BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bangsa Indonesia di kenal sebagai
bangsa yang beraneka ragam budaya, bahasa, suku terlebih lagi bangsa Indonesia
juga di kenal sebagai Bangsa yang beradab dan mempunyai moral yang baik tehadap
sesama, namun ironisnya melihat realita sekarang semakin tahun Moral Bangsa
kita sudah mulai luntur dan bisa dimungkinkan lama kelamaan Bangsa kita dikenal
oleh bangsa lain sebagai Bangsa yang tidak mempunyai Moral.
Sudah kita ketahui bahwasanya
pendidikan anak usia dini di dunia yang berkembang sudah berjalan cukup lama
sebagai bentuk pendidikan yang berbasis masyarakat, namun di Negara kita
berjalan belum cukup lama, tapi setidaknya sudah mulai mengikuti
perkembangan-perkembangan di Negara maju. Ini sebagai upayah pemerintah agar anak
bangsa bisa mempersiapkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan juga
membekali peserta didik dengan moral dan disiplin yang baik, selanjutnya tujuan
dari pada pemerintah yakni membekali anak usia dini agar ketika manjalani
jenjang pendidikan yang lebih tinggi supaya dapat beradaptasi dengan lingkungan
bisa lebih cepat dan mudah karna sudah adanya bekal sejak kecil.
Pendidikan harus mempunyai
landasan yang jelas dan terarah. Landasan tersebut sebagai acuan atau pedornan
dalam proses penyelenggaraan pendidikan, baik dalam institusi pendidikan
formal, non formal maupun informal. Yang dimaksud landasan yang jelas dan
terarah adalah bahwa pendidikan harus berprinsip pada pengokohan moral-agama
anak didik di samping aspek-aspek lainnya. Hal ini sangat diperlukan sebagai
upaya untuk mengantarkan anak didik agar dapat berpikir, bersikap, dan
berperilaku secara terpuji (akhlak al-karimah). Upaya tersebut bisa dilakukan
oleh para pendidik (guru dan orang tua) pada program Taman Kanak-Kanak.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses alami yang terjadi dalam
kehidupan manusia, dimulai sejak dalam kandungan sampai akhir hayat.
Pertumbuhan lebih menitik beratkan pada perubahan fisik yang bersifat
kuantitatif, sedangkan perkembangan yang bersifat kualitatif berarti
serangkaian perubahan progesif sebagai akibat dari proses kematangan dan
pengalaman.Manusia tidak pernah statis, semenjak pembuahan hingga ajal selalu
terjadi perubahan, baik fisik maupun kemampuan psikologis. Kecerdasan merupakan
salah satu faktor utama yang menentukan sukses gagalnya peserta didik belajar
di sekolah. Peserta didik yang mempunyai taraf kecerdasan rendah atau di bawah
normal sukar diharapkan berprestasi tinggi. Tetapi tidak ada jaminan bahwa
dengan taraf kecerdasan tinggi seseorang secara otomatis akan sukses belajar di
sekolah.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
- Bagaimana Konsep Dasar
Moral dan Disiplin Anak Usia Dini ?
- Apa saja Tahapan
Perkembangan Moral ?
- Apa yang dimaksud dengan
Disonansi Moral ?
- Bagaimana Pendekatan dan
Teori Perkembangan Moral ?
- Apa Strategi dan
Contoh Penysunan dan Perencanaan Penanaman Serta Pengembangan Moral dan
Disiplin ?
- Apa Alat Penilaian Dalam
Pengembangan Moral dan Disiplin pada Anak Usia Dini ?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui Konsep
Dasar Moral dan Disiplin Anak Usia Dini.
- Untuk mengetahui Tahapan
Perkembangan Moral.
- Untuk mengetahui tentang
Disonansi Moral.
- Untuk mengetahui Pendekatan
dan Teori Perkembangan Moral.
- Untuk mengetahui Strategi
dan Contoh Penysunan dan Perencanaan Penanaman Serta Pengembangan Moral
dan Disiplin.
