Bab 1 (Tata Koordinat)
Menjelaskan
tentang tata koordinat yang meliputi lingkaran vertikal, meridian, lintang,
bujur, tinggi kutub, horizon, peredaran matahari, sudut waktu, deklinasi,
azimuth, dan tinggi kulminasi.
Lingkaran
vertikal adalah suatu lingkaran yang menghubungkan titik zenith dan titik nadir
melalui horizon tegak lurus pada bidang horizon, sehingga setiap titik pada
lingkaran horizon jaraknya 900 dan dapat dibuat tak terbatas.
Meridian
adalah lingkaran vertical yang menghubungkan titik Utara (U), titik selatan
(S), Zenit (Z), Nadir (N) melalui Kutub Utara (Ku) dan Kutub Selatan (KS).
Lintang
merupakan jarak dari khatulistiwa ke kutub, diukur melalui lingkaran kutub kea
rah utara disebut lintang utara dan diberi tanda positif (+) dan ke arah
selatan diberi tanda negative (-)
Bujur
adalah jarak suatu tempat dari kota Greenwich di Inggris diukur melalui
lingkaran meridian. Ke arah timur disebut Bujur Timur diberi tanda (-) atau
minus yang berarti negative dan ke arah Barat diberi tanda (+) atau plus yang
berarti positif.
Tinggi
kutub adalah jarak dari kutub ke horizon, yang diukur melalui lingkaran
meridian.Lintang tempat adalah jarak dari khatulistiwa ke suatu tempat yang
biasanya ditandai dengan huruf yunani ⱷ
dibaca fi.
Horizon
adalah lingkaran pada bola langit yang menghubungkan titik utara, titik timur,
titik selatan, dan titik barat sampai ke titik utara. Horizon merupakan batas
pemisah antara belahan langit yang tampak dan tidak tampak.
Peredaran
matahari merupakan pergerakan matahari yang terlihat bergerak dari Timur lalu
bergerak makin lama makin tinggi, pada tengah hari matahari mencapai titik
kulminasi tertinggi setelah itu meneruskan perjalanannya bergerak semain lama
semakin rendah dan senja hari terbenam di ufuk barat.
Setiap
lingkaran membentuk sudut dengan lingkaran meridian, sudut waktu dapat dilihat
pada kutub. Sudut MKuC atau MksE yang besarnya sama. Sudut-sudut tersebut
dinamakan sudut waktu yang ditandai dengan huruf t.
Deklinasi
adalah jarak dari suatu benda langit ke equator langit, diukur melalui
lingkaran waktu (lingkaran deklinasi) atau dapat juga dikatakan deklinasi
adalah sepotong busur lingkaran deklinasi yang diukur dari titik perpotongan
suatu benda langit ke equator pada lingkaran deklinasi.
Azimuth
sebuah benda langit adalah jarak dari titik utara ke lingkaran vertical yang
dilalui benda langit tersebut, diukur sepanjang lingkaran horizon searah
perputaran jarum jam, melalui titik Timur, titik Selatan, sampai ke titik
Barat.
Bab 2 (Kedudukan Matahari
Pada Awal Waktu)
Menjelaskan
tentang kedudukan matahari yaitu meliputi, kedudukan matahari pada waktu zhuhur
dimana matahari sedang berkulminasi, titik pusat matahari berkedudukan tepat di
meridian. Pada saat tinggi ashar dimana apabila matahari berkulminasi, bayang-bayang
sebuah tongkat yang terguncang tegak lurus di atas bidang datar, mempunyai
panjang tertentu.
Terbit
dan terbenamnya matahari, waktu maghrib dimulai setelah matahari terbenam dan
waktu subuh berakhir saat matahari terbit. Kemudian refraksi (pembiasan cahaya)
dalam ilmu astronomi angkasa yang meliputi bumi tidak rata keadaan suhunya dan
tingkat kepadatannya, semakin dekat dengan bumi maka semakin padat, semakin
jauh dari permukaan bumi maka semakin tipis.Selain itu, juga dijelaskan tentang
kerendahan ufuk,parallax, isya dan fajar, dan yang terakhir yaitu ikhtisar.
Bab 3 (Segitiga siku-siku
dan segitiga bola)
Di bab ini dijelaskan
mengenai segitiga siku-siku, segituga bola, hukum cosinus, hokum sinus, tifa
sisi, dua sisi dan sudut antaranya, dua sisi dan satu sudut seberangnya,
segitiga bola langit, dan rumus waktu.
Bab 4 (Hisab Awal Waktu
Shalat dengan Sistem Ephemeris)
Ephemeris adalah sejenis
almanac atau buku, emphemeris ini memuat data yang berkaitan dengan perhitungan
awal bulan qamariyah, awal waktu shalat dan perhitungan arah qiblat; disamping
data lainnya , sehingga mempermudah dalam melakukan hisab. Lalu dilanjutkan
dengan informasi tentang data yang diperlukan, teknik pengunaan data, rumus
yang digunakan, serta langkah dan teknik hisab awal waktu shalat.
