A. Pendahuluan
Penyakit herediter disebabkan oleh kelainan herediter di dalam
kromosom atau gen pada satu atau kedua orang tua yang diturunkan pada
keturunannya. Kromosom yang berubah dapat menyebabkan
dihasilkannya protein abnormal yang mengakibatkan terganggunya fungsi
tubuh yang penting.
Pada umumnya, cacat atau penyakit menurun secara genetik bersifat
relatif, sehingga muncul apabila genotipnya dalam keadaan homozigot. Cacat atau
penyakit menurun ini tidak akan terjadi jika individu memiliki genotip
heterozigot, karena gen yang membawanya tertutupi oleh gen pasangannya yang
dominan. Cacat atau penyakit menurun tidak dapat disembuhkan atau ditularkan
karena kelainan ada pada bagian substansi hereditas yang disebut gen. Walaupun
gangguan genetik ini tidak dapat disembuhkan, tetapi dalam beberapa hal
konsekuensi fenotipnya dapat dibatasi. Tindakan penyembuhan dapat dilakukan
dengan diet, penyesuaian lingkungan, pembedahan, kemoterapi, maupun rekayasa
genetika.
Harus diketahui tidak semua penyakit familial (yang terdapat dalam
keluarga) adalah herediter, beberapa penyakit dapat disebabkan oleh pengaruh
lingkungan yang memajan suatu keluarga (misal, defisiensi gizi) sedangkan
penyakit lain dapat diakibatkan dari mutasi gen baru pada keturunan.
· Beberapa
penyakit yang dibahas:
1) Hemofilia
Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah pada perdarahan. Diakibatkan
oleh kelainan genetik yang bersifat sex-linked resesif
Ada beberapa jenis penyakit hemofilia, yang paling umum yaitu hemofilia A
dan B. Semuanya dapat menyebabkan perdarahan berkepanjangan. Luka kecil yang
terjadi pada orang dengan hemofilia biasanya tidak menjadi masalah yang serius.
Masalah serius, terutama pada hemofilia A dan B, ketika terjadi pendarahan
dalam (interna) dan pendarahan pada sendi.
Penyakit hemofilia ini merupakan penyakit yang diwariskan atau diturunkan
(inherited) karena terkait dengan kromosom X. Sehingga Hemofilia merupakan
penyakit seumur hidup, walaupun demikian dengan perawatan yang tepat dan
perawatan diri yang baik, kebanyakan orang dengan hemofilia dapat
mempertahankan gaya hidup aktif dan produktif.
Seperti telah disinggung sebelumnya, hemofilia adalah penyakit terkait
kromosom X atau kelainan genetik yang meng kode faktor pembekuan darah.
Kita tahu, bahwa setiap manusia normal memiliki dua kromosom seks, XX
atau XY. Perempuan mewarisi kromosom X dari ibu dan kromosom X dari ayah.
Sedangkan Laki-laki mewarisi kromosom X dari ibu dan kromosom Y dari ayah.
Gen yang menyebabkan hemofilia A atau B terletak pada kromosom X,
sehingga tidak dapat ditularkan dari ayah ke anaknya. Hemofilia A atau B hampir
selalu terjadi pada anak laki-laki dan diturunkan dari ibu ke anak melalui
salah satu gen ibu. Namun kebanyakan perempuan yang memiliki gen hemofili
ini hanya berperan sebagai pembawa dan tidak menunjukkan tanda-tanda atau
gejala hemofilia.
Selain faktor keturunan di atas, ada juga kemungkinan bagi seseorang
mengalami hemofilia A atau B melalui mutasi gen spontan.
Gen yang menyebabkan hemofilia C dapat ditularkan kepada anak-anak oleh
salah satu orangtua. Hemofilia C dapat terjadi pada anak laki-laki dan
perempuan.
Akibat gangguan gen tersebut maka terjadilah:
§ Hemofilia A. Jenis yang paling banyak, hemofilia A disebabkan oleh
kurangnya faktor pembekuan 8 (VIII).
§ Hemofilia B. Disebabkan oleh kurangnya faktor pembekuan 9 (IX).
§ Hemofilia C. Tipe ini disebabkan oleh kurangnya faktor pembekuan 11 (XI),
dan gejalanya seringkali paling ringan diantara jenis lainnya.