- Untuk mengetahui Alat
Penilaian Dalam Pengembangan Moral dan Disiplin pada Anak Usia Dini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Moral dan Disiplin Anak Usia Dini
Moral merupakan suatu kebiasan
yang dilakukan setiap individu baik moral yang baik atupun buruk. Moral berasal
dari bahasa latin ”Mores” yang berarti tata cara, kebiasaan dan adat. Prilaku
sikap moral mempunyai arti prilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok
sosial yang di kembangkan oleh konsep Moral. Yang dinamakan konsap moral ialah
peraturan prilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
Konsep moral inilah yang menentukan pada prilaku yang diharapkan dari
masing-masing anggota kelompok.
Menurut Piaget, hakikat Moral
ialah kecenderungan menerima dan menaati system peraturan. Selanjutnya ada
pendapat lain seperti yang dikatakan oleh Kohlberg mengemukakan bahwa aspek
moral adalah sesuatu yang tidak di bawa dari lahir, akan tetapi sesuatu yang
berkembang dan dapat dipelajari. Perkembangan Moral merupakan proses
internalisasi Nilai atau Norma masyarakat sesuai dengan kematangan seseorang
dalam menyesuaikan diri terhadap aturan yang berlaku dalam kehidupanya.
Jadi perkembangan Moral mencakup aspek kognitif yaitu pengetahuan tentang baik
atau buruk dan benar atau salah, dan faktor afektif yaitu sikap atau Moral itu
di praktekan.
Undang-Undang No 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional telah mengamanatkan dilaksanakanya
pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini, yakni sejak anak
dilahirkan. Disebutkan secara tegas dalam UU tersebut bahwa pendidikan anak
usia dini adalah suatu pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia 6 tahun yang dilakukan dengan cara pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan jasmani dan rohani agar anak mempunyai kesiapan
untuk kejenjang yang lebih lanjut. Saya memberikan stetmen dalam pendidikan
Rohani disini bisa juga pendidikan moral yang artinya moralitas yang baik
sesama manusia.
Contoh dari penerapan disiplin
pada anak usia dini, misalnya: ada seorang anak perempuan kecil berusia 4
tahun. Ia menangis berguling-guling di lantai karena mengantuk dan meminta
meminum susu sambil teriak keras memanggil Ibunya. Dan ibunya seolah-olah tidak
menghiraukan tindakan anaknya itu. Karna Ibunya telah memerintahkan anaknya
sehabis bermain dan sebelum minum susu cuci tangan terlebih dahulu, baru minum
susu. Namun, anaknya menginginkan Ibunya yang mencucikan tangannya” kamu sudah
bisa cuci tangan sendiri,” bentak Ibu. Anak itu semakin keras menangisnya dan
meronta, membuat keributan dalam rumah tersebut. Sewaktu anak berteriak keras,
ibu menariknya kekamar mandi untuk diguyur hingga basah kuyup lalu anak itu
ditinggal ibunya untuk membereskan rumah. Dengan terseduh-seduh anak tersebut
melepaskan bajunya yang basah dan mengambil handuk, mengeringkan badanya
sendiri, kemudian dia naik keranjang dan tertidur pulas. Pada waktu bangun ia
berkata pada Ibunya,”Ibu, saya mau minum susu!” jawab Ibu,” baik nak, sebelum
minum susu, makan dulu yah’ pasti kamu lapar. Ibu ambilkan makan dan makanlah
sambil melihat akuarium.”
Ternyata, dengan berlaku demikian,
Ibu anak trsebut sedang mengadakan percobaan mengajarkan disiplin kepada
anaknya menurut caranya sendiri. Apabila disekolah anak tersebut maunya menang
sendiri, bila berbaris tidak mau menuruti aturan, dia selalu teriak minta
paling depan, padahal harus bergantian dengan temanya. Namun, guru dengan cara
memberi aba-aba untuk balik arah dengan sendirinya anak tersebut berada pada
posisi paling belakang.
