BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga merupakan lingkungan yang
pertama dan utama bagi anak. Dalam kehidupan anak tentunya keluarga merupakan
tempat yang sangat vital. Anak-anak memperoleh pengalaman pertamanya dari
keluarga. Dalam keluarga peranan orang tua sangatlah penting. Mereka merupakan
model bagi anak. Ketika orang tua melakukan sesuatu anak-anak akan mengikuti
orang tua mereka. Hal ini disebabkan anak dalam masa meniru. Orang tua yang
satu dengan orang tua yang lainnya dalam mendidik anak-anak tentunya juga
berbeda. Mereka mempunyai suatu gaya atau tipe-tipe tersendiri. Dan tentunya
gaya-gaya tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Terutama
perkembangan sosio-emosinya
Tahun-tahun pertama kehidupan anak
merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang
fisik, mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga
keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan
anak. Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini
dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan
perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Belajar pada hakikatnya adalah
aktivitas untuk melakukan perubahan tingkah laku pada diri individu yang
belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena usaha individu yang bersangkutan
baik mencakup ranah-ranah efektif, kognitif dan psikomotor (Bloom, 1974)
Dalam pembahasan makalah ini, untuk mencapai pemahaman
tentang dasar teoritis perkembangan sosial dan emosi pada masing-masing
(individu) anak usia dini, maka diharapkan mampu mendeskripsikan secara singkat
pengertian sosial dan emosi, serta menggambarkan mekanisme terjadinya berbagai
emosi dalam diri manusia, serta memahami penahapan perkembangan sosial.
1.2.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah model pembelajaran
difokuskan agar pendidik mampu memahami perkembangan sosial dan emosi anak usia
dini.
1.3.
Tujuan
Dalam penulisan makalah ini,
bertujuan untuk mampu menjelaskan tentang perkembangan emosi dan sosial anak
usia dini.
1.4.
Manfaat
Manfaat
penulisan makalah ini bagi :
a.
Pendidik (Guru)
Sebagai
bahan evaluasi bagi guru dalam usahanya memahami perkembangan sosial dan emosi
anak usia dini.
b.
Sekolah
Mampu menerapkan dan memahami metode
perkembangan sosial dan emosi pada anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan
sosial-emosional menurut para ahli, bertujuan untuk mengetahui diri sendiri anak dan berhubungan dengan orang lain yaitu teman sebaya dan orang dewasa,
bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan berperilaku
sesuai dengan perilaku prososial. Perkembangan sosial, sebagaimana dikatakan
Muhibbin (1999:35), merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam
masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya.
Adapun Hurlock mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi. Ketiga proses tersebut nampak terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan:
- belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang
dapat diterima masyarakat
- belajar memainkan peran sosial yang ada di
masyarakat
- mengembangkan sikap atau tingkah laku sosial
terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
Ø Pengertian
Tentang Perkembangan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini
A.
Perkembangan Sosial
Menurut Plato
secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon
politicori). Syamsuddin (1995:105) mengungkapkan bahwa "sosialisasi
adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial", sedangkan menurut
Loree (1970:86) "sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu
(terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial
terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar
bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan
sosialnya".
Muhibin (1999:35)
mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social
self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya,
bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (1978:250) mengutarakan bahwa
perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku
sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial".
B.
Perkembangan Emosi
Jika kita berbicara
tentang emosi maka setiap orang akan mengatakan bahwa ia pernah merasakannya,
setiap orang bereaksi terhadap keberadaannya. Hidup manusia sangat kaya akan
pengalaman emosional. Hanya saja ada yang sangat kuat dorongannya, adapula yang
sangat samar sehingga ekspresinya tidak tampak. Ekspresi emosi akan kita kenali
pada setiap jenjang usia mulai dari bayi hingga orang dewasa, baik itu
laki-Iaki ataupun perempuan. Sebagai contoh, seorang anak tertawa kegirangan
ketika ayahnya melambungkan tubuhnya ke udara atau kita meiihat seorang anak
yang berusia satu tahun sedang menangis karena mainannya direbut oleh kakaknya.
Bagi seorang anak, kondisi emosi ini lebih*mudah diekspresikan rnelalui kondisi
fisiknya.
Sebagai contoh
seorang anak akan iangsung menangis apabila ia merasa sakit atau merasa tidak
nyaman. Namun, apabiia seorang anak ditanya tentang "bagaimana
perasaannya" atau "mengapa ia merasa sakit?", anak akan merasa
kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya dalam bahasa verbal.Contoh-contoh
perilaku di atas menunjukkan gambaran emosi seseorang. Jadi, apa sebetulnya
yang dimaksud dengan emosi itu? Untuk mengetahui hai itu lebih jelas, Anda
dapat mengikuti pembahasan berikut ini.
Emosi adalah
perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan v senang atau tidak
senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary emosi
didefinisikan sebagai "berbagai perasaan yang kuat". Perasaan benci,
takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut
adalah gambaran dari emosi. Goleman menyatakan bahwa "emosi merujuk pada
suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan
psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak".Syamsuddin
mengemukakan bahwa "emosi merupakan suatu suasana yang kompleks (a
complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up state) yang
menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku".
