Mencermati
perkembangan seni tari kita saat ini, semakin lama terasa semakin kering dan
mengalami proses ‘pendangkalan’ makna atau nilai. Banyak pendapat yang
mengatakan bahwa indikasi positif yang mempengaruhi hal ini, adalah mulai
hilangnya batas-batas budaya yang ditandai atau sering disebut dengan
globalisasi. Dalam posisi seperti ini kadang kita berada pada ambang yang
membingungkan. Ingin meninggalkan budaya yang telah diwariskan oleh nenek
moyang untuk mencari identitas budaya baru yang belum jelas akarnya, dan
hasilnya justru kita kehilangan identitas budaya sendiri. Tidak sedikit contoh
yang dapat kita saksikan dalam pertunjukan anak-anak generasi penerus kita.
Mereka senantiasa memiliki kecenderungan mengadopsi begitu saja kesenian yang
tumbuh dan berkembang dari luar lingkungannya, dengan tanpa memberikan sentuhan
kreatif baik nilai maupun wujudnya; pada akhirnya seni tari tidak memiliki
bobot serta identas yang jelas. Bila seni tari sudah mengalami pertumbuhan
semacam ini kemudian pertanyaannya dapatkah seni tari kita memberikan
kontribusi terdahap pertumbuhan kebudayaan atau bahkan peradaban manusia
Menangkap fenomena
tersebut, seharusnya Lembaga yang berwenang terhadap penyelenggaraan pendidikan
tidak boleh menganggap remeh dan bahkan acuh-tak-acuh. Bila ini dibiarkan
berkembang terus, maka tak khayal bila pada satu saat nanti generasi penerus
kita akan tergilas dengan era yang bernama globalisasi dan mereka akan
kehilangan identitas. Untuk itu diperlukan upaya pembinaan kesenian sejak dini
melalui jalur Lembaga Pendidikan atau yang disebut dengan Sekolah. Selain untuk
menangkal pengaruh globalisasi, pembinaan seni tari di sekolah tentunya sangat
relevan dengan konsep pendidikan yang sekarang dikembangkan yakni pendidikan
karakter. Seni tari dan karakter adalah dua hal yang sangat berhubungan bagai
dua mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian pembinaan seni tari
di sekolah sesungguhnya memiliki fungsi yang sangat strategis dalam upaya
pengembangan karakter siswa yang berperan sebagai penerus bangsa.
Bila pembinaan seni
tari dianggap penting, maka diperlukan satu konsep yang matang dalam
pelaksanaannya. Banyak lembaga apakah pemerintah, swasta, masyarakat yang
mencoba menyelenggarakan pembinaan terhadap kesenian dan hasilnya -dianggap
gagal tidak-, namun belum dapat dirasa perolehan yang diharapkan. Demikian pula
pembinaan seni tari di sekolah, banyak sekolah telah mencoba menyelenggarakan
pembinaan seni tari terhadap siswanya, namun hasilnya masih dirasa belum
maksimal. Bila banyak siswa sekolah yang berprestasi sebetulnya hal
tersebut bukan merupakan hasil dari pembinaan yang dilakukan oleh
sekolah, namun merupakan hasil pembinaan sanggar-sanggar yang diikuti oleh
siswa tersebut. Dalam tulisan ini tidak menyajikan konsep ideal untuk pembinaan
seni tari di sekolah, namun lebih memberikan umpan untuk dapat didiskusikan
lebih jauh pemasalah yang telah digambarkan di atas.
Bila kita hendak
menyelenggarakan kegiatan pembinaan seni tari di sekolah, maka ada beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian:
1. Jenis
Pembinaan
Pada dasarnya kegiatan yang terkait
dengan lembaga pendidikan atau yang disebut dengan sekolah biasanya ada dua
jenis kegiatan pokok yakni: 1) kegiatan yang terkait langsung dengan kurikulum,
dan 2) kegiatan di luar kurikulum atau yang sering disebut dengan
ekstrakurikuler. Untuk menyelenggarakan pembinaan seni tari di sekolah
sebaiknya disesuaikan dengan karakter tersebut, karena setiap jenis kegiatan
memiliki spesifikasi arah dan sasaran yang berbeda.
a. Intrakurikler
Jenis pembinaan ini adalah jenis
pembinaan yang masih lekat terkait dengan pembelajaran dalam kurikulum sekolah.
