PENDAHULUAN
Perubahan
iklim saat ini telah menjadi ancaman nyata bagi penduduk bumi. Dorongan untuk
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa memperdulikan daya dukung
lingkungan seperti industrialisasi, penggunaan bahan bakar fosil secara
berlebihan, dan pembalakan hutan secara massif menjadi penyebab utama
meningkatnya pemanasan global. Kondisi ini akan berdampak pada kenaikan suhu
rata-rata di bumi, perubahan curah hujan, kenaikan permukaan air laut, dan
frekuensi bencana yang berhubungan dengan cuaca seperti penyediaan sumber
makanan dan air minum. Apabila tidak ada langkah signifikan untuk mengurangi
keadaan tersebut, diperkirakan pada tahun 2100 suhu rata-rata di bumi meningkat
4,5 derajat Celcius dan permukaan air laut naik sekitar 95 cm. Beberapa negara
kepulauan seperti Indonesia, Jepang, Maladewa, dan Karibia akan kehilangan
sebagian besar wilayahnya.
Lembaga-lembaga
internasional seperti Persatuan Bangsa-Bangsa dan Bank Dunia telah
menyelenggarakan berbagai pertemuan yang bertujuan untuk menghasilkan
kesepakatan guna mengurangi emisi karbon dan mengatasi dampak pemanasan global.
Pertemuan tersebut diantaranya adalah The Intergovernmental Negotiating
Committee for a Framework on Climate Change sejak tahun 1990, Konferensi
Perubahan Iklim pertama di Toronto Kanada pada tahun 1998 yang merupakan
kelanjutan dari Protokol Kyoto pada tahun 1997 dan Konferensi Tingkat Tinggi
PBB untuk perubahan iklim sejak tahun 1992 yang terus ditindaklanjuti dengan
menyelenggarakan Conference of Parties ke 21 (COP 21) pada tanggal 30 November
s.d. 11 Desember 2015 di Paris Perancis. Pertemuan ini dihadiri oleh para
pemimpin negara anggota, CEO perusahaan swasta, maupun komponen masyarakat
lainnya yang menghasilkan berbagai ide dan inisiatif untuk melakukan tindakan
nyata dan mengikat dalam mengurangi pemanasan global dengan menurunkan emisi
karbon. Presiden Republik Indonesia dalam pertemuan tersebut menyampaikan
komitmennya sebagai upaya kontribusi dalam aksi global menurunkan emisi
sebagaimana yang tercantum dalam Intended Nationally Determined Contribution
(INDC) Indonesia, untuk menurunkan emisi hingga 29 persen dengan melalui
"business as usual" sampai 2030 dan 41 persen dengan bantuan
internasional.
PEMBAHASAN
Potensi Penerbitan Green Sukuk
Sukuk berasal dari Bahasa Arab kata sukuk “صكوك” merupakan
plural dari kata sakk yang memiliki arti dokumen atau lembar kontrak yang
serupa dengan sertifikat atau note. Pada abad pertengahan kegiatan berdagang
anatara dunia barat dan timur sangat ramai. Untuk pembayaran atas transaksi
perdagangan pada saat itu, selain menggunakan uang para pedagang akan
mengeluarkan selembar kertas sebagai alat perintah untuk membayar sejumlah
nominal uang. sehingga kata sakk mengakar pada kata cheque atau di kenal
sebagai cek pada dunia perbankan saat ini.
