A. Pendahuluan
Keterampilan berbahasa anak merupakan suatu hal yang penting karena dengan bahasa
tersebut anak dapat berkomunikasi dengan teman atau orang-orang disekitarnya.
Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan
bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak yang sedang tumbuh dan
berkembang mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya melalui bahasa
dengan kata-kata yang mempunyai makna.
Bahasa terdiri dari berbagai simbol yang dapat terungkap
secara lisan maupun tulisan. Pemerolehan bahasa terjadi pada subtahap pemikiran
simbolik tahap praoperasional tersebut, sehingga menurut Piaget, bahasa
merupakan hasil dari perkembangan intelektual secara keseluruhan dan sebagai
bagian dari kerangka fungsi simbolik.
Bahasa berkaitan erat dengan perkembangan kognisi anak,
terutama dalam hal kemampuan berpikir. Prinsip yang mempengaruhi penyatuan itu
adalah pertama, semua fungsi mental memiliki asal-usul eksternal atau sosial.
Anak–anak harus menggunakan bahasa dan menggunakannya pada orang lain sebelum
berfokus dalam proses mental mereka sendiri. Kedua, anak–anak harus
berkomunikasi secara eksternal menggunakan bahasa selama periode yang lama
sebelum transisi kemampuan bicara eksternal ke internal berlangsung
B. Pembahasan
Perkembangan keterampilan
berbahasa anak merupakan suatu proses yang secara berturut-turut dimulai dari
mendengar, selanjutnya, berbicara, membaca dan menulis. Adapun perkembangan
dari setiap kemampuan pada anak adalah sebagai berikut.
a. Keterampilan Mendengar
Keterampilan mendengar anak-anak
harus dikembangkan karena berkenaan dengan upaya memahami lingkungan mereka.
Agar mereka belajar untuk mengembangkan kemampuan tersebut, mereka harus
menerima masukan informasi dan mengolahnya. Menurut Cassel dan Jalongo
(Seefeldt dan Wasik 2008: 353), mendengarkan dan memahami informasi adalah
langkah inti dalam memperoleh pengetahuan.
Anak usia 3 – 6 tahun
mengembangkan kemampuan mengingat untuk sesuatu yang didengar. Anak
mungkin tidak selalu menjadi pendengar yang baik. Hal itu bisa terjadi karena
sebagian besar waktu yang dimiliki dipergunakan untuk kegiatan bermain sehingga
dirinya tidak sungguh-sungguh dalam mendengar sesuatu, misalnya apa yang
disampaikan oleh orang tuanya. Pada umumnya anak mendengarkan cerita yang
panjang, dengan alur yang menarik dan dalam cerita tersebut terdapat tokoh
dengan bermacam-macam karakter. Stimulus seperti itu berguna untuk
membangkitkan daya imajinasi anak.
b. Perkembangan Berbicara
Untuk belajar bahasa, menurut
Dickinson dan Snow (Seefeldt dan Wasik 2008: 354), anak-anak memerlukan
kesempatan untuk bicara dan didengarkan. Pengalaman menyaksikan, mendengarkan,
dan terlibat pembicaraan dengan anggota keluarga merupakan pengalaman yang
sangat berharga karena anak dapat belajar bahwa situasi yang mereka hadapi
menjadi factor yang dipertimbangkan dalam berbicara.
Pada usia 3 – 6 tahun anak sudah
mulai mampu berperan serta dalam percakapan yang panjang. Sebagain dari
anak-anak ada yang bisa mendominasi pembicaraan. Pada usia ini anak belajar
menjadi pengguna bahasa yang kreatif. Anak dapat membuat atau menamakan sesuatu
dengan bahasanya sendiri, khususnya untuk hewan atau mainan kesayangannya.
Proses perkembangan terus
berlangsung sepanjang hayat. Ada lima tahap perkembangan bicara anak menurut
Zuchdi dan Budiasih (Suhartono, 2005:41).
1. Mengucapkan
satu kalimat satu kata, anak berumur kira-kira satu tahun;
2. Mengucapkan
satu kalimat dua kata, yaitu anak berumur dua tahun;
3. Mengucapkan
satu kalimat dengan lebih dari dua kata, anak yang lebih dari tiga tahun
keatas;
4. Kalimat
yang diucapkan pendek dan jenisnya berbeda beda;
5. Membuat
kalimat panjang dengan berbagai variasi, setelah anak memasuki taman
kanak-kanak.
