Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

EMPAT KETERAMPILAN BAHASA ANAK USIA DINI


A. Pendahuluan
Keterampilan berbahasa anak merupakan suatu hal yang penting karena dengan bahasa tersebut anak dapat berkomunikasi dengan teman atau orang-orang disekitarnya. Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak yang sedang tumbuh dan berkembang mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya melalui bahasa dengan kata-kata yang mempunyai makna.
Bahasa terdiri dari berbagai simbol yang dapat terungkap secara lisan maupun tulisan. Pemerolehan bahasa terjadi pada subtahap pemikiran simbolik tahap praoperasional tersebut, sehingga menurut Piaget, bahasa merupakan hasil dari perkembangan intelektual secara keseluruhan dan sebagai bagian dari kerangka fungsi simbolik.
Bahasa berkaitan erat dengan perkembangan kognisi anak, terutama dalam hal kemampuan berpikir. Prinsip yang mempengaruhi penyatuan itu adalah pertama, semua fungsi mental memiliki asal-usul eksternal atau sosial. Anak–anak harus menggunakan bahasa dan menggunakannya pada orang lain sebelum berfokus dalam proses mental mereka sendiri. Kedua, anak–anak harus berkomunikasi secara eksternal menggunakan bahasa selama periode yang lama sebelum transisi kemampuan bicara eksternal ke internal berlangsung