Menurut AAOIFI sukuk memilki pengertian Sukuk adalah sertifikat dengan nilai yang
sama dengan bagian atau seluruhnya dari kepemilikan harta berwujud, untuk
mendapatkan hasil dan jasa di dalam kepemilikan aset dari proyek tertentu atau
aktivitas investasi khusus, sertifikat ini berlaku setelah menerima nilai
sukuk, di saat jatuh tempo dengan menerima dana seutuhnya sesuai dengan tujuan
sukuk tersebut
Menurut UU no. 19 tahun 2008 pasal 1 tentang Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga
negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 69/DSN-MUI/VI/2008
Tentang Surat Berharga Syariah Negara Surat Berharga Syariah Negara atau dapat
disebut Sukuk Negara adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan
prinsip syariah, sebagai bukti kepemilikan atas bagian hashotun dari aset SBSN,
baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Sehingga dapat di simpulkan bahwa sukuk yang saat ini beredar
memiliki pergesseran makna di saat era klasik dan kontemporer. Sukuk yang di
kenal di era kontemporer sebagai sarana investasi atas penyertaan suaru asset
bernilai (underlying asset) dimana penerbit sukuk memiliki kewajiban
membayarkan imbal hasil berupa ujrah, bagi hasil atau hal lain yang tidak
bertentangan dengan syariah sampai di akhir tempo pengembalian pokok pembiayaan
kepada pemegang sukuk.
Konsep ini di mulai oleh World bank mengeluarkan green bond
(GB) atau obligasi hijau yang ditujukan untuk pembangunan proyek- proyek yang
mendukung pembangunan keberlanjutan pada tahun 2008. Sampai saat ini Bank Dunia
telah menerbitkan Green Bond senilai USD8,5 miliar dalam 18 mata uang. Green Bond merupakan instrumen investasi
berkualitas tinggi karena memperoleh triple-A rating (berisiko sangat rendah).
Untuk menentukan kriteria proyek yang layak untuk dibiayai dengan GB, Bank
Dunia menunjuk suatu institusi independen untuk melakukan seleksi terhadap
proyek-proyek yang diajukan. Institusi tersebut diantaranya adalah the Center
for International Climate and Environmental Research at the University of Oslo
(CICERO) yang bertugas memberikan opini dan pedoman untuk memilih proyek-proyek
yang sesuai dengan persyaratan investasi dalam green bond.
Di pasar keuangan syariah dunia, Malaysia telah lebih dulu
menawarkan sukuk hijau di pasar global pada 27 juni 2017 yang digunakan untuk
proyek mendukung lingkungan hidup dan fasilitas penunjang energi terbarukan.
Tadau Energy Malaysia sudah meluncurkan green sukuk pertama senilai 59,2 juta
dolar AS bertenor 16 tahun. Tujuan sukuk ini adalah untuk membiayai program
penyediaan energi tenaga sinar matahari. Ini merupakan salah satu instrumen dan
solusi atas kebutuhan masyarakat global terhadap pembiayaan yang bertanggung
jawab dan berkelanjutan.
Indonesia memiliki banyak bangunan terintegrasi untuk
menciptakan pasar green sukuk yang dinamis dan kuat. Sebab, produk ini biasanya
memang digunakan untuk membiayai proyek dengan hasil lingkungan atau iklim yang
positif. Menurut Green Finance Opportunities dalam laporan Asean yang
diterbitkan oleh DBS Bank dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) permintaan
tambahan investasi hijau Asean berpeluang mencapai sekitar US$3 triliun pada
periode 2016 hingga 2030. Peluang ini meningkat 37 kali lipat dari periode
sebelum 2016. Bank Dunia memperkirakan potensi pendanaan berwawasan lingkungan
seperti obligasi dan sukuk hijau di Indonesia berpotensi mencapai sekitar
US$272 miliar hingga 2030 mendatang, atau setara Rp3.917 triliun dengan kurs
Rp14.400 per dolar AS.
Investasi ini tersebar di empat sektor yakni infrastruktur
US$1.800 miliar, energi terbarukan US$400 miliar, efisiensi energi US$400
miliar dan makanan, pertanian dan penggunaan lahan US$400 miliar. Laporan ini
juga menyoroti bahwa 36% peluang investasi infrastruktur Asean ada di
Indonesia. Produk Green Sukuk Indonesia yang baru diperkenalkan dapat menjadi
tonggak penting dalam meningkatkan komitmen terhadap penanganan perubahan iklim
melalui pendanaan inovatif dan berkelanjutan pada proyek ramah lingkungan.
