Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Nilai-Nilai Yang Dikembangkan Dalam Pendidikan Karakter


1. Pendidikan
Di dalam Sistem Pendidikan dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.[1]
Dengan demikian pendidikan berarti, segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan peserta didik untuk memimpin perkembangan potensi jasmani dan rohaninya ke arah kesempurnaan. Dalam hal ini, pendidikan berarti menumbuhkan kepribadian serta menanamkan rasa tanggung jawab, sehingga pendidikan terhadap diri manusia adalah laksana makanan yang berfungsi memberikan kekuatan, kesehatan dan pertumbuhan, untuk mempersiapkan generasi yang menjalankan kehidupan guna memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien.
Pada dasarnya pengertian pendidikan dalam UU RI No 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk memberikan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri keperibadian, kecerdasan, akhlak ulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan negara.[2]
2. Pendidikan Karakter
Menurut kamus Bahasa Indonesia definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam   usaha mendewasakan manusia upaya pengajaran dan pelatihan. Secara etimologis, kata karakter berarti tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang  membedakan seseorang dengan orang lain. Dalam bahasa Inggris, karakter (character) diberi arti a distinctive differentiating mark, tanda atau sifat yang membedakan seseorang dengan orang lain.[3]
Sedangkan secara terminologis, para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda  mengenai karakter. Doni Koesoema[4] menjelaskan bahwa kita sering mengasosiasikan karakter dengan apa yang disebut temperamen yang membina definisi yang menuntut unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Kita juga bisa memahami karakter dari sudut behavior yang menekan unsur psikis yang dimiliki individu sejak lahir. Di sini istilah karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari seseoarang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir.
Dalam kamus sosiologi, istilah karakter menurut Sunarta adalah ciri khusus dari struktur dasar kepribadian seseorang (watak). Sedangkan watak yang diperoleh (character acquired) merupakan atribut seseorang yang perkembangannya berasal dari sumber lain di luar dirinya oleh karena berhubungan dengan lingkungan alam atau sosial. Karakter juga dapat diartikan personality bagi individu, dan karakteristik (characteristic) bagi kelompok atau kebudayaan yang menjadi identitasnya. Kita juga mengenal istilah characterization yaitu proses pengambilan ciri-ciri tertentu melalui warisan atau karena lingkungan atau karena kombinasi keduanya.[5]
Menurut Endang Sumantri, kata karakter dapat dilacak dari kata latin Kharakter,  kharasein dan kharax, yang  maknanya tools for aking, to engrave, dan pointed stake. Kata ini mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahasa Perancis “caracter” pada abad ke-14 dan kemudian masuk ke dalam bahasa inggris menjadi “character” sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia ‘karakter’. Sementara itu Wynne menjelaskan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu, orang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, dan suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang, dimana seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) jika tingkah lakunya sesuai dengan  kaidah moral.[6]
Dari berbagai pendapat itu dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter adalah sifat yang mantap, stabil dan khusus yang melekat dalam pribadi seseorang yang membuatnya bersikap dan bertindak secara spontan, tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan dan tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu.
Dari konsep karakter ini muncul istilah pendidikan karakter (character education). Terminologi pendidikan karakter  mulai dikenalkan sejak tahun 1990-an.Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul Educating for character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility.[7] Melalui buku itu, ia menyadarkan dunia barat akan pentingnya pendidikan karaker. Sedangkan di Indonesia sendiri, istilah pendidikan karakter mulai diperkenalkan sekitar tahun 2005-an. Hal itu secara implisit ditegaskan dalam rencana pembangunan jangka panjang nasional ( RPJN) Tahun 2005-2015, dimana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan  untuk mewujudkan sisi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah pancasila. “Lalu, apa itu pendidikan karakter? Dalam rencana aksi nasional pendidikan karakter disebutkan bahwa pendidikan karakter adalah” pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan akhlak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.”[8]
Manusia adalah makhluk yang memiliki tabiat, potensi dan kecenderungan ganda, yakni positif ke arah baik atau negatif ke arah buruk. Sifat dasar inilah yang kemudian akan dapat berubah, baik bertambah, berkembang, atau bahkan hilang seiring pertumbuhan usianya. Perubahan tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai hal, baik internal maupun eksternal.
Dan ayat ini dijelaskan bahwa sesungguhnya Allah SWT telah memberi ilham atau jalan kepada semua manusia mengenai mana yang baik dan mana yang buruk. Namun hal ini tergantung kepada manusia itu sendiri apakah akan memilih jalan yang baik atau jalan yang buruk. Orang yang memilih jalan yang baik tentu menjadi sebuah keberuntungan baginya sedangkan sebaliknya orang yang memilih jalan kejahatan maka akan merugi baik ketika hidup di dunia maupun nanti kelak di akhirat.
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”[9]
Dengan melihat ayat di atas terdapat kelemahan dalam diri semua orang (bisa jaksa, ustad, guru, polisi, hakim, dosen, pejabat negara dan lain sebagainya), bahkan orang-orang yang beragama, tokoh partai, tokoh organisasi dan lain sebagainya yang hafal tentang rumus-rumus, undang-undang, ayat-ayat, tetapi belum mampu melaksanakan apa yang ia ketahui dan ia hafal dalam kehidupan sehari-hari, korupsi, mudah tergoda oleh berbagai  bujuk rayu, iming-iming, kepentingan golongan, ekonomi, agama, partai dan lain sebagainya.
Dari gambaran tersebut, bangsa Indonesia sangat memerlukan sumber manusia dalam jumlah dan mempunyai kualitas karakter yang memadai, konsisten, jujur, kepribadian yang menyatu antara perkataan dan perbuatannya serta bertanggung jawab sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut pendidikan memiliki peran yang sangat penting, untuk mengubah bangsa ini dan warga negaranya serta masyarakat sipil, pejabat negara, institusi sosial kemasyarakatan dan keagamaan untuk intropeksi diri serta melakukan langkah-langkah perbaikan menangani krisis multidimensional bangsa ini. Ayat Al- Qur’an di atas yaitu surat Ash-Shaff ayat 2-3 di samping mendidik kaum muslimin dengan keimanan yang lurus, Al-Qur’an juga sangat menaruh perhatian untuk mengarahkan mereka pada amalan yang Shaleh. Sebab keimanan yang benar tidak boleh tidak harus terungkap dalam tingkah laku dan tindakan. Ini dilaksanakan dengan menghiasi diri dengan akhlak dan budi pekerti yang luhur, cinta berbuat baik pada orang lain dan bersegera dalam melaksanakan apa yang diridhai Allah SWT dan Rasul-Nya.

3. Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam, Rasulullah Muhammad saw juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik. Dengan bahasa yang sederhana, tujuan dari pendidikan adalah mengubah manusia menjadi lebih baik dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan.[10]
Pendidikan Karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Dalam karakter dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan           nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mandiri, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Menurut Dharma, dkk,[11] tujuan penting pendidikan karakter adalah memfasilitasi pengetahuan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah dan setelah lulus dari sekolah.
Sedangkan tujuan pendidikan karakter yang diharapkan Kementerian Pendidikan Nasional adalah:
a.        Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
b.       Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
c.        Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
d.       Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
e.        Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).[12]
Doni Koesoema dalam bukunya mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah untuk kepentingan pertumbuhan individu secara integral, pendidikan karakter semestinya mempunyai tujuan jangka panjang yang mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri terus-menerus (on going information). Tujuan jangka panjang ini tidak sekadar berupa idealisme yang penentuan sarana untuk mencapai tujuan itu tidak dapat diverifikasi, melainkan sebuah pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan antara yang ideal dengan kenyataan, melalui proses refleksi dan interaksi terus-menerus, antara idealisme, pilihan sarana dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.[13]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan diadakannya pendidikan karakter, baik di sekolah, madrasah, maupun di rumah adalah dalam rangka mencetak manusia agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdas, mandiri, demokratis serta memiliki tanggung jawab yang tinggi, mampu hidup tenang dan produktif dalam kehidupan bersama.
4. Nilai-Nilai Yang Dikembangkan Dalam Pendidikan Karakter 
Kementerian Agama, melalui Direktorat Jendral Pendidikan Islam mencanagkan nilai karakter dengan merujuk pada Muhammad SAW sebagai tokoh agung yang paling berkarakter. Empat karakter yang paling terkenal dari Nabi Muhammad SAW adalah shidiq (benar), amanah (dapat dipercaya), tabliq (menyampaikan kebenaran), dan fathonah (cerdas). Namun demikian, dalam pembahasan ini tidak mencakup empat nilai karakter versi Kementerian Agama tersebut, melainkan fokus pada 18 nilai karakter versi Kemendiknas. Menurut Suyadi nilai karakter versi Kemendiknas telah mencakup nilai-nilai karakter dalam berbagai agama, termasuk Islam. Di samping itu, 18 nilai karakter tersebut telah disesuaikan dengan kaidah-kaidah ilmu pendidikan secara umum, sehingga lebih implementatif diterapkan dalam praktis pendidikan, baik sekolah maupun madrasah. Selain itu, 18 nilai karakter dari Kemendiknas telah dirumuskan standar kompetensi dan indikator pencapaiannya di semua mata pelajaran.[14]
Dalam rangka memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter, pemerintah sebenarnya telah mengidentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, budaya, dan falsafah bangsa, yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab.[15]
Nilai-nilai karakter tersebut merupakan implementasi dari Permendikbud Nomor 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Nilai-nilai karakter versi Kemendiknas dapat dilihat dalam tabel berikut:[16]
Tabel 1. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
No
Nilai
Deskriptif
1.      
Religius
Ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama yang dianut, termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain serta hidup rukun dan berdampingan.
2.      
Jujur
Sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan, sehingga menjadikan orang yang
bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.
3.      
Toleransi  
Sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka serta dapat hidup tenteram di tengah
perbedaan tersebut.
4.      
Disiplin
Kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
5.      
Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.
6.      
Kreatif
Sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah.
7.      
Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak bergantung kepada orang lain.
8.      
Demokratis
Sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain.
9.      
Rasa  ingin tahu
Cara berpikir, sikap ingin tahu yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal.
10.   
Semangat  kebangsaan
Sikap dan tindakan yang menepatkan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya.
11.   
Cinta  tanah air
Sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli dan penghargaan tinggi terhadap budaya, bahasa dan sebagainya.
12.   
Menghargai prestasi
Sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat prestasi yang lebih tinggi.
13.   
Bersahabat
Senang bersahabat atau proaktif
14.   
Cinta damai
Sikap dan perilaku yang mencerminkan cinta damai, aman, tenang, dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu.
15.   
Gemar  membaca
Kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, sehingga menimbulkan berbagai kebijakan dalam dirinya
16.   
Peduli  lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
17.   
Peduli  sosial
Sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkan.
18.   
Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajiban baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun agama.

