BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Keluarga
sebagai lembaga yang menjadi basic
cultural pendidikan dimasa lalu semakin hari semakin kehilangan domeinnya.
Hubungan orang tua dan anak-anak yang dulu menjadi dasar proses pendidikan
karakter, watak, moral dan budaya akhirnya kehilangan eksistensi karena
intensitas hubungan antar anggota keluarga tidak lagi sesering dulu.
Banyak faktor yang membuat keluarga
kehilangan intensitas hubungannyanya satu sama lain, seperti : pola hidup yang konsumerisme,
kesibukan orang tua, jarak tempat kerja dengan rumah, jarak rumah dengan
sekolah, tuntutan dunia penidikan yang mengharuskan anak lebih lama berada
disekolah, gempuran teknologi dan media massa, serta semakin banyaknya lembaga
dan perkumpulan sosial yang membuat anak menjadi tercerabut dari akar
lingkungan keluarga .
Seberapa besar akibat yang
ditimbulkan oleh pergeseran peran lingkungan keluarga ini berimbas pada proses
pendidikan dan hasil pendidikan, dapat
dilihat dari mutu pendidikan yang cenderung bergeser, dimana anak didik saat
ini lebih mengejar pendidikan yang mengukur hasilnya pada angka-angka formal semata dan sebaliknya banyak yang
mengenyampingkan pentingnya pendidikan moral serta pendidikan yang
membangkitkan etos kerja, sehingga seharusnya setiap anak didik yang telah
menyelesaikan pendidikannya diharapkan dapat lebih bermanfaat bagi dirinya,
lingkungan kemanusiaan dan masyarakat bangsanya.
B. Rumusan
Masalah
Berkaitan dengan judul makalah ini
‘Peran keluarga dalam proses pendidikan”, maka masalahnya dapat diidentifikasi
sebagai berikut :
1.
Seberapa
besar peran keluarga dalam mempengaruhi hasil pendidikan terhadap anak didik.
2.
Bagaimana
seharusnya peran keluarga dalam menunjang
proses pendidikan.
3.
Sinergi
antara lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat
dalam menunjang proses pendidikan formal serta pembentukan karakter dan etos
kerja setiap anak didik.
C. Tujuan
Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk melihat
sejauh mana peran lingkungan keluarga mempengaruhi anak didik dalam proses
pendidikan, sehingga membentuk anak yang tidak hanya sukses di dalam pendidikan
formal tetapi juga membentuk manusia yang sukses dengan watak, karakter, dan
moral yang baik, serta mempunyai etos kerja yang tinggi dan tentu saja bertanggung jawab terhadap diri, lingkungan
dan Allah SWT sebagai penciptanya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian pendidikan jauh lebih
luas dari pengertian pengajaran. Proses pendidikan bukan hanya sebagai
pengalihan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik, tetapi juga pengalihan nilai-nilai sosial dan
budaya yang terjadi baik dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Sesuai dengan judul makalah ini,
pembahasan makalah meliputi : Batasan dan Teori-teori pendidikan, Tujuan
Pendidikan, Pengertian dan Fungsi Lingkungan Pendidikan, Pendidikan Dalam
Keluarga.
A.
Batasan dan Teori –
Teori Pendidikan
Pendidikan,
seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya
sangat kompleks. Karena itu batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para
ahli juga beraneka ragam, dan kandungannya berbeda satu dengan yang lain.
Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan,
aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
Batasan Pendidikan
Berikut ini dikemukakan
beberapa batasan pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya :
1. Pendidikan sebagai Proses Transformasi
Budaya
Sebagai
proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai kebudayaan
tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda.
Nilai-nilai tersebut mendapatkan respon yang berbeda, seperti :
-
Nila-nilai
yang masih cocok diteruskan, misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung
jawab dan lain-lain.
-
Nilai-nilai
yang kurang cocok diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan yang terlalu
berlebihan.
-
Nilai-nilai
yang tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu ditabukan diganti
dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
Disini tampak
bahwa proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya secara
estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk masa depannya.
2. Pendidikan Sebagai Proses
Pembentukan Pribadi
Sebagai
proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang
sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Sistematis oleh karena
proses pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap bersinambungan (prosedural)
dan sistemik oleh karena berlangsung dalam semua situasi kondisi, disemua
lingkungan yang saling mengisi (lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat).
Dalam posisi manusia
sebagai mahluk serba terhubung, pembentukan pribadi meliputi pengembangan
penyesuaian diri terhadap lingkungan, terhadap diri sendiri, dan terhadap
Tuhan.
