Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Makalah Autis Pada Anak Usia Dini


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Interaksi dan komunikasi merupakan salah satu modal bagi seseorang untuk memperoleh berbagai informasi melalui lingkungan. Lingkungan sampai saat ini diyakini sebagai sumber yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan seseorang. Jika seseorang mengalami hambatan dalam interaksi dan komunikasi, diyakini orang tersebut akan mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya.
Anak autisme sebagai salah satu bagian dari anak berkebutuhan khusus mengalami hambatan pada keterampilan interaksi dan komunikasi. Keadaan ini diperburuk oleh adanya gangguan tingkah laku yang menyertai setiap anak autisme, bahkan hambatan inilah yang paling mengganggu pada anak autisme dalam melakukan interaksi dan komunikasi dengan lingkungannya.
Meskipun demikian, tidak berarti anak autisme tidak mempunyai potensi yang bisa dikembangkan. Meskipun prosentasinya kecil, diperkirakan kurang dari 20% dari populasi anak yang mengalami autisme. Mereka memiliki potensi rata-rata bahkan ada yang di atas rata-rata. Tidak jarang diantara mereka ada yang bisa berhasil mencapai prestasi akademik tertinggi seperti anak pada umumnya yang tidak autisme.
Autisme merupakan kelainan yang serius dan kompleks, apabila tidak ditangani dengan tepat dan cepat kelainan ini akan menetap dan dapat berakibat pada keterlambatan perkembangan. Keterlambatan perkembangan pada kasus autisme biasanya ditemukan pada anak-anak dan mempunyai dampak yang berlanjut sampai dewasa. Salah satu gangguan perkembangan yang dialami adalah kesulitan dalam memahami apa yang mereka lihat, dengar, dan mereka rasakan. Gangguan ini dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan antara lain dalam kemampuan berkomunikasi, berbicara, bersosialisasi, perilaku, dan keterampilan motorik.


1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari autisme ?
2. Apa penyebab dari anak autisme ?
3. Apa saja faktor-faktor yang melatar belakangi anak autisme?
4. Apa saja stategi visual untuk meningkatkan komunikasi dan atensi anak autisme ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari autisme.
2. Mengetahui penyebab dari ank autisme.
3. Mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi anak autisme.
4. Mengetahui stategi visual untuk meningkatkan komunikasi dan atensi anak autisme.

   


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Autisme
Istilah Autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner. Autisme berasal dari kata auto yang berarti menyendiri, maka kita akan mendapat kesan bahwa individu autisme itu seolah-olah hidup di dunianya sendiri. Jadi, autisme merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, kognisi, dan aktivitas imajinasi. Indonesia mengenal masalah autisme sejak tahun 1977.
Gejala autisme mulai tampak sebelum anak berusia berusia tiga tahun. Bahkan pada autisme infatil gejalanya sudah ada sejak lahir. Seseorang baru dapat dikatakan termasuk kategori Autisme, bila ia memiliki hambatan perkembangan dalam tiga sapek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, minat yang terbatas disertai gerakan-gerakan tanpa tujuan. Gejala tersebut harus sudah terlihat sebelum usia tiga tahun. Mengingat bahwa tiga aspek tersebut terwujud dalam bentuk yang berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa autisme merupakan sekumpulan gejala klinis yang dilatar belakangi oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus.