B. Pembahasan
Perkembangan keterampilan berbahasa anak merupakan suatu proses yang secara berturut-turut dimulai dari mendengar, selanjutnya, berbicara, membaca dan menulis. Adapun perkembangan dari setiap kemampuan pada anak adalah sebagai berikut.
a.     Keterampilan Mendengar
Keterampilan mendengar anak-anak harus dikembangkan karena berkenaan dengan upaya memahami lingkungan mereka. Agar mereka belajar untuk mengembangkan kemampuan tersebut, mereka harus menerima masukan informasi dan mengolahnya. Menurut Cassel dan Jalongo (Seefeldt dan Wasik 2008: 353), mendengarkan dan memahami informasi adalah langkah inti dalam memperoleh pengetahuan.
Anak usia 3 – 6 tahun  mengembangkan  kemampuan mengingat untuk sesuatu yang didengar.  Anak mungkin tidak selalu menjadi pendengar yang baik. Hal itu bisa terjadi karena sebagian besar waktu yang dimiliki dipergunakan untuk kegiatan bermain sehingga dirinya tidak sungguh-sungguh dalam mendengar sesuatu, misalnya apa yang disampaikan oleh orang tuanya. Pada umumnya anak mendengarkan cerita yang panjang, dengan alur yang menarik dan dalam cerita tersebut terdapat tokoh dengan bermacam-macam karakter. Stimulus  seperti itu berguna untuk membangkitkan daya imajinasi anak.
b.     Perkembangan Berbicara
Untuk belajar bahasa, menurut Dickinson dan Snow (Seefeldt dan Wasik 2008: 354),  anak-anak memerlukan kesempatan untuk bicara dan didengarkan. Pengalaman menyaksikan, mendengarkan, dan terlibat pembicaraan dengan anggota keluarga merupakan pengalaman yang sangat berharga karena anak dapat belajar bahwa situasi yang mereka hadapi menjadi factor yang dipertimbangkan dalam berbicara.
Pada usia 3 – 6 tahun anak sudah mulai mampu berperan serta dalam percakapan yang panjang. Sebagain dari anak-anak ada yang bisa mendominasi pembicaraan. Pada usia ini anak belajar menjadi pengguna bahasa yang kreatif. Anak dapat membuat atau menamakan sesuatu dengan bahasanya sendiri, khususnya untuk hewan atau mainan kesayangannya.
Proses perkembangan terus berlangsung sepanjang hayat. Ada lima tahap perkembangan bicara anak menurut Zuchdi dan Budiasih (Suhartono, 2005:41).
1.     Mengucapkan satu kalimat satu kata, anak berumur kira-kira satu tahun;
2.     Mengucapkan satu kalimat dua kata, yaitu anak berumur dua tahun;
3.     Mengucapkan satu kalimat dengan lebih dari dua kata, anak yang lebih dari tiga tahun keatas;
4.     Kalimat yang diucapkan pendek dan jenisnya berbeda beda;
5.     Membuat kalimat panjang dengan berbagai variasi, setelah anak memasuki taman kanak-kanak.
         Bayi mulai memperoleh bahasa ketika berumur kurang dari satu tahun, sebelum dapat mengucapkan satu kata, atau anak bisa bicara kalimat dalam satu kata. Mereka memperhatikan muka orang dewasa dan menanggapi orang dewasa, meskipun sebenarnya belum memahami apa yang diucapkan oleh orang dewasa tersebut. Bahkan anak belum dapat membedakan kelas kata seperti kata sifat, kata benda, kata kerja dan sebagainya.
         Selanjutnya ketika berumur satu tahun, bayi mulai mengoceh, bermain dengan bunyi seperti halnya bermain dengan jari-jari tangan dan jari-jari kakinya. Bayi mulai dapat mengucapkan beberapa kata, bentuk ucapan yang digunakan hanya satu kata, kata-katanya sederhana yaitu mudah diucapkan dan memiliki arti kongkrit. Perkembangan fonolis mulai tampak pada periode ini, begitu juga perkembangan semantik yaitu pengenalan makna oleh anak.
         Perkembangan selanjutnya anak bisa mengucapkan kalimat dua kata. Kalimat dua kata ini muncul kira-kira ketika anak berumur dua tahun, setelah anak mengetahui kurang lebih lima puluh kata, kebanyakan anak mulai mencapai tahap kombinasi dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika mencapai tahap satu kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa tahu kata petunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk lain yang seharusnya diucapkan. Contoh anak mengucapkan satu kalimat dua kata yaitu “Ma, makan” yang artinya mama saya minta makan.
         Pada waktu anak mulai masuk taman kanak-kanak, anak telah memiliki sejumlah besar kosa kata. Mereka sudah dapat membuat pertanyaan negative, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat. Kematangan berbicara anak ada hubungannya dengan latar belakang orangtua anak dan perkembangan di taman kanak-kanak.
         Mieke Prok-Boerna (Tiel, 2008:177) membagi periode perkembangan bicara menjadi periode praverbal dan periode verbal. Periode praverbal menurutnya merupakan periode yang sangat penting, yang dibaginya menjadi beberapa periode diantaranya:
1.Minggu ke- 0-6 : menangis
2.Minggu ke- 6 hingga bulan ke- 4 : vokalisasi : ah, uh
3.Bulan ke- 4-8 : babbling (bunyian vocal terus menerus), misalnya : gagagagagaa, aaaaaa, tatatatata. Pada periode ini bunyi bahasa ibu juga diproduksinya. Anak akan mengikuti apa yang ibu ucapkan, sambil ia mengikuti ucapan ibu atau pengasuhnya, segera akan mengucapkan papa, mama.