Bayi
mulai memperoleh bahasa ketika berumur kurang dari satu tahun, sebelum dapat
mengucapkan satu kata, atau anak bisa bicara kalimat dalam satu kata. Mereka
memperhatikan muka orang dewasa dan menanggapi orang dewasa, meskipun
sebenarnya belum memahami apa yang diucapkan oleh orang dewasa tersebut. Bahkan
anak belum dapat membedakan kelas kata seperti kata sifat, kata benda, kata
kerja dan sebagainya.
Selanjutnya
ketika berumur satu tahun, bayi mulai mengoceh, bermain dengan bunyi seperti
halnya bermain dengan jari-jari tangan dan jari-jari kakinya. Bayi mulai dapat
mengucapkan beberapa kata, bentuk ucapan yang digunakan hanya satu kata,
kata-katanya sederhana yaitu mudah diucapkan dan memiliki arti kongkrit.
Perkembangan fonolis mulai tampak pada periode ini, begitu juga perkembangan
semantik yaitu pengenalan makna oleh anak.
Perkembangan
selanjutnya anak bisa mengucapkan kalimat dua kata. Kalimat dua kata ini muncul
kira-kira ketika anak berumur dua tahun, setelah anak mengetahui kurang lebih
lima puluh kata, kebanyakan anak mulai mencapai tahap kombinasi dua kata.
Kata-kata yang diucapkan ketika mencapai tahap satu kata dikombinasikan dalam
ucapan-ucapan pendek tanpa tahu kata petunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk
lain yang seharusnya diucapkan. Contoh anak mengucapkan satu kalimat dua kata
yaitu “Ma, makan” yang artinya mama saya minta makan.
Pada
waktu anak mulai masuk taman kanak-kanak, anak telah memiliki sejumlah besar
kosa kata. Mereka sudah dapat membuat pertanyaan negative, kalimat majemuk, dan
berbagai bentuk kalimat. Kematangan berbicara anak ada hubungannya dengan latar
belakang orangtua anak dan perkembangan di taman kanak-kanak.
Mieke
Prok-Boerna (Tiel, 2008:177) membagi periode perkembangan bicara menjadi
periode praverbal dan periode verbal. Periode praverbal menurutnya merupakan
periode yang sangat penting, yang dibaginya menjadi beberapa periode
diantaranya:
1.Minggu
ke- 0-6 : menangis
2.Minggu
ke- 6 hingga bulan ke- 4 : vokalisasi : ah, uh
3.Bulan
ke- 4-8 : babbling (bunyian vocal
terus menerus), misalnya : gagagagagaa, aaaaaa, tatatatata. Pada periode ini
bunyi bahasa ibu juga diproduksinya. Anak akan mengikuti apa yang ibu ucapkan,
sambil ia mengikuti ucapan ibu atau pengasuhnya, segera akan mengucapkan papa,
mama.
4.Bulan
ke- 8-12 : social babbling, yaitu
mengoceh dengan cara dimana pola bunyian dan sekitarnya akan diambil alih, ia
akan melakukan imitasi pola bunyi kalimat. Pola bunyian yang tidak termasuk
bahasa ibu akan segera hilang. Kemudian anak akan mendengarkan, mengoceh dan
mengikuti terus menerus hingga terjadilah pemahaman pola kata-kata dan
penggunaan kata-kata. Setelah itu pemahaman kata akan dengan sendirinya
diucapkan.
Periode verbal mempunyai beberapa
fase yaitu :
1.Bulan
ke- 2-15 : merupakan kalimat satu kata. Anak akan menanyakan nama-nama segala
sesuatu dengan cara menunjuk dan dengan cara tertentu ia menyebutkannya
kembali. Misalnya anak mengucapkan ‘mobil’ yang maksudnya adalah : “ saya minta
sebuah mobil”.
2.Bulan
ke- 15-2 tahun : fase kalimat dua kata. Anak usia 2 tahun biasanya sudah
mempunyai 270 kata. Mulai bertanya dengan intonasi bertanya, menyangkal dengan
kata-kata. Banyak kata-kata yang masih terpotong, misalnya ‘minum’ menjadi
‘mium”.
3.Usia
2-3 tahun merupakan fase kalimat dengan banyak kata. Kalimat terdiri dari kata
benda dan kata kerja. Apa yang diucapkan lebih ke arti atau maksud kalimat yang
diucapkan, namun belum dalam bentuk kalimat yang benar. Mulai menggunakan
bentuk kamu dan saya dan kadang ia masih menggunakan bentuk kamu ketika berkata
pada dirinya sendiri, misalnya “mana bonekamu?”, padahal maksudnya “dimana
boneka itu saya simpan?”.