3. Pendidikan sebagai proses Penyiapan
Warga Negara
Pendidikan
sebagai penyiapan warga Negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana
untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. Istilah baik
disini bersifat relatif, tergantung
kepada tujuan nasional masing-masing bangsa, karena masing-masing memiliki
falsafah hidup yang berbeda.
Bagi
bangsa Indonesia, warga negara yang baik diartikan selaku pribadi yang tahu hak
dan kewajiban sebagai warga negara, hal ini ditetapkan UUD 1945 Pasal 27 yang
menyatakan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tak ada
kecualinya”.
4. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga
Kerja
Pendidikan
sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta
didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa
pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja. Ini menjadi misi
penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan
manusia.
Didalam UUD 1945 Pasal
27 ayat 2 menyatakan bahwa : “ Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Teori-Teori Pendidikan
1. Teori
Tabularasa (John Locke dan Francois bacon)
Teori ini
mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas
putih yang belum ditulisi. Pendapat John Locke ini juga disebut sebagai teori
empirisme, yaitu suatu aliran atau paham yang berpendapat bahwa segala
kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari pengalaman (empiri) yang
masuk melalui alat indera.
2. Teori
Nativisme (Schopenhauer)
Aliran
nativisme berpendapat bahwa tiap-tiap anak sejak dilahirkan sudah mempunyai
berbagai pembawaan yang akan berkembang sendiri menurut arahnya masing-masing.
3. Teori
Konvergensi (W. Stern)
Menurut
teori konvergensi hasil pendidikan anak-anak itu ditentukan atau dipengaruhi 2
faktor yaitu faktor pembawaan dan lingkungan.
4. Teori
Humanistik (Arthur W. Combs, Abraham Maslow, Carl Roger)
Teori ini
pada dasarnya memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu
proses belajar dapat dianggap berhasil apabila sipembelajar telah memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain sipembelajar dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya.
5. Langeveld
Beliau
mengatakan bahwa mendidik adalah membei pertolongan secara sadar dan sengaja
kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju kearah
kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab susila atas
segala tindakannya menurut pilihannya sendiri.
6. Ki
Hajar Dewantara
Menurut beliau
pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar
mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat mendapat keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
7. John
Dewey ;
Kehidupan pada hakikatnya sebagai proses pendidikan
yang sebenarnya (The true educational Process). Education is not preparation
for life; education is life itself. Pendidikan bukanlah persiapan untuk
kehidupan; Pendidikan adalah kehidupan itu sendiri.
B.
Tujuan Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan dan pengajaran
menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1954, pasal 3 yang berbunyi :
Tujuan
pendidikan dan pengajaran adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab bagi kesejahteraan masyarakat
dan tanah air.
2. Tujuan
Pendidikan Nasional menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional, Bab
II Pasal 4 dikemukakan :
Pendidikan
nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
3. Tujuan
Pendidikan Nasional menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang berbunyi :
Tujuan
Pendidikan nasional berupaya untuk dapat berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang :
1.
Beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.
Berakhlak
mulia
3.
Sehat
4.
Berilmu
5.
Cakap
6.
Kreatif
7.
Mandiri
8.
Menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
4. Tujuan
pendidikan menurut para ahli :
a. Paulo Freire
Mengemukakan bahwa pendidikan
hendaklah membuat manusia menjadi transitif, yaitu suatu kemampuan menangkap
dan menanggapi masalah-masalah lingkungan serta kemampuan berdialog tidak hanya
dengan sesama, tetapi juga dengan dunia beserta segala isinya (Freire, 1984).
Selanjutnya dia katakan pendidikan harus pula membekali manusia suatu kemampuan
untuk mempertahankan diri terhadap kecenderungan semakin kuatnya kebudayaan
industri, walaupun kebudayaan itu dapat menaikkan standar hidup manusia.
b. Alvin Toffler (1987)
Berpendapat bahwa masa sekarang
tidak sama dengan masa yang akan datang. Teknologi dan manusia mempunyai
peranan yang berbeda, Teknologi masa depan akan menangani arus materi fisik,
sementara itu manusia akan menangani arus informasi dan wawasan. Sebab itu
kegiatan manusia akan semakin terarah kepada tugas intelektual sebagai pemikir
dan kreatif, bukan hanya melayani mesin-mesin.
c. Samuel Smith (1986)
Menyimpulkan beberapa pandangan ahli
tentang pendidikan mutakhir. Koleksi Smith ini beragam mulai dari usaha
memberikan pengalaman hidup bagi para peserta didik, kegiatan ilmiah, pelayanan
terhadap pengembangan kemampuan dan minat, metode belajar yang baik, kebebasan
individu, cinta kasih terhadap sesama, sampai dengan pentingnya hubungan antara
guru dengan peserta didik.