B. Tahapan
Perkembangan Moral
Menurut Kohlberg ada tiga tahapan perkmbangan:
1. Tingkatan tahapan
Prokonvensional
dimana aturan ini berisi tentang ukuran Moral yang di
buat otoritas oleh lembaga terkait, pada tahapan perkembangan ini anak –anak
tidak akan melanggar ketentuan yang berlaku di lembaganya, di karnakan merasa
takut atas ancaman dan hukuman yang telah di tentukan oleh lembaganya,
sehingga anak secara tidak sadar di tuntut untuk melaksanakan peraturan dan
takut melakukan larangan yang ada imbasnya anak akan selalu melakukan perbuatan
yang baik dan meninggalkan yang jelek.
Tingkatan yang pertama ini di bagi dua (2) tahap
lagi:
· tahap orientasi terhadap kepatuhan dan
hukuman: pada tahap ini anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan yang ada ini
di tentukan oleh adanya kekuasaan yang mana tidak bisa di ganggu gugat oleh
siapapun. Jadi dalam tahapan ini mau atau tidak harus mentaati peraturan yang
ada, di karnakan kalau tidak anak akan mendapatkan hukuman sesuai dengan
pelanggaran yang di lakukan.
·
Tahap Relativistik hedonosme: pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak
tergantung pada peraturan yang berlaku diluar dirinya yang di lakukan oleh
orang lain yang mempunyai otoritas. Jadi dalam hal ini anak sudah memulai sadar
bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi yang bergantung pada kebutuhan
(Relativisme ) orang yang membuat peraturan dan kesenangan seseorang.
2. Tingkatan tahap Konvensional:
dalam hal ini anak dituntut untuk mematuhi peraturan yang telah disepakati
bersama-sama agar dia mau diterima di kelompok sebayanya.
Kelompok ini tediri dari dua (2) tahap:
Ø Tahap Orientasi mengenai anak yang baik:
dalam tahapan ini anak mulai memperlihatkan orientasi terhadap perbuatan yang
di nilai baik atau tidak baik oleh orang lain atau sekitarnya. Sesuatu
dikatakan baik dan banar apabila segala sikap dan prilaku atau perbuatanya
dapat di terima oleh orang lain atau sekiternya.
Ø Tahapan mempertahankan Norma sosial dan
otoritas : pada tahapan ini anak anak mulai menunjukan perbuatan yang benar
bukan hanya agar supaya diterima oleh lungkungan atau sekitarnya saja
akan tetapi juga bertujuan agar supaya dirinya dapat ikut serta mempertahankan
aturan dan norma atau nilai social yang ada sebagai kewajiban dan tanggung
jawab Moral untuk melaksanakan peraturan yang ada.
3. Tingkatan tahapan pasca
Konvensional: pada tahapan ini anak mematuhi peraturan untuk menghindari
hukuman kata hatinya.
Tingkatan ini juga terdiri dari dua (2) tahap:
§ Tahap Orientasi terhadap
perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosialnya. Pada tahap ini ada
hubungan timbale balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat.
Jadi dalam tahap ini anak akan menaati aturan sebagai kewajiban dan tanggung
jawab atas dirinya dalam menjaga keserasian hidupnya di sekitarnya.
§ Tahapan Universal: pada tahap ini
selain ada norma pribadi yang bersifat subyektif ada pula norma etik (
baik atau buruk, benar atau salah ) yang bersifat unifersal sebagai sumber
menentukan suatu perbuatan yang berhubungan dengan moralitas.
Perkembangan sosial dan moral yakni suatu proses
perkembangan mental yang berhubungan dengan perubahan-perubahan cara anak
berkomunikasi dengan orang lain baik sebagai indifidu maupun kelompok.[3]
Akan tatapi menurut J.Buul perkembangan moral dibagi
menjadi empat(4) yaitu:
1)
Tahap anomi
Ketidak mampuan moral bayi. Moral bayi barulah suatu
potensi yang siap di kembangkan dalam lingkungan. Artinya bayi lahir dalam
keadaan fitrah ( mempunyai potensi ) yang selalu siap untuk di kembangkan. Jadi
tergantung yang mau member warna kehidupan,sikap,prilaku,moral yang akan di
tanamkan sejak dini pada dirinya.
