1.
Konsep Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung serentetan
perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Kegiatan pembelajaran
dapatlah berjalan di sekolah apabila terjadi usaha menciptakan sistem kondisi
dan lingkungan yang mampu memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan dalam
pembelajaran. Dalam pembelajaran terdapat sejumlah tujuan yang hendak dicapai.
Pembelajaran dalam hal ini merupakan suatu kumpulan yang terdiri dari
komponen-komponen pembelajaran yang saling berinteraksi, berintegrasi satu sama
lainnya. Oleh karenanya jika salah satu komponen tidak dapat terinteraksi, maka
proses dalam pembelajaran akan menghadapi banyak kendala yang mengaburkan
pencapaian tujuan pembelajaran.
Dengan demikian proses pembelajaran terjadi timbal-balik
antara guru dan murid, guru memberi materi atau bahan sedangkan murid yang
menerima. Bisa dikatakan dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara
murid belajar dan guru mengajar. Sementara itu, Darsono (2000: 14) mengemukakan
bahwa belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada individu berkat
adanya interaksi antara individu dengan yang lain, di
antara individu dengan lingkungannya. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi
dalam proses belajar. Perubahan tingkah laku seseorang terjadi akibat interaksi
dengan orang lain. Proses belajar pada anak sangat dipengaruhi dari pihak
keluarga, pergaulan sekolah, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Baik dan
buruknya tingkah laku yang terjadi di keluarga akan membawa dampak dalam
tingkah laku pergaulan sekolah dan lingkungan sekitarnya. Begitu pula
sebaliknya, tingkah laku pergaulan sekolah dan lingkungan masyarakat sekitarnya
akan terbawa di kehidupan keluarganya.
Menurut Sujana (1988: 21) belajar adalah suatu bentuk
pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara
bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
Tingkah laku baru ini misalnya dari yang tidak tahu menjadi
tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Adanya perubahan baru dalam
sikap, kebiasaan-kebiasaan, keterampilan, kesungguhan menghargai, perkembangan
sifat sosial, emosional dan pertumbuhan jasmani. Sifat ingin tahu seseorang
sangat besar, sehingga mendorong untuk mempelajari sesuatu yang belum
diketahuinya. Cara-cara mempelajari diawali dengan menirukan sesuatu yang
dilakukan dengan kebiasaan atau cara lain yang berbeda-beda, tergantung pada
hal-hal yang menguntungkan dan mampu dilakukan.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa belajar
mampu membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak
hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan,
kebiasaan, sikap pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian
diri, pendeknya mengenai segala pribadi seseorang. Karena itu seseorang yang
sedang belajar tidak sama lagi dibandingkan dengan saat sebelumnya karena lebih
sanggup menghadapi kesulitan memecahkan masalah atau menyesuaikan diri dengan
keadaan. Ia tidak hanya menambah pengetahuan saja, akan tetapi dapat menerapkan
pengetahuannya itu dalam situasi hidupnya.
Hakikat belajar adalah penemuan hubungan tingkah laku dari
yang tidak tahu, dari tidak biasa menjadi biasa tergantung dari proses yang
ditempuh guna mendapat respon lebih cepat atau lambat dari hasil pembelajaran
itu juga biasa diakibatkan oleh besar atau tidaknya motivasi yang dimiliki
masing-masing individu. Motivasi yang sehat perlu ditumbuhkan secara integral,
dengan bantuan dan pengarahan guru yang berpengalaman dengan menggunakan
berbagai metode yang terprogram akan mencapai hasil yang maksimal.
Bertolak dari berbagai pendapat itu penulis katakan
pengertian belajar secara umum adalah suatu usaha dengan proses yang aktif
untuk mendapat suatu pengetahuan atau pengalaman yang dapat mengubah tingkah
laku pada waktu seseorang menghadapi situasi tertentu untuk dapat mengembangkan
dirinya ke arah kemajuan yang lebih baik.
Belajar dan mengajar adalah dua proses yang mempunyai
hubungan sangat erat dalam dunia pengajaran. Belajar biasanya dikhususkan
kepada siswa dan mengajar kepada guru. Keduanya baik guru maupun siswa biasa
melakukan kedua hal itu, baik belajar maupun mengajar atau dalam perkataan
saling belajar dan saling mengajar. Belajar dan mengajar terjadi baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Di sekolah dalam arti formal, sedangkan di luar
sekolah biasa berupa bimbingan lanjutan dari sekolah atau terlepas dari
sekolah.
2. Pembelajaran Seni Rupa dalam Konteks Kurikulum
Dalam kurikulum 2004, pendidikan seni rupa di Sekolah Dasar
dilaksanakan melalui mata pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian (Kertangkes).
