Ada sebuah pertanyaan yang cukup baik yaitu “Apakah
Lembaga PAUD tidak perlu bimbingan dan konseling? PAUD sekarang bisa dibilang
setara dengan pendidikan dasar, sehingga anak didiknya memerlukan bimbingan
konseling.
Asumsi dasar yang melandasi bahwa PAUD memerlukan
bimbingan dan konseling adalah kesetaraan PAUD sekarang ini dengan pendidikan
dasar dan menengah. Jika di lingkungan pendidikan dasar dan menengah bimbingan
konseling sangat dibutuhkan, otomatis PAUD juga membutuhkannya. Selain keahlian dan pengalaman
pendidik, faktor lain yang perlu dipehatikan adalah kecintaan yang tulus pada
anak, berminat pada perkembangan mereka, bersedia mengembangkan potensi yang
dimiliki pada anak, hangat dalam bersikap dan bersedia bermain dengan anak.
Tidak berlebihan jika PAUD dan jenjang pendidikan di
atasnya adalah setara. Kesetaraan tersebut dapat dilihat dari segi yuridis
landasan UU maupun tenaga kependidikan yang menanganinya. Dalam UU RI No.
20/2003 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan anak usia
dini jalur formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA) atau
bentuk lain yang sejenis; jalur nonformal berbentuk kelompok bermain (KB) dan
bentuk lain yang sejenis; sementara di jalur informal berbentuk Taman Penitipan
Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat.
Jadi, pendidikan anak usia dini (PAUD), mencakup tiga
lembaga pendidikan anak, yaitu TK/RA, KB dan TPA serta bentuk pelayanan
sejenis. Biasanya, pendidikan TK/RA (pendidikan formal) hanya menerima peserta
didik berusia 4-6 tahun. Sedangkan KB dan bentuk sejenis (pendidikan
nonformal), hanya menerima peserta didik antara usia 2-4 tahun, adapun TPA (pendidikan
informal) bisa menerima penitipan anak mulai dari usia 2 bulan sampai 2 tahun.
Pendidikan anak usia dini, dalam hal ini, hanya
sebatas membantu dan mengarahkan proses tumbuh kembang anak agar lebih terarah
dan terpadu. Orientasi pokok pendidikan anak usia dini adalah: a) melatih
kemampuan adaptasi belajar anak sejak awal; b) meningkatkan kemampuan
komunikasi verbal; c) mengenalkan anak pada lingkungan dunia sekitar, seperti
orang, benda, tumbuhan, dan hewan; serta d) memberikan dasar-dasar pembelajaran
berikutnya, seperti mengingat, membaca, menulis dan berhitung sederhana.
Pendidikan anak usia dini, secara khusus bukan bertujuan untuk memberi anak pengetahuan kogniti (kecerdasan intelektual) sebanyak-banyaknya, tetapi mempersiapkan mental dan fisik anak untuk mengenal dunia sekitarnya secara lebih adaptive (bersahabat). Sifat pendidikannya lebih familiar (kekeluargaan), komunikatif (menyenangkan), dan yang paling utama adalah lebih persuasif (seruan/ajakan). Selama dalam proses pembelajaran tidak dikenal istilah-istilah pemaksaan, tekanan atau ancaman yang dapat mengganggu kejiwaan anak. Situasi dan kondisi seperti ini memang sengaja direkayasa dan diciptakan dengan tujuan agar anak mendapat ketenangan dalam belajar, serta mampu mengekspresikan dirinya secara lebih bertanggung jawab.
Pendidikan anak usia dini, secara khusus bukan bertujuan untuk memberi anak pengetahuan kogniti (kecerdasan intelektual) sebanyak-banyaknya, tetapi mempersiapkan mental dan fisik anak untuk mengenal dunia sekitarnya secara lebih adaptive (bersahabat). Sifat pendidikannya lebih familiar (kekeluargaan), komunikatif (menyenangkan), dan yang paling utama adalah lebih persuasif (seruan/ajakan). Selama dalam proses pembelajaran tidak dikenal istilah-istilah pemaksaan, tekanan atau ancaman yang dapat mengganggu kejiwaan anak. Situasi dan kondisi seperti ini memang sengaja direkayasa dan diciptakan dengan tujuan agar anak mendapat ketenangan dalam belajar, serta mampu mengekspresikan dirinya secara lebih bertanggung jawab.