Penerbitan sukuk hijau memiliki potensi yang cemerlang, sebab
saat ini perlu adanya sebuah inovasi untuk menarik investor sekaligus mendukung
pembangunan yang selaras dengan alam. Potensi Pasar sukuk Indonesia tumbuh
pesat setelah diberlakukannya UU Surat Berharga Syariah Negara Nomor 19 oleh
Pemerintah Indonesia pada tahun 2008 yang diikuti oleh penerbitan sukuk negara
pertama tak lama setelahnya. Jumlah sukuk negara yang beredar telah mencapai 48
penerbitan pada akhir tahun 2015. Sebagaimana digambarkan dalam grafk di bawah,
nilai penerbitan sukuk negara tahunan telah meningkat dari Rp33,31 triliun pada
tahun 2011 menjadi lebih dari Rp101 triliun pada tahun 2015 sehingga menunjukkan
angka CAGR atau laju pertumbuhan majemuk tahunan sekitar 32,20% dalam periode
lima tahun ini.
Dalam lingkup global Indonesia tahun 2017 menduduki peringkat
kedua sebagai negara penerbit sukuk diperkirakan penerbitan sukuk global
mencapai 60 miliar sampai 65 miliar dolar AS. Malaysia masih menjadi pemimpin
pasar sukuk global, menguasai 38,5 persen, disusul Indonesia (24,7 persen),
Qatar (9,9 persen), dan Uni Emirat Arab (9 persen). Sebuah capaian yang
mengesankan bagi Indonesia yang baru menerbitkan sukuk sejak tahun 2008 dapat
menyakinkan investor dunia untuk menyediakan isntrumen investasi namun tetap
halal. Dengan penerbitan sukuk hijau ini, tidak hanya investor muslim yang
berkontribusi tetapi investor dunia dapat mendukung proyek pengurangan emisi
karbon bumi.
Adapun tahapan dalam penerbitan sukuk hijau yaitu :
1.
Mengidentifikasi
proyek
Pada tahap ini proyek yang dipastikan sesuai dengan prioritas
pembangunan nasional serta memenuhi
kriteria proyek yang mendukung pengurang emisi karbon dan dampak perubahan
iklim. Proses ini dapat di lakukan oleh intansi pemerintah yang melaksanakan
proyek tersebut.
2.
Persiapan
dan penilaian proyek
Hasil identifikasi proyek pertama dilanjutkan dengan
penyiapan studi kelayakan proyek oleh instansi pemerintah selaku pelaksana
proyek. Studi kelayakan tersebut dinilai oleh instansi pemerintah yang
berwenang (misal: Bappenas) serta bekerja sama dengan lembaga independen yang
mempunyai keahlian pada bidang lingkungan. Selain itu, dalam tahap ini untuk
menilai kesuaian proyek dengan kriteria syariah, pemerintah dapat meminta DSN
MUI untuk memberikan opininya. Apabila telah memenuhi kriteria, proyek tersebut
selanjutnya dapat diusulkan untuk dibiayai melalui penerbitan Sukuk Negara
dalam APBN sesuai aturan yang berlaku
3.
Penerbitatan
sukuk
Setelah proyek tersebut dianggarkan dalam APBN, maka
pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan pembiayaan atas proyek
tersebut. Penerbitan Sukuk Negara untuk membiayai Green Infrastruktur dapat
mengikuti mekanisme penerbitan Sukuk Negara untuk pembiayaan proyek yang telah
berjalan sejak tahun 2012.
4.
Implementasi
dan penyelesaian proyek
Pelaksanaan proyek dilaksanakan sesuai dengan peraturan
terkait, misalnya melalui proses pelelangan dan penyelesaian proyek sesuai
dengan tahap-tahap yang direncanakan. Demikian halnya penggantian pembiayaan
kepada rekanan pemerintah mengikuti aturan pembiayaan proyek yang telah ada.
