Masa Teori
Genetika (Mendel, De Vries, Tschernov, Bateson,
Weismann, dll)
Gregor Johan Mendel : Hukum
Pewarisan Sifat
Pengkajian kembali kembali karya Gregor Johan Mendel mengenai
genetika, yang tidak diketahui oleh Darwin dan Wallace, dikemukakan oleh Hugo
de Vries untuk menjelaskan tentang pewarisan sifat makhluk hidup kepada
keturunannya.
De Vries dan Tschernov :
menguatkan kembali hukum Mendel melalui penelitian-penelitian yang dilakukan.
Pada masa Darwin teori Genetika dan teori Evolusi merupakan dua disiplin ilmu
yang berkembang bersama dan terpisah satu dengan lainnya tanpa ada sangkut
pautnya. Mereka berdualah yang menghubungkan antara dua teori tersebut,
sehingga teori Evolusi mampu memberikan penjelasan tentang bagaimana perubahan
sifat yang terjadi itu dilatarbelakangi oleh mutasi gen-gen, dan kemudian diwariskan
kepada keturunannya. Dalam perjalanan waktu, mutasi dapat berlangsung berulang
kali, sehingga perbedaan (penyimpangan) sifat (yang dibawa oleh gen hasil
mutasi) semakin jauh. Hasilnya adalah makhluk hidup yang makin beragam hingga
kini.
Bateson menyatakan bahwa
kesesuaian antara warna tubuh makhluk hidup dengan lingkungannya, atau disebut mimikri,
merupakan adaptasi dalam bentuk warna penyamaran, sehingga tidak tampak
mencolok. Contoh yang diambil olehnya adalah warna sayap berbagai kupu-kupu.
Penyamaran warna ini sebagai perlindungan makhluk, baik terhadap hewan lain
sebagai pemangsa (predator) alaminya maupun bagi predator ketika mencari
korban (prey).
Weismann, seorang ahli biologi
berkebangsaan Jerman yang hidup pada tahun 1834-1912, menyatakan bahwa evolusi
terjadi karena adanya seleksi alam terhadap faktor genetis. Variasi yang
diwariskan dari induk kepada anaknya bukan diperoleh dari lingkungannya tetapi
perubahan yang diatur oleh faktor genetik atau gen. Dalam percobaannya Weismann
memotong ekor tikus sampai 20 generasi, tetapi anaknya tetap saja berekor.
Percobaan ini menyanggah teori evolusi Lamarck.
Berdasarkan pendapat para ahli seperti yang telah disebut di
atas, perdebatan mengenai mekanisme evolusi terus berlanjut. Ketika Darwin mencetuskan
teori evolusinya, ia tidak dapat menjelaskan sumber variasi terwariskan yang
diseleksi oleh seleksi alam. Seperti Lamarck, ia beranggapan bahwa orangtua
(parental) mewariskan adaptasi yang diperolehnya selama hidupnya, teori yang
kemudian disebut sebagai Lamarckisme. Pada tahun 1880-an, August Weismann
mengindikasikan bahwa perubahan ini tidak diwariskan, dan Lamarckisme
berangsur-angsur ditinggalkan. Selain itu, Darwin tidak dapat menjelaskan
bagaimana sifat-sifat diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Pada
tahun 1865, Gregor Mendel menemukan bahwa pewarisan sifat-sifat dapat
diprediksi. Ketika karya Mendel ditemukan kembali pada tahun 1900-an,
ketidakcocokan atas laju evolusi yang diprediksi oleh genetikawan dan
biometrikawan meretakkan hubungan model evolusi Mendel dan Darwin.
(3) Pasca
Darwin
Pada masa ini masyarakat ilmiah lebih komunikatif,
dibandingkan pd masa sebelumnya, sehingga para ahli bisa melihat keterkaitan
antara ilmu satu dengan lainnya. Penemuan oleh Hugo de Vries dan lainnya pada
awal 1900-an memberikan dorongan terhadap pemahaman bagaimana variasi terjadi
pada sifat tumbuhan dan hewan. Seleksi alam menggunakan variasi tersebut untuk
membentuk keanekaragaman sifat-sifat adaptasi yang terpantau pada organisme
hidup. Walaupun Hugo de Vries dan genetikawan pada awalnya sangat kritis terhadap
teori evolusi, penemuan kembali genetika dan riset selanjutnya pada akhirnya
memberikan dasar yang kuat terhadap evolusi, bahkan lebih meyakinkan daripada
ketika teori ini pertama kali diajukan.
Dokumentasi fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh
cabang biologi yang dinamakan biologi evolusioner. Cabang ini juga
mengembangkan dan menguji teori-teori yang menjelaskan penyebab evolusi. Kajian
catatan fosil dan keanekaragaman hayati organisme-organisme hidup telah
meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad ke-19 bahwa spesies berubah dari
waktu ke waktu. Namun, mekanisme yang mendorong perubahan ini tetap tidaklah
jelas sampai pada publikasi tahun 1859 oleh Charles Darwin, On the Origin of
Species yang menjelaskan dengan detail teori evolusi melalui seleksi alam.
Karya Darwin dengan segera diikuti oleh penerimaan teori
evolusi dalam komunitas ilmiah. Pada tahun 1930, teori seleksi alam Darwin
digabungkan dengan teori pewarisan Mendel, membentuk sintesis evolusi modern,
yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan mekanisme evolusi
(seleksi alam). Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini mendorong riset yang
secara terus menerus menimbulkan pertanyaan baru, di mana hal ini telah menjadi
prinsip pusat biologi modern yang memberikan penjelasan secara lebih menyeluruh
tentang keanekaragaman hayati di bumi.
Kontradiksi antara teori evolusi Darwin melalui seleksi alam
dengan karya Mendel disatukan pada tahun 1920-an dan 1930-an oleh biologiawan
evolusi seperti J.B.S. Haldane, Sewall Wright, dan terutama Ronald Fisher, yang
menyusun dasar-dasar genetika populasi. Hasilnya adalah kombinasi evolusi
melalui seleksi alam dengan pewarisan Mendel menjadi sintesis evolusi modern.
Bukan hanya Genetika dan Evolusi saja yang saling menunjang,
tetapi semua cabang ilmu biologi dapat menjelaskan fenomena evolusi. Pernyataan
ini didukung oleh sebagian besar ahli biologi pada waktu itu. Theodozius
Dobzhansky, ahli genetika, berjasa merangkum begitu banyak fenomena evolusi
dari berbagai macam disiplin biologi. Ahli-ahli lain yang terlibat dalam
pengembangan teori evolusi pasca Darwin antara lain : Morgan, yang
melakukan pengamatan terhadap fenomena kerja gen pada lalat buah (Drosophila
melanogaster); Mayr & Darlington, seorag ahli taksonomi
sistematik & zoogeografi burung, menemukan fenomena evolusi yang baru; Simpson,
ahli Paleontologi.