Blogroll

loading...

Blogger templates

loading...

Neurosains Spiritualitas



Neurosains berasal dari kata neuro (sistem saraf) dan science (Ilmu). Jadi, neurosains adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia dengan memeberi perhatian pada sistem saraf, terutama otak.4 Neurosains sebagai sebuah ilmu yang mempelajari tentang otak manusia sudah berlangsung sejak zaman yunani dahulu. Akan tetapi neurosains berdiri menjadi sebuah disiplin ilmu dapat kita jejaki sekitar tahun 70-an. Yakni sejak berdirinya society for neuroscience di Amerika.
Sedangkan spiritualitas yang akan dibahas pada makalah ini berbeda dengan agama. Agama merupakan sebuah lembaga (organize) yang memiliki beberapa rangkaian ritual wajib dan pelengkap yang dapat diamati, diukur, objektif, formal, bersifat otoriter kaitannya dengan perilaku, dll.
Selain agama sebagai sebuah organize, semua agama yang ada memiliki keunikan tersendiri, misalnya dari segi cara, bentuk, dan simbolisasi ajaran yang dipercaya datangnya dari Tuhan. Selain itu semua agama yang ada di dunia juga hampir memiliki kesamaan. Dari kesamaan-kesamaan tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya agama merupakan sesuatu yang sudah inheren dalam diri manusia. Dan setelah pemakalah membaca dengan seksama pada bab pertama buku “The Varietes of Religius Experience” tentang Agama dan Neurologi yang ditulis oleh William James, penulis memahami bahwa agama sebagai fungsi daripada pengalaman manusia bisa dijelaskan dengan fungsi otak. Titik tekan dari agama ialah “kendali diri”.
Sedangkan spiritualitas bersifat kebalikannya, dimana spiritualitas lebih bersifat individu, tidak dapat diamati, tidak dapat diukur, subjektif, tidak otoriter, dll. Dalam kajian neurosains, spiritualitas lebih menitik beratkan pada pengalaman religius (religius experience) yang dicoba dilihat menggunakan pemindai otak pada bagian yang sama dalam otak, dengan sirkuit otak yang sama pula.
Pada kajian kali ini akan menunjukkan bahwa neurosains hendak menerangkan tentang fenomena yang mau tidak mau begitu nampak sangat jelas dalam kehidupan nyata dalam keseharian kita. Yakni adanya orang yang beragama dan orang yang memiliki spiritualitas tertentu, adanya keyakinan-keyakinan agama dan keyakinan pada tuhan yang sangat nampak di permukaan.
Maka dari itu, menjadi sangat menarik ketika melakukan pengkajian terhadap spiritualitas manusia yang pendekatannya menggunakan neurosains. Karena salah satu pakar neurosains Indonesia Taufik Pasiak dalam pengantarnya pada buku “Gen Iman dalam Otak”, mengatakan bahwa neurosains merupakan sebuah pendekatan yang unggul. Neurosains merupakan sebuah ilmu yang paling menarik dibandingkan dengan beberapa sains yang meneliti tentang Tuhan. Karena neurosains berkaitan dengan otak manusia, salah satu bagian yang tidak hanya menjadi ikon unik pada manusia, tetapi juga sebagai organ yang juga bisa menciptakan tuhan.
Dalam otak manusia terdapat beberapa bagian yang mengatur emosi seseorang, emosi tersebut merupakan sebuah “sistem kendali” pada manusia.
Di atas telah disinggung bahwa titik tekan dari agama ialah sebagai “kendali diri”, sehingga para pakar neurosains sepakat bahwa bagian otak itulah yang juga memiliki hubugan erat dengan spiritualitas manusia. Diantara bagian otak manusia yang memiliki hubungan erat dengan spiritualitas atau lebih dikenal dengan istilah operator neurospiritual, ialah:
Pertama, cortex prefrontal. Bagian ini dalam kajian neurosains diangggap sebagai penghubung utama antara emosi dan kognisi manusia, melalui cortex ini emosi dan kognisi manusia dikelola. Istilah penulis, bagian hubungan kognisi dan emosi inilah yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk yang lain. Karena makhluk yang lain tidak memiliki kemampuan menghubungkan kognisi dan emosi.
Cortex prefrontal ini terletak di bagian depan otak manusia. bagian inilah yang menjadi pembentuk kepribadian manusia yang berkaitan dengan motivasi, sosial, moralitas, rasionalitas dan kesadaran manusia. Bagian ini berfungsi sebagai bagian yang berhubungan dengan rencana masa depan, pengambil keputusan, dan penanaman nilai-nilai moral. Koneksi cortex preffrontalis dengan bagian otak yang lain memiliki hubungan yang sangat padat, tetapi secara sederhananya meliputi “Where” (koneksi yang berkaitan dengan fungsi spasial), “what” (koneksi yang berkaitan dengan fungsi visual untuk mendeteksi objek dan makna kehadiran objek tersebut), dan koneksi berbentuk “U” (koneksi yang menghubungkan cortex prefontalis dengan eye fields, cortex premotorik, dan bagian belakang dari cortex motorik.
Kerusakan pada cortex prefontal dapat menyebabkan hilangnya kemampuan dalam kendali emosi. Salah satu contoh kasus terkait dengan kerusakan cortex prefontal ini ialah kasus yang terjadi pada Phineas Gage. Secara kronologis Gage ini mengalami kecelakaan saat dia bekerja, batang besi menembus kepalanya dan merusak bagian cortex prefontal. Setelah dilakukan pengangkatan besi tersebut, Gage tidak mengalami perubahan terkait kemampuan intelektualnya, tetapi Gage mengalami perubahan kepribadian salah satu buktinya dia tidak bisa mengambil keputusan dan mentaati peraturan sistem sosial.