4.Usia
3-4 tahun : anak mulai mengerti berbagai hal, dan banyak bercerita. Ia sudah
bisa mengucapkan bunyi berbagai huruf kecuali s dan r. masih ada beberapa
kesalahan dengan pengucapan kata sambung, tetapi sudah bisa berbicara dengan
aturan sebuah kalimat termasuk urutan kata, imbuhan dan pemotongan kalimat.
Kata jamak juga bisa dibentuk.
5.Usia
4-6 tahun : anak-anak semakin baik mengucapkan berbagai huruf, juga untuk
huruf-huruf yang sulit seperti r dan s. ia juga semakin baik dengan aturan
pembuat kalimat, termasuk penggunaan kata penghubung; dan, tapi atau sebab.
Dalam usia ini anak mulai menyampaikan pemikiran dari abstraksinya.
Dari beberapa pemaparan diatas
menunjukan bahwa setiap anak dengan rentang usia yang berbeda memiliki
karakteristik kemampuan berbicara yang berbeda. Semua kemampuan berbicara
tersebut dapat berkembang dengan baik bila mendapatkan stimulasi yang baik
sejak usia dini. Latihan dan lingkungan yang mendukung membuat kemampuan
berbicara anak berkembang baik seperti yang ditegaskan oleh Hurlock (1990:183)
bahwa keterampilan berbicara dapat dipelajari melalui metode pelatihan (training), metode coba dan ralat (trial and error).
c. Perkembangan Membaca
Pembelajaran membaca secara formal
belum dilaksanakan pada PAUD. Apa yang dilakukan di lembaga pendidikan tersebut
adalah pengembangan keterampilan agar anak siap untuk belajar membaca.
Gambar-gambar binatang yang ditempel di dinding kelas yang disertai tulisan
yang menerangkan tentang binatang apa merupakan stimulus untuk perkembangan
kemampuan membaca.
Anak semakin mengenal kata yang
sering dia dengar dan mengenal tulisan untuk kata itu, misalnya kata toko, tv
dst. Setiap saat anak melihat huruf dan rangkaian huruf yang kemudian menimbulkan
rasa ingin tahu tentang bagaimana mengucapkannya.
Grainger (2003:185) menyebutkan adanya tiga
tahapan dalam proses membaca. Tahap prabaca dapat dilihat dari kesiapan anak
untuk memulai pengajaran formal dan tergantung pada kesadaran fonemis anak.
Anak yang dinyatakan siap (biasanya pada anak-anak yang baru memasuki usia
prasekolah) kemudian akan melalui tahap pertama dalam proses membaca.
Tahap pertama adalah tahap logografis, anak-anak taman
kanak-kanak atau awal kelas 1 menebak kata-kata berdasarkan satu atau
sekelompok kecil huruf sehingga tingkat diskriminasi sangat buruk. Kemudian
setelah mendapat pengajaran, diskriminasi menjadi lebih baik. Anak dapat
membedakan kata yang sudah dan belum dikenal, namun mereka belum dapat membaca
kata-kata yang belum dikenal. Strategi membaca awal pada tahap logografis
secara umum tidak bersifat fonologis, tetapi lebih bersifat pendekatan global
atau visual di mana pembaca awal mencoba mengidentifikasi kata secara
keseluruhan berdasarkan ciri-ciri yang bisa dikenali.
Tahap kedua adalah tahap alfabetis, pada tahap ini pembaca
awal memperoleh lebih banyak pengetahuan tentang bagaimana membagi kata-kata ke
dalam fonem-fonem dan bagaimana merepresentasikan bunyi-bunyi yang mereka baca
dan eja dengan ortografi alfabet. Tahap ketiga dilalui ketika anak sudah lancar
dalam proses dekoding. Anak pada tahap ini mampu memecahkan kata-kata yang
beraturan dan tak beraturan dengan menggunakan konteks. Biasanya tahap ini
berlangsung ketika anak berada pada pertengahan sampai akhir kelas 3 dan kelas
4 sekolah dasar.
Lebih khususnya, anak-anak berada pada tahap pertama dan
kedua dalam proses membaca, yaitu tahap logografis dan alfabetis. Pembagian
tahapan ini berdasarkan kemampuan yang harus dikuasai anak, yaitu penguasaan
kode alfabetik yang hanya memungkinkan anak untuk membaca secara teknis, belum
sampai memahami bacaan seperti pada tahap membaca lanjut.
