Pada dasarnya setiap manusia mempunyai kemampuan dalam
melakukan berbagai aktivitas keterampilan gerak sesuai dengan perkembangannya.
Untuk itu sebelum membahas tentang permainan untuk anak, kita akan bahas
terlebih dahulu bagaimana keterampilan gerak yang nantinya akan sangat membantu
dalam melakukan berbagai aktivitas dalam permainan. Berbicara permainan,
apalagi permainan yang melibatkan aktivitas fisik, tidak bisa dipisahkan dengan
keterampilan gerak yang dimiliki oleh anak dalam melakukan aktivitasnya.
Keterampilan gerak bisa diartikan sebagai kemampuan untuk
melaksanakan tugas-tugas gerak tertentu dengan baik. Semakin baik penguasaan
gerak keterampilan, maka pelaksanaannya akan semakin efisien. Efisiensi
pelaksanaan bisa dicapai apabila secara mekanis gerakan dilakukan dengan benar.
Perkembangan keterampilan gerak bagi anak-anak Sekolah
Dasar (SD), diartikan sebagai perkembangan dan penghalusan aneka keterampilan gerak
dasar, dan keterampilan gerak yang bekaitan dengan olahraga. Keterampilan gerak
ini dikembangkan dan diperhalus hingga taraf tertentu yang memungkinkan anak
mampu untuk melaksanakannya dengan tenaga yang hemat dan sesuai dengan keadaan
lingkungan.
Keterampilan gerak ini dapat dibagi menjadi beberapa
katagori. Sebuah katagori gerak adalah sebuah kerangka penggolongan,
berdasarkan pada unsur-unsur yang sama. Berdasarkan pada katagori geraknya,
maka keterampilan gerak dapat dapat digolongkan pada tiga macam gerak, yaitu:
lokomotor, manipulative, dan stabilitas (non lokomotor):
1. Gerak Lokomotor
Gerak lokomotor adalah setiap gerak yang dilakukan, dalam
keadaan tubuh dipindahkan posisinya kea rah mendatar (horisontal) atau kea rah
gerak vertical, dari satu titik ke titik lainnya dalam sebuah ruang.
Yang termasuk ke dalam gerak lokomotor ini adalah lari,
melompat dan mendarat, melompat dengan tumpuan satu kaki (hopping),
melompat-lompat dengan tumpuan dua kaki (skipping), atau melompat setinggi
mungkin atau sejauh mungkin.
2. Gerak Manipulatif
Gerak manipulatif yang melibatkan otot-otot besar adalah
aktivitas jasmani yang melibatkan upaya pengerahan daya yang diarahkan pada
sustu objek, dan upaya menerima daya dari suatu objek. Melempar misalnya,
merupakan contoh dari upaya pengerahan daya yang diarahkan pada sustu objek,
sementara menangkap merupakan contoh dari upaya menerima daya dari suatu objek.
3. Gerak Stabilitas (non lokomotor)
Gerak itu dikatakan stabil, karena badan seseorang
menetap pada suatu posisi, namun ia begerak pada sumbu hosisontal atau
vertikal. Keseimbangan dinamis juga tergolong jenis keterampilan gerak dasar
ini. Dalam keadaan demikian, seseorang berupaya untuk mempertahankan
kesetimbangannya agar titik berat badannya tetap jatuh pada bidang tumpu. Contoh seorang anak yang melakukan gerakan handstand, dapat di masukkan ke dalam katagori gerak non-lokomotor
atau gerak stabil. Hal ini karena tujuan utamanya adalah untuk tetap menjaga
keseimbangan selama tugas itu dilakukan.
Gerakan aksial, seperti menjangkau, menggeliat, memutar,
membungkuk, dan mengulur adalah kemampuan yang memerlukan stabilitas posisi
tubuh. Demikian pula gerakan mengangkat badan, mendorong, dan menarik.
Dalam prosesnya penguasaan keterampilan gerak tidak, berlangsung sekaligus, namun membutuhkan waktu dan
tahapan-tahapan tertentu. Salah satu contohnya ada yang tahap yang disebut masa
kritis untuk mempelajari gerak pada masa kanak-kanak, maksudnya adalah ada
suatu masa yang sangat penting, dan pada masa itu pembinaan gerak harus
dilakukan. Sebab, jika tidak maka keterampilan gerak seseorang akan terhambat
dan kurang berkembang. Frustasi akibat kegagalan melakukan suatu tugas gerak
akan terjadi, dan keadaan demikian dapat berlanjut hingga seseorang mencapai
dewasa.
