Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Permainan Tradisional dan Perkembangannya



Permainan tradisional anak adalah salah satu bentuk folklore yang berupa  yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional  dan diwarisi turun temurun, serta banyak mempunyai variasi. Oleh karena  termasuk folklore, maka sifat atau ciri dari permainan tradisional anak sudah tua  usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa penciptanya dan dari mana asalnya.  Permainan tradisional biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan kadangkadang mengalami perubahan nama atau  bentuk meskipun dasarnya sama. Jika  dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang  diatur oleh suatu peraturan permainan  yang merupakan pewarisan dari generasi  terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat  kegembiraan (James Danandjaja dalam Misbach, 2007). 
Menurut Sukirman (2004), permainan  tradisional anak merupakan unsur  kebudayaan, karena mampu memberi pengaruh terhadap perkembangan kejiwaan,  sifat, dan kehidupan sosial anak. Permainan tradisional anak ini juga dianggap  sebagai salah satu unsur kebudayaan  yang memberi ciri khas pada suatu kebudayaan tertentu. Oleh karena itu,  permainan tradisional merupakan aset budaya, yaitu modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan eksistensi dan identitasnya di tengah masyarakat lain.  Permainan tradisonal bisa bertahan  atau dipertahankan karena pada umumnya mengandung unsur-unsur budaya  dan nilai-nilai moral yang tinggi, seperti: kejujuran, kecakapan, solidaritas, kesatuan dan persatuan, keterampilan dan keberanian. Sehingga, dapat pula dikatakan bahwa permainan tradisional dapat dijadikan alat pembinaan nilai budaya pembangunan kebudayaan nasional Indonesia. (Depdikbud, 1996).
Keberadaan permainan tradisional, semakin hari semakin tergeser dengan adanya permainan modern, seperti video game dan virtual game lainnya. Kehadiran teknologi pada permainan, di satu pihak mungkin dapat menstimulasi perkembangan kognitif anak, namun di sisi lain, permainan ini dapat mengkerdilkan potensi anak untuk berkembang pada aspek lain, dan mungkin tidak disadari hal tersebut justru menggiring anak untuk mengasingkan diri dari 7 lingkungannya, bahkan cenderung bertindak kekerasan. Kasus mengejutkan terjadi pada tahun 1999 di dua orang anak Eric Haris (18) dan Dylan Klebod (17), dua pelajar Columbine High School di Littleton, Colorado, USA, yang menewaskan 11 rekan dan seorang gurunya. Keterangan yang diperoleh dari kawan-kawan Eric dan Dylan, kedua anak tersebut bisa berjam-jam main  video game  yang tergolong kekerasan seperti  “Doom”, “Quake”,  dan “Redneck Rampage”.
Kekhawatiran serupa juga terjadi di Cina, sehinggapemerintah Cina secara selektif telah melarang sekitar 50  game  bertema kekerasan. Akan tetapi perkembangan teknologi di industri permainan anak tidak melulu bisa dijadikan alasan penyebab tergesernya permainan  tradisional, karena kadang masyarakat sendiri yang kurang peduli dengan adanya permainan tradisional. Terlebih, penguasaan teknologi di era globalisasi ini menjadi tuntutan bagi semua orang, tak terkecuali anak-anak. Menurut Misbach (2006), permainan tradisional yang ada di Nusantara ini dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti :
1.     Aspek motorik: Melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar, motorik halus.
2.     Aspek kognitif: Mengembangkan maginasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif,     pemahaman   kontekstual.
3.     Aspek emosi: Katarsis emosional, mengasah empati, pengendalian diri
4.     Aspek bahasa: Pemahaman konsep-konsep nilai
5.     Aspek sosial: Menjalin relasi, kerjasama, melatih kematangan sosial dengan teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi berlatih peran dengan orang yang lebih dewasa/masyarakat.
6.     Aspek spiritual: Menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat Agung (transcendental).
7.     Aspek ekologis: Memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana.
8.     Aspek nilai-nilai/moral : Menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya.
Jika digali lebih dalam, ternyata makna di balik nilai-nilai permainan tradisional mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan lokal (local wisdom) yang luhur dan sangat sayang jika generasi sekarang tidak mengenal dan menghayati nilai-nilai yang diangkat dari keanekaragaman suku-suku bangsa di Indonesia. Kurniati (2006) mengidentifikasi 30 permainan tradisional yang saat ini masih dapat ditemukan di lapangan. Beberapa contoh permainan tradisional yang dilakukan oleh anak-anak adalah Anjang-anjangan, Sonlah, Congkak, Orayorayan, Tetemute, dan Sepdur”. Permainan tradisional tersebut akan memberikan dampak yang lebih baik bagi pengembangan potensi anak. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa permainan tradisional mampu mengembangkan keterampilan sosial anak. Yaitu keterampilan dalam bekerjasama, menyesuaikan diri, berinteraksi, mengontrol diri, empati, menaati aturan serta menghargai orang lain. Interaksi yang terjadi pada saat  anak melakukan permainan tradisonal memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan keterampilan sosial, melatih kemampuan bahasa, dan kemampuan emosi.

Blog Archive