2) Tahap
heteromoni
Dimana moral yang berpotensial dipacu berkembang
orang lain atau otoritas melalui aturan dan kedisiplinan. Artinya dengan
bantuan orang lain baik keluarga maupun lingkungan itu yang akan memacu
perkembangan moralnya.
3) Tahapan
Sosionami
Dimana moral berkembang di tengah sebaya atau dalam
masyarakat, mereka lebih menaati peraturan kelompok daro pada yang bersifat
otoritas.
4) Tahap
Otonomi
Tahapan ini mengenai tantang moral yang mengisi dan
mengendalikan kata hatinya sendiri serta kemampuan bebasnya untuk berprilaku
tanpa campur tangan orang lain atau lingkungan.
Ada pendapat yang mengatakan anak dilahirkan itu
membawa fitrah keagamaan. Fitra itu baru berfungsi dikemudan hari setelah
melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan.
[4]disamping itu perkembangan anak pada usia dini ditandai dengan aspek
moralitas heteronom, tetapi pada usia 10 tahun mereka beralih kesuatu tahap
yang perkembanganya lebih tinggi yang disebut dengan moralitas otonom.[5]
C. Disonansi
Moral
Pada hakikatnya posisi anak
sebagaimanusia pada umumnya memiliki tiga macam tanaga dalam ( yang ada pada
unsure pesikis ) keberadan tenaga dalam itu akan memberikan pengaruh pada
dirinya untuk melakukan berbagai kegiatan/aktifitas baik berupa sifat positif
maupun yang negative. Dorongan dari ketiga tenaga dalam inilah yang perlu
dicermati oleh para guru. Motifasi terhadap para peserta didik untuk menentukan
dan mengarahkan anak didik pada kegiatan positif. Kegiatan akan sangat berarti
bagi peserta didik apabila mampu membuahkan hasil adanya perubahan sikap dan
prilaku kearah yang positif. Ketiga tenaga dalam itu menurut istilah psikiligi
dikenal dengan: Id, Ego, dan super Ego.
v Id adalah suatu dorongan yang bersal dari
dalam diri seseorang untuk mendahulukan rasa, enak, mencapai kenikmatan dan
nafsu belaka
Sikap semacam ini mempunyai kecenderungan anak-anak
bersikap instan dalam meraih kehidupan
v Ego adalah ibarat suatu dorongan/tenaga dalam
yang berasal dari jiwa seseorang yang berfungsi menyeimbangkan kemauan dari Id
dengan mencoba mengarahkan dorongan tersebut dalam kenyataan hidup
v Super Ego adalah dorongan atau tenaga dalam
yang berfungsi sebagai alat control terhadap suatu dorongan yang berasal dari
kemauan Id . control dari Super Ego disini berasal dari ajaran Agama, moral
atau norma yang diajarkandan di terima manusia.
Suatu contoh ilustrasi untuk
memahami istilah tersebut: ketika seorang anak seusia taman kanak-kanak disuruh
mandi soere oleh Ibunya, ia akan tetap menginginkankan agar dirinya tetap
bermain tidak perlu mandi, ini ( Id ). Kemudaian Ibunya menasihati dengan
mengutip ucapan Ibu guru di TK bahwa untuk menjaga kesehatan kita harus mandi (
Super Ego ) kemudian anak tersebut melihat teman-teman sebayanya sudah pada
mandi tinggal dia sendiri yang belum ( Ego ) maka disitulah peran orang tua
atau guru untuk senantiasa mengarahkan segala sesuatu yang timbul dari anak
kearah yang positif dengan pendekatan pendidikan. Dalam teori penanaman moral
dan etika disini bisa di kenal sebagai istilah Disonansi Moral.
D. Pendekatan
dan Teori Perkembangan Moral
Seperti yang dikemukakan oleh
Kohlberg dan Piaget menunjukan bahwa sikap dan prilaku moral bukan hasil dari
sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan yang berhubungan dengan
nilai kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi oleh sebab akibat dari
aktivitas spontan yang di pelajari dan berkembang melalui interaksi sosial anak
dengan lingkunganya.