Pembinaan keterampilan gerak dasar sangat penting di
Sekolah Dasar. Pada masa ini yang ditekankan adalah pengembangan dan pengayaan
keterampilan geraknya. Semakin banyak perbendaharaan geraknya, semakin terampil
ia melaksanakan keterampilan lainnya. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar untuk menguasai suatu
keterampilan antara lain: Pertama, kebiasaan buruk yang terus berlanjut yang
berasal dari proses belajar yang kurang baik. Kedua, rasa malu untuk
menampilkan kemampuan. Banyak orang merasa malu karena tidak bisa, dan kemudian
ia akan semakin tidak dapat menguasai keterampilan tertentu. Ketiga, rasa takut
yang menjadi penghambat besar dalam melakukan keterampilan gerak.
Persoalan penting lainnya adalah pentahapan keterampilan
gerak dasar. Pentahapan keterampilan gerak dasar itu berlangsung dalam sebuah
kesinambungan. Berikut adalah beberapa tahapan perkembangan keterampilan gerak
pada anak, yaitu:
1. Tahap Awal
Tahap awal ini berlangsung sekitar usia 2 hingga 3 tahun.
Pada tahap ini anak telah mencoba untuk melempar, menendang, menangkap,
melompat. Namun, komponen utama dan pelaksanaan gerak yang lebih terarah dan
terkoordinasi, masih belum mampu mererka lakukan. Demikian pula halnya dengan
penguasaan irama. Koordinasinya juga masih kaku, dan bahkan belum tampak.
2. Tahap Elementer
Tahap ini berlangsung pada usia 3 hingga 4 tahun. Tahap
ini disebut juga tahap dasar dalam pengembangan gerak, dan merupakan fase
mempelajari gerak yang berkaitan dengan fase kematangan.
Tahap elementer ini merupakan tahap peralihan antara
tahap awal dan tahap matang. Pada tahap ini anak sudah memperlihatkan
koordinasi dan irama gerak yang semakin meningkat. Namun demikian, gerakannya
masih kaku dan kurang mulus.
3. Tahap Matang
Keterampilan gerak dasar yang matang ditandai dengan
perpaduan antara semua unsur dari sebuah pola dasar gerak sehingga menjadi
semakin terkoordinasi, tepat dan efisien.
Tahap matang ini berlangsung pada usia 6 atau 7 tahun,
sekitar usia pada kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar.
4. Tahap Transisi
Tahap transisi adalah tahap peralihan dari mampu
menguasai keterampilan gerak dasar yang sudah matang, ke tahap penguasaan
keterampilan gerak dasar dalam olahraga. Dikatakan gerak dasar olahraga, sebab
keterampilannya belum begitu kompleks.
Tahap ini terjadi pada usia sekitar 7 sampai 9 tahun.
Pada tahap ini beberapa cabang olahraga sudah mulai diperkenalkan kepada
anak-anak, walaupun mungkin dalam bentuk modifikasi permainan, baik alat,
sarana, atau bahkan peraturan permainannnya.
5. Tahap Penerapan
Pada tahap ini, anak-anak sudah mulai memilih cabang
olahraga secara khusus, sesuai dengan kesenangannya.
Pemilihan kekhususan itu, tentu saja dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti kondisi geografis, perkembangan sosial dan emosional
anak, bentuk tubuh, maupun pengalaman
sebelumnya.
6. Tahap Pemanfaatan Keterampilan di Sepanjang Hayat
Pada tahap ini diharapkan seseorang dapat secara teratur
untuk melakukan aktivitas jasmani, sesuai dengan pilhan dan kegemarannya.
Semua keterampilan harus dipelajari dengan benar agar
perkembangan gerak peserta didik bisa dilakukan sesuai dengan tahap-tahap
perkembangan keterampilan geraknya. Mengenai belajar gerak sendiri Fits dan
Posner mengemukakan bahwa proses belajar gerak keterampilan terjadi dalam 3
fase belajar, yaitu:
1. Fase Kognitif
Fase kognitif merupakan fase awal dalam belajar geak
keterampilan. Fase awal ini disebut fase kognitif karena perkembangan yang
menonjol terjadi pada diri peserta didik. Peserta didik menjadi tahu tentang
gerakan yang dipelajari, sementara penguasaan geraknya sendiri masih belum baik
karena masih dalam tahap mencoba-coba gerakan.
Informasi yang ditangkap oleh indera kemudian diproses
dalam mekanisme perseptual. Mekanisme perceptual berfungsi untuk menangkap
makna informasi. Dari fungsi ini peserta didik memperoleh gambaran tentang
gerakan yang dipelajari.
Setelah memperoleh gambaran tentang gerakan, maka
gambaran tersebut diproses lagi ke dalam mekanisme pengambilan keputusan. Dalam
mekanisme ini peserta didik mengambil keputusan apa yang akan diperbuatnya.