Sifatnya lebih pada pendalaman atau pengkayaan materi yang disampaikan di
kelas, misalnya mengajak siswa untuk menyaksikan pertunjukan dengan tujuan
memberi materi apresiasi anak terhadap pertunjukan yang dimaksud, kemudian
terlibat langsung pada proses kreatif di sebuah sanggar seni tari, berdiskusi
tentang sebuah karya seni tari, dan lain sebagainya. Kegiatan ini dapat diikuti
oleh semua siswa tanpa terkecuali, dan pada intinya arah kegiatan ini
ditekankan untuk pengembangan ranah kognisi dan afeksi anak.
b.
Ekstrakurikuler
Jenis pembinaan ini adalah jenis
pembinaan yang bertujuan untuk mengembangan talenta para siswa di sekolah.
Pembinaan jenis ini lebih mengutamakan materi yang tidak atau belum terjangkau
dalam kurikulum sekolah. Oleh karenanya kegiatan pembinaan, lebih menekankan
pada pengkayaan materi seni tari, ketrampilan teknik, penguasaan ekspresi atau
mengungkap, serta kesadaran estetik. Siswa lebih dipersiapkan secara optimal
sebagai pelaku seni tari yang kreatif dan berprestasi. Dalam pembinaan jenis
ini, tidak harus semua siswa dipaksakan mengikutinya. Pada intinya arah
kegiatan ini lebih ditekankan untuk pengembangan ranah psikomotor dan afeksi.
2.
Berbagai Kebutuhan Dalam Pembinaan Seni Tari di Sekolah
Agar pembinaan seni tari di sekolah
lebih tepat sasaran dan tepat guna, maka sebaiknya dirancang dengan
memperhatikan berbagai kebutuhan yang diperlukan dalam pembinanan:
a.
Menyediakan infrastruktur terkait dengan karakter pembinaan
Idealnya pembinaan seni tari disekolah
diawali dengan menyediakan berbagai kebutuhan yang terkait dengan pelaksanaan
kegiatan, misalnya menyediakan infrastruktur seperti gedung atau ruang
berlatih, berapresiasi, atau berekprsi, berbagai media yang digunakan dalam
kegiatan, serta peralatan elektronik lainya. Hal ini sangat tergantung dari
asing-masing karakter lingkungannya.
b.
Memilih materi yang tepat
Memilih materi serta instruktur yang
tepat akan mempermudah proses komunikasi serta capaian yang tepat dalam
sasaran. Materi yang kurang tepat akan menyebabkan pengaruh terhadap psikologi
dan kesulitan menangkap persoalan. Demikian pula bila instruktur kurang paham
terhadap dunia anak akan menyebabkan kurang lancarnya proses komunikasi dalam
pembinaan.
Membedakan materi antara jenis
pembinaan di bidang intrakurikuler dan ekstrakurikuler penting dilakukan agar
arah capaian pembinaan dapat diketahui dan dievaluasi
c.
Memilih metode pembinaan
Metode pembinaan sebaiknya juga
didesain sedemikian rupa agar proses penyampaian materi dapat berjalan secara
efektif, efisien sesuai dengan perkembangan psikologi anak.
d.
Membuat sistem kelas berdasar tingkat kualitas
Sebaiknya pembinaan seni di sekolah
dibuat dalam kelas atau kelompok belajar berdasar tingkat kualitas yang setara.
Hal ini supaya pertumbuhan atau perkembanganan peserta dalam pembinaan dapat
berkembang bersama-sama tanpa ada yang tertinggal.
e.
Memilih materi disesuaikan dengan karakter siswa
Pemilihan materi sebaiknya disesuaikan
dengan perkembagan psikologi anak dalam bentuk yang menyenangkan.
f.
Medesain kegiatan dalam pembinaan seni atas dasar kaidah-kaidah manajemen yang
baik, misalnya dimulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, kontrol, dan
sebagainya
3. Pola
Pembinaan Seni di Sekolah
Tampaknya hal ini
agak berlebihan bila dalam pembinaan seni di sekolah harus dibangun dalam atau
melalui bentuk visi dan misi. Namun apapun alasannya konsep pembinaan seni di
sekolah juga harus bermuatan paling tidak tujuan yang ingin digapai.
