Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Makalah Telaah Kurikulum Ilmu Akhlak


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendididikan Islam adalah pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi, misi, tujuan, program kegiatan maupun pada praktik pelaksanaan kependidikannya. Pengembangan kurikulum Ilmu Akhlak merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan sistem pendidikan Islam.
Di tengah-tengah pesatnya inovasi pendidikan, terutama dalam konteks pengembangan kurikulum, sering kali para guru Ilmu Akhlak merasa kebingungan dalam menghadapinya. Apalagi inovasi pendidikan tersebut cenderung bersifat top-down innovation dengan strategi power coersive atau strategi pemaksaan dari atasan (pusat) yang berkuasa. Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pembelajaran Ilmu Akhlak ataupun untuk meningkatkan efesiensi serta efektivitas pelaksanaan pembelajaran dan sebagainya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak mempunyai otoritas untuk menolak pelaksanaanya.
Sebagai sekolah umum yang berciri khas agama Islam, madrasah dituntut untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik terkait dengan peningkatan Imtaq maupun Iptek. Hal ini terbukti sejak awal pendidikan madrasah melalui kebijakan SKB 3 Menteri yaitu Menteri Agama, Pendidikan dan Menteri Dalam Negeri berusaha untuk mensejajarkan kualitas lulusan madrasah sama dengan pendidikan umum lainnya. Pola kurikulum yang dikembangkan adalah 70% bidang studi umum dan 30% bidang studi agama.
Salah satu materi pelajaran yang disampaikan di Madrasah Aliyah adalah mata pelajaran Aqidah Akhlak. Akhlak menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat menimbulkan perbuatan dengan mudah serta tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Secara tingkah laku akhlak terbagi dua yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Telaah Kurikulum Ilmu Akhlak
Telaah adalah penyelidikan; kajian; pemeriksaan; penelitian. Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut dan evaluasi yang perlu pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengambangkan potensi dirinya pada satuan.
Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal seperti: konsep, prinsip kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Demikian pula individu jangan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya.
Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimilki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peratuaran yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembagkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.
Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti: konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Demikian opula individu juga makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya.

B. Berbagai Kritik Terhadap Ilmu Akhlak
Selama ini pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsung di sekolah masih mengalami banyak kelemahan. Mochtar Bucjari (1992) menilai pendidikan agama masih gagal. Kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama), dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamlkan nilai-nilai ajaran aama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama. Atau dalam praktik pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari dari pendidikan agama adalah pendidikan moral (Harun Nasution, 1995).

