun dollar AS,
atau 7% dari PDB. Angka-angka ini cukup besar jika dibandingkan dengan biaya
infrastruktur negara-negara Amerika Latin sekitar 0,6 – 0,8 milyard dollar AS.
Bank Dunia juga mencatat di atas
agaknya sulit dipenuhi akibat berbagai hal. Antara lain; senjangnya hubungan
pemerintah dan sektor swasta dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur, dan tidak
jelasnya kemampuan dan tujuan pemerintah dalam penetapan kerangka pembangunan
infrastruktur, membuat kebutuhan dana tersebut makin sulit dijangkau.
Tentang peranan sektor swasta
dalam pembangunan infrastruktur, saat ini khususnya untuk sektor perhubungan,
swasta telah berperan cukup banyak, misanya dalam pembangunan jalan tol. Namun
sektor swasta pun kalau diberi hak secara monopolistis, melalui peraturan
pemerintah atau kolusi akan menyababkan mark up yang tinggi, sehingga biaya
infrastruktur menjadi sangat mahal.
Pembangunan infrastruktur di
Indonesia juga menghadapi hambatan ekonomi biaya tinggi dalam pembangunan
proyek yang disebabkan tingginya biaya perijinan. Tungginya biaya perijinan ini
disebabkan belum sempurnanya perangkat undang-undang atau peraturan pemerintah.
Pendapat ini dilakukan oleh JETRO (Japan External Trade Organisation) maupun
Bank Dunia. Masalah birokrasi di Indonasia tercatat terburuk di ASEAN.
4
II.2
Masalah Pembangunan Infrastruktur
Segudang masalah pembangunan yang
menghadang Indonesia, terutama jika dikaitkan dengan target pencapain
investasi, agaknya sudah lama dikumandangkan. Harus diakui pula sudah banyak
usaha pemerintah untuk menyelesaikannya. Hanya saja berbagai kekurangan yang
dirasakan, baik dalam keseharian maupun yang disampaikan pengamat dan investor
asing, juga harus diakui masih banyak .
Membandingkan persedian
infrastruktur sekarang relatif lebih buruk dibandingkan tahun 1940an, aganya
merupakan refleksi dari persoalan besar infrastruktur yang harus masih dibenhi
Indonesia. Sebab pada akhirnya, baik keluhan masyarakat yang merasa tidak
nyaman dalam pelayanan umum sampai keluhan investor, harus ditangani sungguh-sungguh
dengan investasi keseriusan yang sama.
Disamping itu, pembangunan ekonomi
Indonesia menghadapi hambatan ekonomi biaya tinggi dalam pembangunan proyek
yang disebabkan tingginya biaya perijinan, faktor birokrasi dan country risk,
keharusan memakai produksi dan jasa dalam negeri, meskipun sering tidak
efisien.
5
BAB
III
PENUTUP
Untuk menghadap arus investasi yang memang sedang mengarah ke Asia.
Calon investor menunggu pemerintah menyediakan berbagai sarana jalan, Bandar
udara, pelabuhan laut, jembatan, telekomunikasi, listrik dan air.
Indonesia membutuhkan 6,8% dari
PDB untuk memenuhi sarana infrastruktur. Kendala infrastruktur dinegara –negara
sedang membangun konsekuensi logis dari buruknya manajemen danefisiensi
penerapan harga-harga dalam pengadaan infrastruktur. Kelemahan Indonesia dalam
infrastrktur antara lain kurangnya daya listrik terpasang per kapita dan masih
rendanya mutu daya listrik tersebut. Kurangnya sistem telekomunikasi dan
kualitas yang masih rendah dinilai dari rasio sukses sambungan telepon, dan
masih lemah dalam soft infrastruktur yang mendukung perekonomian.
Dibandingkan dengan negara-negara
lain infrstruktur Indonesia membutuhkan manajemen yang optimal, tersebar dan
merata di seluruh Indonesia, terutama Indonesia bagian Timur ( IBT ). Hal ini
mengingat pembangunan infrastruktur di Indonesia bagian barat sudah dapat
mengundang investor tersendiri dengan deregulasi. Bukan tidak mungkin malah
dapat menimbulkan masalah yang lebih besar lagi sehingga menambah biaya dalam
pembangunan infrstruktur.
6
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 1995, Investasi dan pasar modal.
Sutrisno, P.H, 1985, Dasar-dasar
kebijakan moneter dan kebijakan
Fiskal.
Sutrisno, Hadi, 1996, SKH,
“Kompas”.
iv