Pendidik PAUD yang ideal adalah seseorang yang
memiliki kompetensi profesional yang terdidik dan terlatih baik, sera memiliki
pengalaman yang kaya dibidangnya. Terdidik dan terlatih bukan hanya memperoleh
pendidikan formal, melainkan seseorang yang memiliki kompetensi pedagogi yaitu
menguasai strategi dan tehnik mendidik, memiliki pengetahuan tentang cara-cara
mendidik, maupun membuat rancangan kegiatan ( untuk satu tahun, seminggu dan
harian) dan pengetahuan tentang kesehatan, mampu mengorganisasikan kelas. Ia
memiliki kompetensi profesional, juga mengetahui bagaimana cara menghadapi
berbagai macam permasalahan anak, mulai dari perkelahian antar anak sampai
dengan menggiatkan kelompok belajar. Pendidik PAUD merupakan pendidik yang
konsisten sekaligus luwes, humoris dan lincah dalam menghadapi kebutuhan, minat
dan kemampuan anak. Juga memiliki kompetensi sosial, berinteraksi dengan orang
tua, antar sesama pendidik, anak serta masyarakat.
Pemerintah mensyaratkan para pendidik PAUD baik
formal, nonformal dan informal harus memiliki latar belakang S-1 atau D-4.
Bahkan, tidak sembarangan S-1 atau D-4 bisa mengajar di PAUD, tetapi mereka
harus berlatar belakang keilmuan yang sama, yakni S-1 PG-PAUD. Guru-guru TK dan
Pendidik PAUD yang hingga saat ini belum S-1 diwajibkan untuk kuliah S-1
pendidikan PAUD. Jika tidak, mereka akan tersisihkan oleh Undang-undang.
Adanya bimbingan dan konseling di PAUD bukan berarti
sekedar ikut-iktan saja. Keberadaan bimbingan konseling dilingkungan PAUD juga
dibutuhkan. Sebab, banyak perilaku bermasalah muncul pada peserta didik ketika
dewasa yang disebabkan oleh masa lalunya diwaktu kecil. Hal ini menunjukan
bahwa masa-masa awal anak telah kecolongan dalam hal tindakan pencegahan
terhadap munculnya perilaku bermasalah di masa depan.
Tujuan utama diselenggarakannya bimbingan dan
konseling di lembaga PAUD adalah mengantisipasi atau mengambil tindakan
preventif terhadap munculnya perilaku bermasalah tersebut. Dengan demikian,
sesungguhnya bimbingan dan konseling tidak hanya diberikan kepada anak didik
yang telah bermasalah perilakunya saja, melainkan juga kepada mereka yang tidak
berperilaku masalah. Tentunya, mencegah akan jauh lebih mudah daripada
mengobati. Asas ini pula yang akan diberlakukan di dalam bimbingan konseling di
lingkungan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dengan kata lain, mencegah
munculnya perilaku bermasalah pada anak-anak jauh lebih mudah daripada
mengatasi perilaku bermasalah pada orang dewasa.
PEMBAHASAN
Program bimbingan dan konseling di lembaga PAUD merupakan program bimbingan yang bermanfaat secara positif, tidak sekadar reaktif dan korektif. Terlebih lagi, jika program bimbingan ini bersifat kontinum berkelanjutan, dan terus-menerus, mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi, bahkan sampai dimasyarakat. Tentu, hasilnya akan jauh lebih baik daripada bimbingan yang sifatnya eksidental semata. Tetapi, penekanan bimbingan dan konseling dapat berubah-ubah, sesuai dengan kebutuhan anak didiknya atau sesuai dengan taraf perkembangannya. Atas dasar ini, maka bimbingan konseling di PAUD tidak boleh hanya terfokus pada tumbuh kembangnya anak secara normal dan kompetensi calistung semata, melainkan juga harus menemukan jati diri anak didik yang unik dan khas, sesuai dengan kepribadiannya.