Berdasarkan definisi di atas kita dapat memahami bahwa emosi merupakan suatu
keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai
oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku.
ü Proses
Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
Untuk menjadi
individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi. Proses
sosialisasi ini tampaknya terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan satu
sama lainnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1978), yaitu sebagai
berikut.
1.
Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat.
2.
Belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.
3.
Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap individu lain dan
aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
Pada
perkembangannya, berdasarkan ketiga tahap proses sosial ini, individu akan
terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok individu sosial dan individu
nonsosial. Kelompok individu sosial adalah mereka yang tingkah lakunya
mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka mampu untuk mengikuti kelompok
yang diinginkan dan diterima sebagai anggota kelompok. Adakalanya mereka selalu
menginginkan adanya orang lain dan merasa kesepian apabila berada seorang diri.
Selain itu mereka juga merasa puas dan bahagia jika selalu berada dengan orang
lain. Adapun kelompok individu nonsosial, mereka adalah orang-orang yang tidak
berhasil mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka adalah individu yang
tidak tahu apa yang diharapkan kelompok sosial sehingga tingkah laku mereka
tidak sesuai dengan harapan sosial. Kadang-kadang mereka tumbuh menjadi
individu antisosial, yaitu individu yang mengetahui harapan kelompok sosial,
tetapi dengan sengaja melawan hal tersebut. Akibatnya individu antisosial ini
ditolak atau dikucilkan oleh kelompok sosial.
Selain kedua
kelompok tadi, dalam perkembangan sosial ini adapula istilah individu yang introvert
dan extrovert. Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk
menarik diri dari lingkungan sosialnya. Minat, sikap ataupun
keputusan-keputusan yang diambil selalu didasarkan pada perasaan, pemikiran,
dan pengalamannya sendiri. Orang-orang dengan kecenderungan introvert, biasanya
pendiam dan tidak membutuhkan orang lain karena merasa segala kebutuhannya bisa
dipenuhi sendiri. Sedangkan extrovert adalah kecenderungan seseorang
untuk mengarahkan perhatian ke luar dirinya sehingga segala minat, sikap, dan
keputusan-keputusan yang diambilnya lebih ditentukan oleh peristiwa-peristiwa
yang terjadi di luar dirinya. Orang-orang extrovert biasanya cenderung
aktif, suka berteman, dan ramah-tamah. Seorang ahli menyatakan introvert dan
extrovert hanya merupakan suatu tipe dari reaksi yang ditunjukkan
seseorang.
Jika seseorang
menunjukkan reaksi yang terus-menerus seperti itu atau sudah menjadi kebiasaan
barulah bisa dianggap sebagai tipe kepribadiannya. Sementara ahli lain
menyatakan bahwa suatu kepribadian yang sehat atau seimbang haruslah memiliki
kedua kecenderungan ini. Dengan demikian, kebutuhan untuk berhubungan dengan
lingkungan sosialnya serta kebutuhan akan prestasi dan refleksi diri keduanya
bisa terpuaskan.
Ada dua puluh
karakteristik yang dapat menggambarkan individu dengan penyesuaian diri baik,
yaitu sebagai berikut:
1.
Dapat menerima tanggung jawab sesuai dengan usianya.
2.
Menikmati pengalamannya.
3.
Mau menerima tanggung jawab sesuai dengan perannya. Apakah itu peran sebagai
anggota kelompok, murid di sekolah atau
sekadar peran kakak terhadap adiknya.
4.
Mampu memecahkan masalah dengan segera.
5.
Dapat melawan dan mengatasi hambatan untuk merasa bahagia.
6.
Mampu membuat keputusan dengan kekhawatiran dan konflik yang minimum.
7.
Tetap pada pilihannya sehingga ia menemukan bahwa pilihannya itu salah.
8.
Merasa puas dengan kenyataan.
9.
Dapat menggunakan pikiran sebagai dasar untuk bertindak, tidak untuk
melarikan diri.
10.
Belajar dari kegagalan tidak mencari alasan untuk kegagalannya.
11.
Tahu bagaimana harus bekerja pada saat kerja dan bermain pada saat main.
12.
Dapat berkata tidak pada situasi yang mengganggunya.
13.
Dapat berkata ya pada situasi yang membantunya.
14.
Dapat menunjukkan kemarahan ketika merasa terluka atau merasa haknya
terganggu.
15.
Dapat menunjukkan kasih sayang.
16.
Dapat menahan sakit dan frustrasi bila diperlukan.
17.
Dapat berkompromi ketika mengalami kesulitan.
18.
Dapat mengonsentrasikan energinya pada tujuan.
19.
Menerima kenyataan bahwa hidup adalah perjuangan yang tak ada habisnya.
20.
Untuk menjadi individu dengan penyesuaian diri yang baik, seorang anak
harus merasa bahagia dan mampu menerima
dirinya. Untuk itu, sejak dini anak perlu diajak bersikap realistis terhadap
diri dan kemampuannya.