2.2 Penyebab Anak Autisme
1. Ibu yang dingin
Teori ini mengatakan bahwa sikap ibu yang dingin terhadap kehadiran anaknya menyebabkan anak masuk ke dalam dunianya sendiri sehingga ia menjadi autisme. Namun ternyata anak yang mendapat kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya terutama ibunya, menunjukan ciri-ciri autisme. Teori tersebut tidak memberi gambaran secara pasti, sehingga hal ini mengakibatkan penanganan yang diberikan kurang tepat bahkan tidak jarang berlawanan dan berakibat kurang menguntungan bagi pekembangan individu autisme.
2. Lingkungan
Faktor lain penyebab autisme pada anak adalah lingkungan. Ibu hamil yang tinggal di lingkungan kurang baik dan penuh tekanan, tentunya berisiko pada janin yang dikandungnya. Selain itu lingkungan yang tidak bersih juga dapat mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan.
3. Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik. Penyakit genetic yang sering dihubungkan dengan autisme adalah Tuberous Sclerosis (17-58%) dan syndrome fragile X (20-30%). Disebut Fragile-X karena secara sito genetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti patahan di ujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindrom fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosom X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya karena tidak bisa digolongkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier).
4. Usia orangtua
Makin tua usia orangtua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak menderita autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen memiliki anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29 tahun.
“Memang belum diketahui dengan pasti hubungan usia orangtua dengan autisme. Namun, hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen,” kata Alycia Halladay, Direktur Riset Studi Lingkungan Autismem Speaks.
5. Pestisida
Paparan pestisida yang tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya autisme. Beberapa riset menemukan, pestisida akan mengganggu fungsi gen di sistem saraf pusat. Menurut Dr Alice Mao, profesor psikiatri, zat kimia dalam pestisida berdampak pada mereka yang punya bakat autisme.


6. Obat-obatan
Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan memiliki risiko lebih besar mengalami autisme. Obat-obatan tersebut termasuk valproic dan thalidomide. Thalidomide adalah obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia. Obat thalidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena banyaknya laporan bayi yang lahir cacat. Namun, obat ini kini diresepkan untuk mengatasi gangguan kulit dan terapi kanker. Sementara itu, valproic acid adalah obat yang dipakai untuk penderita gangguan mood dan bipolar disorder.
7. Perkembangan otak
Area tertentu di otak, termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada konsentrasi, pergerakan dan pengaturan mood, berkaitan dengan autisme. Ketidakseimbangan neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di otak juga dihubungkan dengan autisme.

2.3 Karakteristik Anak Autisme
Menurut Delay & Deinaker (1952), dan Marholin & Philips (1976) gejala-gejala autisme yaitu :
1.     Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang kebawah.
2.     Selalu diam sepanjang waktu.
3.     Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara aneh ia akan mengucapkan atau akan menceriterakan dirinya dengan beberapa kata, kemudian diam menyendiri lagi.
4.     Tidak pernah bertanya, tidak menunjukan rasa takut, tidak punya keinginan yang macam-macam, serta tidak menyenangi sekelilingnya.
5.     Tidak tampak ceria.
6.     Tidak perduli terhadap lingkungannya, kecuali dengan benda yang ia suka, misalnya boneka.
Sedangkan karakterisik yang tampak pada anak autisme dalam buku Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus (Hidayat, dkk) yaitu :
1.     Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara, tetapi kemudian sirna.
2.     Anak tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain, kadang-kadang anak berperilaku menyakiti dirinya sendiri.
3.     Anak tidak mempunyai empati dan tidak tahu apa reaksi orang lain atas perbuatannya.
4.     Pemahaman anak sangat kurang, sehingga apa yang ia baca sukar dipahami. Misalnya dalam bercerita kembali dan soal berhitung yang menggunakan kalimat.
5.     Kadangkala anak mempunyai daya ingat yang sangat kuat, seperti perkalian, kalender, dan lagu-lagu.
6.     Dalam belajar mereka lebih mudah memahami lewat gambar-gambar (visual learners)
7.     Anak belum dapat bersosialisasi dengan teman sekelasnya, seperti sukar bekerja sama dalam kelompok sebayanya, bermain peran dan sebagainya.
8.     Kesulitan mengekspresikan perasaanya, seperti : suka marah, mudah frustasi bila tidak dimengerti dan dapat menimbulkan tantrum (ekspresi emosi dalam bentuk fisik atau marah yang tidak terkendali).
9.     Memperlihatkan prilaku stimulasi diri sendiri seperti bergoyang-goyang, mengepakan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke pesawat tv.

