Nilai-nlai insaniyah hukum Islam
yang meliputi UU No. 21 tahun 2008 umpanya terlihat dalam hal arah pembangunan
ekonomi nasional yang berpihak kepada ekonomi kerakyatan, demokrasi ekonomi,
fungsi sosial seperti zakat dan shadaqah, tolong menolong dan perlindungan
nasabah.
Keberpihakan sistem ekonomi kepada
ekonomi kerakyatan menunjukkan bahwa UU ini memperhatikan kehidupan ekonomi
masyarakat dalam bentuk menempatkan mereka sebagai sumber, subyek, dan obyek
ekonomi guna meraih kesejahteraan dan kebahagiaan hidup mereka. Keberpihakan
ini lebih dipertegas dengan meletakkan demokrasi ekonomi sebagai salah satu
asas UU, di samping asas prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian.
Demokrasi ekonomi menurut penjelasan
UU ini ialah “kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan,
kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan. Sementara kegiatan ekonomi syariah adalah
kegiatan ekonomi yang berdasarkan prinsip hukum Islam.
Salah satu bagian dari prinsip hukum
Islam, ialah berfungsi sosial. Artinya bahwa kegiatan ekonomi Islam memiliki
peran pragmatis guna kepentingan orang banyak. Fungsi sosial diperlihatkan oleh
Pasal 4 angka 2, angka 3 tentang wakaf, pasal 20 huruf b dan c tentang
penyertaan modal, dan pasal 23 serta 37 tentang penyaluran dana. Fungsi sosial
seperti dilukiskan oleh Pasal 4 angka 2 dalam bentuk bait al-mal yang menerima dana yang berasal dari zakat, infak dan
shadaqah yang kemudian disalurkan kepada organisasi pengelola zakat. Organisasi
penyalur ini kemudian mendistribusikan kepada masyarakat, baik kepada individu
maupun kelompok atau lembaga tertentu.
Fungsi sosial yang diisyaratkan oleh
Pasal 20 huruf b dan c adalah dalam wujud penyertaan modal sedangkan Pasal 23
dan Pasal 37 angka 1 dalam bentuk penyaluran dana. Dua kegiatan ini merupakan
sisi insaniyat UU yang mengandung
nilai saling menolong. Menurut penjelasan pasal ini, perlindungan nasabah
dilakuan antara lain dengan mekanisme pengaduan nasabah, meningkatkan
transparansi produk dan edukasi terhadap nasabah.
Pemberlakuan UU
secara umum dan menyeluruh bagi masyarakat diperlihatkan dalam aturan tentang
pendirian dan kepemilikan Bank Syariah. Ia tidak hanya diperuntukan bagi warga
Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia, tetapi juga bagi warga Negara
asing atau badan hukum asing. Dari sini tampak bahwa UU tidak membatasi dirinya
dengan sekat-sekat agama, warga Negara, dan tempat tinggal meskipun dari sudut
nama, bank ini disebut Bank Syariah yang khas Islam.