ü Fungsi dan
Peranan Emosi Pada Perkembangan Anak Usia Dini
Setelah kita
mengetahui apa dan bagaimana mekanisme terjadinya emosi pada individu,
selanjutnya kita akan membahas tentang tungsi atau peranan emosi pada
perkembangan anak. Fungsi dan peranan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a.
Merupakan bentuk komunikasi sehingga anak dapat menyatakan segala kebutuhan
dan perasaannya pada orang lain. Sebagai contoh, anak yang merasakan sakit atau
marah biasanya mengekspresikan emosinya dengan menangis. Menangis ini merupakan
bentuk komunikasi anak dengan lingkungannya pada saat ia belum mampu
mengutarakan perasaannya dalam bentuk bahasa verbal. Demikian pula halnya
ekspresi tertawa terbahak-bahak ataupun memeluk ibunya dengan erat. Ini
merupakan contoh bentuk komunikasi anak yang bermuatan emosional.
b.
Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak
dengan lingkungan sosialnya, antara lain berikut ini:
1) Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber penilaian
lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian lingkungan sosial ini akan
menjadi dasar individu dalam menilai dirinya sendiri. Penilaian ini akan
menentukan cara lingkungan sosial memperlakukan seorang anak, sekaligus
membentuk konsep diri anak berdasarkan perlakuan tersebut. Sebagai contoh, seorang
anak sering mengekspresikan ketidaknyamanannya dengan menangis, lingkungan
sosialnya akan menilai ia sebagai anak yang "cengeng". Anak akan
diperlakukan sesuai dengan penilaiannya tersebut, misalnya entah sering
mengolok-olok anak, mengucilkannya atau bisa juga menjadi over protective. Penilaian
dan perlakuan terhadap anak yang disebut "cengeng" ini akan
mempengaruhi kepribadian
dan penilaian diri anak.
dan penilaian diri anak.
2) Emosi menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat mempengaruhi interaksi
sosial anak melalui reaksi-reaksi yang
ditampilkan lingkungannya. Melalui reaksi lingkungan sosial, anak
dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat
diterima lingkungannya. Jika anak melempar mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya. Reaksi yang kurang menyenangkan ini, membuat anak memperbaiki ekspresi emosinya agar dapat diterima di lingkungan masyarakatnya. Demikian pula halnya dengan ekspresi emosi yang disukai lingkungannya. Anak yang empati dan suka berbagi mainan dengan temannya, akan disukai oleh lingkungannya. Anak akan tetap mempertahankan perilakunya karena ia menyukai reaksi lingkungan terhadapnya.
ditampilkan lingkungannya. Melalui reaksi lingkungan sosial, anak
dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat
diterima lingkungannya. Jika anak melempar mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya. Reaksi yang kurang menyenangkan ini, membuat anak memperbaiki ekspresi emosinya agar dapat diterima di lingkungan masyarakatnya. Demikian pula halnya dengan ekspresi emosi yang disukai lingkungannya. Anak yang empati dan suka berbagi mainan dengan temannya, akan disukai oleh lingkungannya. Anak akan tetap mempertahankan perilakunya karena ia menyukai reaksi lingkungan terhadapnya.
3) Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan. Tingkah laku emosi
anak yang ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis lingkungan. Artinya,
apabila ada seorang anak yang pemarah dalam suatu kelompok maka dapat
mempengaruhi kondisi psikologis lingkungannya saat itu, misalnya permainan
menjadi tidak menyenangkan, timbul pertengkaran atau malah bubar.
4) Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu
kebiasaan. Artinya, apabila seorang anak yang ramah dan suka menolong merasa
senang dengan perilakunya tersebut dan lingkungan pun menyukainya maka anak
akan melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang hingga akhirnya menjadi
kebiasaan.
5) Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau mengganggu aktivitas
motorik dan mental anak. Seorang anak yang mengalami stress atau ketakutan
menghadapi suatu situasi, dapat menghambat anak tersebut untuk melakukan
aktivitas. Misalnya, seorang anak akan menolak bermain finger painting (melukis
dengan jari tangan) karena takut akan mengotori bajunya dan dimarahi orang
tuanya. Aktivitas finger painting ini sangat baik untuk melatih motorik halus
dan indra perabaannya. Namun, hambatan emosional (takut dimarahi orang tuanya)
anak menjadi kehilangan keberanian untuk mencobanya dan hilanglah kesempatan
pengembangan dirinya.
Ø
Fase-Fase Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini
1. Fase
Pembentukan Dasar Kepercayaan vs Tidak Percaya (0-12-18 Bulan)
Dalam fase ini anak mengalami krisis
pertama dalam kehidupannya.Krisis ini menyangkut krisis kepercayaan terhadap
lingkungan. Perawatan yang diberikan pada bayi merupakan prasyarat untuk
timbulnya percaya dalam diri bayi tewrhadap lingkungannya.
