Matematika untuk anak usia dini merupakan
sarana yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, mendorong
anak untuk mengembangkan berbagai potensi intelektual yang dimilikinya serta
dapat dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan berbagai sikap dan perilaku
positif dalam rangka meletakkan dasar-dasar kepribadian sedini mungkin seperti
sikap kritis, ulet, mandiri, ilmiah, rasional dan lain sebagainya. Matematika
bagi anak usia dini merupakan salah satu cara bagi anak untuk memahami dunia
dan pengalaman-pengalaman yang dilakukannya serta upaya untuk memecahkan
berbagai permasalahan yang ditemuinya setiap hari (Sriningsih, 2009:23).
Kompetensi matematika yang dipadukan dalam pembelajaran matematika untuk
anak usia dini adalah kompetensi matematika yang dipublikasikan dalam dokumen The National Council of Teacher of
Mathematics pada tahun 2003 tentang Prinsip dan Standar untuk Matematika
Sekolah. Kompetensi matematika yang direkomendasikan untuk anak usia dini
terdiri dari kompetensi isi dan proses pembelajaran matematika.
Kompetensi isi antara lain: bilangan dan operasi bilangan, aljabar,
geometri, pengukuran, analisis data dan probabilitas. Sedangkan kompetensi
proses meliputi: problem solving, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi
dan representasi. Standar pembelajaran matematika mengacu pada sepuluh standar
yang ditetapkan oleh NTCM (2003) yaitu (1) bilangan dan operasi bilangan, (2)
aljabar, (3) geometri, (4) pengukuran, (5) analisis data dan probabilitas, (6)
pemecahan masalah, (7) penalaran dan pembuktian, (8) komunikasi, (9) koneksi,
(10) representasi (Sriningsih, 2009:25).
Adapun ciri-ciri lain yang menandai bahwa anak sudah mulai menyenangi
permainan matematika adalah sebagai berikut: (1) anak secara spontan
menunjukkan ketertarikan pada aktivitas permainan (2) menyebut urutan bilangan
tanpa pemahaman, (3) anak mulai menghitung benda-benda yang ada di sekitarnya
secara spontan, (4) anak mulai membandingkan benda-benda dan peristiwa yang ada
di sekitarnya, (5) anak mulai menjumlahkan atau mengurangi angka dan
benda-benda yang ada di sekitarnya (Sriningsih, 2009: 81).
Menurut Sriningsih (2009:80) bermain dapat pula dijadikan sebagai sarana
untuk menanamkan kecintaan anak terhadap matematika. Penanaman konsep
matematika dapat dilakukan sedini mungkin melalui kegiatan permainan matematika
yang menyenangkan bagi anak. Kegiatan permainan matematika selain dapat
dijadikan sebagai sarana rekreasi yang menyenangkan, dapat juga dijadikan
sebagai sarana untuk membangun kesiapan dalam belajar matematika pada tahapan
selanjutnya.
Menurut Fromboluti dan Rinck (dalam Sriningsih, 2009:29) anak membangun
konsep-konsep matematika melalui berbagai kegiatan sehari-hari yang ia lakukan.
Konsep matematika dibentuk melalui pengalaman langsung yang dapat dilakukan
anak pada berbagai percobaan atau penemuan. Konsep matematika dapat pula dikembangkan
melalui berbagai kegiatan bermain misalnya bermain pasir, bermain air, bermain
puzzle, bermain balok, bermain masak-masakan. Melalui berbagai kegiatan ini
secara tidak langsung anak belajar tentang konsep ukuran, bilangan, warna,
bentuk dan lain sebagainya. Anak membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
membangun konsep matematika dalam dirinya, karena belajar matematika memerlukan
kemampuan untuk berpikir abstrak.