Pengajaran membaca permulaan di
taman kanak-kanak umumnya sudah dimulai sejak awal tahun pertama. Anak-anak
diberi stimulasi berupa pengenalan huruf-huruf dalam alfabet. Praktik ini
langsung disandingkan dengan keterampilan menulis, di mana anak diminta
mengenal bentuk dan arah garis ketika menulis huruf. Metode belajar membaca di
taman kanak-kanak biasanya mendapat hambatan dalam penerapannya.
d. Perkembangan Menulis
Sama halnya dengan membaca formal,
pembelajaran menulis formal tidak dilaksanakan di PAUD. Yang dilakukan
berkenaan dengan kemampuan menulis adalah pengembangan kemampuan agar anak siap
untuk belajar menulis. Dan untuk itulah maka upaya pengembangan motorik halus
dilakukan secara intensif. Perkembangan anak pada motorik halusnya yang semakin
meningkat membuat anak mampu menggambar garis lurus, garis tegak, garis
lengkung, lingkaran dan sebagainya, yang merupakan dasar untuk menggembangkan
kemampuan menulis.
Menulis adalah suatu keterampilan
yang dapat dipelajari setelah aspek kemampuan lainnya dikuasai. Salah satunya
adalah aspek koordinasi motorik halus dan adanya kemampuan persepsi visual. Keterampilan
motorik halus adalah penggunaan bagian tubuh atau otot-otot kecil seperti
tangan. Dalam hal perkembangan menggenggam (prehension), dicatat bahwa anak
usia 12-15 bulan sudah bisa memegang benda dengan ibu jari dan telunjuk,
sehingga mereka sudah dapat menyusun dua balok ke atas.
Stimulasi yang sesuai untuk anak
usia ini adalah yang melatih gerakan ibu jari telunjuk dan lengan. Beberapa
gerakan stimulasi yang dapat dilakukan, antara lain adalah, menyusun balok,
memindahkan uang logam atau kancing ke dalam kotak, memukul pasak dengan kayu,
menyendokan pasir atau tepung dari satu wadah ke wadah yang lain.
Pada usia dua tahun pensil
dipegang dengan meletakkan ibu jari di sisi kiri dan jari telunjuk menjulur
keluar untuk membantu mengontrol gerakan pensil. Hasil gambar anak masih berupa
coretan berulang (scribbles). Dengan bantuan imajinasi mereka, coretan yang tak
bermakna dapat dirangkai menjadi suatu gambar dengan cerita tersendiri.
Contohnya, anak bercerita bahwa dua coretan spiral yang dibuatnya adalah gambar
sapi yang sedang makan rumput.
Buncil (2010) menyebutkan tahapan
menulis anak, antara lain.
Tahap 1: Coretan-Coretan Acak. Mulai membuat coretan; random scribbling; Coretan awal; coretan acak; coretan-coretan seringkali digabungkan seolah-olah “krayon” tidak pernah lepas dari kertas. Warna-warna coretan dapat dikelompokkan bersama dan menyatu atau terpisah dalam kelompok-kelompok setiap halaman. Coretan dapat satu warna atau beberapa warna.
Tahap 1: Coretan-Coretan Acak. Mulai membuat coretan; random scribbling; Coretan awal; coretan acak; coretan-coretan seringkali digabungkan seolah-olah “krayon” tidak pernah lepas dari kertas. Warna-warna coretan dapat dikelompokkan bersama dan menyatu atau terpisah dalam kelompok-kelompok setiap halaman. Coretan dapat satu warna atau beberapa warna.
Tahap 2: Coretan Terarah. Coretan terarah dimunculkan
dalam bentuk garis lurus ke atas atau mendatar yang diulang-ulang; garis-garis,
titik-titik, bentuk lonjong, atau lingkaran (huruf tiruan) mungkin terlihat
tidak berhubungan dan menyebar secara acak di seluruh permukaan kertas.
Tahap 3: Garis dan Bentuk Khusus diulang-ulang,
(Menulis Garis Tiruan)
Diwujudkan melalui bentuk, tanda, dan garis-garis yang terarah; dapat terlihat mengarah dari sisi kiri ke kanan halaman dengan huruf-huruf yang sebenarnya atau titik-titik sepanjang garis; dapat mengarah dari atas ke bawah halaman kertas.
Diwujudkan melalui bentuk, tanda, dan garis-garis yang terarah; dapat terlihat mengarah dari sisi kiri ke kanan halaman dengan huruf-huruf yang sebenarnya atau titik-titik sepanjang garis; dapat mengarah dari atas ke bawah halaman kertas.
Tahap 4: Latihan Huruf-Huruf Acak atau Nama.