Tanda dan gejala pendarahan yang dapat terjadi pada
hemofilia adalah:
§ Beberapa memar pada kulit berukuran besar
§ Memar berlebihan setelah terbentur
§ Sendi bengkak dan nyeri yang disebabkan oleh perdarahan internal
§ Darah dalam urin atau feses (tinja)
§ Pendarahan yang tak kunjung berhenti setelah terjadi luka atau cedera
atau setelah operasi atau cabut gigi
§ Mimisan tanpa diketahui penyebabnya
§ Perdarahan yang tidak biasa setelah suntik atau imunisasi
Tanda dan gejala hemofilia darurat dapat meliputi:
§ Nyeri tiba-tiba, pembengkakan, dan rasa hangat pada sendi-sendi besar,
seperti lutut, siku, pinggul dan bahu, dan otot-otot lengan dan kaki
§ Perdarahan setelah cedera, terutama jika Anda memiliki bentuk parah dari
hemofilia
§ Nyeri, sakit kepala tak kunjung reda
§ Sering muntah
§ Kelelahan ekstrim
§ Sakit leher
§ Penglihatan ganda (diplopia)
Sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan hemofilia, akan tetapi
kebanyakan orang dengan penyakit hemofilia ini dapat menjalani kehidupan dengan
cukup normal.
Pengobatan hemofilia bervariasi tergantung pada jenis hemofilianya dan
seberapa berat penyakitnya.
Pengobatan untuk Hemofilia A ringan. Pengobatan yang biasa dilakukan
yaitu menggunakan suntikan lambat hormon desmopressin (DDAVP) ke pembuluh darah
untuk merangsang pelepasan faktor pembekuan darah yang lebih banyak untuk
menghentikan pendarahan.
Sedangkan pengobatan untuk hemofilia A berat atau hemofilia B. Perdarahan
dapat berhenti hanya setelah infus faktor pembekuan yang berasal dari darah
manusia yang disumbangkan oleh donor atau dari produk rekayasa genetika yang
disebut faktor pembekuan rekombinan. Infus yang berulang-ulang mungkin
diperlukan jika pendarahan berlangsung serius.
Obat hemofilia yang disebut antifibrinolitik terkadang diresepkan bersama
dengan terapi penggantian faktor pembekuan. Fungsi obat ini untuk membantu
pembekuan darah yang lebih kuat.
Penanganan luka kecil
Jika Anda atau anak Anda mengalami luka kecil yang berdarah, gunakanlah
perban atau kasa dingin (diberi es) agar pendarahan mengecil dan cepat
berhenti.
Gaya Hidup dan Rawatan di rumah
Langkah-langkah
ini dapat membantu Anda menghindari perdarahan yang berlebihan dan dapat
melindungi sendi :
§ Berolahraga secara teratur. Kegiatan seperti berenang, naik sepeda dan
berjalan dapat membangun otot sekaligus melindungi sendi. Namun olah raga yang
melibatkan kontak fisik seperti sepakbola, hoki atau gulat – tidak aman untuk
orang dengan hemofilia.
§ Hindari obat-obatan tertentu. Obat yang dapat memperburuk perdarahan
antara lain aspirin dan ibuprofen. Oleh karena itu, sebaliknya gunakanlah
acetaminophen (parasetamol), yang aman untuk menghilangkan rasa sakit ringan
dan ketika demam. Selain itu hindari juga obat-obatan tertentu yang memiliki
efek mengencerkan darah, seperti heparin dan warfarin.
§ Jaga kebersihan gigi dan mulut. Hal ini dapat membantu agar tidak
memerlukan pencabutan gigi karena gigi yang rusak. Pencabutan gigi dapat
menyebabkan perdarahan yang berlebihan.
§ Melindungi anak dengan hemofilia dari luka yang bisa menyebabkan
perdarahan.
2) Thalasemia
Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diakibatkan oleh faktor
genetika dan menyebabkan protein yang ada di dalam sel darah merah, atau
disebut dengan hemoglobin, tidak berfungsi secara normal.
Zat besi yang diperoleh tubuh dari makanan digunakan oleh sumsum tulang
untuk menghasilkan hemoglobin. Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah
berfungsi mengantarkan oksigen dari paru-paru ke seluruh anggota tubuh. Penderita
thalassemia memiliki kadar hemoglobin yang berfungsi dengan baik lebih rendah.
Oleh karena itu, tingkat oksigen dalam tubuh penderita thalassemia lebih
rendah.
Pada thalasemia didapatkan pembentukan hemoglobin abnormal, sehingga
eritrosit mudah hancur. Hemoglobin adalah molekul pengikat oksigen dan karbon
dioksida dalam eritrosit (sel darah merah).
Gejala thalassemia yang dialami oleh setiap orang itu berbeda-beda,
tergantung pada tingkat keparahan dan tipe thalassemia yang diderita. Untuk
bekerja dengan normal, hemoglobin memerlukan 2 protein alfa dan 2 protein beta.
Kelainan pada protein alfa disebut dengan thalassemia alfa dan pada protein
beta thalassemia beta. Jika terjadi banyak mutasi pada material genetika yang
membuat hemoglobin, maka thalassemia yang diderita akan parah. Untuk kasus yang
parah, transfusi darah akan sering dibutuhkan. Namun jika mutasi yang terjadi
sedikit atau terbatas, maka gejala bisa lebih ringan.
