Bidang ilmu pengetahuan di Indonesia pada
awalnya hanya terbagi menjadi satu bidang saja, yakni bidang ilmu monodisiplin.
Namun dengan lahirnya peraturan menteri pendidikan tinggi No. 154 Tahun
2014 pasal 7 ayat 1, bidang ilmu tidak hanya terdiri dari satu bidang, tetapi
menjadi empat bidang ilmu. Diantara empat bidang ilmu tersebut ialah, monodisiplin,
multidisiplin, transdisiplin, dan interdisiplin.1
Dengan lahirnya peraturan menteri terkait dengan bidang ilmu
tersebut, akan sangat memungkinkan bagi para ilmuwan atau para pakar melakukan
pendekatan terhadap fenomena yang terjadi dalam kehidupan manusia dengan
berbagai pendekatan.
Selanjutnya, Perkembangan pengetahuan
mengenai neurosains (sistem syaraf) manusia mengalami kemajuan yang
sangat signifikan di Indonesia, terlebih lagi di luar negeri. Hal ini ditandai
dengan lahirnya para pakar neurosains yang terus melakukan penelitian mengenai
sistem syaraf atau otak yang diyakini memiliki hubungan sangat erat dengan
kehidupan manusia.
Hal itu bukanlah sebuah perkara yang sangat
mudah, maka dari itu para ahli syaraf mencoba mengkaji fenomena tersebut dengan
berbagai pendekatan. Salah satu fenomena yang sedang marak dibicarakan di
Indonesia sejak beberapa tahun terakhir ialah berkaitan dengan spiritualitas
manusia, yang dicoba didekati melalui sistem kerja syaraf otak (neuron).
Walaupun sebenarnya penelitian di luar negeri sudah banyak, baik yang berkaitan
dengan fungsi eksekusi pada otak maupun terapi gangguan otak. Akan tetapi di
Indonesia yang mencoba melakukan pendekatan terhadap spiritualitas manusia
dengan neurosains masih tergolong sangat sedikit.
Terdapat banyak tanda-tanda akan adanya
spiritualitas di Indonesia khususnya, tanda-tanda tersebut bisa kita temukan
dalam UU Kesehatan.2 Misalnya
dalam Undang-Undang kesehatan nomor 36 tahun 2009, dan Undang-undang kesehatan
jiwa Republik Indonesia nomor 185 tahun 2014.3
Namun hal tersebut masih sangat terkesan dikesampingkan oleh para
ahli kesehatan di Indonesia, mereka masih kurang meyakini bahwa pada dasarnya
spiritualitas merupakan sebuah bagian yang juga ikut andil dalam menentukan
beberapa kategori terkait dengan kesehatan.
Tentu hal ini akan menjadi sangat menarik dan
memberikan banyak manfaat yang bisa diambil dari kajian
terhadap fenomena spiritualitas manusia yang dicoba didekati dengan ilmu syaraf
atau yang lebih dikenal dengan neurosains. Salah satunya ialah bisa
mengetahui bagian-bagian syaraf otak mana saja yang memiliki hubungan erat
dengan spiritualitas manusia. Dengan begitu, belakangan penelitian yang
dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa spiritualitas manusia memiliki
hubungan erat dengan bagian-bagian otak tertentu. Dan pada tulisan ini, penulis
akan fokus pada bagian-bagian itu.
Neurosains berasal dari
kata neuro (sistem saraf) dan science (Ilmu). Jadi, neurosains
adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia dengan memeberi
perhatian pada sistem saraf, terutama otak.4 Neurosains sebagai sebuah
ilmu yang mempelajari tentang otak manusia sudah berlangsung sejak zaman yunani
dahulu. Akan tetapi neurosains berdiri menjadi sebuah disiplin ilmu
dapat kita jejaki sekitar tahun 70-an. Yakni sejak berdirinya society for
neuroscience di Amerika.
Sedangkan spiritualitas yang akan dibahas pada makalah ini berbeda
dengan agama. Agama merupakan sebuah lembaga (organize) yang memiliki
beberapa rangkaian ritual wajib dan pelengkap yang dapat diamati, diukur,
objektif, formal, bersifat otoriter kaitannya dengan perilaku, dll.
Selain agama sebagai sebuah organize, semua agama yang ada
memiliki keunikan tersendiri, misalnya dari segi cara, bentuk, dan simbolisasi
ajaran yang dipercaya datangnya dari Tuhan. Selain itu semua agama yang ada di
dunia juga hampir memiliki kesamaan. Dari kesamaan-kesamaan tersebut menunjukkan
bahwa sebenarnya agama merupakan sesuatu yang sudah inheren dalam diri manusia.