2.4 Masalah Anak Autisme di Sekolah
a. Perilaku
Adanya perilaku khas pada anak autisme seringkali membuat para guru dan anak lain dikelas bingung. Perilaku tersebut sangat tidak wajar dan cenderung mengalihkan perhatian. Keadaan anak yang cenderung “peka secara berlebihan” (suara, sentuhan, irama) terhadap stimulus lingkungan juga kerap membuat anak berperilaku tidak menyenangkan.
b. Pemahaman
Gaya berpikir mereka yang visual dalam bentuk film/gambar, membuat reaksi mereka lebih lambat dari pada anak lain, dimana mereka memerlukan jeda waktu sedikit lebih lama sebelum berespons. Mereka mengalami kesulitan memusatkan perhatian apalagi dengan kelas yang begitu banyak siswa.
c. Komunikasi
Sebagian dari anak autisme, meskipun dapat berbicara menggunakan kalimat pendek dengan kosa kata yang sederhana. Seringkali mereka bisa mengerti orang lain tapi hanya bila orang tersebut berbica langsung kepada mereka. Itu sebabnya kadang mereka tampak seakan tidak mendengar padahal jelas-jelas kita memanggil mereka.
d. Interaksi
Anak autisme juga bermasalah pada perkembangan keterapilan sosialnya, sulit berkomunikasi. Tidak mampu memahami aturan-aturan dalam pergaulan, sehingga biasanya tidak memiliki banyak teman. Mereka hanya memiliki 1-2 teman yang dapat memberikan rasa aman kepada mereka.

2.5 Klasifikasi Anak Autisme
Dalam berinteraksi sosial anak autismetik dikelompokkan atas 3 kelompok yaitu:
1. Kelompok Menyendiri
a.   Terlihat menghindari kontak fisik dengan lingkungannya
b.   Bertedensi kurang menggunakan kata-kata, dan kadang-kadang sulit berubah meskipun usianya bertambah lanjut. Dan meskipun ada ada perubahan, mungkin hanya bisa mengucapkan beberapa patah kata yang sederhana saja.
c.   Menghabiskan harinya berjam-jam untuk sendiri, dan kalau berbuat sesuatu akan melakukannya berulang-ulang.
d.   Gangguan perilaku pada kelompok anak ini termasuk bunyi-bunyi aneh, gerakan tangan, tabiat yang mudah marah, melukai diri sendiri, menyerang teman sendiri, merusak dan menghancurkan mainannya.
2. Kelompok Anak Autisme yang Pasif
e.    Lebih bisa bertahan dengan kontak fisik, dan agak mampu bermain dengan kelompok teman bergaul dan sebaya, tetapi jarang sekali mencari teman sendiri.
f.    Mempunyai perbendaharaan kata yang lebih banyak meskipun masih agak terlambat bisa berbicara dibandingkan dengan anak sebaya.
g.   Kadang-kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun kadang-kadang pula dibumbui kata yang kurang dimengerti.
h.   Kelompok pasif ini masih bisa diajari dan dilatih dibandingkan dengan anak autisme yang menyendiri dan yang aktif tetapi menurut kemauannya sendiri.

3. Kelompok Anak Autisme Yang Aktif Tetapi Menurut kemauannya Sendiri
a.    Kelompok ini seperti bertolak belakang dengan kelompok anak autisme yang menyendiri karena lebih cepat bisa bicara dan memiliki perbendaharaan kata yang paling banyak.
b.   Meskipun dapat merangkai kata dengan baik, tetapi tetap saja terselip kata-kata yang aneh dan kurang dimengerti.
c.    Masih bisa ikut berbagi rasa dengan teman bermainnya.
d.   Dalam berdialog, seringmengajukan pertanyaan dengan topik yang menarik,dan bila jawaban tidak memuaskan atau pertanyaannya dipotong, akan bereaksi sangat marah.