5.
Monitoring
proyek
Monitoring proyek dilaksanakan pada saat proyek dimulai
sampai dengan penyelesaian proyek yang bertujuan untuk memantau kemajuan
proyek, kemudian dilaporkan secara berkala. Kegiatan ini dilaksanakan oleh
instansi pemerintah yang berwenang atau organisasi independen yang diberi tugas
oleh pemerintah.
6.
Evaluasi
dan Pelaporan proyek
Untuk memastikan bahwa proyek telah berjalan sesuai dengan
rencana, termasuk proses pelelangan, pengelolaan keuangan, manfaat maupun
dampak dari implementasi proyek serta kesinambungan proyek maka dilaksanakan
kegiatan evaluasi. Kegiatan ini dapat memberikan masukan untuk keberlangsungan
proyek di masa yang akan datang. Selain itu, terdapat pelaporan atas seluruh
kegiatan kepada publik dengan tujuan menciptakan transparansi dan kepercayaan
semua stakeholder.
Peluang Penerbitan Green Sukuk
Produk
syariah di pasar modal Indonesia sampai dengan saat ini masih sangat terbatas
dibandingkan dengan produk konvensional. Terbatasnya produk syariah tersebut
mengakibatkan alternatif investasi dan pembiayaan berbasis syariah menjadi
sangat minim. Salah satu produk syariah di pasar modal Indonesia yang masih
terbatas dari sisi jumlah maupun jenis akad adalah sukuk.
Pengertian
sukuk menurut fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 adalah suatu surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang
obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo. Sukuk merupakan salah satu produk syariah
di pasar modal Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan baik dari sisi
jumlah maupun jenis akad.
Dalam
pegaplikasiannya, praktek sukuk berlandaskan pada akad-akad (underlying
transaction) yang sesuai dengan prinsip syariah seperti mudharabah (bagi
hasil), musyarakah (kerjasama), ijarah (sewa), murabahah (jual beli), Salam,
dan Istishna’. Sedangkan Sukuk yang diterbitkan di Indonesia saat ini baru
menggunakan 2 (dua) akad, yaitu akad mudharabah dan akad ijarah. Sedangkan
beberapa negara di kawasan Asia (Malaysia), Timur Tengah dan Eropa, struktur penerbitan
sukuk telah menggunakan akad yang lebih beragam antara lain akad yang berbasis
jual beli yang terdiri dari murabahah, istishna dan salam, akad yang berbasis
sewa seperti ijarah dan akad yang berbasis syirkah atau kongsi seperti
mudharabah dan musyarakah serta yang paling baru adalah hybrid sukuk.
Indonesia
sebagai negara penerbit sukuk yang terpercaya sudah saatnya menggunakan
instrumen ini untuk mempromosikan peran Indonesia dalam mendukung terciptanya
bumi yang lebih nyaman. Sukuk sebagai instrumen keuangan yang banyak memiliki
kemiripan dengan obligasi (bond) dapat digunakan untuk mendukung
program-program dalam rangka mengurangi pemanasan global dan dampaknya.
Berdasarkan model Green Bond yang dikembangkan oleh Bank Dunia, pemerintah
dapat mengembangkan Green Sukuk untuk mendukung pembangunan infrastruktur
sekaligus mendukung program pengurangan emisi karbon.
Sukuk
di Indonesia baru diminati oleh Bank sebagai Lembaga Keuangan di Indonesia pada
tahun 2003 dengan menerbitkan sukuk oleh PT Bank Bukopin Tbk atau satu tahun
berselang setelah Indosat menerbitkan sukuk pertama di Indonesia di tahun 2002.
Tabel 1 di atas menyajikan total emisi sukuk yang masih aktif dan pernah
diterbitkan oleh lembaga perbankan.