Untuk membangun dasar kepercayaan tersebut maka pemenuhan kebutuhan bayi perlu dilakukan secara teratur. Misalnya : kebutuhab terhadap makanan, kebersihan (mandi, ganti, dan sebagainya. Di samping itu diperlukan juga cara-cara penanganan dalam merawat bayi. Perawatan ini haruslah menimbulkan rasa aman dan rasa terlindungi pada bayi. Hal tersebut merupakan faktor penentu untuk timbulnya rasa percaya dalam diri bayi. Apabila bayi tidak memperoleh perawatan yang demikian maka yang tumbuh dalam diri bayi adalah rasa tidak percaya atau curiga.
Untuk membangun dasar kepercayaan tersebut maka pemenuhan kebutuhan bayi perlu dilakukan secara teratur. Misalnya : kebutuhab terhadap makanan, kebersihan (mandi, ganti, dan sebagainya. Di samping itu diperlukan juga cara-cara penanganan dalam merawat bayi. Perawatan ini haruslah menimbulkan rasa aman dan rasa terlindungi pada bayi. Hal tersebut merupakan faktor penentu untuk timbulnya rasa percaya dalam diri bayi. Apabila bayi tidak memperoleh perawatan yang demikian maka yang tumbuh dalam diri bayi adalah rasa tidak percaya atau curiga.
2. Fase
Autonomi vs Malu dan ragu-ragu (18 bulan -3 tahun)
Bermodalkan rasa percaya dan sejalan
dengan perkembangan baik fisik, kognitif dan bahasa, anak mulai mengeksplorasi
lingkungannya. Ia bergerak kesana-kemari. Pada masa ini anak merasakan
kebebasannya. Seiring dengan hal itu berkembang pula krisis tahap ke dua dalam
diri anak. Rasa malu ini merupakan awal dari kepekaan anak terhadap sesuatu
yang salah dan yang benar. Oleh sebab itu peran orang tua sangat penting dalam
mengarahkan perkembangan psikososial anak berkembang dengan baik.
Kontrol yang terlalu ketat menyebabkan autonomi anak tidak berkembang. Sebaliknya kontrol yang terlalu longgar menyebabkan autonomi anak kurang peka terhadap mana yang salah dan mana yang benar.
Kontrol yang terlalu ketat menyebabkan autonomi anak tidak berkembang. Sebaliknya kontrol yang terlalu longgar menyebabkan autonomi anak kurang peka terhadap mana yang salah dan mana yang benar.
3. Fase
inisiatif vs Merasa Bersalah (3-6 tahun)
Pada tahap ini krisis yang terjadi
dalam diri anak adalah antara inisiatif dan melaksanakan inisiatif tersebut, dan rasa bersalah untuk
melakukan apa yang ingin dilakukan oleh anak. Oleh sebab itu anak perlu belajar
mengendalikan perasaan ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
jalan menanamkan rasa tanggung jawab dalam diri anak. Di samping itu anak masih
perlu merasakan kebebasannya.
Apabila perkembangan rasa besalah
melebihi perkembangan inisiatif anak maka anak akan menjadi anak yang tidak
ragu. mengespresikan keperibadiannya karena takut diangap salah. Anak akan
diliputi rasa bertitik tolak dari pendapat para ahli tersebut di atas maka
dapat diketahui bahwa perkembangan psikososial merupakan suatu bentuk
perkembangan yang bersifat kumulatif. Hal ini berarti bahwa perkembangan
psikososial pada tahap awal akan mempengaruhi perkembangan psikososial pada
tahap selanjutnya. Oleh sebab itu apabila terjadi hambatan dalam perkembangan
dalam perkebangan psikososial pada tahap awal maka keadaan ini akan
mempengaruhi perkembangan psikososial pada tahap selanjutnya.
Perkembangan sosialisasi pada anak ditandai dengan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan, menjalin pertemanan yang melibatkan emosi, pikiran, dan perilakunya. Perkembangan sosialisasi anak adalah proses dimana anak mengembangkan keterampilan interpersonalnya, belajar menjalin persahabatan, meningkatkan pemahamannya tentang orang di luar dirinya, dan juga belajar penalaran moral dan perilaku.
Perkembangan sosial emosional melibatkan pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri dan orang lain. Feeney (et.al) menyatakan bahwa perkembangan sosial emosional mencakup; kompetensi sosial (kemampuan dalam menjalin hubungan dalam kelompok sosial), kemampuan sosial (perilaku yang digunakan dalam situasi sosial), kognisi sosial (pemahaman terhadap pemahaman, tujuan, dan perilaku diri sendiri dan orang lain), perilaku sosial (kesediaan untuk berbagi, membantu, bekerjasama, merasa nyaman dan aman, dan mendukung orang lain), serta penguasaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas (perkembangan dalam menentukan standar baik dan buruk, kemampuan untuk mempertimbangkan kebutuhan dan keselamatan orang lain).
Perkembangan sosialisasi pada anak ditandai dengan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan, menjalin pertemanan yang melibatkan emosi, pikiran, dan perilakunya. Perkembangan sosialisasi anak adalah proses dimana anak mengembangkan keterampilan interpersonalnya, belajar menjalin persahabatan, meningkatkan pemahamannya tentang orang di luar dirinya, dan juga belajar penalaran moral dan perilaku.