Selain perkembangan Moral, dalam
mempelajari pola perkembangan Moral yang berkaitan dengan ketaatan mematuhi
suatu peraturan yang berlaku Universal, [erlu dibahas pula mengengenai
disiplin. Disiplin berasal dari kata “Disciple” yang berarti seseorang yang
belajar dari dirinya sendiri atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin.
Disiplin sangat diperlukan salah satunya untuk membentuk prilaku yang sesuai
dengan aturan dan peran yang ditetapkan dalam kelompok budaya atau tempat orang
tersebut menjalani kehidupan. Melalui disiplin, anak belajar untuk bersikap dan
berprilaku yang baik seperti yang diharapkan oleh masyarakat lingkungan
sekiternya. Disiplin dapat ditanamkan secara otoriter melalui pengendalian
prilaku dengan menggunakan hubungan secara Permisif atau Laissezfaire melalui
kebebasan yang di berikan terhadap anak tanpa adanya suatu hukuman atau
bersifat demokratis melalui penjelasan,diskusi dan penalaran mengenai peraturan
yang berlaku. Artinya anak di kasih penjelasan dan arahan serta di beri tahu
maksud dan tujuan yang tercantum dalam peraturan sehingga anak mampu mengerti
tentang apa yang di harapkan oleh lembaga terkait.
Unsur yang berkaitan dengan
disiplin adalah sebagai berikut:
a) peraturan sebagai pola yang
ditetapkan untuk berprilaku dimana anak itu tinggal.
Mempunyai nilai pendidikan tentang arah yang akan
diikuti dan ditaati anak dan juga membantu mengekang prilaku yang tidak
diinginkan.
b) Hukuman akan diberikan apabila anak
melakukan kesalahan atau bertindak yang tidak sesuai dengan nilai atau norma
yang berlaku di masyarakat dimana dia hidup. Hukuman yang menghalangi anak
untuk tidak mengulangi perbuatan yang tidak diinginkan atau tidak sesuai,
mendidik anak untuk belajar dari pengalaman dan memotivasi anak untuk tidak
berprilaku yang tidak diterima oleh masyarakat.
c) Penghargaan diberikan apabila
anak telah melakukan sesuatu dengan nilai atau norma yang berlaku, mendidik
anak dan memotifasi anak agar mengulangi prilaku yang baik dan benar sesuai
dengan harapan masyarakat.
d) Konsistensi atau keajegan dalam
melaksanakan aturan dan disiplin sehingga tidak membingungkan anak dalam
mempelajari sesuatu yang benar atau salah, baik atau buruk . disiplin dapat
barmanfaat apabila ada pengaruh disiplin terhadap prilaku, menimbulkan kepekaan
atas sikap yang baik, benar dan adil serta mempengaruhi kepribadian anak dimana
sikap prilaku disiplin merupakan bagian yang terInternalisasi pada anak secara
keseluruhan.
E. Strategi
dan Contoh Penysunan dan Perencanaan Penanaman Serta Pengembangan Moral dan
Disiplin
Program pembentukan prilaku pada
anak usia dini merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan
ada pada kehidupan anak ditaman kanak-kanak. Melalui program ini anak-anak
diharapkan dapat melakukan kebiasaan-kebiasaan disiplin. Pembentukan prilaku
melalui pembiasaan yang dimaksud meliputi pembentukan moral agama, Pancasila,
perasaan/emosi, kemampuan masyarakat, dan disiplin. Tujuan dari program
pembentukan prilaku adalah mempersiapkan anak sedini mungkin dalam
mengembangkan sikap dan prilaku yang didasari oleh nilai-nilai agama dan
Pancasila.
Kompetensi dan hasil belajar yang
ingin dicapai pada aspek pengembangan moral dan nilai-nilai agama adalah
kemampuan melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan
mencintai sesama. Penyusunan strategi dalam pengembangan moral anak usia dini
yang berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi dan menu pembelajaran anak
usia dini memiliki substansi ruang lingkup kajian sebagai berikut:
1.
Latihan hidup tertib dan teratur
2.
Aturan dalam melatih sosialisasi
3.
Menanamkan sikap tenggang rasa dan toleransi
4.
