Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Penilaian Pembelajaran Puisi



Dalam KTSP 2006 dijelaskan bahwa menulis puisi bertujuan untuk menggali dan mengembangkan kompetensi dasar siswa, yaitu kompetensi menulis kreatif puisi. Pencapaian kompetensi menulis kreatif dapat diukur berdasarkan indikator pembelajarannya, yakni siswa mampu menulis puisi yang berisi gagasan sendiri dengan menampilkan pilihan kata yang tepat dan rima yang menarik untuk menyampaikan maksud/ide (Depdiknas, 2006:13).
Teknik penilaian yang digunakan untuk menilai keterampilan menulis puisi adalah teknik penilaian produk (hasil kerja). Penilaian hasil kerja atau produk merupakan penilaian kepada peserta didik dalam mengontrol proses dan memanfaatkan atau menggunakan bahan untuk menghasilkan sesuatu, kerja praktik yang dikerjakan peserta didik (Djuanda, 2008:5).
Nurgiyantoro (2011:114) mengungkapkan bahwa penilaian kompetensi bersastra otentik bukan sekadar mengukur pemahaman lewat respons terhadap jawaban yang telah tersedia, melainkan berupa kinerja berbahasa aktif produktif dengan bahan dasar teks-teks kesastraan. Jadi, penilaian otentik kompetensi bersastra pasti berkadar apresiatif tinggi.
Roekhan (2011:5-6) menyatakan bahwa hal yang harus diperhatikan agar siswa menghasilkan karya sastra (puisi) yang kreatif adalah (1) kemampuan berpikir kritis, (2) kepekaan emosi, (3) bakat (bakat ini dapat dilatih), (4) daya imajinasi yang mampu mengasosiasikan apa yang ditangkap indera. Roekhan (2011:1) juga menyatakan bahwa kegiatan menulis puisi merupakan bagian dari penulisan kreatif sastra. Sebagai kegiatan kreatif, puisi dapat dikembangkan secara bertahap, kontinyu, terarah, dan terintegrasi.
Nurgiyantoro (2012:486) mengungkapkan tugas-tugas kesastraan di atas semuanya berkaitan dengan kegiatan memerlakukan berbagai teks kesastraan. Walau secara kebahasaan bersifat produktif, tugas-tugas itu berangkat dari kegiatan reseptif dan baru kemudian diungkapkan kembali sesuai dengan pemahaman dan tanggapan peserta didik. Tugas kesastraan sebenarnya juga dapat berkaitan dengan penciptaan secara kreatif. Artinya, peserta didik ditugasi untuk membuat karya sastra baik yang bergenre puisi, fiksi, maupun drama. Tugas ini penting untuk melatih mereka mengekspresikan pengalaman jiwa, ide, gagasan, atau sesuatu yang ingin diungkapkan.
Puisi terdiri atas dua struktur, struktur fisik dan struktur batin. Struktur kebahasaan (struktur fisik) puisi disebut pula metode puisi. Struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang membangun struktur luar dari puisi. Unsur itu dapat ditelaah satu persatu, tetapi unsur-unsur itu merupakan kesatuan yang utuh. Berikut penjelasan dari unsur-unsur tersebut.
1. Diksi (Pemilihan Kata)
Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu (Waluyo, 2005:72).
2. Pengimajian
Pengimajian disebut pula pencitraan. S. Efendi (dalam Waluyo, 2005:80) menyatakan bahwa pengimajian dalam sajak dapat dijelaskan sebagai usaha penyair untuk menciptakan atau menggugah timbulnya imaji dalam diri pembacanya, sehingga pembaca tergugah untuk menggunakan mata hati untuk melihat benda-benda, warna, dengan telinga hati mendengar bunyi-bunyian, dan dengan perasaan hati kita menyentuh kesejukan dan keindahan benda dan warna.
3. Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata-kata harus diperkonkret. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Jika penyair mahir memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan oleh penyair.
4. Bahasa Figuratif (Majas)
Menurut Waluyo (2005:83) bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Bahasa figuratif terdiri dari :