5. Penerapan Pendidikan Karakter
Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan melalui langkah-langkah pengembangan pembentukan karakter dengan cara memasukkan konsep karakter dalam pembelajaran, pembuatan slogan yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik dan pemantauan secara kontinyu serta melalui pelaksanaan program-program pembinaan kejiwaan, kerohanian, kepribadian, kejuangan, jasmani, dan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Pendidikan karakter secara komprehensif dilaksanakan melalui tiga bentuk kegiatan yaitu dalam proses pembelajaran, manajemen sekolah, dan kegiatan pembinaan kesiswaan.
a.    Pendidikan karakter secara terpadu dalam pembelajaran.
Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai. Fasilitasi diperoleh kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran. Baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku terhadap budi pekerti.
b.   Pendidikan Karakter secara terpadu melalui manajemen sekolah
Sebagai suatu sistem pendidikan, maka dalam pendidikan karakter juga terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang selanjutnya akan dikelola melalui bidang-bidang perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Beberapa contoh bentuk kegiatan pendidikan karakter yang terpadu dengan manajemen sekolah, antara lain : (a). Penilaian terhadap tata tertib yang berimplikasi pada pengurangan nilai dan hukuman atau pembinaan; (b). Penyediaan tempat-tempat pembuangan sampah; (c). penyediaan kotak saran; (d). Penyediaan sarana ibadah dan pelaksanaan ibadah misalnya: shalat dzuhur berjamaah; (e). Salim-taklim (jabat tangan) setiap pagi saat siswa memasuki gerbang sekolah; pengelolaan dan kebersihan ruang kelas oleh siswa dan bentuk-bentuk kegiatan lainya.
c.    Pendidikan Karakter secara terpadu melalui kegiatan pembinaan kesiswaan
Kegiatan pembinaan kesiswaan adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidikan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
Beberapa kegiatan pembinaan kesiswaan yang memuat pembentukan karakter antara lain : olah raga (sepak bola, bola voli, kasti dan lain-lain). Keagamaan (baca tulis Al-Qur’an, shalat dhuha berjamaah, yasinan (setiap hari jumat), pembiasaan surat-surat pendek, ibadah).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa bentuk-bentuk pendidikan karakter terpadu dalam tiga kegiatan yaitu terpadu atau terintegrasi dengan proses pembelajaran pada semua mata pelajaran, terpadu dalam manajemen sekolah dan terpadu dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning).
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.[17]