Program bimbingan dan konseling di lembaga PAUD merupakan program bimbingan yang bermanfaat secara positif, tidak sekadar reaktif dan korektif. Terlebih lagi, jika program bimbingan ini bersifat kontinum berkelanjutan, dan terus-menerus, mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi, bahkan sampai dimasyarakat. Tentu, hasilnya akan jauh lebih baik daripada bimbingan yang sifatnya eksidental semata. Tetapi, penekanan bimbingan dan konseling dapat berubah-ubah, sesuai dengan kebutuhan anak didiknya atau sesuai dengan taraf perkembangannya. Atas dasar ini, maka bimbingan konseling di PAUD tidak boleh hanya terfokus pada tumbuh kembangnya anak secara normal dan kompetensi calistung semata, melainkan juga harus menemukan jati diri anak didik yang unik dan khas, sesuai dengan kepribadiannya.
Petualangan pencarian jati diri anak didik harus
dimulai sejak dini atau dilembaga PAUD. Sebab, penemuan dan pemahaman akan
dirinya sendiri akan sangat membantu mereka dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan-lingkungan baru yang akan dihadapi. Disamping itu, penemuan jati
diri atau kepribadian anak didik dapat membantu mereka dalam mengembangkan
bakat, minat, dan potensinya.
Perlu ditegaskan disini bahwa bimbingan dan konseling
di lembaga PAUD tidak hanya diberikan kepada mereka yang mempunyai perilaku
bermasalah, melainkan juga harus diberikan kepada mereka yang sedang dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan. Dengan demikian, konseling bukan hanya
untuk mengatasi perilaku bermasalah pada anak didik, melainkan juga tindakan
untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembangnya anak secara maksimal. Pandangan ini
menitik beratkan pada bimbingan yang bersifat preventif, kesehatan mental, dan
pengembangan diri daripada bimbingan yang menitik beratan pada psikoterapi
maupun diagnosis terhadap perilaku bermasalah.
Terlebih lagi, ketika para psikolog telah menyadari
betapa pentingnya melakukan identifikasi sejak dini terhadap perilaku
bermasalah pada anak-anak. Dengan melakukan identifikasi ini, diharapkan
anak-anak dimasa depan tidak lagi mengalami hambatan dalam belajarnya, terlebih
lagi gangguan pada mentalnya. Momen yang paling tepat untuk melakukan tindakan identifikasi ini adalah
pada masa-masa awal usia dini atau di lembaga PAUD. Beberapa alasan berikut ini
kiranya dapat memberi pemahaman kepada kita mengapa tindakan identifikasi untuk
mencegah perilaku bermasalah paling tepat dilakukan pada masa usia dini atau
PAUD.
MENJAGA ORIGINALITAS KEPRIBADIAN ANAK
Kepribadian anak masih luwes, mudah dibentuk, sangat fleksibel, dan belum
mengalami peristiwa traumatik yang mengakar dalam hati sanubarinya atau alam
bawah sadarnya. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa anak yang
dijaga originalitas kepribadiannya akan tumbuh secara alamiah menuju
tahap-tahap perkembangan kepribadian yang lebih baik. Semua ini dilakukan oleh
anak yang bersangkutan dengan tanpa beban dan tanpa tekanan mental dari pihak
manapun, sehingga nuansa kebebasan yang diperolehnya semakin mempercepat
pertumbuhan dan perkembangannya.
INTENSNYA HUBUNGAN ORANG TUA (WALI MURID) DENGAN GURU DI PAUD
Umumnya, orang tua atau orang dewasa yang mengasuh anak didik masih menjalani komunikasi intens dengan pihak sekolah jika anak yang diasuhnya masih berada di lingkungan lembaga PAUD. Dalam hal ini, secara tidak disengaja telah terjadi interaksi yang sangat intens antara anak didik, guru dan orang tua. Kegiatan ini dapat dimanfaatkan untuk mengarahkan tumbuh kembangnya anak sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah sehingga anak didik akan terjauh dari gangguan mental dan perilaku bermasalah dan mempercepat pertumbuhannya
Umumnya, orang tua atau orang dewasa yang mengasuh anak didik masih menjalani komunikasi intens dengan pihak sekolah jika anak yang diasuhnya masih berada di lingkungan lembaga PAUD. Dalam hal ini, secara tidak disengaja telah terjadi interaksi yang sangat intens antara anak didik, guru dan orang tua. Kegiatan ini dapat dimanfaatkan untuk mengarahkan tumbuh kembangnya anak sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah sehingga anak didik akan terjauh dari gangguan mental dan perilaku bermasalah dan mempercepat pertumbuhannya
PERSIAPAN MENTAL MEMASUKI SEKOLAH DASAR
Lembaga PAUD sekarang ini telah mendapat “tuntutan” secara tidak langsung
dari berbagai sekolah dasar (SD), terutama sekolah-sekolah dasar unggulan agar
lulusan PAUD mempunyai kompetensi akademik yang baik. Mengahadapi problematik
ini, keberadaan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan, baik oleh anak didik
maupun orang tua murid. Pasalnya, anak didik sering kali belum siap menempuh
pendidikan pada jenjang diatasnya, meskipun semua kompetensi telah dimiliki.