Jika
dilihat dari jumlah penerbitan dan nilai emisi penerbitan sukuk antara lembaga
keuangan Syariah dan lembaga keuangan bank dan non keuangan relatif masih
sangat minim. Per Mei 2011, penerbitan sukuk oleh bank syariah baru mencapai 3
sukuk (obligasi syariah) atau 9.02% dari total emisi penerbitan sukuk di
Indonesia sekitar Rp. 7.915.400.000.000. Berikut adalah total perbandingan
sukuk oleh bank syariah terhadap total emisi sukuk selain bank syariah yang
sudah jatuh tempo atau masih aktif.
Pembangunan
infrastruktur dalam berbagai sektor yang sedang gencar dijalankan oleh
Pemerintah merupakan potensi untuk mengembangkan Green Sukuk. Saat ini
pemerintah telah memiliki program pembangunan infrastruktur terpadu yang
terdapat dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI). Agar program ini sejalan dengan program pengurangan emisi
karbon, nampaknya perlu menyelaraskan program pembangunan infrastruktur dalam
MP3EI dengan konsep green infastructure. Beberapa proyek potensial yang dapat
dikategorikan sebagai green infastructure misalnya: pembangkit listrik dengan
energi terbarukan seperti tenaga angin, tenaga surya dan panas bumi, serta
transportasi masal di kota-kota besar untuk para komuter.
Selanjutnya
untuk mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur tersebut, Pemerintah dapat
menerbitkan Sukuk Negara. Penerbitan Green Sukuk dapat menjadi sarana
pengembangan basis investor karena saat ini telah berkembang investor korporasi
maupun individu yang sangat perhatian terhadap isu lingkungan terutama
penanggulangan perubahan iklim. Sampai saat ini belum ada negara yang
menerbitkan Green Sukuk di pasar perdana internasional. Apabila Pemerintah
dapat menyiapkan dalam waktu singkat, maka Indonesia akan menjadi negara
pertama penerbit Green Sovereign Sukuk.
Agar
proyek-proyek yang dibiayai dengan penerbitan Sukuk Negara sesuai dengan
ketentuan syariah dan memenuhi kriteria green infastructure, maka pemerintah
dapat melakukan tahap-tahap berikut:
1.
Identifikasi proyek;
Proses pada tahapan ini untuk memastikan bahwa proyek yang akan dilaksanakan
sesuai dengan prioritas pembangunan nasional dan memenuhi kriteria sebagai
proyek yang mendukung pengurangan emisi karbon dan dampak perubahan iklim.
Identifikasi ini dapat dilakukan oleh instansi pemerintah yang akan
melaksanakan proyek tersebut. Proses identifikasi ini menghasilkan beberapa
proyek yang diusulkan pada tahap selanjutnya.
2.
Persiapan dan
Penilaian Kelayakan Proyek; Hasil identifikasi pada tahap pertama dilanjutkan
dengan penyiapan studi kelayakan proyek oleh instansi pemerintah selaku
pelaksana proyek. Selanjutnya studi kelayakan tersebut dinilai oleh instansi
pemerintah yang berwenang (misal: Bappenas) atau bekerja sama dengan lembaga
independen yang mempunyai keahlian pada bidangnya. Selain itu, dalam tahap ini
untuk menilai kesuaian proyek dengan kriteria syariah, pemerintah dapat meminta
DSN MUI untuk memberikan opininya. Apabila telah memenuhi kriteria, proyek
tersebut selanjutnya dapat diusulkan untuk dibiayai melalui penerbitan Sukuk
Negara dalam APBN sesuai aturan yang berlaku.
3.
Penerbitan Green
Sukuk; Setelah proyek tersebut dianggarkan dalam APBN, maka pemerintah
mempunyai kewajiban untuk memberikan pembiayaan atas proyek tersebut.
Penerbitan Sukuk Negara untuk membiayai Green Infrastruktur dapat mengikuti
mekanisme penerbitan Sukuk Negara untuk pembiayaan proyek yang telah berjalan
sejak tahun 2012.