6. Proses Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar siswa. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemmpuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi motivasinya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya.
Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction” yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media, seperti bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio dan sebagainya, sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar.[18]
Sutikno dalam bukunya belajar dan pembelajaran mengemukakan definisi pembelajaran yaitu, segala upaya yang dilakukan oleh guru (pendidik) agar terjadi proses belajar pada diri siswa. Secara implisit, di dalam pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.[19]
Sedangkan menurut Darsono secara umum menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik.[20]
Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha tertentu.

b. Komponen Pembelajaran
Sumiati dan Asra mengelompokkan komponen-komponen pembelajaran dalam tiga kategori utama, yaitu guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa. Interaksi antara tiga komponen utama melibatkan metode pembelajaran, media pembelajaran, dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang memungkinkan terciptanya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.
1)   Tujuan Pembelajaran
Tujuan belajar sebenarnya sengat banyak dan bervarisi. Secara umum tujuan belajar adalah ingin mendapatkan pengetahuan, ketrampilan dan penanaman sikap atau mental nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar. Hasil belajar yang maksimal akan menghasilkan prestasi yang baik pula. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.[21]
2). Materi Pembelajaran
Materi  pembelajaran pada dasarnya merupakan isi dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/sub topik dan rinciannya. Isi dari proses pembelajaran tercermin dalam materi pembelajaran yang dipelajari oleh siswa. Syaiful Bahri Djamarah, dkk menerangkan materi pembelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa materi pembelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan.
3). Metode Pembelajaran
Metode adalah cara, alat untuk mencapai tujuan.4 Metode mengajar merupakan alat untuk menggerakkan pelajar agar dapat mempelajari bahan pelajaran. Jadi metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan pelajar pada saat berlangsungnya pengajaran. Dengan demikian, metode mengajar merupakan alat untuk menciptakan proses belajar mengajar. Metode juga merupakan cara, teknik yang digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran. Metode dapat berupa pendekatan dan strategi yang digunakan untuk menyampaikan materi yang mendukung tujuan pembelajaran.[22]
Penerapan pendidikan karakter dapat dilakukan dengan metode atau strategi pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dalam konsep tersebut ada tiga hal yang yang harus kita pahai. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat meneapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.[23]
4). Media pembelajaran
Media pembelajaran merupakan peralatan yang membawa pesan-pesan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Jenis-jenis media pembelajaran sangat beragam dan mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Maka diharapkan guru dapat memilih media pembelajaran sesuai dengan kebutuhan agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Selain dalam memilih media pembelajaran yang tidak digunakan secara maksimal juga akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah‟, pengantar‟. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara (wasilah) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Ada juga yang memakainya dalam menjelaskan kata “pertengahan” seperti dalam kalimat “medio abad 19” (atau pertengahan abad 19). Ada yang memakai kata media dalam istilah “mediasi”, yakni sebagai kata yang biasa dipakai dalam proses perdamaian dua belah pihak yang sedang bertikai.[24]
Menurut Gerlach dan Ely, media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi dan kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap.6 Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Sedangkan menurut Criticos yang dikutip oleh Daryanto, media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan.[25]
Yudi Munadi, juga menyatakan sumber – sumber belajar selain guru dapat juga disebut penyalur atau penghubung pesan ajar yang diadakan atau diciptakan secara terencana oleh guru atau pendidik, biasanya dikenal sebagai “media pembelajaran”[26]
5). Evaluasi Pembelajaran 
Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 21 dijelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan, evaluasi  bertujuan, untuk mengetahui : (1) kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, (2) efektivitas metode pembelajaran, (3) kedudukan siswa dalam kelompoknya, dan (4) untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam rangka perbaikan[27]
6). Peserta didik atau siswa
Siswa merupakan komponen inti dari pembelajaran, maka siswa harus memiliki displin belajar yang tinggi. Siswa yang memiliki disiplin belajar yang tinggi akan terbiasa untuk selalu patuh dan mempertinggi daya kendali diri, sehingga kemampuan yang sudah diperoleh siswa dapat diulang-ulang dengan hasil yang relatif sama.
7). Pendidik/Guru
Guru merupakan komponen utama yang sangat penting dalam proses pembelajaran karena tugas bukan hanya sebagai fasilitator namun ada dua tugas yang harus dikerjakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran yang efektif. Kedua tugas tersebut sebagai pengelola pembelajaran dan sebagai pengelola kelas.