Perkembangan sosial emosional melibatkan pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri dan orang lain. Feeney (et.al) menyatakan bahwa perkembangan sosial emosional mencakup; kompetensi sosial (kemampuan dalam menjalin hubungan dalam kelompok sosial), kemampuan sosial (perilaku yang digunakan dalam situasi sosial), kognisi sosial (pemahaman terhadap pemahaman, tujuan, dan perilaku diri sendiri dan orang lain), perilaku sosial (kesediaan untuk berbagi, membantu, bekerjasama, merasa nyaman dan aman, dan mendukung orang lain), serta penguasaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas (perkembangan dalam menentukan standar baik dan buruk, kemampuan untuk mempertimbangkan kebutuhan dan keselamatan orang lain).
Ø SOSIALISASI
Sosialisasi
adalah suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk
menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri. Sosialisasi
merupakan proses dimana anak belajar untuk berperilaku sesuai dengan harapan
budaya dimana anak dibesarkan. Sebagaimana Manning menyatakan
"socialization is the process by which children learn to be have in
acceptable manner, as defined by culture of which the family is apart".
Sementara itu Drever mengemukakan pengertian sosialisasi sebagai suatu proses
dimana individu beradaptasi dengan lingkungan sosial dan menjadi dikenali, dan
bekerjasama dengan anggota kelompok tersebut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak dalam bersosialisasi, yaitu:
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak dalam bersosialisasi, yaitu:
(1) lingkungan keluarga,
(2) lingkungan sekolah,
(3) lingkungan kelompok masyarakat,
(4) faktor dari dalam diri anak.
Proses sosialisasi membutuhkan 3 (tiga) keterampilan khusus, yiatu:
Proses sosialisasi membutuhkan 3 (tiga) keterampilan khusus, yiatu:
(1) proses imitasi,
(2) proses identifikasi, dan
(3) proses internalisasi.
Proses imitasi adalah proses dimana
anak belajar meniru perilaku yang dapat ditterima secara sosial. Anak melhat
secara langsung perilaku orang lain yang dijadikan contoh/model. Proses
identifikasi adalah terjadinya pengaruh sosial pada anak, dimana anak ingin
menjadi seperti orang lain yang dicontoh. Proses internalisasi adalah proses
penanaman serta penyerapan nilai-nilai. Dalam proses ini diperlukan pemahaman
anak untuk membedakan nilai-nilai sosial yang baik dan buruk. Proses sosialisai
juga diawali dengan adanya proses pengamatan terhadap perilaku orang lain.
Dalam kaitannya dengan perkembangan
emosi pada anak usia dini, terdapat 3 (tiga) pola dasar emosi yang timbul pada
anak, yaitu takut, marah, dan cinta (fear, anger, and love). Emosi dapat
berubah bukan hanya disebabkan karena adanya perubahan perasaan, tetapi juga
karena kondisi lingkungan yang dialami anak. Rasa takut dapat timbul karena
adanya kejadian yang mendadak atau tidak terduga, dimana anak perlu
menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Rasa marah biasa muncul pada
anak-anak untuk menarik perhatian orang lain. Rasa senang merupakan bentuk
emosi yang menunjukkan kegembiraan atau keriangan yang dapat disertai dengan
ekspresi tawa, senyum sebagai tanda relaksasi tubuh.
ü
Karakteristik perkembangan emosi pada anak usia dini
- Emosi anak berlangsung singkat
- Emosi anak bersifat intense
- Emosi anak bersifat temporer
- Emosi anak muncul cukup sering
- Respon emosi anak bermacam-macam
- Emosi anak dapat dideteksi dengan melihat gejala
perilakunya
- Kekuatan emosi anak dapat berubah
- Ekspresi emosi anak dapat berubah
Menurut Piaget, anak berada pada tahap perkembangan
kognitif pra-operasional (2-7 tahun) ditendai dengan egosentrisme yang kuat,
gagasan imajinatif, bertindak berdasarkan pemikiran intuitif atau tidak
berdasarkan pemikiran yang rasional. Menurut Kroh, bahwa emosi anak usia 4-5
tahun berada pada masa kegoncangan atau biasa disebut sebagai trotz period.
Pada masa ini muncul gejala kenakalan yang umum terjadi pada anak, seperti
menentang pada orang tua, menggunakan kata-kata kasar, dengan sengaja melanggar
hal yang dilarang dan sebagainya.
ü
Karakteristik perkembangan emosi anak usia 5-6 tahun
- Memiliki keinginan untuk menyenangkan hati teman
- Sudah lebih mampu mengikuti aturan
- Sudah lebih mandiri di satu sisi, namun juga
menunjukkan ketergantungan di sisi lain
- Sudah lebih mampu membaca situasi
- Mulai mampu menahan tangis dan kekecewaan
- Mulai sabar menunggu giliran
- Menunjukkan kasih sayang terhadap saudara maupun
teman
- Menaruh minat pada kegiatan orang dewasa
ü
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi
anak
- Kematangan
- Belajar: pembiasaan dan contoh
- Inteligensi
- Jenis kelamin
- Status ekonomi
- Kondisi fisik
- Posisi anak dalam keluarga
Ø Peran Penting Pendidikan Anak Dalam Mengembangkan
Kemampuan Sosial dan Emosi Pada Anak sbb:
A.