Contoh gejala penderita thalassemia adalah berat badan yang rendah,
mengalami gejala anemia seperti sesak napas dan mudah lelah, dan sakit kuning.
Penyebab Thalassemia
Mutasi pada DNA yang membuat hemoglobin pembawa oksigen ke seluruh tubuh
merupakan penyebab seseorang menderita thalassemia. Penyakit ini terjadi akibat
kelainan pada faktor genetika, namun penyebab pasti mengapa mutasi gen ini
terjadi belum diketahui.
Diagnosis Thalassemia
Tes darah dapat dilakukan untuk mendiagnosis thalassemia, namun untuk
mengetahui tipe thalassemia yang diderita harus melakukan tes DNA.
Tes darah dapat digunakan untuk mengevaluasi hemoglobin dan mengukur
jumlah zat besi yang terkandung di dalam darah. Selain itu, tes darah juga bisa
untuk menganalisis DNA guna memeriksa apakah seseorang memiliki gen hemoglobin
yang mengalami mutasi.
Pemeriksaan pada bayi yang dilakukan saat hamil atau disebut dengan
pemeriksaan antenatal berguna untuk memberikan informasi yang diperlukan orang
tua untuk mempersiapkan diri, dan memeriksa keberadaan penyakit genetika
lainnya, seperti anemia sel sabit.
Perawatan Thalassemia
Thalassemia kemungkinan dapat diobati dengan dua metode perawatan, yaitu
dengan transfusi darah tali pusat dan transplantasi sumsum tulang. Namun metode
perawatan ini tidak cocok untuk semua penderita thalassemia dan bisa
menyebabkan terjadinya sejumlah komplikasi.
Transfusi darah secara rutin diperlukan bagi penderita thalassemia beta,
namun hal ini bisa berakibat kepada menumpuknya zat besi di dalam tubuh dan
menyebabkan gangguan kesehatan yang serius. Perawatan untuk menyingkirkan zat
besi berlebih di dalam tubuh bisa dilakukan dengan terapi khelasi.
Komplikasi Thalassemia
Risiko terkena komplikasi thalassemia dapat dikurangi dengan melakukan
pemeriksaan kesehatan secara rutin. Beberapa kemungkinan komplikasi thalassemia
yang dapat terjadi adalah hepatitis, osteoporosis, pubertas yang tertunda dan
gangguan pada ritme jantung.
3) Buta
warna
Buta warna (color blindness) adalah ketidakmampuan membedakan warna-warna
tertentu.
Cacat buta warna bermacam-macam, yaitu buta warna total dan buta warna sebagian.
Penderita buta warna tidak dapat melihat warna tertentu, misalnya warna hijau,
merah atau semua warna kecuali hitam putih. Yang paling umum adalah buta warna
merah-hijau. Penderita buta warna ini tidak dapat membedakan warna merah dan
hijau. Untuk mengetahui seseorang menderita buta warna merah-hijau atau tidak
dapat menggunakan kartu uji penglihatan ishihara. Mari perhatikan Gambar
disamping.
Cacat ini diturunkan oleh kedua orang tuanya yang normal. Faktor gen buta
warna terpaut pada kromosom sex X. Apabila dalam pasangan alel dengan kromosom
X yang normal, maka cacat buta warna tidak akan terjadi, tetapi bila
berpasangan dengan kromosom Y, maka laki-laki akan menderita buta warna.
4) Gangguan
mental
Gangguan mental karena keturunan bermacam-macam jenis dan penyebabnya.
Salah satu contohnya adalah fenilketonia (FKU) yang disebabkan oleh kegagalan
tubuh mensintensis enzim yang mengubah fenilalanin menjadi tiroksin. Di dalam
darah penderita mengandung senyawa yang tinggi. Kandungan senyawa dari fenilalanin
ini adalah asam fenilpiruvat yang dapat merusak sistem saraf sehingga
menimbulkan gangguan mental.
Kelainan mental ini dikendalikan oleh gen yang mengatur pembentukan
protein enzim. Penderita memiliki pasangan alel gen-gen relatif homozigot yang
diwariskan oleh kedua orang tua heterozigot yang penampakannya normal.
5) Albino
Orang albino memiliki rambut, mata, bulu mata, dan kulit berwarna putih.
Hal ini disebabkan karena penderita albino tidak memiliki pigmen warna melanin.
Warna melanin ada yang hitam, cokelat, kuning atau putih. Penderita albino
tidak memiliki pigmen ini karena tidak dapat menghasilkan enzim pembentuk
melanin.
Gen albino bersifat resesif dan terletak pada autosom (kromosom tubuh)
sehingga baik laki-laki maupun perempuan dapat menderita albino. Seseorang
menderita albino jika gennya dalam keadaan homozigot resesif. Jadi, sifat
tersebut di peroleh dari orang tuanya yang menderita albino atau karier.