8) Lingkungan
Lingkungan tempat belajar adalah segala yang ada di sekitar siswa atau proses pembelajaran. Jadi lingkungan fisik yang ada di sekitar siswa saat proses pembelajaran. Lingkungan yang ditata dengan baik akan menciptakan suasana nyaman sehingga siswa menjadi betah, senang, umtuk belajar.

7. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Joyce dalam Trianto menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu siswa sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.[28]
Soekamto dalam Trianto mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.[29]
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:[30]
(1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis. (2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif. (3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas. (4) Memiliki bagian-bagian model yang disamakan: (a) Urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax). (b) Adanya prinsip-prinsip reaksi. (c) Sistem sosial. (d) Sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran. (5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (a) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur. (b) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang. (6) Memiliki persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.
Ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa diantaranya adalah: 1) Model Pembelajaran Kontekstual (constextual teaching and learning-CTL) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. 2) Model Pembelajaran Kooperatif (Coorperative learning) merupakan model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. 3) Model Pembelajaran Quantum merupakan ramuan atau rakitan dari berbagai teori atau pandangan psikologi kognitif dan pemograman neurologi/ neurolinguistik yang jauh sebelumnya sudah ada. 4) Model Pembelajaran Terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan. Melalui pembelajaran terpadu siswa dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. 5) Model Pembelajaran Berbasis masalah (PBL) dirancang untuk membantu mencapai tujuan-tujuan seperti meningkatkan keterampilan intelektual dan investigative, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk menjadi pelajar yang mandiri. 6) Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) merupakan salah satu model pengajaran yang dirancang khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. 7) Model Pembelajaran diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih (sebagai suatu kelompok).[31]


[1] Azyumardi Azra, Esei- esei Intelektual Muslim & Pendidikan Islam, ( Jakarta: Logos, 1999), hlm. 3
[2] Undang-undang No 20 Th.2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[3] Amirulloh Syarbini, Buku pintar pendidikan karakter, (Bandung : as@-prima pustaka, 2012). hlm. 13
[4] Amirulloh Syarbini, Buku pintar pendidikan karakter, (Bandung : as@-prima pustaka, 2012). hlm.14
[5] Amirulloh Syarbini, Buku pintar pendidikan karakter, (Bandung : as@-prima pustaka, 2012). hlm, 14-15
[6] Amirulloh Syarbini, Buku Pintar Pendidikan Karakter, (Bandung : as@-prima pustaka, 2012). hlm 15
[7] Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. (New York: Bantam Books, 1993)
[8] Amirulloh Syarbini, Buku pintar pendidikan karakter, (Bandung : as@-prima pustaka, 2012). hlm. 16
[9] Depag RI, Al-„Aliyy Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung: CV. Diponegoro, 2003) hlm. 318
[10] Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 30.
[11] Dharma Kesuma, dkk. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011). hlm. 15
[12] Kementerian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, (Jakarta: 2010), hlm. 7
[13] Doni Koesuma, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 135
[14] Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 7.
[15] Amirulloh Syarbini, Buku Pintar Pendidikan Karakter, (Bandung : as@-prima pustaka,2012). hlm 25
[16] Kementerian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, (Jakarta: 2010), hlm. 9-10.
[17] Sanjaya, W.  Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006). hlm. 45
[18] Sanjaya, W. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. (Jakarta: Kencana Prenada Media). hlm.45
[19] Sutikno. M.S, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Prospect, 2009), hlm. 32
[20] Darsono, M. Belajar dan Pembelajaran. (Semarang: IKIP Semarang Press). hlm.24-25
[21] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.6
[22] Suryosubroto, Proses Belajar-Mengajar di Sekolah (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), hlm.147.
[23] Sanjaya, W.  Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. (Jakarta: Kencana Prenada Media,2006). hlm. 58
[24] Arsyad,A. Media Pembelajaran (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009). hlm. 3
[25] Ibid. hlm 4
[26] Munadi, Y. Media Pembelajaran (Jakarta:GP Press Group.2013). hlm 45
[27] Undang-undang No. 20 Tahun  2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hlm. 2
[28] Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 5
[29] Ibid, hlm. 5
[30] Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 136
[31] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: CV Alfabeta, 2011), hlm. 175

Blog Archive