Memberikan berbagai stimulasi pada anak
Pendidik perlu memberikan stimulasi
edukatif pada anak agar kemampuan sosial emosi anak berkembang sesuai tahapan
usianya. Kegiatan belajar melalui permainan dapat dioptimalkan dengan cara
menstimulasi anak misalnya; mengajak anak terlibat dalam permainan kelompok
kecil, melatih anak bermain bergiliran, mengajak anak menceritakan
pengalamannya di depan kelas, melatih kesadaran anak untuk berbagi dalam
kegiatan kemanusiaan jika terjadi bencana, dan sebagainya.
B.
Menciptakan lingkungan yang kondusif
Pendidik perlu mengelola kelas yang
memungkinkan anak mengembangkan kemampuan sosial emosinya terutama kesadaran
anak untuk bertanggungjawab terhadap benda dan tidakan yang dilakukannya.
Lingkungan ini berupa fisik dan psikis. Lingkungan fisik menekankan pada ruang
kelas sebagai tempat anak berlatih kecakapan sosial emosinya. Sedangkan
lingkungan psikis lebih ditekankan pada suasana lingkungan penuh cinta kasih
sehingga merasa nyaman dan aman di kelas.
C.
Memberikan contoh
Pendidik adalah contoh konkrit bagi
anak. Segala tindakan dan tutur kata pendidik anak diikuti oleh anak. Oleh
karena itu pendidik seharusnya dapat menjaga perilaku sesuai dengan norma
sosial dan nilai agama, seperti menghargai pendapat anak, bersedia menyimak
keluh kesah anak, membangun sikap positif anak, berempati terhadap masalah yang
dihadapi anak, dan sebagainya.
D.
Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak
Pendidik sebaiknya tidak sungkan
memberikan pujian terhadap kecakapan sosial yang sudah dilakukan oleh anak
secara proporsional. Pujian dapat diberikan secara lisan maupun non lisan.
Misalnya dengan kata-kata yang menyenangkan, atau dengan senyuman, pelukan, dan
pemberian tanda-tanda terentu yang bermakna untuk anak.
Dalam proses pembelajaran, berbagai program dapat dikembangkan oleh pendidik agar dapat meningkatkan sosialisasi dan emosi anak. Di antara program yang dapat dikembangkan adalah:
Dalam proses pembelajaran, berbagai program dapat dikembangkan oleh pendidik agar dapat meningkatkan sosialisasi dan emosi anak. Di antara program yang dapat dikembangkan adalah:
- Memberikan pilihan pada anak
- Memberikan kesempatan pada anak untuk
mengekspresikan kreativitasnya
- Memberikan kesempatan pada anak untuk
mengeksplorasi lingkungan
- Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri
- Menghargai ide/gagasan anak
- Membimbing anak untuk melakukan pemecahan
masalah.
ü Perkembangan
Emosi
· Pengertian
Emosi
Emosi adalah Suatu keadaan yang
kompleksi dapat berupa perasaan / pikiranyang di tandai oleh perubahan
biologis yang muncul dari perilaku seseorang.
· mekanisme
emosi
Proses terjadinya emosi dalam diri
seseorang menurut Lewis and Rose Blumada ada 5 tahapan yaitu :
1.
Elicitors :
adanya dorongan peristiwa yang terjadi.
contoh : Peristiwa banjir, gempa bumi maka timbullah perasaan emosiseseorang.
2.
Receptors:
kegiatan yang berpusat pada sistem syaraf.
contoh : akibat peristiwa banjir tsb maka berfungsi sebagai inderapeneri.
3.
State
: perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologi. contoh : gerakan
reflex atau terkejut pada sesuatu yang terjadi.
4.
Experission : terjadinya
perubahan pada rasiologis. contoh : tubuh tegang pada saat tatap muka.
5.
Experience : persepsi
dan inter individu pada kondisi emosionalnya.
Menurut Syamsuddin kelima komponen tadi digambarkan
dalam 3 variabel yaitu :
1.
variabel
stimulus à rangsangan
yang menimbulkan emosi
2.
variabel
organismik à perubahan
fisiologis yang terjadi saat mengalamiemosi
3.
variabel
respon à pada
sambutan ekspresik atas terjadinya pengalamanemosic.
fungsi dan peranan pada perkembangan anak yang
dimaksud adalah:
1.
merupakan bentuk komunikasi.
emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan
penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya.
2.
emosi dapat
mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
3.
tingkah
laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadisatu
kebiasaan.
4.
ketegangan emosi yang
di milik anak dapat menghambat aktivitas motorikdan mental anak.
jenis emosi menurut stewart at all mengutarakan
perasaan senang, marah, takut dansedih sebagai basic emotions.