4.Bulan ke- 8-12 : social babbling, yaitu mengoceh dengan cara dimana pola bunyian dan sekitarnya akan diambil alih, ia akan melakukan imitasi pola bunyi kalimat. Pola bunyian yang tidak termasuk bahasa ibu akan segera hilang. Kemudian anak akan mendengarkan, mengoceh dan mengikuti terus menerus hingga terjadilah pemahaman pola kata-kata dan penggunaan kata-kata. Setelah itu pemahaman kata akan dengan sendirinya diucapkan.
Periode verbal mempunyai beberapa fase yaitu :
1.Bulan ke- 2-15 : merupakan kalimat satu kata. Anak akan menanyakan nama-nama segala sesuatu dengan cara menunjuk dan dengan cara tertentu ia menyebutkannya kembali. Misalnya anak mengucapkan ‘mobil’ yang maksudnya adalah : “ saya minta sebuah mobil”.
2.Bulan ke- 15-2 tahun : fase kalimat dua kata. Anak usia 2 tahun biasanya sudah mempunyai 270 kata. Mulai bertanya dengan intonasi bertanya, menyangkal dengan kata-kata. Banyak kata-kata yang masih terpotong, misalnya ‘minum’ menjadi ‘mium”.
3.Usia 2-3 tahun merupakan fase kalimat dengan banyak kata. Kalimat terdiri dari kata benda dan kata kerja. Apa yang diucapkan lebih ke arti atau maksud kalimat yang diucapkan, namun belum dalam bentuk kalimat yang benar. Mulai menggunakan bentuk kamu dan saya dan kadang ia masih menggunakan bentuk kamu ketika berkata pada dirinya sendiri, misalnya “mana bonekamu?”, padahal maksudnya “dimana boneka itu saya simpan?”.
4.Usia 3-4 tahun : anak mulai mengerti berbagai hal, dan banyak bercerita. Ia sudah bisa mengucapkan bunyi berbagai huruf kecuali s dan r. masih ada beberapa kesalahan dengan pengucapan kata sambung, tetapi sudah bisa berbicara dengan aturan sebuah kalimat termasuk urutan kata, imbuhan dan pemotongan kalimat. Kata jamak juga bisa dibentuk.
5.Usia 4-6 tahun : anak-anak semakin baik mengucapkan berbagai huruf, juga untuk huruf-huruf yang sulit seperti r dan s. ia juga semakin baik dengan aturan pembuat kalimat, termasuk penggunaan kata penghubung; dan, tapi atau sebab. Dalam usia ini anak mulai menyampaikan pemikiran dari abstraksinya.
Dari beberapa pemaparan diatas menunjukan bahwa setiap anak dengan rentang usia yang berbeda memiliki karakteristik kemampuan berbicara yang berbeda. Semua kemampuan berbicara tersebut dapat berkembang dengan baik bila mendapatkan stimulasi yang baik sejak usia dini. Latihan dan lingkungan yang mendukung membuat kemampuan berbicara anak berkembang baik seperti yang ditegaskan oleh Hurlock (1990:183) bahwa keterampilan berbicara dapat dipelajari melalui metode pelatihan (training), metode coba dan ralat (trial and error).
c.     Perkembangan Membaca
Pembelajaran membaca secara formal belum dilaksanakan pada PAUD. Apa yang dilakukan di lembaga pendidikan tersebut adalah pengembangan keterampilan agar anak siap untuk belajar membaca. Gambar-gambar binatang yang ditempel di dinding kelas yang disertai tulisan yang menerangkan tentang binatang apa merupakan stimulus untuk perkembangan kemampuan membaca.    
Anak semakin mengenal kata yang sering dia dengar dan mengenal tulisan untuk kata itu, misalnya kata toko, tv dst. Setiap saat anak melihat huruf dan rangkaian huruf yang kemudian menimbulkan rasa ingin tahu tentang bagaimana mengucapkannya.
Grainger (2003:185) menyebutkan adanya tiga tahapan dalam proses membaca. Tahap prabaca dapat dilihat dari kesiapan anak untuk memulai pengajaran formal dan tergantung pada kesadaran fonemis anak. Anak yang dinyatakan siap (biasanya pada anak-anak yang baru memasuki usia prasekolah) kemudian akan melalui tahap pertama dalam proses membaca.
Tahap pertama adalah tahap logografis, anak-anak taman kanak-kanak atau awal kelas 1 menebak kata-kata berdasarkan satu atau sekelompok kecil huruf sehingga tingkat diskriminasi sangat buruk. Kemudian setelah mendapat pengajaran, diskriminasi menjadi lebih baik. Anak dapat membedakan kata yang sudah dan belum dikenal, namun mereka belum dapat membaca kata-kata yang belum dikenal. Strategi membaca awal pada tahap logografis secara umum tidak bersifat fonologis, tetapi lebih bersifat pendekatan global atau visual di mana pembaca awal mencoba mengidentifikasi kata secara keseluruhan berdasarkan ciri-ciri yang bisa dikenali.
Tahap kedua adalah tahap alfabetis, pada tahap ini pembaca awal memperoleh lebih banyak pengetahuan tentang bagaimana membagi kata-kata ke dalam fonem-fonem dan bagaimana merepresentasikan bunyi-bunyi yang mereka baca dan eja dengan ortografi alfabet. Tahap ketiga dilalui ketika anak sudah lancar dalam proses dekoding. Anak pada tahap ini mampu memecahkan kata-kata yang beraturan dan tak beraturan dengan menggunakan konteks. Biasanya tahap ini berlangsung ketika anak berada pada pertengahan sampai akhir kelas 3 dan kelas 4 sekolah dasar.
Lebih khususnya, anak-anak berada pada tahap pertama dan kedua dalam proses membaca, yaitu tahap logografis dan alfabetis. Pembagian tahapan ini berdasarkan kemampuan yang harus dikuasai anak, yaitu penguasaan kode alfabetik yang hanya memungkinkan anak untuk membaca secara teknis, belum sampai memahami bacaan seperti pada tahap membaca lanjut.