Merangsang sikap berani, bangga dan bersyukur, dan bertanggung jawab
5.
Latihan pengendalian emosi dan
6.
Melatih anak untuk dapat menjaga diri sendiri.
F. Alat
Penilaian Dalam Pengembangan Moral dan Disiplin
Sekolah juga mempunyai tanggung
jawab menilai anak-anak untuk mengidentifikasi masalah pembelajaran yang
potensial dan memberi tindakan penyembuhan yang sesuai bagi anak-anak yang
membutuhkannya. Diagnosis dan penyaringan untuk mengenali anak-anak yang
mungkin membutuhkan evaluasi dan campur tangan pendidikan lebih lanjut yang
dituntut oleh undang-undang federal, merupakan langkah yang penting dalam
merancang sebuah rencana pendidikan Individual Educational Plan (IEP).
Kemudian juga, karena anak-anak
bersekolah, maka penilaian dan evaluasi itu sangatlah penting. Informasi yang
diperoleh lewat penilaian memberi tahu para guru mengenai daya guna kurikulum
atau program. Dengan informasi ini, para guru dan sekolah memperoleh pengertian
lebih baik mengenai apa dan bagaimana cara mereka merubah dan memperbaiki
program dan kurikulum guna meningkatkan kegunaannya. Maka dari itu, hal ini
membutuhkan alat penilaian dalam pengembangan moral dan disiplin yang
diantaranya:
1.
Pengamatan
Setiap hari, para guru secara sepontan mengamati
anak-anak, berbicara dengan mereka, dan berpikir mendalam mengenai pertumbuhan
dan pembelajaran anak, bertanya kepada diri sendiri, “apa yang dilakukan Sasha
hari ini ?” atau berkata, “Asep sedang membuat kemajuan yang baik di bidang
belajar huruf-huruf. Ia memperlihatkan bahwa ‘A’ pada namanya adalah huruf
‘A’yang sama pada awal nama Alisa”.
2.
Daftar Periksa dan Skala Pemeringkatan
Pengamatan yang lebih terstruktur dapat dilakukan
dengan menggunakan daftar cek dan skala-skala tingkat. Para guru bisa merancang
ini untuk maksud khusus, seperti untuk menemukan keterampilan pemetaan mana
yang digunakan anak-anak secara spontan ketika mereka bermain, bagaimana mereka
menggunakan bahan-bahan matematika yang diterapkan di bidang mengurus rumah
tangga, atau keterampilan sosial mana yang sedang berkembang.
3.
Wawancara Terstruktur
Para guru bisa menggunakan jenis wawancara
terstruktur yang sama untuk memeriksa pemahaman anak tentang konsep, kenyataan,
perasaan mereka, atau situasi-situasi sosial. Sebagaimana karya hidup Piaget
didasarkan pada pengamatan terhadap anak-anak. Pengamatan terhadap ketiga
anaknya sendiri menuntun dia ke pengembangan metode klinis, yang menggabungkan
pengamatan terhadap anak-anak dengan mengajukan pertanyaan, memeriksa, dan
mengamati kembali.
4.
Standar dan Pembanding Kinerja
Untuk menilai apa yang telah dipelajari anak-anak,
mereka dapat diberi tugas khusus untuk dikerjakan. Tugas itu langsung
berhubungan dengan sasaran dan tujuan kurikulum dan program. Misalnya, standar
kesenian menyatakan bahwa anak-anak harus mampu melakukan delapan gerak dasar:
berjalan, berlari, melompat-lompat dengan satu/dua kaki sekaligus, melompat
dari atas ke bawah, melompat cepat ke depan, berlari kencang meluncur, dan
melangkah cepat. Untuk menentukan apakah anak itu telah mencapai standar ini,
guru hendaknya meminta anak itu memperlihatkan gerak-gerak itu.
5.
