Menurut BAKORNAS PB
(Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia,
2006), salah satu pengertian paling sederhana tentang bancana adalah adanya
kerugian pada hidup dan kehidupan suatu masyarakat sebagai dampak dari suatu
kejadian yang disebabkan gejala alam ataupun ulah manusia. Kalau bencana
diartikan seperti ini, maka tujuan utama dari penanganan bencana adalah untuk
mencegah atau mengurang kerugian yang dihadapi masyarakat.
Pertanyaan sentral
berikutnya adalah strategi apa yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut? Strategi pertama adalah dengan mencegah kejadiannya, yaitu
dengan sama sekali menghilangkan atau secara signifikan mengurangi kemungkinan
dan peluang terjadinya fenomena yang bepotensi merugikan tersebut. Kalau ini
tidak dapat dicapai, maka strategi kedua adalah dengan melakukan
berbagai cara untuk mengurangi besarnya dan keganasan kejadian tersebut
dengan mengubah karakteristik ancamannya, meramalkan atau mendeteksi potensi
kejadian, atau mengubah sesuai unsur-unsur struktural dan nonstruktural dari
masyarakat.
Jika kejadian memang
tidak dapat dihindarkan atau dikurangi, maka strategi ketiga adalah
dengan mampersiapkan pemerintah dan masyarakat untuk menghindari atau
merespon kejadian tersebut secara efektif sehingga kerugian dapat
dikurangi. Strategi yang keempat adalah dengan secepatnya memulihkan
masyarakat korban bencana dan membangun kembali sembari menguatkan mereka
untuk menghadapi kemungkinan bencana masa depan. Jadi strategi penanganan
bencana jelas-jelas bukan dan tidak terbatas pada respon kedaruratan saja.
Selama ini penanganan
bencana difokuskan pada saat kejadian bencana melalui pemberian bantuan darurat
(relief) berupa : pangan, penampungan, dan kesehatan. Tujuan utama
penanganan seperti ini adalah untuk meringankan penderitaan korban, kerusakan
ketika terjadi bencana, dan segera mempercepat pemulihan(recovery).
Dari respon darurat
ke manajemen risiko : pergeseran ini mendorong perubahan radikal cara pandang.
Tadinya, penanganan bencana dipandang sebagai rangkaian tindakan khusus
terbatas pada keadaan darurat, dilakukan oleh para pakar saja, kompleks dan
mahal, serta cepat. Sekarang, penanganan bencana harus dilihat sebagai suatu
paket kegiatan baik ada kedaruratan ataupun tidak.Titik beratnya bukan lagi
bagaimana merespon kedaruratan melainkan bagaimana melakukan manajemen risiko
sehingga dampak merugikan dari suatu kejadian dapat dikurangi atau dihilangkan
sama sekali.
Aspek- aspek penanganan bencana harus
dipadukan dalam keseharian aspek-aspek pembangunan dan hajat pemerintahan
justru pada saat keadaan normal. Dengan demikian, penanganan bencana
membuka diri terhadap peran serta masyarakat dan dunia usaha pada berbagai
tahap penanganan bencana. Kemudian perubahan paradigma penanganan bencana mulai
bergeser ke arah pengurangan risiko bencana yaitu kombinasi dari sudut pandang
teknis dan ilmiah terhadap kondisi sosial, ekonomi dan politis, dan
menganalisis risiko bencana, ancaman, kerentanan dan kemampuan masyarakat.
Tujuannya adalah
untuk meningkatkan kemampuan untuk mengelola dan mengurangi risiko, dan juga
mengurangi terjadinya bencana. Kegiatannya dilakukan besama oleh semua para
pihak (stakeholder) dengan pemberdayaan masyarakat.
Pendekatan ini
menekankan pada bahaya dan kerentanan, serta kemampuan masyarakat dalam
menghadapi bahaya dan risiko, gejala alam dapat menjadi bahaya, jika mengancam
manusia dan harta benda. Bahaya akan berubah menjadi bencana jika bertemu
dengan kerentanan dan ketidakmampuan masyarakat.
Fokus utama dalam
pengurangan risiko bencana adalah:
1.
Pengaturan legalitas bagaimana pengurangan risiko
bencana menjadi prioritas nasional. Memperkuat kerjasama dan koordinasi antar
lembaga dalam membagi tanggung jawab.
2.
Perumusan kebijakan pengurangan risiko bencana
terintegrasi kedalam perumusan kebijakan pembangunan.
3.
Perencanaan dan pembangunan
Pengurangan risiko
bencana menjadi rencana strategi instansi pusat ke daerah
Mekanisme untuk
menjamin bahwa bencana tidak akan merusak proyek pembangunan.
Dan proyek
pembangunan tidak meningkatkan risiko bencana kepada masyarakat.
Mekanisme koordinasi
instansi atau lembaga terlibat dalam pengurangan risiko bencana.
4.
Dukungan pelaksanaan
Pengurangan risiko
bencana menjadi strategi dari instansi atau lembaga dalam pembangunan.
Sasaran yang dituju
mengenal ancaman akan ancaman risiko yang dihadapi serta cara mengatasinya.
Adanya pengaturan
kerjasama, kemitraan, dan koalisi untuk melaksanakan pengurangan risiko
bencana.
Menurut Yanuarko,
(Profil PUM, Majalah Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum, 2007), upaya
pengurangan bencana harus ditingkatkan. Konferensi pengurangan risiko bencana
sedunia (World Conference for Disaster Reduction/WCDR) di Kobe, Jepang,
pada tanggal 18-25 Januari 2005 dan konferensi asia (Asian Conference fot
Disaster Reduction/ACDR) di Beijing, China, pada tanggal 27-29 September
2005 tentang pengurangan risiko bencana adalah dasar tekad dan program kerja
masyarakat sedunia dalam mengurangi risiko bencana, yang melahirkan Hyogo Framework for Action/HFA (Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015)
yaitu membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana (Building
the Resilience of nation and communities to disasters).
Hasil ini memahami
bahwa sasaran pembangunan tidak akan tercapai tanpa pertimbangan risiko bencana
dan bahwa pembangunan berkelanjutan tidak dapat dicapai kalau pengurangan
risiko bencana tidak diarusutamakan kedalam kebijakan, perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan. Jelasnya, perspektif pengurangan risiko bencana harus
dipadukan kedalam perencanaan pembangunan setiap negara dan dalam strategi
pelaksanaannya yang terkait. Pada pelaksaannya, hal ini sudah didukung
perangkat teknologi yang sudah ada dalam kemampuan untuk mengambil tindakan
proaktif untuk mengurangi risiko kerugian akibat bencana sebelum terjadi.
Selanjutnya bencana
yang terjadi secara berulang-ulang menjadi suatu tantangan bagi pembangunan
disetiap negara. Dampak bencana semakin meningkat, bantuan terhadap keadaan
darurat juga semakin bertambah, juga semakin mengurangi sumber daya untuk biaya
pembangunan. Demikian pula secara sosial dan ekonomi, penduduk semakin terpuruk
dan terpinggirkan kedalam kemiskinan, ketergantungan akan sumber daya alam akan
semakin meningkat, sehingga berdampak pada degradasi lingkungan, yang pada
akhirnya semakin meningkatkan kerentanan terhadap risiko bencana. Dengan
demikian pengurangan risiko bencana harus menjadi suatu bagian tak terpisahkan
dari pembangunan berkelanjutan.