Dan setelah pemakalah membaca dengan seksama pada bab pertama buku “The
Varietes of Religius Experience” tentang Agama dan Neurologi yang ditulis oleh
William James, penulis memahami bahwa agama sebagai fungsi daripada pengalaman
manusia bisa dijelaskan dengan fungsi otak. Titik tekan dari agama ialah
“kendali diri”.
Sedangkan spiritualitas bersifat kebalikannya, dimana
spiritualitas lebih bersifat individu, tidak dapat diamati, tidak dapat diukur,
subjektif, tidak otoriter, dll. Dalam kajian neurosains, spiritualitas
lebih menitik beratkan pada pengalaman religius (religius experience)
yang dicoba dilihat menggunakan pemindai otak pada bagian yang sama dalam otak,
dengan sirkuit otak yang sama pula.
Pada kajian kali ini akan menunjukkan bahwa neurosains hendak
menerangkan tentang fenomena yang mau tidak mau begitu nampak sangat jelas
dalam kehidupan nyata dalam keseharian kita. Yakni adanya orang yang beragama
dan orang yang memiliki spiritualitas tertentu, adanya keyakinan-keyakinan agama
dan keyakinan pada tuhan yang sangat nampak di permukaan.
Maka dari itu, menjadi sangat menarik ketika melakukan pengkajian
terhadap spiritualitas manusia yang pendekatannya menggunakan neurosains. Karena
salah satu pakar neurosains Indonesia Taufik Pasiak dalam pengantarnya
pada buku “Gen Iman dalam Otak”, mengatakan bahwa neurosains merupakan
sebuah pendekatan yang unggul. Neurosains merupakan sebuah ilmu yang
paling menarik dibandingkan dengan beberapa sains yang meneliti tentang Tuhan.
Karena neurosains berkaitan dengan otak manusia, salah satu bagian yang tidak
hanya menjadi ikon unik pada manusia, tetapi juga sebagai organ yang juga bisa
menciptakan tuhan.
Dalam otak manusia terdapat beberapa bagian yang mengatur emosi
seseorang, emosi tersebut merupakan sebuah “sistem kendali” pada manusia.
Di atas telah disinggung bahwa titik tekan dari agama ialah
sebagai “kendali diri”, sehingga para pakar neurosains sepakat bahwa bagian
otak itulah yang juga memiliki hubugan erat dengan spiritualitas manusia.
Diantara bagian otak manusia yang memiliki hubungan erat dengan spiritualitas
atau lebih dikenal dengan istilah operator neurospiritual, ialah:
Pertama, cortex prefrontal. Bagian ini dalam kajian neurosains diangggap sebagai penghubung utama
antara emosi dan kognisi manusia, melalui cortex ini emosi dan kognisi
manusia dikelola. Istilah penulis, bagian hubungan kognisi dan emosi inilah
yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk yang lain. Karena makhluk yang
lain tidak memiliki kemampuan menghubungkan kognisi dan emosi.
Cortex prefrontal ini terletak
di bagian depan otak manusia. bagian inilah yang menjadi pembentuk kepribadian
manusia yang berkaitan dengan motivasi, sosial, moralitas, rasionalitas dan
kesadaran manusia. Bagian ini berfungsi sebagai bagian yang berhubungan dengan
rencana masa depan, pengambil keputusan, dan penanaman nilai-nilai moral.
Koneksi cortex preffrontalis dengan bagian otak yang lain memiliki
hubungan yang sangat padat, tetapi secara sederhananya meliputi “Where” (koneksi
yang berkaitan dengan fungsi spasial), “what” (koneksi yang berkaitan
dengan fungsi visual untuk mendeteksi objek dan makna kehadiran objek
tersebut), dan koneksi berbentuk “U” (koneksi yang menghubungkan cortex
prefontalis dengan eye fields, cortex premotorik, dan bagian
belakang dari cortex motorik.
Kerusakan pada cortex prefontal dapat menyebabkan hilangnya
kemampuan dalam kendali emosi. Salah satu contoh kasus terkait dengan kerusakan
cortex prefontal ini ialah kasus yang terjadi pada Phineas Gage. Secara
kronologis Gage ini mengalami kecelakaan saat dia bekerja, batang besi menembus
kepalanya dan merusak bagian cortex prefontal. Setelah dilakukan
pengangkatan besi tersebut, Gage tidak mengalami perubahan terkait kemampuan
intelektualnya, tetapi Gage mengalami perubahan kepribadian salah satu buktinya
dia tidak bisa mengambil keputusan dan mentaati peraturan sistem sosial.