C. Pengertian
dan Fungsi Lingkungan Pendidikan
Manusia memiliki sejumlah kemampuan
yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman ini terjadi karena
interaksi manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
manusia secara efisien dan efektif itulah yang disebut dengan pendidikan.
Latar tempat berlangsungnya
pendidikan disebut lingkungan pendidikan yang terdiri atas tiga lingkungan utama
yaitu :
-
Lingkungan
Keluarga
-
Lingkungan
Sekolah
-
Lingkungan
Masyarakat
Lingkungan pendidikan pertama dan
utama adalah keluarga. Makin
bertambah usia seseorang peranan lingkungan pendidikan lainnya (sekolah dan
masyarakat) semakin penting meskipun pengaruh lingkungan keluarga masih tetap
berlanjut.
Berdasarkan perbedaan ciri-ciri
penyelenggaraan pendidikan pada ketiga lingkungan pendidikan itu maka ketiganya
sering dibedakan sebagai pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan
non formal.
1.
Pendidikan
Informal
Pendidikan
yang terjadi dalam lingkungan keluarga terjadi secara alamiah dan wajar.
2.
Pendidikan
Formal
Pendidikan
disekolah yang secara sengaja dirancang dan dilaksanakan dengan
aturan-aturan yang ketat, berjenjang dan
berkesinambungan.
3.
Pendidikan
Non Formal
Pendidikan
dilingkungan masyarakat yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan dengan
aturan-aturan yang lebih longgar.
Secara
umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam
berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial, dan budaya),
utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat dicapai
tujuan pendidikan yang baik sehingga Penataan
lingkungan pendidikan tersebut dimaksudkan agar proses pendidikan dapat
berkembang efisien dan efektif serta optimal.
D. Pendidikan
di dalam lingkungan keluarga
Manusia sepanjang hidupnya selalu
akan menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni
keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebagai lingkungan pendidikan yang pertama
maka peran lingkungan keluarga menjadi sangat penting. Lingkungan keluarga
berdasarkan pola hidup masyarakatnya dapat dibedakan menjadi :
1. Lingkungan keluarga tradisional.
Lingkungan keluarga tradisional pada
masyarakat yang masih sederhana dengan struktur sosial yang belum kompleks,
cakrawala anak sebagian besar masih terbatas dalam keluarga. Keluarga pada masa
lalu secara historis mempunyai dua fungsi utama, yaitu : fungsi komsumsi dan fungsi
produksi.
o Fungsi
Komsumsi adalah : Orangtua sebagai penyedia segala macam kebutuhan yang
dibutuhkan oleh seorang anak seperti sandang, pangan dan papan.
o Fungsi
Produksi adalah : Orangtua akan mengajarkan anak-anaknya tentang berbagai aspek
kehidupan social budaya terutama bagaimana cara mencari nafkah yang akan dia
gunakan untuk kelanjutan hidupnya dimasa depan, misalnya : seorang nelayan akan
mengajarkan anaknya bagaimana caranya menangkap ikan sebanyak-banyaknya, petani
akan mengajarkan anaknya bagaimana cara bercocok tanam yang baik.
Kedua fungsi itu mempunyai pengaruh yang
besar pada anak. Pada masyarakat tersebut orangtualah yang mengajarkan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup juga melatih dan
memberi petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan.
2. Lingkungan keluarga Modern.
Pada masyarakat modern, pendidikan
yang semula hanya menjadi tanggung jawab keluarga kini sebagian besar diambil
alih oleh sekolah dan lembaga-lembaga sosial lainnya.
Pada tingkat permulaan fungsi ibu
sebagian sudah diambil alih oleh pendidikan pra sekolah. Pada tingkat
spesialisasi yang rumit, pendidikan keterampilan sudah tidak berada pada ayah
lagi, sebab sudah diambil alih oleh
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.
Bahkan fungsi pembentukan watak dan
sikap mental masyarakat modern berangsur-angsur diambil alih oleh sekolah dan
organisasi sosial lainnya seperti perkumpulan pemuda, pramuka, lembaga-lembaga
keagamaan, media massa dan sebagainya.