2. Fase Asosiatif
Fase asosiatif disebut juga fase menengah. Fase ini
ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan dimana peserta didik sudah melakukan
geerakan-gerakan dalam bentuk rangkaian yang tidak tersendat-sendat
pelaksanaannya. Pada fase ini geakan gerakan harus dipraktekkan berulang-ulang
agar pelaksanaan gerakan akan menjadi semakin efisien, lancar, sesuai dengan
keinginannya, dan kesalahan gerkan akan semakin berkurang.
3. Fase Otonom
Fase ini ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan,
dimana peserta didik mampu melakukan gerakan keterampilan secara otomatis. Fase
ini dikatakan sebagai fase otonom karena peserta didik mampu melakukan gerakan
keterampilan tanpa terpengaruh walaupun pada saat melakukan gerakan itu peserta
didik harus memperhatikan hal-hal lain selain gerakan yang dilakukan.
Mengingat menjadi sulitnya mengubah bentuk gerakan
setelah gerakan menjadi otomatis, maka pembetulan gerakan harus dilakukan pada
fase belajar sebelumnya. Sejak awal peserta didik sudah harus diarahkan
melakukan gerakan-gerakan yang benar secara mekanis, agar setelah mencapai fase
otonom gerakannya benar-benar efisien.
Kemampuan gerak dasar inilah yang nantinya akan
diterapkan dalam aneka permainan anak, olahraga, serta aktivitas jasmani yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam perkembangannya
untuk menentukan permainan yang sesuai
dengan kondisi anak selain harus memperhatikan perkembangan gerak anak juga
harus mengetahui bagaimana perkembangan emosi pada anak. Perkembangan emosi
pada anak melalui beberapa fase didasarkan pada usia seorang anak.
1. Dari bayi sampai 18
bulan
Pada fase ini bayi butuh
belajar dan mengetahui bahwa di lingkungan sekitarnya aman dan familier.
Perlakuan yang diterimanya pada fase ini akan sangat berperan dalam membentuk
rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain, serta interaksinya
dengan manusia-manusia lain, seperti orang tua dan yang lainnnya.
Pada minggu ketiga atau
keempat dari usianya, bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan tenang.
Ekspresi wajah anak pada fase ini sangat penting untuk membantunya berinteraksi
dengan orang-orang yang merawatnya.
Pada bulan bulan keenam
sampai bulan ke delapan, bayi mulai belajar mengekspresikan emosi-emosi pokok,
seperti gembira, terkejut, marah dan takut.
a. 18 bulan sampai 3 tahun
Pada fase ini, anak
mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia mulai
melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang banyak mempengaruhi perasaanya
dalam menyikapi posisinya di lingkungan tempat hidupnya.
Anak mulai terbiasa
dengan rutinitas kerja yang dilangsungkan secara terus menerus meski bentuknya
sederhana. Pada usia antara 2 sampai 3 tahun, anak mulai mampu mengekspresikan
emosinya dengan bahasa verbal.
b. Usia antara 3 sampai 5 tahun
Pada fase ini anak mulai
belajar dan mengembangkan beberapa keterampilan sosial. Anak berusaha untuk
menguji kemampuan-kemampuan baru dalam kondisi dan suasana yang beragam. Yang
perlu diperhatikan pada fase ini adalah kemampuan anak untuk bermain dengan
sahabat imajiner yang ada dalam kenyataan.
c. Usia antara 5 sampai 12 tahun
Pada fase ini, anak
mempelajari kaidah dan aturan yang mengendalikan suatu pekerjaan. Pada usia
antara tujuh hingga delapan tahun, kesadaran anak atas kehidupan pribadi dan
privacy-nya akan bertambah. Ia akan lebih bersinggungan dengan gagasan dan
emosi khususnya. Pada usia ini pula anak lebih memperhatikan kemampuannya,
serta apa yang sanggup dan tidak sanggup dilakukannya.
Pada usia anak menyadari
akan adanya aturan bermain dan perilaku-perilaku lain. Ia menyadari akan adanya
permainan-permainan yang menuntut adanya kelompok yang saling bekerja sama,
adanya aturan yang harus dijalankan di dalam rumah, adanya syarat dan kaidah
yang harus dipenuhi jika ia ingin bergabung dalam suatu kerja atau permainan.
d. Remaja (pubertas)
Ada beberapa hal yang
menarik diperhatikan pada usia 12 tahun ke atas, yaitu diantaranya:
1) Ingin merasa bebas dan
merdeka.
2) Dapat mengambil
pelajaran dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan.
3) Mampu mencari solusi
atas petentangan dan perselisihan dengan orang lain.
4) Mampu memahami posisinya
dalam masyarakat tempat hidupnya.
Perilaku dan tindak
lanjut anak puber berbeda satu sama lain. Perbedaan ini dipengaruhi oleh
perbedaan perkembangan fisik dan ototnya.