C. Pengembangan Kurikulum Ilmu Akhlak
Indonesia terdiri lebih dari 3500 buah pulau yang dihuni berbagai suku bangsa yang mempunyai berbagai macam adat-istiadat, bahasa, kebudayaan, agama, kepercayaan dan sebagainya. Berbagai kekayaan alam baik yang terdapat di darat, laut, flora, fauna, dan berbagai hasil tambang yang kesemuanya merupakan sumber daya alam. Kebudayaan nasional yang didukung oleh berbagai nilai kebudayaan daerah yang luhur beradab yang merupakan nilai jati diri yang menjiwai perilaku manusia dan masyarakat dalam segenap aspek kehidupan, baik dalam lapangan industri, kerajinan, industri rumah tangga, jasa pertanian (agro industri dan agro bisnis) perkebunan perikanan, peternakan, pertanian hortikultura (sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan), kepariwisataan, pemeliharaan lingkungan hidup sehingga terjadi kesesuaian, keselarasan, dan keseimbangan yang dinamis. Kurikulum selain mengacu pada karakteristik peserta didik, perkembangan ilmu dan teknologi pada zamannya juga mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
Dari beberapa definisi tentang kurikulum tersebut, maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum Ilmu Akhlak dapat diartikan sebagai: (1) kegiatan menghasilkan kurikulum Ilmu Akhlak; atau (2) peroses yang mengaitkan suatu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum Ilmu Akhlak yang lebih baik; dan/atau (3) kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum Ilmu Akhlak.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum Ilmu Akhlak tersebut ternyata mengalami perubahan–perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dpat dicermati dari fenomena berikut: (1) perubahan dari tekanan pada hapalan dan daya ingat tentang teks-teks dari ajaran-ajaran Agama Islam, serta disiplin mental spritual sebagaimana pengaruh dari Timur Tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran Ilmu Akhlak; (2) perubahan dari cara berpikir tekstual, normatif, dan absolutis kepada cara berpikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam; (3) perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinga sehingga menghasilkan produk tersebut; dan (4) perubahan pada pola pengembangan kurikulum Ilmu Akhlak  yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isis kurikulum Ilmu Akhlak kearah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidensifikasi tujuan Ilmu Akhlak dan cara-cara mencapainya.
Banyak kalangan, termasuk aparat Depdiknas dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota membuat statement bahwa Kurikulum 2004 (atau KBK) tidak terlalu jauh berbeda dengan Kurikulum 2006 yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan baru ditetapkan pemberlakuannya oleh Mendiknas melalui Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006. Saya tidak tahu, apakah penyataan mereka itu dimaksudkan untuk “menghibur guru” agar tidak resah menghadapi perubahan kurikulum ini. Mengingat Kurikulum 2004 ini masih dalam taraf ujicoba yang lebih luas sejak tahun pembelajaran 2004/2005 dan belum semua sekolah sudah menerapkan secara utuh Kurikulum 2004. Namun apa daya, kini sudah dimunculkan kurikulum baru, Kurikulum 2006. Sehingga muncullah statement yang “menghibur” tersebut.
Hal ini adalah ironis, karena menunjukkan pemahaman yang sangat dangkal mereka terhadap Kurikulum 2006 tersebut. Saya menduga mereka hanya “mengulang-ulang” pernyataan dari BSNP, aparat Pusat Kurikulum, Pejabat Depdiknas yang bermaksud meredam agar Kurikulum 2006 tidak mendapat tentangan dari ujung tombak pendidikan : guru dan sekolah, atau gejolak yang meresahkan masyarakat dan dunia pendidikan. Jika saja mereka sudah melakukan pembandingan secara mendalam kedua kurikulum tersebut, niscaya mereka akan mengatakan bahwa Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006 berbeda secara nyata, secara signifikan. Memang harus diakui dalam beberapa hal ada kesamaan atau kemiripan antara keduanya.
D. Pendekatan-pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum Ilmu Akhlak
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan pendekatan karakteristik Ilmu Akhlak sebagaimana uraian pada bab terdahulu, maka pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam Ilmu Akhlak dapat menggunakan pendekatan eklektrik, yakni dapat memilih yang terbaik dari keempat pendekatan tersebut sesuai dengan karakteristiknya.
Pendekatan Subjek Akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistenmatisasi tertentu yang berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mta kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek AL-Quran/Hadis, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran Alquran-Hadis, Fiqih, Akidah-Akhlak, dan Sejarah (kebudayaan) Islam.
Pendektan Humanistis
Pendekatan humanists dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih huma, untuk memperinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembaangan program pendidikan.]
Dalam kegiatan pembelajaran guru perlu memposisikan guru sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran; atau memposisikan peserta didik sebagai orang yang sedang belajar, mengaktualisaskan dan mengembangkan potensi-potensinya. Adapun menjadikan peserta didik sebagai pendengar melalui metode ceramah dilakukan pada tahap berikutnya, yang berfungsi sebagi konfirmasi atau memperkuat apa yang dipelajari peserta didik, atau mediator bila terdapat pendangan-pandangan yang kontroversial, atau mungkin peserta didik sudah sangat memerlukan bantuan penjelasan guru, demikian seterusnya.
Pendekatan teknologis
Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan ntuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan stratergi belajarnya ditetapkan sesuai analisis tuas (job analysis) tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang saat ini sedang digalakkan di sekolah/madrasah termasuk dalam kategori pendekatan teknologis.
Pendekatan Rekonstruksi Sosial
Pendekatan rekonstruksi sosial dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi masyarakat, untuk selanjutnya denga memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.

E. Pendidikan Akhlak di Madrasah Aliyah
            Mata pelajaran aqidah akhlak bertujuan untuk :
  1. Menumbuhkembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan serta pengalaman peserta didik tentang aqidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
  2. Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai aqidah Islam.
Masalah akhlak meliputi pengertian akhlak, induk-induk akhlak terpuji dan tercela, metode peningkatan kualitas akhlak, macam-macam akhlak terpuji seperti husnuzh-zhan, taubat, akhlak dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu, dll. Ruang lingkup akhlak tercela meliputi riya, aniaya, dan diskriminasi.
Ada beberapa model Kurikulum Pendidikan Akhlak di Madrasah Aliyah yaitu :
1.       Pola program kecakapan hidup (Life Skill) atau setara dengan sekolah kejuruan
2.       Pola program penyuluhan dan bimbingan
3.       Pola sekolah umum dan pesantren
Pola pembelajaran di Madrasah Aliyah dengan program Life Skill secara umum bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir dan potensi dirinya agar dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya secara konstruktif, inoveatif, dan kreatif.
Pola pembelajaran yang dilakukan di Madrasah Alirah seperti Active Learning. Ada beberapa istilah yang mendekati kesamaan dalam konsep Active Learning yaitu Quantum Learning, accelerated learning, learning evolution. Konsep ini berasumsi bahwa manusia jika mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya maka akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa diduga sebelumnya.