Huruf-huruf muncul berulang-ulang diwujudkan dari namanya; beberapa dapat
diakui dan yang lainnya sebagai simbol; dapat mengambang di atas kertas,
digambarkan di dalam garis, ditulis dalam gambar sederhana yang sudah
dikenalnya misalnya rumah, saling berhimpit di atas yang lainnya secara
berulang-ulang. Huruf-huruf nama mungkin saling tertukar, dan/atau ditulis di
atas dan dibawah. Latihan nama dapat menggunakan huruf besar atau yang lainnya
kecil, contoh-contoh yang abstrak atau benar.
Tahap 5: Menulis Nama. Nama mungkin yang pertama,
terakhir, atau gabungan dan tulisan dapat muncul berulang-ulang dalam berbagai
warna alat-alat tulis (spidol,crayon, pensil); nama dapat ditulis di depan atau
sebagai cerminan pikiran, di dalam kotak dengan latar belakang atau bayangan
berwarna; nama dapat ditulis di atas kertas dengan gambar di bawah; rangkaian
angka-angka dan abjad dapat dimasukkan.
Tahap 6: Mencontoh Kata-Kata di Lingkungan. Menulis
kata-kata dari lingkungan secara acak dan diulang-ulang dalam berbagai ukuran,
orientasi dan warna; termasuk nama anggota keluarga lainnya.
Tahap 7: Menemukan Ejaan. Usaha pertama untuk
memeriksa dan mengeja kata-kata dengan menggabungkan huruf yang bermacam-macam
untuk mewujudkan sebuah kata seperti yang digambarkan berikut ini: (1) Huruf
konsonan awal (D mewakili Dinosaurus). (2) Huruf konsonan awal dan akhir (DS
mewakili DinoSaurus). (3) Huruf konsonan tengah (DNS mewakili DiNoSaurus). (4)
Huruf awal, tengah, konsonan akhir dan huruf hidup dituliskan pada tempatkan.
Tahap 8: Ejaan Umum. Usaha-usaha mandiri untuk
memisahkan huruf dan mencatatnya dengan benar menjadi kata lengkap
C. Kesimpulan
Bahasa merupakan sarana
berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk
berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan,
lisan, isyarat atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang
dan gambar. Pada usia 3-6 tahun kemampuan berbahasa anak akan berkembang
sejalan dengan rasa ingin tahu serta sikap antusias yang tinggi, sehingga
timbul pertanyaan-pertanyaan dari anak dengan kemampuan bahasanya. Antara usia
4 dan 5 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari empat sampai lima kata. Antara 5
dan 6 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari enam sampai delapan kata. Mereka
juga sudah dapat menjelaskan arti kata-kata sederhana, mengetahui lawan kata.
Mereka dapat menggunakan kata penghubung, kata depan dan kata sandang. Pada
masa akhir usia prasekolah anak umumnya sudah mampu berkata-kata sederhana,
cara bicara mereka telah lancar, dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata
bahasa walaupun masih melakukan kesalahan berbahasa.
Jadi barang siapa ingin
mempelajari bahasa asing berarti harus sadar dengan seluruh daya upaya untuk
membentuk kebiasaan baru, sedangkan pada saat mempelajari bahasa ibu (bahasa
nasional) proses itu berjalan tanpa sadar. Pada saat ini pula anak akan
berusaha mengkaitkan dan membuat persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu
(bahasa nasional) dan bahasa asing yang sedang dipelajarinya.
DAFTAR PUSTAKA
.
Buncil.
(2010). Tahap-tahap Perkembangan Anak dalam Menulis, (Online), (http://childrengarden.wordpress.com/2010/04/02/tahap-tahap-perkembangan-anak-dalam-menulis/)
Departemen Pendidikan Nasional. (2009). TOT Pengembangan Pembelajaran Holistik
Integratif pada PAUD, Bahan Belajar.
Jakarta: Depdiknas
Hurlock, E.B. (1996). Perkembangan
Anak Jilid I (terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Sujiono, Y. (2009). Konsep
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.
Sujiono, Y.N dan Sujiono, B. (2010). Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta: Indeks
Tarigan, (2008). Berbicara,
Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tarigan, D.
(1991). Membina Keterampilan Menulis
Paragraf dan Pengembangannya. Bandung: Angkasa
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Wahyudin, U. dan Agustin, M. (2011). Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini. Bandung: Refika Aditama
Yusuf, S.(2005). Psikologi
Perkembangan Anak & Remaja. Bandung:Remaja Rosdakarya