a. Kiasan (Gaya Bahasa)
1) Metafora
Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak disebutkan. Jadi ungkapan itu langsung berupa kiasan. Contoh: lintah darat, bunga bangsa, kambing hitam, dan sebagainya.
2) Perbandingan
Kiasan yang tidak langsung disebut perbandingan atau simile. Benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya dan digunakan kata-kata seperti, laksana, bagaikan, bagai, bak, dan sebagainya.
3) Personifikasi
Personifikasi ialah keadaan atau peristiwa alam sering dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia. Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia atau persona, atau di”personifikasi”kan. Hal itu digunakan untuk memperjelas penggambaran peristiwa dan keadaan itu.
4) Hiperbola
Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Penyair merasa perlu melebih-lebihkan hal yang dibandingkan itu agar mendapatkan perhatian yang lebih saksama dari pembaca. Contoh: bekerja membanting tulang, menunggu seribu tahun, hatinya bagai dibelah sembilu, dan sebagainya.
5) Sinekdoce
Sinekdoce adalah menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan, atau menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian. Terbagi atas part pro toto (menyebut sebagian untuk keseluruhan) dan totem pro parte (menyebut keseluruhan untuk maksud sebagian).
6) Ironi
Ironi yaitu kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran. Ironi dapat berubah menjadi sinisme dan sarkasme, yakni penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk menyindir atau mengeritik.
b. Perlambangan
1) Lambang Warna
Warna mempunyai karakteristik watak tertentu. Banyak puisi yang menggunakan lambang warna untuk mengungkapkan perasaan penyair. Judul-judul puisi: “Sajak Putih”, “Serenada Biru”, menunjukkan digunakannya lambang warna di sini.
2) Lambang Benda
Pelambangan juga dapat dilakukan dengan menggunakan nama benda untuk menggantikan sesuatu yang ingin diucapkan oleh penyair. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapati gambar burung garuda yang digunakan sebagai lambang persatuan Indonesia. Bendera dengan warna merah putih melambangkan keberanian dan kesucian.
3) Lambang Bunyi
Bunyi yang diciptakan oleh penyair juga melambangkan perasaan tertentu. Perpaduan bunyi-bunyi akan menciptakan suasana yang khusus dalam sebuah puisi. Penggunaan bunyi sebagai lambang ini erat hubungannya dengan rima.
4) Lambang Suasana
Suatu suasana dapat dilambangkan pula dengan suasana lain yang dipandang lebih konkret. Lambang suasana ini biasanya dilukiskan dalam kalimat atau alinea. Untuk menggambarkan suasana peperangan yang penuh kehancuran, maka digunakan lambang “Bharata Yudha”.
5. Versifikasi (Rima dan Ritma)
a. Rima
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca. Untuk mengulang bunyi ini, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi.
b. Ritma
Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Ritma juga dapat dibayangkan seperti tembang Jawa. Dalam tembang tersebut irama berupa pemotongan baris-baris puisi secara berulang-ulang setiap empat suku kata pada baris-baris puisi sehingga menimbulkan gelombang yang teratur.
6. Tata Wajah (Tipografi)
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal mana tidak berlaku lagi tulisan yang berbentuk prosa (Waluyo, 2005:97).
Selain struktur fisik puisi, terdapat pula struktur batin puisi. I.A. Richards (dalam Waluyo, 2005:106) mengatakan makna atau struktur batin itu dengan istilah hakikat puisi. Ada empat unsur hakikat puisi, yakni: tema (sense), perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention).
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Contoh tema puisi sesuai dengan Pancasila antara lain tema ketuhanan, tema kemanusiaan, tema patriotisme/kebangsaan, dan tema keadilan sosial.
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama, penyair yang satu dengan perasaan yang berbeda dari penyair lainnya, sehingga hasil puisi yang diciptakan berbeda pula.
Nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, sedangkan susasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca.
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi.

Blog Archive