Pengajaran membaca permulaan di taman kanak-kanak umumnya sudah dimulai sejak awal tahun pertama. Anak-anak diberi stimulasi berupa pengenalan huruf-huruf dalam alfabet. Praktik ini langsung disandingkan dengan keterampilan menulis, di mana anak diminta mengenal bentuk dan arah garis ketika menulis huruf. Metode belajar membaca di taman kanak-kanak biasanya mendapat hambatan dalam penerapannya.
d.     Perkembangan Menulis
Sama halnya dengan membaca formal, pembelajaran menulis formal tidak dilaksanakan di PAUD. Yang dilakukan berkenaan dengan kemampuan menulis adalah pengembangan kemampuan agar anak siap untuk belajar menulis. Dan untuk itulah maka upaya pengembangan motorik halus dilakukan secara intensif. Perkembangan anak pada motorik halusnya yang semakin meningkat membuat anak mampu menggambar garis  lurus, garis tegak, garis lengkung, lingkaran dan sebagainya, yang merupakan dasar untuk menggembangkan kemampuan menulis.
Menulis adalah suatu keterampilan yang dapat dipelajari setelah aspek kemampuan lainnya dikuasai. Salah satunya adalah aspek koordinasi motorik halus dan adanya kemampuan persepsi visual. Keterampilan motorik halus adalah penggunaan bagian tubuh atau otot-otot kecil seperti tangan. Dalam hal perkembangan menggenggam (prehension), dicatat bahwa anak usia 12-15 bulan sudah bisa memegang benda dengan ibu jari dan telunjuk, sehingga mereka sudah dapat menyusun dua balok ke atas.
Stimulasi yang sesuai untuk anak usia ini adalah yang melatih gerakan ibu jari telunjuk dan lengan. Beberapa gerakan stimulasi yang dapat dilakukan, antara lain adalah, menyusun balok, memindahkan uang logam atau kancing ke dalam kotak, memukul pasak dengan kayu, menyendokan pasir atau tepung dari satu wadah ke wadah yang lain.
Pada usia dua tahun pensil dipegang dengan meletakkan ibu jari di sisi kiri dan jari telunjuk menjulur keluar untuk membantu mengontrol gerakan pensil. Hasil gambar anak masih berupa coretan berulang (scribbles). Dengan bantuan imajinasi mereka, coretan yang tak bermakna dapat dirangkai menjadi suatu gambar dengan cerita tersendiri. Contohnya, anak bercerita bahwa dua coretan spiral yang dibuatnya adalah gambar sapi yang sedang makan rumput.
Buncil (2010) menyebutkan tahapan menulis anak, antara lain.
Tahap 1: Coretan-Coretan Acak. Mulai membuat coretan; random scribbling; Coretan awal; coretan acak; coretan-coretan seringkali digabungkan seolah-olah “krayon” tidak pernah lepas dari kertas. Warna-warna coretan dapat dikelompokkan bersama dan menyatu atau terpisah dalam kelompok-kelompok setiap halaman. Coretan dapat satu warna atau beberapa warna.
Tahap 2: Coretan Terarah. Coretan terarah dimunculkan dalam bentuk garis lurus ke atas atau mendatar yang diulang-ulang; garis-garis, titik-titik, bentuk lonjong, atau lingkaran (huruf tiruan) mungkin terlihat tidak berhubungan dan menyebar secara acak di seluruh permukaan kertas.
Tahap 3: Garis dan Bentuk Khusus diulang-ulang, (Menulis Garis Tiruan)
Diwujudkan melalui bentuk, tanda, dan garis-garis yang terarah; dapat terlihat mengarah dari sisi kiri ke kanan halaman dengan huruf-huruf yang sebenarnya atau titik-titik sepanjang garis; dapat mengarah dari atas ke bawah halaman kertas.
Tahap 4: Latihan Huruf-Huruf Acak atau Nama. Huruf-huruf muncul berulang-ulang diwujudkan dari namanya; beberapa dapat diakui dan yang lainnya sebagai simbol; dapat mengambang di atas kertas, digambarkan di dalam garis, ditulis dalam gambar sederhana yang sudah dikenalnya misalnya rumah, saling berhimpit di atas yang lainnya secara berulang-ulang. Huruf-huruf nama mungkin saling tertukar, dan/atau ditulis di atas dan dibawah. Latihan nama dapat menggunakan huruf besar atau yang lainnya kecil, contoh-contoh yang abstrak atau benar.
Tahap 5: Menulis Nama. Nama mungkin yang pertama, terakhir, atau gabungan dan tulisan dapat muncul berulang-ulang dalam berbagai warna alat-alat tulis (spidol,crayon, pensil); nama dapat ditulis di depan atau sebagai cerminan pikiran, di dalam kotak dengan latar belakang atau bayangan berwarna; nama dapat ditulis di atas kertas dengan gambar di bawah; rangkaian angka-angka dan abjad dapat dimasukkan.
Tahap 6: Mencontoh Kata-Kata di Lingkungan. Menulis kata-kata dari lingkungan secara acak dan diulang-ulang dalam berbagai ukuran, orientasi dan warna; termasuk nama anggota keluarga lainnya.
Tahap 7: Menemukan Ejaan. Usaha pertama untuk memeriksa dan mengeja kata-kata dengan menggabungkan huruf yang bermacam-macam untuk mewujudkan sebuah kata seperti yang digambarkan berikut ini: (1) Huruf konsonan awal (D mewakili Dinosaurus). (2) Huruf konsonan awal dan akhir (DS mewakili DinoSaurus). (3) Huruf konsonan tengah (DNS mewakili DiNoSaurus). (4) Huruf awal, tengah, konsonan akhir dan huruf hidup dituliskan pada tempatkan.
Tahap 8: Ejaan Umum. Usaha-usaha mandiri untuk memisahkan huruf dan mencatatnya dengan benar menjadi kata lengkap