Masing-masing lingkungan akan menentukan tujuan yang relatif tidak dapat
disamakan dengan lingkungan lainnya. Hal ini sangat bergantung pada tingkat
problematiknya sendiri-sendiri, dan hal ini juga akan melahirkan bentuk
pembinaannya sendiri-sendiri.
Setelah menentukan
tujuan, maka perlu kita tentukan konsep untuk mencapai tujuan yang hendak
diraih. Konsep tentang pola pelaksanaan terpadu untuk membangun keberhasilan
pembinaan sangat diperlukan keberadaanya, misal: pola pembinaan yang strategis,
Sinergis, terarah, terkendali, dan terukur. Bila pola terpadu semacam ini
diakukan secara seirus tampaknya akan semakin memberikan peluang terhadap
keberhasilan pembinaan seni di sekolah. Pola strategis akan memberikan dampak
terhadap kesadaran tepat sasaran dan tetap guna sehingga efektivitas dan
efisiensi akan tercipta.
Pola sinergis adalah
pola yang melibatkan semua komponen terkait dalam pembinaan seni disekolah,
sehingga dapat meberikan kekuatan atas kelemahan-kelemahan yang terjadi. Pola
yang terarah, berarti seluruh kegiatan dilakukan dengan konsep yang jelas
berkait dengan arah tujuan yang hendak dicapai. Pola terkendali, adalah pola
yang terkait dengan pengendalian terhadap kelemahan atau hal-hal yang jauh dari
harapan pembinaan; sedangkan pola terukur, adalah pola penentuan kegiatan yang
dapat diukur melalui capaian-capaian dari sebuah program.
Tidak semua sekolah
di sekitar kita sudah memiliki atau bahkan menjalankan konsep pembinaan seni
tari yang ideal untuk para siswanya. Hal ini sangat bergantung pada pemahaman
pengambil kebijakan (Kepala Sekolah, Guru, atau pemuka masyarakat dan
lingkungan) terhadap kemanfaatan seni tari bagi siswanya. Akibat sistem
pendidikan yang memberlakukan Ujian Nasional sebagai standar kelulusan, maka
hampir seluruh sekolah mengkonsentrasikan kegiatannya hanya untuk memenuhi
target kelulusan siswanya. Sebab bila ada sekolah yang siswanya banyak tidak
lulus dalam ujian tersebut, maka kondite pengelola atau bahkan lembaganya
beresiko mendapat cemo’ohan dari berbagai pihak termasuk masyarakat sendiri.
Hal inilah yang kemudian tidak sedikit sekolah-sekolah melakukan atau bahkan
menghalalkan perilaku curang untuk menyikapi persoalan tersebut, dan parahnya
seni tari pun dianggap sebagai hal yang tidak punya peran penting dalam upaya
membangun kecerdasan anak didiknya.
Bila kita cermati,
maka sesungguhnya pendidikan seni tari sangatlah dibutuhkan dalam upaya
membentuk perilaku atau karakter siswa yang lebih cerdas dan beradab.
Kecerdasan spiritual misalnya, dapat dilakukan melalui kajian-kajian makna
serta filosofis dari sebuah produk seni tari; kecerdasan intelektual bisa kita
bangun melalui kajian-kajian kesejarahan, pengetahuan, komposisi, dalam sebuah
karya seni tari; kecerdasan emosional dapat diberikan pada siswa melalui proses
kreatif, apresiasi, kerja produksi, dan sebagainya; adapun kecerdasan
kinestetik tentunya dapat dilihat ketika siswa melakukan aktivitas berkesenian.
Selain dapat
digunakan untuk meningkatkan berbagai kecerdasan tersebut, pembinaan seni tari
di sekolah dapat memberikan andil kepada pembentukan karakter, pelestarian
serta pengembangan budaya, menciptakan ruang berekspresi yang pada akhirnya
akan memeperkokoh tumbuhkembangnya kualitas kebudayaan kita.