1. Data dan Rumus yang
Digunakan
Dalam melakukan hisab awal
waktu shalat, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
a. Data yang harus diketahui
1). Lintang tempat (f)
2). Bujur tempat (l)
3). Deklinasi matahari (do)
4). Equation of time/perata
waktu (eo)
5). Tinggi matahari (ho)
6). Koreksi waktu daerah
(Kwd) : (ldh - ltp )/15
7). Ikhtiyat
b. Rumus yang dipergunakan
1). Rumus sudut waktu
matahari
Cos t = - tan f tan d + sin h / cos f /
cos d
2). Rumus awal waktu
12 – e + t + Kwd + i
3). Rumus tinggi matahari
(ho)
Ashar : Cotan h = tan zm + 1 atau
zm = [p – d]
Maghrib : - 1o
Isya : - 18o
Subuh : - 20o
Terbit : 1o
Dhuha : 4.5o
4). Rumus koreksi waktu
daerah
Kwd = (ldh - ltp)/15
c. Keterangan rumus :
1). Untuk menghitung awal waktu Dhuhur, rumus (b) dipergunakan
tanpa t, sehingga menjadi :
12 – e + Kwd + i
2). Untuk menghitung awal waktu Ashar, rumus (b) dapat
dipergunakan sepenuhnya, sedangkan dalam
menggunakan rumus (a), ho hendaknya
dihitung tersendiri dengan rumus :
Cotan ho = tan zm + 1 atau zm = | f – d |
12 – e + t + Kwd + i
3). Untuk menghitung awal
waktu Maghrib, Isya, Subuh, Terbit dan Dhuha rumus (b) dapat dipergunakan
sepenuhnya, rumus (a) ho disesuaikan dengan waktunya. Dengan catatan khusus untuk
t waktu Subuh, Terbit dan Dhuha
(dikurangkan), sehingga rumusnya menjadi: 12 – e – t + Kwd + i. Sedang untuk
Terbit i dikurangkan, rumusnya menjadi : 12 – e – t + Kwd – i
2. Prosedur dalam Perhitungan
Dalam melakukan perhitungan
awal waktu shalat, prosedurnya sebagai berikut
a. Kota/tempat dan
waktu/tanggal yang akan dihitung awal waktunya
b. Diketahui data lintang
dan bujur tempat (ftp, ltp)
c. Diketahui data matahari
(do, eo)
d. Diketahui data tinggi
matahari (ho)
e. Diketahui data koreksi
waktu daerah (Kwd)
f. Rumus yang digunakan
g. Alat hitung yang
dipergunakan (misal : calculator)
Bab 5 (Hisab Awal Waktu
Shalat dengan Sistem Nautika)
Nautika adalah almanac
kelautan yang diterbitkan oleh TNI AL dinas Hidro Oseanografi untuk kepentingan
pelayaran, terutama untuk angkatan laut. Meskipun demikian, dapat juga diguakan
untuk hisab awal waktu shalat karena data yang berkaitan dengan perhitungan
awal waktu shalat, awal bulan, dan sebagainya terdapat dalam almanac ini. Hal
yang dibahas tidak terlalu berbeda dengan bab 4.
I. AWAL WAKTU DHUHUR ( Z )
Rumusnya :
Z = 12 – E + (
105 – V ) / 15 + i
Untuk menghitung awal waktu
shalat daerah indonesia maka standar waktu Wib adalah 105, Wita adalah 120 dan
Wit adalah 135. Jadi jika kita akan menghitung awal waktu shalat di daerah WITA
atau WIT, maka angka merah yang terdapat pada rumus awal waktu dhuhur tersebut
diganti sesuai dengan standar waktu yang akan di hitung.
II. AWAL WAKTU ASHAR ( WA )
Rumus h : Shift tan ( 1 / (
- tan (P – D) + 1
Rumus : t= shift cos ( - tan
p tan d + sin h / cos p / cos d )
Rumus WA = t / 15 + i istiwa’
WA = Z + t / 15 WIB
III. AWAL WAKTU MAGHRIB ( WM )
h = -semi diameter –
refracsi – kerendahan ufuk
h = -0º 16º – 0º 34.5º –
.0293 √ K
t= shift cos ( - tan p tan d
+ sin h / cos p / cos d )
Rumus WM = t / 15 + i istiwa’
WM = Z + t / 15 WIB
IV. AKHIR WAKTU SUBUH ( TERBIT ) ( WT )
t. sama dengan waktu maghrib
Rumus WT = 12 – t / 15 – i
istiwa’
WT = Z – t / 15 – 2 x i
WIB
V. AWAL WAKTU ISYA’ ( WI )
h. (ketinggian matahari
rata-rata pada awal waktu shalat) untuk awal waktu isya’ adalah -18
t= shift cos ( - tan p tan d
+ sin -18 / cos p / cos d )
Rumus WI = t / 15 + i istiwa’
WI = Z + t / 15 WIB
VII. AWAL WAKTU SUBUH ( WS ) h = - 20
h. (ketinggian matahari
rata-rata pada awal waktu shalat) untuk awal waktu isya’ adalah -20
t= shift cos ( - tan p tan d
+ sin -20 / cos p / cos d )
Rumus WS = 12 – t / 15 + i
istiwa’
WS = Z – t / 15 WIB
VII. AWAL WAKTU DHUHA ( WD ) h = 4.5
h. (ketinggian matahari
rata-rata pada awal waktu shalat) untuk awal waktu isya’ adalah 4.5
t= shift cos ( - tan p tan d
+ sin 4.5 / cos p / cos d )
Rumus WD = 12 – t / 15 + i
istiwa’
WD = Z – t / 15 WIB
VIII. WAKTU IMSAK
Rumusnya = awal waktu subuh
– 10 menit
Bab 6 (Arah Kiblat)
Persoalan qiblat adalah
persoalan azimuth, yaitu jarak dari titik utara ke lingkaran vertikal melalui
benda langit atau melalui suatu tempat diukur sepanjang lingkaran horizon
menurut arah perputaran jarum jam. Sengan demikian, persoalan arah qiblat erat
kaitannya dengan letak geografis suatu tempat.
Bab 7 (Hisab Awal Bulan)
Berisi tentang
istilah-istilah yang berkaitan dengan data astronomis beserta pengertiannya,
dijelaaskan juga mengenai data astronomis dalam ephemeris, langkah- langkah
hisab awal bulan, teknik mengambil dan mengolah data, dan teknik hisab awal
bulan,