Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Pengembangan Potensi Kreatif Perspektif Neurosains Spiritual


Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai pengembangan potensi kreatif perspektif neurosains ini, terlebih dahulu kita luruskan mengenai definisi kreatif itu sendiri. Menjadi penting agar dalam memahami tahapan yang akan dibahas pada bagian ini tidak menjadi rancu dan menimbulkan banyak persepsi. Tetapi dalam tulisan ini penulis akan mencoba menarik benang merah dari berbagai definisi dan kriteria kreativitas sehingga akan menjadi win solution dalam rangka mengungkap adanya potensi kreativitas manusia perspektif spiritual neurosains.
Kreativitas ialah kemampuan berpikir tentang sesuatu dengan cara baru dan tak biasa dan menghasilkan solusi yang unik atas suatu problem. Menurut Barron, kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Sedangkan Rogers mendefinisikan kreativitas ialah kemampuan yang menandai ciri-ciri orang kreatif. Terdapat dua ciri mengenai cara berfikir kreatif menurut Guilford yaitu cara berfikir konvergen, merupakan cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan pandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Dan ciri cara berfikir selanjutnya ialah berfikir divergen, ialah kemampuan individu untuk mencari alternatif jawaban terhadap sebuah persoalan.
Ada juga yang menganggap bahwa terdapat dua unsur dalam kreativitas itu sendiri, yakni kefasihan dan keluwesan. Kefasihan yang dimaksudkan disini ialah kemampuan menghasilkan gagasan untuk menyelesaikan masalah atau persoalan dengan cepat dan tepat. Sedangkan keluwesan merupakan kemampuan menghasilkan banyak gagasan dan luar biasa dalam rangka memecahkan sebuah persoalan.
Dari beberapa definisi tersebut penulis mencoba mengambil sebuah kesimpulan bahwa kreativitas merupakan sebuah aktivitas berfikir dan proses pemecahan masalah yang bersifat keluar dari kebiasaan dan solusi tersebut tergolong unik. Sehingga dalam pembahasan mengenai kreativitas, pada dasarnya memiliki hubungan yang sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif individu, karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari pekerjaan otak.
Hal tersebut di atas sifatnya bukan hanya perkiraan semata, namun telah melalui tahapan serta proses yang panjang sebelum menyimpulkan bahwa bagian tersebutlah yang memiliki hubungan dengan spiritualitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manusia belum bisa maksimal dalam menggunakan otaknya untuk memecahkan setiap persoalan maupun melahirkan ide-ide baru, salah satu penyebabnya ialah sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia khususnya hanya fokus pada otak bagian kiri.
Dimana pada fungsi otak bagian kiri secara umum berperan dalam pemprosesan logika, kata, matematika, dll. Sedangkan otak kanan belum mendapat porsi yang sesuai untuk dikembangkan, padahal otak kanan ini berkaitan dengan imajinasi, irama musik, gambar, dll. Lebih-lebih lagi, sistem limbik yang menjadi pusat emosi belum dilibatkan dalam aktivitas belajar. Maka dari itu menjadi sangat penting untuk memadukan seluruh bagian otak untuk dioptimalkan, dimanfaatkan, dan diaplikasikan dengan efektif dalam sistem pendidikan.
Optimalnya kita berpikir dan optimalnya kita berusaha, akan menghasilkan yang optimal walaupun hasilnya minim. Sedangkan berpikir minimal dan usaha yang minimal, pasti menghasilkan yang minim. Maka dari itu penulis akan menguraikan, bagaimana seharusnya potensi otak yang memiliki hubungan dengan spiritualitas dan bagian otak tersebut merupakan
sistem kendali terhadap perilaku manusia dimaksimalkan. Khususnya dalam dunia pendidikan.
Misalnya, pertama seperti diatas telah disebutkan bahwa bagian otak manusia ada yang disebut dengan cortex prefontalis. Bagian ini secara garis besarnya berfungsi sebagai pembentuk kepribadian manusia, salah satunya ialah motivasi. Piers dalam buku yang ditulis oleh Ngalimun menyebutkan bahwa salah satu ciri karakteristik kreativitas ialah memiliki dorongan (drive yang tinggi). Hal ini menjadi sangat penting diketahui dan dipahami oleh para guru dan pendidik lainnya, salah satu cara yang bisa dilakukan oleh guru maupun tenaga pendidik ialah memahami kondisi peserta didik secara utuh dan mendorong para peserta didik untuk mengungkapkan setiap gagasan-gagasannya.
Kedua, ada juga pada bagian otak yang disebut dengan area asosiasi yang didalamnya meliputi lobus parietalis, lobus frontalis, lobus temporalis, dan lobus occipital. Pada area lobus parietalis selain sebagai komponen penting dalam pembentukan kesadaran dan perhatian, bagian ini secara kognitif juga memiliki peranan dalam kemampuan berfikir secara matematis.
Jika kita mempelajari teori Piaget tentang tahapan perkembangan kognitif, kemampuan berfikir secara matematis seorang anak berada pada tahap operasional konkrit (usia 7-11 tahun), dimana seorang anak sudah mampu melakukan operasi atau yang dikenal dengan tindakan terbalik. Terkait dengan kreativitas, penulis menyebutnya dengan kemampuan berfikir secara periodik, jika potensi ini dimaksimalkan dalam dunia pendidikan maka peserta didik akan mampu membaca keadaan secara utuh dan akan dimunculkan dalam bentuk perilaku.