Kedua, area asosiasi. Area asosiasi bisa disebut
juga dengan serebrum atau otak besar. Area ini terdiri dari beberapa
komponen yaitu lobus parietalis, lobus frontalis, lobus temporalis, dan
lobus occipitals. Yang mana komponen ini berfungsi sebagai fungsi kognitif,
emosi, dan pencarian makna hidup, artinya pada area asosiasi inilah tempat
kesadaran di proses. Berhubungan dengan spiritualiatas, kemudian area ini lebih
spesifik lagi membagi kepada area asosiasi visual, asosiasi atensi, asosiasi
orientasi, serta asosiasi konseptual verbal.
Asosiasi visual yang
terletak pada lobus temporal, kaitannya dengan spiritualitas manusia berfungsi
untuk memvisualisasikan persepsi yang ada dalam diri seseorang sesuai dengan
stimulus yang ada. Seperti visualisasi dalam meditasi atau doa. Dan jika
terjadi kerusakan pada area ini maka dia tidak akan mampu mengenali apapun
terkait dengan kemampuan kognisi maupun memori, dan yang lebih parahnya lagi
tdak akan mampu mengenali dirinya sendiri.
Asosiasi atensi, area ini
pada bagian struktur otak terletak pada bagian cortex prefontalis. Dalam
konteks spiritualitas, area ini berfungsi untuk menata bermacam
perintah-perintah kompleks seperti proses bahasa, memori, kesadaran introspeksi
diri, dan kesenangan. Selain itu area ini juga berfungsi sebagai bagian otak
yang memadukan gerakan tubuh dan perilaku yang dihubungkan dengan tujuan
tertentu, pada bagian ini juga memiliki hubungan dengan lobus frontal (singgasana
kehendak).
Jika dihubungkan dengan
spiritualitas dalam prakteknya, terjadi peningkatan aliran darah otak pada
daerah ini ketika seseorang melakukan meditasi atau do’a. Selain itu respons
emosional yang muncul terhadap pengalman spiritual manusia merupakan bukti nyata
bahwa pada area ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan spiritualitas.
Dan jika terjadi kerusakan pada area ini akan mengakibatkan
hilangnya kemampuan untuk konsentrasi dan mempertahankan perhatian. Selain itu,
mereka yang mengalami kerusakan pada bagian ini tdak akan mampu merencanakan
masa depan.
Selanjutnya
area asosiasi orientasi. Letaknya terdapat pada lobusparintalis
posterior, area asosiasi ini memiliki fungsi untuk membentuk bayangan tiga
dimensi ruang dan waktu yang terletak pada otak kiri, selain itu area ini
memiliki kemampuan untuk membayangkan perspektif sebuah objek yang diputar
dalam berbagai sudut, hal ini merupakan tugas dari otak kanan. Kerusakan pada
area ini akan mengakibatkan orang tidak akan mampu melakukan fungsi-fungsi tersebut,
karena dalam menentukan posisi seseorang dalam sebuah ruang (spasial) hanya
dilakukan oleh salah satu belahan otak saja. Misalnya pada penderita stroke,
dia tidak akan mampu untuk memahami objek, dan ukuran objek.
Dan yang terakhir dari bagian area asosiasi ini ialah asosiasi
konseptual verbal. Area ini dalam struktur otak terletak pada perbatasan lobus
temporal, occipital, dan parietal. Area ini berfungsi untuk menciptakan
konsep-konsep abstrak untuk kemudian dikaitkan dengan kata-kata. Area ini
merupakan area yang tidak kalah pentingnya dari beberapa area yang telah
diuraikan di atas. Kaitannya dengan pengalaman spiritualitas, menggunakan area
bahasa ini sangat penting karena dari sinilah kemudian ekspresi terkait dengan
pengalaman spiritual itu muncul.
Bagian ketiga dari apa yang disebut dengan operator
neurospiritual ialah lymbic system. Pada dasarnya, sistem limbik ini
juga ada pada hewan. Maka dari itu Paul Mclean menyebut sistem limbik ini
dengan otak reptil atau mamalian brain. Namun meskipun demikian, fungsi
sistem limbik yang ada pada manusia melebihi dari pada fungsi sistem limbik
yang ada pada hewan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rezky A. Yatsab dkk.