2.6 Mengenali Hambatan Anak Autisme
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merumuskan suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapat diagnosis autisme. Rumusan ini dipakai di seluruh dunia, dan dikenal dengan sebutan ICD-10 (International Classifikation of Diseases) 1993. Rumusan lain yang dipakai yaitu DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994, yang dibuat oleh grup psikiatri dari Amerika. Adapun isi dari ICD-10 dan DSM-IV sebenarnya sama.
Adapun kriteria DSM-IV untuk Autisme Masa Kanak :
1. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1.1), (1.2) dan (1.3), dengan minimal dua gejala dari (1.1) dan masing-masing satu gejala dari (1.2) dan (1.3).
1.1 Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 gejala :
a.   Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik yang kurang setuju.
b.   Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.
c.   Tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
d.   Kurang adanya hubungan sosial dan emosional yang baik.
1.2 Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti yang ditunjukan oleh minimal satu dari gejala-gejala dibawah ini :
a.      Bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang ( tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara)
b.     Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi
c.      Sering menggunakan bahasa aneh yang diulang-ulang
d.     Cara berain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang meniru
1.3 Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dala perilaku, minat dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala dibawah ini :
a.      Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan.
b.     Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya.
c.      Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
d.     Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
2. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang :
(1) Interaksi sosial, (2) bicara dan bahasa, (3) cara bermain yang kurang variatif.
3. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa kanak.
Meskipun kriteria diagnosis telah dijabarkan dengan jelas dalam ICD-10 maupun DSM-IV namun kesalahan diagnosis masih sering terjadi. Hal ini disebabkan oleh karena seringnya terdapat gangguan atau penyakit lain yang menyertai gangguan autisme ini, misalnya hiperaktivitas, epilepsi, retardasi mental, sindroma Down, dan lain sebagainya.

2.7. Layananan Bimbingan Autisme
Layanan bimbingan bagi anak autisme, idealnya diberikan dalam bentuk sekelompok penanganan untuk membantu mereka mengatasi kebutuhan khususnya. Di Amerika Serikat, banyak bentuk-bentuk pendidikan yang tersedia, antara lain (Siegel, 1996) :
a.      Individual therapy, antara lain melalui penanganan ditempat terapi atau dirumah (home based therapy dan kemudian homeschooling).
b.     Designated Autismetic Classses. Salah satu bentuk transisi dari penanganan individual dibentuk kelas klasikal, dimana sekelompok anak yang semuanya autisme, belajar bersama-sama mengikuti jenis instruksi yang khas. Anak-anak ini berada dalam kelompok yang kecil (1-3 anak) dan biasanya merupakan anak-anak yang masih kecil yang belum mampu imitasi dengan baik.
c.      Ability Grouped Classes. Anak-anak yang sudah dapat melakukan imitasi, sudah tidak terlalu memerlukan penanganan one-on-one untuk meningkatkan kepatuhan, sudah ada respons terhadap pujian, dan ada minat terhadap alat permaian, memerlukan jenis lingkungan yang menyediakan teman sebaya yang secara sosial lebih baik meski juga memiliki masalah perkembangan bahasa.
d.     Social skill Development and mixed Disability Classes. Kelas ini terdiri atas anak dengan kebutuhan khusus, tetapi tidak hanya anak autisme.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Autisme merupakan kelainan yang serius dan kompleks, apabila tidak ditangani dengan tepat dan cepat kelainan ini akan menetap dan dapat berakibat pada keterlambatan perkembangan.
Meskipun demikian, tidak berarti anak autisme tidak mempunyai potensi yang bisa dikembangkan. Meskipun prosentasinya kecil, diperkirakan kurang dari 20% dari populasi anak yang mengalami autisme. Mereka memiliki potensi rata-rata bahkan ada yang di atas rata-rata. Tidak jarang diantara mereka ada yang bisa berhasil mencapai prestasi akademik tertinggi seperti anak pada umumnya yang tidak autisme.

3.2 Saran
Sebagai guru, hendaknya kita harus memahami karakteristik setiap siswa. Karena karakteristik setiap siswa tentunya berbeda-beda. Jika kita menemukan anak yang mengalami keterlambatan perkembangan dalam proses pembelajaran, hendaknya kita tidak mencemooh dan menjauhinya. Sebaiknya kita dapat melakukan pendekatan terhadap siswa tersebut.



DAFTAR PUSTAKA


Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika Aditama.

Hidayat, dkk. (2009). Bimbingan Anak Berkebutuhan Khuisus. Bandung: Fajar Mandiri.


http://www.academia.edu/4574225/MAKALAH_AUTISME. Diakses 16 Juni 2015

Blog Archive