F. Telaah Substantif Pendidikan Ilmu Akhlak di Madrasah Aliyah
1. Standar kompetensi
            Standar kompetensi dari materi tentang perilaku terpuji yang diajarkan di kelas XI MA ini ialah membiasakan perilaku terpuji. Oleh karena itu, seorang guru bidang studi Aqidah Akhlak harus memiliki mindset bahwa materi ini tidah hanya sekedar pemenuhan tuntutan mengajar, tidak hanya memastikan materi ini berhasil dalam ranah kognitif saja, tetapi juga memastikan materi ini sudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari atau tidak.
2. Kompetensi Dasar
            Kompetensi Dasar yang ada dalam materi akhlak ini adalah :
  1. Menjelaskan pengertian dan pentingnya adil, rida, amal saleh, persatuan dan kerukunan.
  2. Mengidentifikasi perilaku orang yang berbuat adil, rida, amal saleh, persatuan dan kerukunan.
  3. Menunjukkan nilai-nilai positif dari adil, rida, amal saleh, persatuan dan kerukunan.
  4. Membiasakan perilaku adil, rida, amal saleh, persatuan dan kerukunan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Indikator
            Indikator untuk materi ini sesuai standar kompetensi dan kompetensi dasarnya adalah :
  1. Siswa dapat menjelaskan pengertian dan pentingnya adil, rida, amal saleh, persatuan dan kerukunan.
  2. Siswa dapat Mengidentifikasi perilaku orang yang berbuat adil, rida, amal saleh, persatuan dan kerukunan.
  3. Siswa dapat Menunjukkan nilai-nilai positif dari adil, rida, amal saleh, persatuan dan kerukunan.
  4. Siswa dapat Membiasakan perilaku adil, rida, amal saleh, persatuan dan kerukunan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Materi
            Materi ini sudah cukup sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Hanya perlu kreatifitas guru dalam mengemas materi ini dengan baik dan   menarik.

G. Telaah Formatif
            Dalam pelaksanaan pembelajaran terdapat tiga pendekatan yaitu:
  1. Pendekatan eksekutif
Memandang pendidik sebagai pengelola yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan kegiatan belajar bagi para siswa.
  1. Pendekatan Terapis
Memandang pendidik sebagai orang yang empatik dan bertanggung jawab untuk membantu para siswa mencapai aktualisasi diri setinggi mungkin, penuh pengertian, dan dapat menerima kenyataan diri dan menghargai orang lain.
  1. Pendekatan liberal
Memandang pendidik sebagai pembebas yaitu orang yang memerdekakan pikiran para siswa dan sebagai pengembang nilai-nilai kemanusiaan secara lengkap, utuh, mandiri, rasional dan bermoral.
Metode yang cocok dalam mengajarkan materi tentang perilaku terpuji ini menurut saya adalah metode ceramah, metode inkuiri, metode problem solving, metode Tanya jawab, dan metode resitasi. Media yang cocok digunakan untuk materi perilaku terpuji adalah LCD, buku-buku yang menunjang materi. Alokasi waktu yang disediakan untuk mengajarkan materi ini sebanyak 6 jam pelajaran atau 3 kali pertemuan.
Evaluasi yang ada dalam buku paket Aqidah akhlak saat ini sudah sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya. Dalam evaluasinya tidak hanya menyangkut aspek kognitif dan psikomotor. Tetapi juga menyangkut aspek afektif. Dalam ranah kognitif menyangkut C1, C2 dan C3 yaitu menyangkut pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan/aplikasi.

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Upaya pengembangan kurikulum Aqidah Akhlak memerlukan landasan yang jelas dan kokoh, sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh arus transformasi dan inovasi pendidikan dan pembelajran yang begitu dahsyat sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini. Apabila inovasi itu pada umumnya cenderung bersifat top-down innovation melalui stratergi power coersie atau pemaksaan dari atasan yang berkuasa. Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan agama ataupun sebagai usaha meningkatkan mutu pendidikan agama ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efesiensi dan sebagaianya.
Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.
Perubahan kurikulum dari KBK ke KTSP diharapkan bisa membuat pendidikan agama Islam lebih bisa membuat kualitas pendidikan agama menjadi lebih bisa membuat perubahan di Indonesia. Selain mengubah akhlak peserta didik lebih baik diharapkan juga bisa membuat knowledge semakin meningkat. Sesuai dengan tujuan dari perubahan kurikulum itu sendiri yang menginginkan peningkatan mutu peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA


Dakir. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta. 2004

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2005

Dodi, Nandika. Pendidikan Ditengah Gelombang Perubahan. Jakarta: Pustaka LP3ES. 2007

Hamalik, Oemar. Manajemen pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006

Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafido Persada. 2007

Nanang, Fatah. Landasan pengembangan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006

Rijono, Nanang. “Kontribusi Kecil untuk Dunia Pendidikan Indonesia”, (online) available:

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005)

Oemar Hamalik, Manajemen pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006).

Nanang Fatah, Landasan pengembangan Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006).


Blog Archive