Contoh Karya dan Portofolio
Portofolio adalah kumpulan karya anak-anak yang menggambarkan
usaha, kemajuan, dan prestasi mereka, dan berpotensi menyediakan dokumentasi
kaya bagi setiap pengalaman anak selama setahun. Jika portofolio itu harus
dipakai sebagai alat untuk menilai, mak pembuatan portofolio itu dianjurkan
menggunakan pendekatan yang relatif terstruktur. Penilaian portofolio, yang
telah dibuat untuk memprediksi secara tepat kinerja anak-anak dalam
melaksanakan tes yang dibakukan dan seluruh kinerja di sekolah, sangat dihargai
oleh para guru, orang tua dan anak-anak.
6.
Evaluasi Diri
Anak-anak yang tahu diri sendiri mengetahui apa yang
mereka lakukan dengan baik dan apa yang perlu mereka pelajari, memiliki
identitas diri yang kuat, dan bisa mengendalikan perilaku dan pembelajarannya.
Melibatkan anak-anak ke dalam evaluasi diri mereka sendiri merupakan salah satu
cara membina perasaan tentang ketepat gunaan atau pengendalian.
7.
Tes Standar
Anak-anak usia tiga, empat, dan lima tahun boleh
diberi beberapa jenis tes standar yang berbeda, yang mencakup:
a. Tes kesiapan
belajar
Tes kesiapan belajar disusun agar mampu menilai
kemampuan anak-anak memanfaatkan pelajaran berikutnya.
b. Tes kemajuan belajar
Tes kemajuan belajar dirancang untuk menilai apa yang
sudah diajarkan kepada anak atau sudah dipelajari dalam suatu bidang
pengajaran, atau sekurang-kurangnya menentukan sampel mengenai apa yang dapat
dibuat anak pada saat itu.
c. Tes saringan
dan diagnostik
Menurut undang-undang, sekolah bertanggung jawab
mengidentifikasi potensi masalah pembelajaran dan menyediakan tindakan
penyembuhan bagi anak-anak yang dalam bahaya. Diagnosis dan penyaringan terdiri
dari prosedur penilaian singkat yang dirancang untuk mengidentifikasi anak-anak
yang mungkin memerlukan evaluasi dan campur tangan pendidikan lebih lanjut.
d. Tes kecerdasan
Secara khusus, tes ini mengukur kecerdasan abstrak-
kemampuan serta melihat hubungan-hubungan, membuat generalisasi, dan
menghubungkan dan mengorganisasikan gagasan yang disampaikan dalam bentuk
lambang.[6]
BAB
III
KESIMPULAN
Menurut penjelasan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwasanya setiap masing-masing anak mempunyai sikap moral
yang positif. Tegantung sejauh mana lingkungan keluarga mendidiknya, sejauh
mana peran lembaga untuk memberi bekal moral pada anak bangsanya. Karna ketika
bayi dilahirkan masih bersih dan sucu ( mempunyai potensi ) yang akan siap
dikembangkan. Secara umum ada beberapa tahap perkembangan moral menurut
Kohlberg yakni, tahap Prokonvensional, tahap Konvensional, tahap
PascaKonvensional dan menurut J.Bull perkembangan moral dibagi menjadi 4 yaitu,
tahap Anomi, tahap Heteromoni, tahap Sosionomi, tahap Otonomi
BAB V
PENUTUP
Alhamdulillah dengan izin Allah
yang maha kuasa makalah ini telah saya susun, dengan suatu harapan bisa
bermanfaat umumnya bagi yang membaca dan hususnya bagi saya pribadi dan
mudah-muadahan bisa menambah wawasan dan materi untuk kita. Akan tetapi saya
menyadari bahwa makalah yang kami buat masih kurang sempurna atau yang di
harapkan para pembaca, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat saya
harapkan dengan suatu tujuan saya bisa lebih baik lagi dalam membuat makalah,
sekian dan terimakasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Mursyid, Manajmen
lembaga pendidikan anak usia dini, Akfi media, semarang,2010
Santi, Danar,Pendidikan
anak usia dini antar teori dan praktek,PT. Matanan jaya cemerlang,2009
CarolSeefeldt dan Barbara, Pendidikan Anak Usia Dini,PT.Indek,2008
Santrock,Life-Span
Development.2001
Tohirin, Psikilogi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,PT Raja Grafindo, Jakarta, 2005