Meskipun keluarga kehilangan
sejumlah fungsi yang semula menjadi tanggung jawabnya, namun keluarga tetap
merupakan lembaga yang paling penting
dalam proses sosialisasi anak, karena keluarga yang memberikan tuntunan
dan contoh-contoh semenjak masa anak-anak sampai dewasa dan berdiri sendiri.
Walaupun kita ketahui tugas orang
tua dalam mendidik anak-anak saat ini sudah dbantu sekolah bukan berarti
sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah, tetap harus diingat bahwa kewajiban
sekolah adalah membantu keluarga dalam mendidik anak-anak, pengawasan dan
kontrol orang tua dalam mendidik anak-anaknya tetap ada.
Dalam mendidik anak-anak itu,
sekolah melanjutkan pendidikan yang telah dilakukan orang tua dirumah. Berhasil
baik atau tidaknya pendidikan di sekolah bergantung dan dipengaruhi oleh
pendidikan didalam keluarga. Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar
dari pendidikan anak selanjutnya Hasil-hasil
pendidikan yang diperoleh anak didalam keluarga menentukan pendidikan anak itu
selanjutnya, baik disekolah maupun dalam masyarakat.
Tidak dapat disangkal lagi betapa
pentingnya pendidikan dalam lingkungan
keluarga bagi perkembangan anak-anak menjadi manusia yang berpribadi dan
berguna bagi masyarakat. Berikut pendapat para ahli tentang pentingnya
pendidikan didalam lingkungan keluarga :
1. Comenius
(1592-1670),
Seorang ahli didaktik yang terbesar,
dalam buku Didaktica Magna, di
samping mengemukakan asas-asas didaktikanya yang sampai sekarang masih
dipertahankan kebenarannya, juga menekankan betapa pentingnya pendidikan
keluarga itu bagi anak-anak yang sedang berkembang.
Dalam uraiannya tentang
tingkatan-tingkatan sekolah yang dilalui oleh anak sampai mencapai tingkat
kedewasaannya, ia menegaskan bahwa tingkatan permulaan bagi pendidikan anak-anak di lakukan di dalam keluarga yang disebutnya scola-materna (sekolah ibu). Untuk tingkatan ini ditulisnya sebuah
buku penuntun, yaitu Informaturium. Di
dalamnya diutarakan bagaimana orang-orang tua harus mendidik anak-anaknya
dengan bijaksana, untuk memuliakan Tuhan dan untuk keselamatan jiwa anak-anaknya.
2. J. J. Rousseau (1712-1778),
Sebagai
salah seorang pelopor ilmu jiwa anak, mengutarakan pula betapa pentingnya
pendidikan keluarga itu. Ia menganjurkan agar pendidikan anak-anak disesuaikan
dengan tiap-tiap masa perkembangannya sedari kecilnya. Perlu pula kita ketahu bahwa dasar pendidikan menurut Rousseau
ialah alam anak-anak yang belum rusak ; anak-anak harus dididik sesuai
dengan alamnya. Kata-kata Rousseau
yang paling penting dan selalu menjadi pedoman bagi kaum pendidik ialah anak itu bukanlah orang dewasa dalam bentuk
kecil. Pikiran, perasaan, keinginan, dan kemampuan anak itu berbeda dengan
orang dewasa.
Pada masyarakat saat ini, lingkungan
keluarga tidak hanya terdiri dari keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) saja,
tetapi terkadang didalam suatu keluarga juga tinggal bersama nenek/kakek juga
pembantu rumah tangga (pramu wisma). Berikut ini beberapa peran dari
masing-masing anggota keluarga terhadap pendidikan anak-anak :
Peranan Ibu :
o Sumber
dan pemberi rasa kasih sayang,
o Pengasuh
dan pemelihara
o Tempat
mencurahkan isi hati
o Pengatur
kehidupan dalam rumah tangga
o Pembimbing
hubungan pribadi
o Penididik
dalam segi – segi emosional.
Peranan Ayah :
o Sumber
kekuasaan di dalam keluarga
o Penghubung
intern dengan masyarakat atau dunia luar
o Pemberi
perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga
o Pelindung
terhadap ancaman dari luar
o Hakim
atau yang mengadili jika terjadi perselisihan
o Pendidik
dalam segi – segi rasional.
Peranan Nenek/Kakek :
Umumnya
nenek/kakek merupakan sumber kasih sayang
yang mencurahkan kasih sayangnya yang berlebihan terhadap cucu-cucunya.
