a.
Pengertian
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran
yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar
dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan
yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif
pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
masyarakat.
Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan
menolong para siswa melihat makna didalam materi yang akan mereka pelajari
dengan menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya
mereka. Untuk mencapai tujuan ini, system tersebut meliputi delapan komponen
berikut : membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan
yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasama,
berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang,
mencapai standar yang tinggi dan menggunakan nilai autentik.
CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for
Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20
sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di
Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan
kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan
kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas.
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement
of Education, 2001).
Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar,
manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa
akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti.
Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan
suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Kemampuan otak untuk menemukan makna dengan membuat
hubungan-hubungan menjelaskan mengapa siswa yang didorong untuk menghubungkan
tugas-tugas sekolah dengan kenyataan saat ini, dengan situasi pribadi, sosial
dan budaya mereka saat ini, dengan konteks kehidupan keseharian mereka, akan
mampu memasangkan makna pada amteri akademik mereka sehingga mereka dapat
mengingat apa yang mereka pelajari. Jika kehilangan makna, otak mereka akan
membuang materi akademik yang mereka terima (Claine&Caine, 1994; Carter,
1998; Davis 1997; Kotulak, 1997; Sousa, 1995; Sylwester, 1995).
Ilmu saraf dan psikologi dengan jelas menunjukkan betapa
pentingnya pengaruh makna terhadap pembelajaran dan kemampuan mengingat. Kedua
ilmu ini memberikan dasar yang kuat untuk memahami bahwa tujuan CTL adalah
membantu para siswa dengan cara yang tepat untuk mengaitkan makna pada
pelajaran-pelajaran akademik mereka. CTL membuat siswa mampu menghubungkan dari
subjek-subjek akademik dengan kehidupan keseharian mereka untuk menemukan makna.
Hal itu memperluas konteks pribadi mereka. Kemudian, dengan memberikan
pengalaman-pengalaman baru yang merangsang otak untuk membuat hubungan-hubungan
baru, kita membantu mereka menemukan makna baru.
b.
Pendekatan Pembelajaran CTL di Kelas
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu
siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi
daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar
mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut
Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji
konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa . 2) Memahami latar belakang
dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3)
Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya
memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam
pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep
atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki
siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman
siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana
pemebelajaran dan pelaksanaannya
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual
(CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism),
menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning
Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan
penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun tujuh komponen tersebut
sebagai berikut:
o Konstruktivisme (constructivism)
Kontruktivisme
merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar
mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
o Menemukan (Inquiry)
Menemukan
merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan
menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation),
bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis),
pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
o Bertanya (Questioning)
Pengetahuan
yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan
strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna
untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan
respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui
hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang
dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa,
untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
o Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep
masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil
kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman,
antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi
apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam
komunikasi pembelajaran saling belajar.
o Pemodelan (Modeling)
Pemodelan
pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru
menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar
siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya
model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari
luar.
o Refleksi (Reflection)
Refleksi
merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau
berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya
dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi
yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
o Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment)
Penialaian
adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai
perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran
perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa
siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada
penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan
terhadap proses maupun hasil
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima
bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing),
menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).
o Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat
dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia
mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan
demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
o Mengalami. Merupakan inti belajar kontekstual
dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun
pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat
memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang
aktif.
o Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep
ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa
dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
o Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu
sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja
secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit
bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan
ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
o Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam
pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
c.
Perbedaan Pembelajaran Kontekstual (CTL) dengan Pembelajaran Konvensioanl
Tabel
1: Perbedaan Pembelajaran Konvensional dengan Kontekstual (CTL)
Pembelajaran
Kontekstual (CTL)
|
Pembelajaran
Konvensional
|
1.
Siswa secara langsung terlibat
dalam pembelajaran
2.
Pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan
3.
Keterampilan dikembangkan atas
dasar pengembangan
4.
Selalu mengkaitkan informasi
dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki
5.
Siswa mampu menggunakan kemampuan
menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan
terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan ikut bertanggung jawab
6.
Siswa diminta bertanggung jawab
memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing
7.
Pembelajaran terjadi diberbagai
tempat, konteks dan setting
8.
Pengetahuan yang dimiliki manusia
dikembangkan oleh manisia itu sendiri. Manusia menciptakan atau membangun
pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya
9.
Dalam pembuatan karya seni lebih
kreatif dan imajinatif
10.
Berekspresi secara bebas
11.
Pembelajaran lebih menyenangkan
12.
Aktivitas siswa lebih tinggi
13.
Menerapkan penilaian autentik
(proses dan hasil) melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah
|
1.
Siswa penerima informasi secara
pasif
2.
Pembelajaran sangat abstrak dan
teoritis
3.
Keterampilan dikembangkan atas
dasar latihan
4.
Memberikan tumpukan informasi
kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan
5.
Siswa secara pasif menerima kaidah
pembelajaran tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran
6.
Guru adalah penentu jalannya
proses pembelajaran
7.
Pembelajaran hanya terjadi di
dalam kelas
8.
Pengetahuan adalah penangkapan
terhadap serangkaian fakta, konsep atau hokum yang berada diluar diri manusia
9.
Dalam pembuatan karya seni kurang
kreatif dan imajinatif
10.
Berekspresi sesuai ketentuan guru
11.
Pembelajaran monoton
12.
Aktivitas siswa biasa saja
13.
Penilaian hasil belajar hanya
melalui kegiatan akademik berupa ujian atau ulangan
|
(Pedoman
PKM, 2009:57)