4.
Implementasi dan
Penyelesaian Proyek; Pelaksanaan proyek dilaksanakan sesuai dengan peraturan
terkait, misalnya melalui proses pelelangan dan penyelesaian proyek sesuai
dengan tahap-tahap yang direncanakan. Demikian halnya penggantian pembiayaan
kepada rekanan pemerintah mengikuti aturan pembiayaan proyek yang telah ada.
5.
Monitoring Proyek;
Monitoring proyek dilaksanakan pada saat proyek dimulai sampai dengan
penyelesaian proyek yang bertujuan untuk memantau kemajuan proyek, kemudian
dilaporkan secara berkala. Kegiatan ini dilaksanakan oleh instansi pemerintah
yang berwenang atau organisasi independen yang diberi tugas oleh pemerintah.
Monitoring dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan pemerintah.
6.
Evaluasi Proyek Untuk
memastikan bahwa proyek telah berjalan sesuai dengan rencana, termasuk proses
pelelangan, pengelolaan keuangan, manfaat maupun dampak dari implementasi
proyek serta kesinambungan proyek maka dilaksanakan kegiatan evaluasi. Kegiatan
ini dapat memberikan masukan untuk keberlangsungan proyek di masa yang akan
datang. Evaluasi dilakukan instansi pemerintah yang berwenang atau organisasi
independen yang diberi tugas oleh pemerintah.
KESIMPULAN
Sukuk
merupakan salah satu instrument keuangan syariah yang memiliki perkembangan
pesat di dunia. Instrument terbukti telah memiliki kontribusi yang positif bagi
suatu negara yang di buktikan dengan banyak infrastruktur di berbagai daerah di
Indonesia yang berasal dari dana sukuk negara yang diterbitkan oleh pemerintah
Republik Indonesia. Di dunia telah banyak negara yang memanfaatkan sukuk
sebagai salah satu sumber pembiayaan baik untuk kegaiatan bisnis maupun
penyediaan sarana publik. Tidak hanya negara mayoritas muslim saja yang memanfaatkan
instrument ini, negara seperti Luxemburg dan Inggris pun telah menerbit sukuk
untuk membiayai proyek sarana publik. Terbukti dengan hadirnya Inggris yang
mengakui diri sebagai pusat keuangan syariah di Eropa. Selain itu, dengan
hadirnya studi keuangan syariah di Universitas Durham semakin mengenalkan
keuangan syariah di Eropa. Ini membuktikan bahwa sukuk dan keuangan syariah
sudah diterima secara universal.
Sepatutnya
negara Indonesia yang mayoritas muslim harus dapat menggali potensi dari
keuangan syariah dan membuktikan bahwa sistem ekonomi syariah dapat
berkontribusi terhadap pembangunan bangsa. Tujuan untuk menjadi negara
perekonomian syariah dunia perlu di dukung bukan hanya dengan banyak
menerbitkan produk instrument keuangan syariah, tetapi hal mendasar yaitu perlu
memahami tujuan ekonomi syariah tidak hanya keuntungan material tapi terdapat
aspek sosial dan spiritual sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
SUKUK
SEBAGAI INSTRUMEN INVESTASI SYARIAH oleh Dece Kurniadi
Mengenal
Sukuk Negara Instrumen Pembiayaan APBN Dan Sarana Investasi Masyarakat . Edi
Hariyanto
Peluang
Penerbitan Green Sukuk, Oleh: Eri Hariyanto
https://www.ojk.go.id/sustainable-finance/id/berita/berita-internasional/Pages/Sukuk-Hijau-Bisa-Jadi-Pilihan-Investasi-Global.aspx
https://republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/18/07/06/pbf378368-sukuk-hijau-dukung-proyek-inisiatif-iklim
https://republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/18/07/05/pbe8qv383-sukuk-hijau-perkuat-posisi-indonesia-di-industri-syariah