1.
senang
(gembira)
Pada umumnya perasaan gembira dan senang di
ekspresikan dengan tersenyum (tertawa) . pada perasaan gembira ini juga ada
dalam aktivitaspada saat menemukan sesuatu, mencapai kemenangan.
2.
Marah
emosi marah dapat terjadi pada saat
individu merasa terhambat, frustasikarena apa yang hendak di capai itu
tidak dapat tercapai.
3.
takut
perasaan takut merupakan bentuk emosi yang menunjukn adanyabahaya.
4.
Sedih
dalam kehidupan sehari – hari nak
akan merasa sedih pada saat ia berpisahdari yang lainnya.
Dari ke empat emosi dasar tadinya dapat berkembang
menjadi berbagai macam emosi yang di klafikasikan kedalam kelompok emosi
positif dan emosi negative.
contoh dari emosi positif dan negatif yang dikemukan oleh reynold tersebutadalah
:emosi positif : humor (lucu) , joy, kesenangan, rasa ingin
tahu, kesukaan. emosi negatif : tidak sabaran, rasa marah, rasa
cemburu, rasa benci, rasa cemas,rasa takut.
ü Perkembangan
Sosial
Menurut Hurlock Bahwa perkembangan
sosial merupakan perolehan kemampuan berperilakuyang sesuai dengan tuntutan
social. “Sosialisasi “ adalah Kemampuan bertingkah laku
sesuai dengan norma nilaiatau harapan social.
Proses sosialisasi ini terpisah, tetapi saling berhubungan
antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut Hurlock antara lain :
1. Belajar
untuk bertingkah laku dengan cara yang tepat diterima dimasyarakat.
2. Belajar memainkan peran sosial yang ada dimasyarakat.
3. Mengembangkan
sikap / tingkah laku social terhadap individu lain dan aktivitassosial
yang ada di masyarakat.
Berdasarkan ke-3 tahap proses sosial ini individu
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :
1. Individu
social.
2. Individu non sosial.
Menurut teori perkembangan psikososial Erikson ada
empat tingkat perkembangan anak yaitu :
1.
Usia anak 0 - 1 tahun yaitu trust versus mistrust.
Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi
menimbulkan "trust" pada bayi terhadap lingkungannya. Apabila
sebaliknya akan menimbulkan "mistrust" yaitu kecemasan dan kecurigaan
terhadap lingkungan.
2.
Usia 2 - 3 tahun, yaitu autonomy versus shame and
doubt. Pengasuhan melalui dorongan
untuk melakukan apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya
sendiri dengan bimbingan orang tua atau pendidik yang bijaksana, maka anak akan
mengembangkan kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila pendidik tidak sabar,
banyak melarang anak, akan menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak. Hal ini dapat
membuat anak merasa malu.
3.
Usia 4 - 5 tahun, yaitu inisiative versus guilt, yaitu
pengasuhan dengan memberi dorongan untuk bereksperimen dengan
bebas dalam lingkungannya. Pendidik dan orang tua tidak menjawab langsung
pertanyaan anak, maka mendorong anak untuk berinisiatif sebaliknya, bila anak
selalu dihalangi, pertanyaan anak disepelekan, maka anak akan selalu merasa
bersalah.
4.
Usia 6 - 11 tahun, yaitu industry versus inferiority,
bila anak dianggap sebagai "anak kecil" baik oleh orang tua, pendidik
maupun lingkungannya, maka akan berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak
kurang suka melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual dan kurang percaya
diri.
ü Langkah Pelatihan Emosional Anak:
1. Menyadari
emosi anaknya
2. Mengakui
emosi itu sebagai peluang untuk kedekatan dan mengajar
3. Mendengarkan
dengan penuh empati dan meneguhkan perasaan anak tersebut
4. Menolong
anaknya menemukan kata-kata untuk memberi nama emosi yang sedang dialaminya.
5. Menentukan
batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah yang dihadapi.
Pengaruh
dari pola orang tua dalam mengembangkan sosial emosional anak, dalam
perkembangan sosio-emosional anak, tentu ada beberapa faktor yang ikut
mempengaruhinya. Ada 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan sosio-emosional
anak yaitu:
1.
Perlakuan
dan Cara Pengasuhan Orang Tua
Secara garis besar ada tiga tipe
gaya pengasuhan orang tua yakni otoriter, permisif, dan otoritatif.
Tipe
|
Perilaku
Orang Tua
|
Karakteristik
Anak
|
Otoriter
|
Kontrol
yang ketat dan penilaian yang kritis terhadap perilaku anak, sedikit dialog
(memberi dan menerima) secara verbal, serta kurang hangat dan kurang terjalin
secara emosional
|
Menarik
diri dari pergaulan serta tidak puas dan tidak percaya terhadap orang lain.
|
Permisif
|
Tidak
mengontro, tidak menuntut, sedikit menerapkan hukuman dan kekuasaan,
penggunaan nalar, hangat dan menerima
|
Kurang
dalam harga diri, kendali diri, dan kecenderungan untuk bereksplorasi
|
Otoritatif
|
Mengontrol,
menuntut, hangat, reseptif, rasional, berdialog (memberi dan menerima) secara
verbal, serta menghargai disiplin, kepercayaan diri, dan keunikan
|
Mandiri,
bertanggung jawab secara sosial, memiliki kendali diri, bersifat
eksplloratif, dan percaya diri
|
2.