C. Kesimpulan
   Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang dan gambar. Pada usia 3-6 tahun kemampuan berbahasa anak akan berkembang sejalan dengan rasa ingin tahu serta sikap antusias yang tinggi, sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan dari anak dengan kemampuan bahasanya. Antara usia 4 dan 5 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari empat sampai lima kata. Antara 5 dan 6 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari enam sampai delapan kata. Mereka juga sudah dapat menjelaskan arti kata-kata sederhana, mengetahui lawan kata. Mereka dapat menggunakan kata penghubung, kata depan dan kata sandang. Pada masa akhir usia prasekolah anak umumnya sudah mampu berkata-kata sederhana, cara bicara mereka telah lancar, dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melakukan kesalahan berbahasa.
Jadi barang siapa ingin mempelajari bahasa asing berarti harus sadar dengan seluruh daya upaya untuk membentuk kebiasaan baru, sedangkan pada saat mempelajari bahasa ibu (bahasa nasional) proses itu berjalan tanpa sadar. Pada saat ini pula anak akan berusaha mengkaitkan dan membuat persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu (bahasa nasional) dan bahasa asing yang sedang dipelajarinya.

DAFTAR PUSTAKA
.
Buncil. (2010). Tahap-tahap Perkembangan Anak dalam Menulis, (Online), (http://childrengarden.wordpress.com/2010/04/02/tahap-tahap-perkembangan-anak-dalam-menulis/)
Departemen Pendidikan Nasional. (2009). TOT Pengembangan Pembelajaran Holistik Integratif pada PAUD, Bahan Belajar. Jakarta: Depdiknas

Hurlock, E.B. (1996). Perkembangan Anak Jilid I (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Sujiono, Y. (2009). Konsep Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.

Sujiono, Y.N dan Sujiono, B. (2010). Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak.  Jakarta: Indeks

Tarigan, (2008). Berbicara, Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, D. (1991). Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Bandung: Angkasa

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wahyudin, U. dan Agustin, M. (2011). Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini. Bandung: Refika Aditama

Yusuf, S.(2005). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung:Remaja Rosdakarya




Blog Archive