Pandangan orang tua dalam mendidik anak-anaknya sering bertentangan dengan
kakek/neneknya.
Peranan Pramuwisma :
Pada
umumnya pramuwisma tidak memiliki pendidikan dan pengalaman yang mencukupi
dalam hal mengasuh dan mendidik anak-anak. Oleh karena itu bagi para otang tua,
betapapun sibuk dan sempitnya waktu terluang, tidak boleh jika menyerahkan
sepenuhnya pendidikan anak-anaknya kepada pramuwisma. Orangtualah yang tetap
harus berperan dalam menentukan pendidikan anak-anaknya.
Lingkungan keluarga sebagai tempat
Pendidikan karakter dan moral
Secara
umum dari kecil seorang anak diasuh, dipelihara dan dibesarkan dalam lingkungan
keluarga. Namun pendidikan didalam lingkungan keluarga ini akan mempunyai pola
yang berbeda-beda sesuai dengan dasar adat dan budaya, keadaan ekonomi, tingkat
pendidikan serta status social yang berbeda-beda dimasing-masing keluarga.
Segala
sesuatu yang ada didalam keluarga, baik yang berupa benda-benda, orang-orang,
peraturan-peraturan serta adat istiadat yang berlaku sangat berpengaruh dan
menentukan corak perkembangan watak dan karakter anak-anak. Bagaimana pola
didik dan standar moral yang berlaku didalam suatu keluarga akan berimbas
terhadap cara seorang anak didik bereaksi terhadap lingkungannya, misalnya :
-
Jika
seorang anak sering diejek atau ditertawakan dalam lingkungan keluarganya, maka
ia akan tumbuh menjadi anak yang selalu diliputi keragu-raguan.
-
Jika
seorang anak selalu dianggap anak kecil, maka ia akan tumbuh menjadi anak yang
apatis dan tidak percaya diri.
-
Jika
seorang anak dibesarkan dan dididik dengan kasih sayang, ia akan menjadi anak
yang tenang, mudah menyesuaikan diri dilingkungan manapun dia berada.
Mengingat
ekses yang mungkin timbul akibat pola-pola pendidikan diatas, maka ada hal-hal yang harus dihindari oleh orangtua
atau orang dewasa dalam mendidik anak-anaknya yaitu :
-
Jangan
sering melemahkan semangat anak dalam usahanya hendak berdiri sendiri.
-
Jangan
mengejek atau mempermalukan seorang anak di muka orang lain.
-
Jangan
memanjakan anak, tetapi juga tidak boleh mengabaikannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga
sebagai lingkungan pertama dan utama sangatlah berperan penting dalam proses
pendidikan seorang anak. Pola pendidikan didalam keluarga sangat menentukan
watak, karakter maupun cara anak itu bereaksi terhadap lingkungannya.
Sesibuk apapun masing-masing anggota
keluarga dijaman modern ini, orang tua tetaplah harus mengambil peran yang
utama dalam proses pendidikan anak-anaknya.
B. Pendapat/Saran
Mengingat begitu pentingnya peranan
keluarga dalam proses pendidikan seorang anak, sehingga ada beberapa hal
penting yang seharusnya diperhatikan oleh para pendidik dilingkungan keluarga
yaitu :
1.
Ciptakan
suasana yang baik dan kondusif didalam ligkungan keluarga.
2.
Tiap-tiap
anggota keluarga hendaklah belajar berpegang pada hak dan kewajiban
masing-masing.
3.
Orang
tua dan orang dewasa lainnya dalam keluarga itu hendaklah mengetahui tabiat dan
watak anak-anaknya sehingga menghadapi mereka sesuai dengan tabiat dan watak
masing-masing anak.
4.
Hindarkan
segala sesuatu yang dapat merusak pertumbuhan jiwa anak-anak.
5.
Biarkanlah
anak-anak bergaul diluar lingkungan keluarga tetapi tetap dibawah kontrol dan
pengawasan orang tua.
6.
Jadikan
ketakwaan kepada Allah SWT menjadi pegangan semua anggota keluarga, sehingga
apapun dan bagaimanapun keadaan yang dihadapi semua anggota keluarga tetap
didalam bimbingan Allah SWT.
PUSTAKA
Pidarta,
Made. Landasan Kependidikan: Stimulus
Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Purwanto,
M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoretis dan
Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007.
Tirtaraharja,
Umar, La Sulo, S.L, Pengantar
Pendidikan: Jakarta: Rineka Cipta,
2005.