Pembangunan karakter (watak) dan tata nilai sangat penting dalam
kehidupan. Selagi masih ada waktu, kita terus berupaya ke arah yang lebih baik.
Jika demikian kita patut memikirkan prinsip bahkan strategi pembentukan dan
pengembangannya. Dalam hal inilah panggilan pendidikan baik dalam konteks
keluarga, sekolah maupun gereka mendesak. Pakar pendidikan menilai, Linda dan
Richard Lyre (1903: 33-36) mengemukakan bahwa untuk mendidik anak, remaha
bahkan orang dewasa untuk bertumbuh dalam karakter yang baik, cukup banyak
pendekatan yang dapat kita kembangkan, diantaranya adalah :
-
Pemberian pujian : memberikan pujian dan dukungan
kepada anak yang mampu menjawab pertanyaan, bercerita, serta berperilaku baik.
-
Hadiah : memberikan hadiah bagi anak atas prestasinya,
atau setelah melakukan sesuatu yang baik dan benar.
-
Ingatan : menghafalkan ayat-ayat hafalan, yang sesuai
dengan anak usia dini, yang diterapkan dalam ayat-ayat firman Tuhan (Alkitab),
missal Kitab Amsal, Firman Tuhan berkuasa mengubah sikap dan perilaku ( 2 Tim
3:16).
Ajaran Alkitab banyak terkait dengan hal-hal di atas. Untuk itu prinsip
pendidikan dan pembelajaran perlu kita pelajari agar dapat secara efektif
membimbing peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang dalam nilai hidup dan
karakter tersebut.
Nilai-nilai itu tidak lepas dari ajaran tentang pribadi Allah Tritunggal
dan karya-Nya yang menciptakan, memelihara, menyelamatkan, membenarkan, menguduskan,
mendidik, menguatkan, menegakkan hukuman dan memuliakan ornag beriman di
kemudian hari.
Dari sumber internet, saya mendapatkan pokok pikiran mengenai pendidikan
nilai dan moral dengan judul Eleven
Principle of Effective Character Education” dari Character Education Partnership (2007)” yang dirumuskan oleh Tom
Lickona, Eric Lewis dan Catharine Lewis, sebagai berikut :
1.
Nilai-nilai dasar kehidupan seperti kepedulian,
kejujuran, keadilan, tanggungjawab, dan rasa hormat kepada orang lain, sangat
penting untuk diajarkan, nilai-nilai pendukungnya adalah kerajinan, etika yang
kuat, dan kesetiaan. Jika komunitas seperti sekolah hendak mengelola pendidikan
karakter, harus jelas nilai-nilai inti yang diajarkan, diberlakukan dan
diteladankan.
2.
Pengembangan nilai melibatkan pemikiran, perasaan, dan
tingkah laku anak. Pendidikan karakter seharusnya tidak terbatas kepada
kegiatan diskusi atau percakapan, tetapi juga kehadiran teladan moral serta
kegiatan-kegiatan terkait dengan praktik moral yang baik. Pertumbuhan karakter
atas nilai-nilai dasar terbentuk pada diri peserta didik dalam komunitas tempat
relasi dan interaksi yang saling memperkaya terbentuk dan terjalin. Komunitas
itu menjadi arena mereka berlatih mempraktikkan nilai-nilai yang dipahami dan
dianut.
3.
Diperlukan pendekatan proaktif dan kompehensif dalam
pendidikan nilai. Pendidikan karakter sepatutnya tidak hanya berlangsung
melalui kurikulum akademis yang tertulis dan kegiatan ekstrakurikuler, tetapi
juga melalui kurikulum terselubung
seperti kegiatan-kegiatan di sekolah, teladan hidup guru, relasi guru dengan
murid, relasi diantara anak didik, kehidupan staf administrasi, proses pembelajaran,
dan cara peserta didik dinilai. Harus ada kesungguhan semua pihak dalam
mewujudkan pendidikan watak dan nilai yang berhasil.
4.
Perlunya komunitas atau kelompok yang saling peduli dan
mendukung pengembangan nilai. Komunitas sekolah atau gereja merupakan
masyarakat kecil dalam struktur masyarakat secara luas. Kehidupan dalam
masyarakat kecil tersebut harus bertumbuh sedemikian rupa untuk saling peduli
dan memelihara, agar memberi bekal, motivasi, dan kekuatan untuk hidup dengan
watak sehat di tengah masyarakat yang lebih luas.
5.