Lobus frontalis pada area asosiasi salah satu fungsinya ialah kemampuannya dalam menghasilkan sebuah kata-kata. Jika potensi ini dimaksimalkan maka sangat mungkin akan melahirkan pribadi yang kritis dan berani menyampaikan pendapat dan keyakinannya. Lobus temporalis memiliki fungsi yang salah satunya ialah penyimpanan memori visual.
Sudah sepatutnya kemampuan ini dimaksimalkan karena akan mempengaruhi terhadap kreativitas seseorang, yakni dengan memadukan informasi yang pernah tersimpan dalam memori otak dengan informasi yang baru untuk menghasilkan sesuatu yang baru.
Dan bagian terakhir pada area asosiasi ialah lobus occipital. Bagian ini dalam otak fungsinya hampir sama dengan lobus temporal. Namun pada area ini ada bagian tertentu yang memilki peranan yang berbeda, misalnya terkait dengan warna, proses pergerakan, dll.
Ketiga, ada juga dalam otak yang disebut dengan lymbic system. Dalam sistem limbik ini terdapat bagian yang biasa disebut dengan hypotalamus, amyangdala, dan hypocampus. Bagian yang disebut dengan hypotalamus selain sebagai fungsi pelepasan hormon dalam tubuh. Misalnya air liur, keringat, dll. hipotalamus juga mengeluarkan perintah yang berkenaan dengan empat perilaku penting, yang biasa disebut dengan 3F+S (fighting (perkelahian), fleeing (penyangkalan), feeding (memberi makan), dan sexual behavior).
Salah satu karakteristik kreativitas menurut Clark dalam tulisan Ngalimun menyebutkan bahwa seseorang yang kreatif ialah sering menentang otoritas, menetang tekanan kelompok, serta lebih cenderung bebas dalam mengembangkan integrasi peran seks. Namun dalam dunia pendidikan, seorang guru dalam memberikan panduan terkait maksimalisasi potensi ini haruslah mengarahkan ke arah yang positif.
Amyangdala dalam sistem limbik ini berperan sebagai pusat ekspresi dari emosi tingkat tinggi, seperti ekspresi yang bernuansa cinta, ekspresi saling memiliki keterikatan, ketidak percayaan, dan segala yang berhubungan dengan afeksi diatur oleh amyangdala ini. Dalam pendidikan sangat penting potensi ini dimaksimalkan, karena jika potensi ini dimaksimalkan maka tidak akan ada lagi permusuhan, adanya saling percaya, dll.
Sehingga dari sini kreativitas seorang peserta didik akan muncul. Sedangkan hypocampus memiliki peran penting untuk memasukkan informasi ke dalam memori, tapi perlu diketahui bahwa hypocampus ini bukan memori. Selain itu hypocampus seperti telah disebutkan di atas juga berfungsi sebagai pengendali emosi yang ekstrim, hal ini perlu dilatih sehingga potensi ini menjadi maksimal.
Dari paparan mengenai pengembangan potensi kreatif mengindikasikan besarnya potensi yang dimiliki oleh seseorang. Dalam dunia pendidikan mungkin sedikit banyak juga telah disinggung dalam paparan di atas, namun dari uraian tersebut secara garis besar dapat dipahami bahwa tujuan dari pembelajaran ialah membantu murid lebih kreatif dalam memecahkan sebuah persoalan.
Namun ada cara yang bisa dilakukan untuk mendukung pembentukan pribadi siswa yang kreatif, diantaranya ialah dengan beberapa cara berikut:
Pertama, bisa dengan teknik brainstorming. Teknik ini bisa dilakukan oleh seorang tenaga pendidik dengan dengan mendorong individu atau kelompok untuk menghasilkan ide kreatif, saling bertukar gagasan, dan mengatakan apa saja yang ada dalam pikiran murid. Kedua, sediakanlah murid lingkungan yang mendukung terhadap munculnya kreativitas. Salah satu yang bisa dilakukan ialah dengan mengajak murid-murid jalan-jalan keluar dari kelas, karena semakin banyak murid mengeluarkan ide yang dihasilkan. Maka peluang untuk memunculkan sesuatu yang unik akan semakin besar.
Ketiga, janganlah terlalu banyak mengatur murid. Yang dimaksud mengatur murid disini ialah meminta murid melakukan persis seperti contoh yang diberikan oleh guru, hal ini sangat menggangu terhadap kemampuan murid dalam mengeksplorasi setiap ide yang ada dalam benak mereka. Jika murid selalu berada dalam pengawasan guru secara terus menerus dalam melaksanakan tugas yang diberikan, maka murid akan merasa diawasi terus menerus meskipun mereka tidak diberi tugas. Keempat, memberikan dorongan atau motivasi internal. Hal ini bisa dilakukan dengan tidak memberikan murid hadiah yang berlebihan, karena hal tersebut akan melumpuhkan terhadap minat untuk berkreasi. Misalnya dengan memberikan medali emas, mainan, uang, dll.
Kelima, mendorong peserta didik menggunakan pola pikir yang fleksibel. Maksudnya ialah dalam memberikan dorongan, mereka harus dalam keadaan yang sangat rileks dan santai. Meskipun sebenarnya kreativitas tersebut membutuhkan usaha, namun suasana yang santai akan membantu murid tidak merasa tertekan, dan dari keadaan ini akan memungkinkan mereka menghasilkan solusi untuk setiap persoalan.
Dan yang keenam ialah memperkenalkan kepada mereka orang-orang yang memiliki kreativitas tinggi, bisa dengan mendatangkan langsung atau sebatas menunjukkan biografi orang yang kreatif serta karya-karya yang mereka hasilkan.

Blog Archive