Yang meneliti tentang “Hubungan kinerja otak dan spiritualitas manusia diukur
dengan menggunakan Indonesia Spiritual Health Assessment (ISHA)pada pemuka
agama Di kabupaten halmahera tengah”, menggunakan sistem SPSS menunjukkan bahwa
keduanya tidak memiliki hubungan apapun. Namun meskipun demikian, secara medis
hal ini terbukti. Berikut akan diuraikan mengenai hubungan antara sistem limbik
dan spiritualitas manusia.
Sistem limbik ini dibangun oleh sejumlah struktur, yaitu hypotalamus,
amyangdala, dan hippocampus. Struktur hipotalamus memiliki fungsi sebagai
pengatur utama hormon-hormon tubuh, dan merupakan bagian tertua dari sistem
ini. Secara sederhananya hipotalamus berfungsi berfungsi sebagai pengirim
sinyal hormonal dan neural, sebagai pengirim perintah ke sistem syaraf otonom
yang melakukan terhadap kontrol berbagai fungsi tubuh yang besifat vegetatif.
Termasuk di dalamnya produksi air mata, pernafasan suhu tubuh, air liur,
keringat, dll.
Meskipun studi tentang fungsi hipotalamus ini kaitannya dengan
spiritualitas manusia tidak secara spesifik dilakukan pada aktivitas tertentu,
namun fungsi hipotalamus sangat jelas mengatur perubahan hormonal. Meditasi
atau do’a ternyata dapat mempengaruhi pelepasan hormon yang mengatur tekanan
darah, pertumbuhan hormon, dan lain sebagainya. Hormon itulah yang bekerja
ketika seseorang sedang berada atau melakukan spiritualitas tertentu.
Selanjutnya, struktur yang membangun sistem limbik ini adalah amyangdala.
Posisi dari amyangdala ini terletak pada bagian lobus temporal. Amyangdala
ini merupakan struktur yang paling tua dalam perkembangan otak manusia, karena
amyangdala ini sejatinya sudah ada sejak manusia dilahirkan dan Posisinya
terletak pada bagian terdalam dari otak. Amyangdala memiliki peran utama
dalam menciptakan emosi tingkat tinggi. Berbagai nuansa seperti rasa cinta,
kepercayaan, ketidakpercayaan, dll. Diatur oleh amyangdala ini. Hubungan yang
saling menghubungkan antara amyangdala dan berbagai bagian sangat memungkinkan
memonitor masukan sensoris dalam kaitannya dengan emosi.
Kemampuan amyangdala ialah sebagai pemicu aktivitas sistem
arousal, merupakan elemen kunci dalam menciptakan emosi meskipun amyangdala
tidak secara langsung mempengaruhi terhadap sistem saraf otonom. Kemampuan
tersebut yang jika dikaitkan dengan kegiatan spiritual merupakan fungsi yang
sangat penting. Karena dalam kegiatan spiritual, amyangdala dapat membentuk
posisi tubuh dengan perasaan yng dikandung didalamnya.
Sebagai contoh, dalam tradisi spiritualitas Islam ada yang dinamakan
berdzikir. Pada bacaan dzikir tertentu misalnya bacaan tahlil, secara otomatis
kepala akan menggeleng-geleng. Walaupun terdapat perbedaan terkait dengan
posisi kepala, tergantung pada pengalaman masing-masing.
Bagian terakhir dari struktur yang membangun sistem limbik ialah hipocampus.
Posisi dari hipocampus ini terletak tepat dibelakang amyangdala, tepatnya
pada bagian yang disebut dengan lobus temporalis. Maka dari itu, dalam
emosi yang muncul, amyangdala masih mempengaruhinya. Karena hipocampus tidak
menciptakan emosi secara langsung seperti amyangdala, tetapi masih berhubungan
dengan bagian otak manusia yang lain. Artinya hipocampus hanya berfungsi
sebagai diplomat yang menjadikannya sebagai perantara pada berbagai bagian otak
yang lain.
Kaitannya dengan spiritualiatas manusia ialah, hipocampus setelah
melakukan hubungan interkoneksi saraf dengan hipotalamus, amyangdala, dan area
asosiasi atensi maka hipocampus yang akan menjadi penghambat suatu keadaan
emosional yang ekstrem. Dengan kata lain, hipocampus berfungsi menyeimbangkan
sebuah emosional yang muncul dari sebuah ritual.