Perlunya pemberian kesempatan untuk mewujudkan
pertumbuhan nilai moral yang dikehendaki. Pembentukan watak tidak terjadi
secara efektif hanya melalui upaya mempertajam nalar. Dibutuhkan kesempatan
berlatih dan mempraktikkan nilai-nilai yang dipelajari. Komunitas sekolah harus
memfasilitasi kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan karakter yang dipelajari anak
didik. Jika ada masalah sosial di lingkungan misalnya, anak didik dapat
dilibatkan menghadapi atau mengatasinya.
6.
Kurikulum pengembangan nilai dan moral harus menghormati
semua pihak yang terlibat. Latar belakang, kemampuan, dan gaya belajar peserta
didik harus mendapat perhatian. Kurikulum pendidikan karakter harus menjawab
kebutuhan, mendorong kerjasama mengerjakan projek tertentu, dan memampukan
peserta untuk menyelesaikan masalah. Guru yang mengajar beragam keilmuan pun
dapat mengetengahkan nilai-nilai moral dengan meneladankan kurositas, sikap
kritis, kerajinan dan kedisiplinan. Guru juga dapat membimbing peserta didik
memahami nilai atau manfaat dari yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, jika guru mengajarkan Fisika, ia dapat menuntun murid mengerti makna
yang dipelajari itu untuk menghadapi kehidupan nyata. Keramahan terhadap murid
dan kedisiplinan guru dalam hal waktu, menjadi masukan nilai dan moral yang
sangat berharga.
7.
Perlunya membangkitkan motivasi intrinsik (dari dalam).
Pembangunan karakter yang efektif terjadi jika muncul kesadaran dalam diri peserta
didik tentang nilai-nilai moral yang hendak diwujudkannya, yaitu jika mereka
mampu melihat perbuatan baik dari sudut kepentingan orang lain, sekalipun tanpa
pujian dari orang di sekitarnya. Komunitas sekolah seharusnya meneguhkan atau
mengapresiasi kehidupan peserta didik yang menyatakan kemajuan karakter.
Sekolah juga harus membantu peserta didik belajar cara ia dapat berperilaku
sesuai dengan nlai dan karakter yang baik, bukan hanya memberi hukuman atau
sanksi jika mengalami kegagalan.
8.
Keterlibatan staf Pembina dan pengajar dalam membentuk
komunitas yang bertanggung jawab dan berkomitmen bagi pengembangan karakter
sangat diperlukan. Staf non edukatif (administratif) di sekolah harus
menjadikan dirinya teladan moral yang dilihat oleh peserta didik, agar mereka
mempunyai tiruan. Kedua, orang-orang dewasa lainnya (para guru) dalam komunitas
sekolah itu juga harus bekerja sama untuk mendemontrasikan karakter yang sehat.
Ketiga, kegiatan refleksi bersama semua pihak dalam komunitas sekolah sangat
dibutuhkan untuk mengevaluasi sejauh mana pembentukan karakter telah
berlangsung. Jika diinginkan, cukup banyak pertanyaan yang dapat mereka
diskusikan.
9.
Bangunlah kepemimpinan yang menunjukkan teladan moral
dan mendukung pendidikan karakter dalam komunitas. Panitia atau kelompok kecil
yang terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan pendidikan karakter ini sebaiknya
terdiri dari guru, pimpinan sekolah dan yayasan, anggotanya bergantian. Dengan
demikian para pemimpin sekolah menyadari dan ikut bertanggung jawab dalam
pendidikan karakter anak didik.
10.
Kerjasama orang tua sekolah, dan gereja sangat
dibutuhkan. Dukungan keluarga sangat menunjang keberhasilan pendidikan karakter
di sekolah. Komunikasi sekolah dengan pihak keluarga dapat dikembangkan dengan
berbagai cara kreatif. Selain itu, orang tua murid dapat dilibatkan menjadi tim
pengembangan karakter di sekolah. Keluarga-keluarga yang tampak pasif pun bisa
dimotivasi.
11.
Lakukan evaluasi berkala untuk mengetahui sejauh mana
komunitas sekolah sudah mewujudkan karakter yang sehat, sejauh mana staf guru
dan administrasi telah berperan sebagai Pembina mora, serta sejauh mana peserta
didik sudah merefleksikan karakter yang baik. Penilaian guru selama ini tidak
boleh hanya terbatas pada kompetensi professional, tetapi juga kompetensi
kepribadian tempat aspek spiritualitas dan akhlak inklusif.