Interaksi
anak dan keluarga
Dalam proses interaksi terhadap
anak, perilaku mereka bisa saling mempengaruhi dan menyesuaikan diri satu sama
lain sehingga ada penyesuain diri antar masing-masing. Jika terjadi
ketidakcocokan antara pengasuh dan anak maka akan berdampak anak mengalami
stres, murung, frustasi, dan bahkan menimbulkan rasa kebencian. Jadi pengasuh
harus benar-benar bisa menangkap respon apa yang sang anak inginkan, agar
terjadi jalinan kasih sayang antara mereka, dan tidak menimbulkan rasa benci.
3.
Temperamen
anak
Temperamen bayi merupakan salah satu
hal yang harus dipahami oleh sang pengasuh agar bisa terjalin hubungan yang
akrab antara pengasuh dan anak. Ada tiga gaya perilaku bayi yakni bayi yang
mudah, bayi yang sulit dan bayi yang lamban. Ciri bayi yang mudah adalah
memiliki keteraturan, adaptif, bahagia dan mau mendekati objek atau orang baru.
Bayi yang sulit cenderung tidak teratur, tidak senang terhadap perubahan
situasi, sering menangis, menempakkan perasaan negative. Sedangkan bayi yang
lamban adalah bayi yang cenderung kurang adaptif, menarik diri, kurang aktif
dan intensitas respon kurang.
4.
Perlakuan
guru di sekolah
Apa yang guru perbuat di sekolah
akan berpengaruh terhadap anak didiknya. Perlakuan guru terhadap anak memiliki
pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan sosioemosional anak.
Pengaruh guru tidak hanya pada aspek kognitif anak, tetapi juga segenap
perilaku dan pribadi yang ditampilkan guru di depan anak didiknya, karena
secara langsung hal tersebut bisa menjadi pengalaman-pengalaman anak.
Contoh
penerapan teknis pengasuhan sosial emosional dapat dilakukan dengan beberapa
pola, yaitu:
1.
Bermain
pada anak.
Bermain
merupakan salah satu cara yang tepat untuk melepaskan atau menumpahkan seluruh
energi dan perasaan yang dimiliki anak termasuk didalamnya emosi anak. Selain
itu biasanya dengan bermain anak juga dapat mengembangkan hubungan sosial
mereka.
Permainan
yang dapat melatih kecerdasan sosial emosional antara lain:
· Bermain
peran dengan boneka tangan maupun wayang
· Film
pembelajaran bermuatan nilai sosial emosional.
· Ajak anak
keluar rumah untuk berinteraksi dengan orang lain
· Ajak anak
bermain kelompok (cooperatif play), seperti: sepak bola.
2.
Sentuhan,
belaian dan pelukan kepada anak.
Interaksi
antara orang tua dengan anak sangat berpengaruh terhadap kecerdasan sosial
emosional anak. Sentuhan, belaian dan pelukan yang diberikan kepada anak
merupakan beberapa cara yang tepat untuk membangun hubungan baik atau kelekatan
anara orang tua dengan anak
3.
Pemberian
kata positif dan empati orang tua terhadap anak.
Kata positif
yang diberikan kepada anak membuat anak termotifasi untuk melakukan dan
mengulangi perilaku yang positif dan membuat anak percaya diri. Sedangkan
empati dari orang tua membuat anak merasa orang tua berada dipihaknya, terutama
saat anak memiliki masalah, empati dari orang tua sangatlah penting agar anak
dapat lebih tenang dan merasa orang tua merasakan apa yang anak rasakan.
BAB III
KESIMPULAN
Untuk meningkatkan kecerdasan
emosional pada anak maka perlu adanya peningkatan sosial emosional yang dapat
merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak. Kecerdasan emosional yang
dikembangkan dan diintegrasikan diantaranya; empati, mengendalikan amarah,
kemandirian, disukai, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, sikap hormat, kemampuan
beradaptasi, kemampuan memecahkan masalah, kcakapan sosial, integritas,
konsisten, komitmen jujur, berfikir terbuka, kreatif, adil, bijaksana,
kemampuan mendengarkan, kemampuan berkomuniksi, motivasi, kemampuan
bekerjasama, keinginan untuk berkontribusi dll.
DAFTAR PUSTAKA
Bloom.
(1974). Hakikat Pembelajaran
Goleman, D.
(1995). Emotional Intellegence.
Jakarta : Gramedia.
Hurlock,
E.B. (1978). Chiled Development.
6th Ed. Tokyo : Mc. Graw Hill. Inc., International Studend Ed.
Muhibin, S.
(1999). Psikologi Belajar. Ciputat : Logos.
Syamsuddin,
A. (1990). Psikologi Pendidikan
(Edisi Revisi). Bandung : Remaja Rosyada Karya.