Kertangkes pada Sekolah Dasar meliputi : seni rupa, seni musik, seni tari.
Kerajinan Tangan dan Kesenian bertujuan untuk menumbuhkan kepekaan rasa
keindahan (estetika) dan artistik sehingga membentuk sikap kreatif, apresiatif
dan kritis. Muara dari tujuan tersebut adalah usaha ke arah pengembangan budaya
bangsa. Pendidikan seni rupa pada Sekolah Dasar lebih diutamakan pada
pembentukan kesadaran estetis terhadap diri dan lingkungannya melalui kegiatan
seni yang ekspresif kreatif.
1. siswa mampu menggunakan kepekaan
inderawi dan intelektual dalam
2. memahami, mempresentasi tentang
keragaman gagasan, teknik, materi dan keahlian berkarya seni rupa dua dimensi
(berukuran bidang) dan tiga dimensi (berukuran ruang/isi) baik karya seni
Nusantara maupun mancanegara.
3. siswa mampu menggunakan rasa
estetika dalam mempersepsi, memahami, menanggapi, merefleksi, menganalisis, dan
mengevaluasi karya seni rupa Nusantara dan mancanegara sesuai dengan konteks
sosial dan budaya.
4. siswa mampu berekspresi karya seni
rupa dengan beragam teknik dan media seni rupa Nusantara dan mancanegara.
5. siswa mampu mengkomunikasikan
gagasan, teknik, materi, dan keahlian berkarya seni rupa Nusantara dan
mancanegara melalui kegiatan pameran dan pagelaran.
Dalam pelaksanaannya kurikulum pendidikan seni rupa masih
adanya keterbatasan-keterbatasan dalam pelaksanaannya, baik menyangkut
kemampuan guru maupun kebijaksanaan sekolah dalam melaksanakan mata pelajaran
KTK. Meskipun secara jelas dinyatakan bahwa pembelajaran seni rupa menyangkut
tiga aspek namun dalam pelaksanaannya sangat menekankan kepada aspek
psikomotorik yaitu dengan lebih banyak kompetensi berkarya.
3.
Tujuan Pendidikan Seni Rupa di SD
Tujuan pendidikan seni rupa di sekolah dasar di Indonesia
tercantum pada GBPP, yaitu siswa memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemauan
keras berkarya dan berolah seni, serta kepekaan artistik sebagai dasar
berekspresi pada budaya bangsa. Tujuan tersebut pada dasarnya adalah menyiapkan
anak untuk berpengetahuan, berkecakapan dan berkemampuan dalam tingkat dasar
agar kelak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bila
tidak dapat melanjutkan mereka harus mampu terjun ke masyarakat dengan
keterampilan yang telah diperolenya dari sekolah
4. Pembelajaran Seni Rupa di SD
Setiap siswa yang kita hadapi, selain merupakan
individu, juga suatu totalitas yang kompleks. Pada diri siswa dapat dikenali
sejumlah kecakapan, yang biasanya terwujud dalam bentuk kekurangan ataupun kelebihannya.
Dalam kegiatan pembelajaran, kecakapan-kecakapan inilah yang harus dilatih.
Bagi siswa yang lemah perlu dicermati, yang memiliki kelebihan perlu diarahkan
dan dikembangkan. Kecakapan-kecakapan tersebut antara lain : (a). kecakapan
nalar, (b). kecakapan yang bersifat indrawi, (c). kecakapan afektif, (d).
kecakapn sosial, dan (e). kecakapan religius. Seluruh kecakapan tersebut
mewakili aspek personal kehidupan manusia (a-c), dan sejajar dengan apa yang
disajikan karya sastra pada umumnya (a-e) (Sumardi, 1992:200)
Pada pembelajaran seni rupa, pengembangan
kecakapan-kecakapan dilaksanakan secara terpadu melaui sebuah proses
penggarapan rupa dari awal pelatihan hingga sebuah cerita seni rupa
dipentaskan. Kecakapan-kecakapan tersebut hendaknya dikembangkan dengan
pertimbangan berbagai aspek sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Peran
guru tidak semata sebagai orang yang serba tahu, melainkan sebagai mediator
dalam memberikan arahan pemeranan terhadap siswa.
Efektivitas pembelajaran seni rupa, terutama
ditentukan oleh corak jalinan komunikasi antara guru dan siswanya. Jika upaya
untuk menjalin komunikasi tersebut berhasil (positif), maka terbukalah
kepercayaan siswa terhadap guru, yang selanjutnya siswa akan membuka diri
secara lugas. Inilah yang dapat dipakai sebagai model berharga dalam
pembelajaran seni rupa.