Dalam hal ini, pendidik sekaligus konselor bertugas untuk membekali anak
didiknya dengan penguatan mental secukupnya.
P E N U T U
P
Secara sederhana setelah membahas kajian mengenai
perlunya bimbingan dan konseling di lembaga PAUD, penulis mempunyai tiga
prinsip yang dapat digunakan secara umum yang harus dimiliki oleh para konselor
di lembaga PAUD. Dan bila ketiganya dapat direalisasikan dalam pelaksanaannya
maka kemungkinan besar konseling dapat berjalan dengan baik dan tujuan
konseling dapat tercapai sesuai harapan.
Pertama, menawan hati. Konteksnya kemampuan guru atau orang tua peserta didik dalam “memikat” perasaan atau emosi anak didik, khususnya bila sedang dalam masalah. Dengan ini, diharapkan anak-anak bermasalah akan terkesima dan mencitrakan sosok tersebut sebagai orang utuh yang siap mengentaskan segala persoalannya dengan tulus, ihklas dan tanpa pamrih.
Pertama, menawan hati. Konteksnya kemampuan guru atau orang tua peserta didik dalam “memikat” perasaan atau emosi anak didik, khususnya bila sedang dalam masalah. Dengan ini, diharapkan anak-anak bermasalah akan terkesima dan mencitrakan sosok tersebut sebagai orang utuh yang siap mengentaskan segala persoalannya dengan tulus, ihklas dan tanpa pamrih.
Kedua, tenang dalam menghadapi berbagai persoalan.
Prinsip kedua bagi guru dan orang tua sebagai konselor bagi anak-anak di
lemabaga PAUD adalah kemampuan bersikap tenang dalam menghadapi persoalan anak.
Perawakan tenang dan menawan hati tersebut mampu membuat anak-anak bermasalah
menaruh kepercayaan besar bahwa pendidiknya dapat mengatasi berbagai persoalan
yang dihadapinya.
Ketiga, mampu berempati secara mendalam. Di samping
menawan hati dan berperawakan tenang, konselor PAUD juga harus mampu berempati
secara mendalam, tanpa harus berlarut dalam arus permasalahan anak. Ketika
anak-anak mengemukakan masalah yang dihadapi, konselor harus mampu memasukan
masalah yang dikemukakan anak didiknya tersebut kedalam perasaanya, sehingga ia
mampu merasakan apa yang dirasakan anak didiknya tersebut.
Dengan kemampuan ini maka anak didik akan merasakan
kepuasan dalam setiap penyelesaian masalahnya, dan dapat dipahami secara penuh
oleh pendidik PAUD secara sempurna. Atas dasar ini, anak akan menganggap bahwa
bimbingan dan konseling dapat berguna dalam penyelesaian masalah di masa
anak-anak terutam di lingkungan pendidikan anak usia dini./Habibprastyo
DAFTAR PUSTAKA
Arcaro, Jerome
S. Pendidikan Berbasis Mutu. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007)
Direktorat
PAUD. Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini (Menu Pembelajaran
Generik). (Jakarta: Depdiknas Press. 2002)
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai
Pustaka 1990).
Imam
Musbikin. Mendidik Anak Kreatif Ala Einstein. (Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2006)
Jasa Ungguh
M. Manajemen Playgroup dan Taman Kanak-Kanak. (Yogyakarta: Diva Press. 2009)
Latipun.
Psikologi Konseling. (Malang: UMM 2006).
Shapiro,
Lawrence E. Mengajarkan Emosional Intellegence pada Anak. (Jakarta: Gramedia.
2003)
Wina
Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
(Jakarta: Kencana. 2009)
Winarno
Surakhmad. Pengantar interaksi mengajar belajar: dasar dan teknik metodologi
pengajaran, (Bandung: Penerbit Tarsito 1982).