Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

TINJAUAN UMUM MENGENAI ARBITRASE



A.    Perjanjian Arbitrase Secara Umum
1.     Pengertian Arbitrase
Menurut Black, S Law Dictionary : “Arbitration an arrangement for taking an abiding by the judgement of selected persons in some disputed matter, instead of carrying it to establish tribunal of justice, and is intended to avoid the formalities, the delay, the expense and vexation of ordinary ligitation.”
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu :
a.      Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa (factum de compromitendo); atau
b.     Suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (akta kompromis)
2.     Objek Arbitrase
Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya). Menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 ( “UU Arbitrase”) hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
6
 
Adapun kegiatan dalam  bidang perdagangan itu antara lain : perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu pasal 5 (2) UU Arbitrase memberikan perumusan negatif bahwa sengketa-sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata buku III Bab Kedelapan belas Pasal 1851 s/d 1854.

3.     Jenis-jenis Arbitrase
Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan permanen (institusi). Arbitrase ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL ARBITARION RULES. Pada umumnya arbitrase ad-hoc ditentukan berdasarkan perjanjian yang menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak. Penggunaan Arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam sebuah klausul arbitrase.
            Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau yang internasional seperti The Rules of Arbitration dari The International Chamber of Commerce (ICC) di Paris, The Arbitration Rules dari The International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington. Badan-badan tersebut mempunyai peraturan dan sistem  arbitrase sendiri-sendiri.
  
4.     Keunggulan dan Kelemahan Arbitrase
Keunggulan arbitrase dapat disimpulkan melalui penjelasan umum Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 dapat terbaca beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dibandingkan dengan pranata peradilan. Keunggulan itu adalah :

a.      Kerahasiaan sengketa para pihak terjamin;
b.     Keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administrasi dapat dihindari;
c.      Para pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta jujur dan adil;
d.     Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya;
Para pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase
e.      Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur sederhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.
Para ahli juga mengemukakan pendapatnya mengenai keunggulan arbitrase. Menurut Prof. Subekti bagi dunia perdagangan atau bisnis, penyelesaian sengketa lewat arbitrase atau perwasitan, mempunyai beberapa keunggulan yaitu bahwa dapat dilakukan dengan cepat, oleh para ahli, dan secara rahasia. Sementara HMN Purwosutjipto mengemukakan arti pentingnya peradilan wasit (arbitrase) adalah :
1.     Penyelesaian sengketa dapat dilaksanakan dengan cepat.
2.     Para wasit terdiri dari orang-orang ahli dalam bidang yang dipersengketakan, yang diharapkan mampu membuat putusan yang memuaskan para pihak.
3.     Putusan akan lebih sesuai dengan perasaan keadilan para pihak.
4.     Putusan peradilan wasit dirahasiakan, sehingga umum tidak mengetahui tentang kelemahan – kelemahan perusahaan yang bersangkutan. Sifat rahasia pada putusan perwasitan inilah yang dikehendaki oleh para pengusaha.
Disamping keunggulan arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase juga memiliki kelemahan arbitrase. Dari praktek yang berjalan di Indonesia, keamanan arbitrase adalah masih sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan untuk eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cukup jelas.

B.    Pelaksanaan Putusan Arbitrase
1.     Putusan Arbitrase Nasional
Pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam Pasal 59-64 UU No 30 tahun 1999. Pada dasarnya para pihak harus melaksanakan putusan secara sukarela. Agar putusan arbitrase dapat dipaksakan pelaksanaannya, putusan tersebut harus diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri, dengan mendaftarkan dan menyerahkan lembar asli atau salinan autentik putusan arbitrase nasional oleh arbiter atau kuasanya ke panitera pengadilan negeri, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitrase diucapkan. Putusan arbitrase nasional bersifat mandiri, final, dan mengikat.
      Putusan arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap), sehingga Ketua Pengadilan Negeri tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut. Kewenangan memeriksa yang dimiliki Ketua Pengadilan Negeri, terbatas pada pemeriksaan secara formal terhadap putusan arbitrase nasional yang dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Berdasar Pasal 62 UU No. 30 tahun 1999 sebelum memberi perintah pelaksanaan, Ketua Pengadilan memeriksa dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi pasal 4 dan pasal 5 (khusus untuk arbitrase internasional). Bila tidak memenuhi maka, Ketua Pengadilan Negeri dapat menolak permohonan arbitrase dan terhadap penolakan itu tidak ada upaya hukum apapun.
2.     Putusan Arbitrase Internasional
Semua pelaksanaan putusan-putusan arbitrase asing di Indonesia didasarkan pada ketentuan Konvesi Jenewa 1927, dan pemerintah Belanda yang merupakan negara peserta konvensi tersebut menyatakan bahwa konvensi berlaku juga di wilayah Indonesia. Pada tanggal 10 Juni 1958 di New York ditandatangani UN Convention on The Recognition and En Forcement of Foreign Arbitral Award. Indonesia telah mengaksesi Konvensi New York tersebut dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 pada 5 Agustus 1981 dan didaftarkan di Sekretaris PBB pada 7 Oktober 1981. Pada 1 Maret 1990 Mahkamah Agung mengeluarkan peraturan Mahkamah  Agung Nomor 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing sehubungan dengan disahkannya Konvensi New York 1958. Dengan adanya Perma tersebut hambatan bagi pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia seharusnya bisa diatasi. Tapi dalam prakteknya kesulitan-kesulitan masih ditemui dalam eksekusi putusan arbitrase asing.

Blog Archive