Kedua, area asosiasi. Area asosiasi bisa disebut juga dengan serebrum atau otak besar. Area ini terdiri dari beberapa komponen yaitu lobus parietalis, lobus frontalis, lobus temporalis, dan lobus occipitals. Yang mana komponen ini berfungsi sebagai fungsi kognitif, emosi, dan pencarian makna hidup, artinya pada area asosiasi inilah tempat kesadaran di proses. Berhubungan dengan spiritualiatas, kemudian area ini lebih spesifik lagi membagi kepada area asosiasi visual, asosiasi atensi, asosiasi orientasi, serta asosiasi konseptual verbal.
Asosiasi visual yang terletak pada lobus temporal, kaitannya dengan spiritualitas manusia berfungsi untuk memvisualisasikan persepsi yang ada dalam diri seseorang sesuai dengan stimulus yang ada. Seperti visualisasi dalam meditasi atau doa. Dan jika terjadi kerusakan pada area ini maka dia tidak akan mampu mengenali apapun terkait dengan kemampuan kognisi maupun memori, dan yang lebih parahnya lagi tdak akan mampu mengenali dirinya sendiri.
Asosiasi atensi, area ini pada bagian struktur otak terletak pada bagian cortex prefontalis. Dalam konteks spiritualitas, area ini berfungsi untuk menata bermacam perintah-perintah kompleks seperti proses bahasa, memori, kesadaran introspeksi diri, dan kesenangan. Selain itu area ini juga berfungsi sebagai bagian otak yang memadukan gerakan tubuh dan perilaku yang dihubungkan dengan tujuan tertentu, pada bagian ini juga memiliki hubungan dengan lobus frontal (singgasana kehendak).
 Jika dihubungkan dengan spiritualitas dalam prakteknya, terjadi peningkatan aliran darah otak pada daerah ini ketika seseorang melakukan meditasi atau do’a. Selain itu respons emosional yang muncul terhadap pengalman spiritual manusia merupakan bukti nyata bahwa pada area ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan spiritualitas.
Dan jika terjadi kerusakan pada area ini akan mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk konsentrasi dan mempertahankan perhatian. Selain itu, mereka yang mengalami kerusakan pada bagian ini tdak akan mampu merencanakan masa depan.
Selanjutnya area asosiasi orientasi. Letaknya terdapat pada lobusparintalis posterior, area asosiasi ini memiliki fungsi untuk membentuk bayangan tiga dimensi ruang dan waktu yang terletak pada otak kiri, selain itu area ini memiliki kemampuan untuk membayangkan perspektif sebuah objek yang diputar dalam berbagai sudut, hal ini merupakan tugas dari otak kanan. Kerusakan pada area ini akan mengakibatkan orang tidak akan mampu melakukan fungsi-fungsi tersebut, karena dalam menentukan posisi seseorang dalam sebuah ruang (spasial) hanya dilakukan oleh salah satu belahan otak saja. Misalnya pada penderita stroke, dia tidak akan mampu untuk memahami objek, dan ukuran objek.
Dan yang terakhir dari bagian area asosiasi ini ialah asosiasi konseptual verbal. Area ini dalam struktur otak terletak pada perbatasan lobus temporal, occipital, dan parietal. Area ini berfungsi untuk menciptakan konsep-konsep abstrak untuk kemudian dikaitkan dengan kata-kata. Area ini merupakan area yang tidak kalah pentingnya dari beberapa area yang telah diuraikan di atas. Kaitannya dengan pengalaman spiritualitas, menggunakan area bahasa ini sangat penting karena dari sinilah kemudian ekspresi terkait dengan pengalaman spiritual itu muncul.
Bagian ketiga dari apa yang disebut dengan operator neurospiritual ialah lymbic system. Pada dasarnya, sistem limbik ini juga ada pada hewan. Maka dari itu Paul Mclean menyebut sistem limbik ini dengan otak reptil atau mamalian brain. Namun meskipun demikian, fungsi sistem limbik yang ada pada manusia melebihi dari pada fungsi sistem limbik yang ada pada hewan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rezky A. Yatsab dkk. Yang meneliti tentang “Hubungan kinerja otak dan spiritualitas manusia diukur dengan menggunakan Indonesia Spiritual Health Assessment (ISHA)pada pemuka agama Di kabupaten halmahera tengah”, menggunakan sistem SPSS menunjukkan bahwa keduanya tidak memiliki hubungan apapun. Namun meskipun demikian, secara medis hal ini terbukti. Berikut akan diuraikan mengenai hubungan antara sistem limbik dan spiritualitas manusia.
Sistem limbik ini dibangun oleh sejumlah struktur, yaitu hypotalamus, amyangdala, dan hippocampus. Struktur hipotalamus memiliki fungsi sebagai pengatur utama hormon-hormon tubuh, dan merupakan bagian tertua dari sistem ini. Secara sederhananya hipotalamus berfungsi berfungsi sebagai pengirim sinyal hormonal dan neural, sebagai pengirim perintah ke sistem syaraf otonom yang melakukan terhadap kontrol berbagai fungsi tubuh yang besifat vegetatif. Termasuk di dalamnya produksi air mata, pernafasan suhu tubuh, air liur, keringat, dll.
Meskipun studi tentang fungsi hipotalamus ini kaitannya dengan spiritualitas manusia tidak secara spesifik dilakukan pada aktivitas tertentu, namun fungsi hipotalamus sangat jelas mengatur perubahan hormonal. Meditasi atau do’a ternyata dapat mempengaruhi pelepasan hormon yang mengatur tekanan darah, pertumbuhan hormon, dan lain sebagainya. Hormon itulah yang bekerja ketika seseorang sedang berada atau melakukan spiritualitas tertentu.
Selanjutnya, struktur yang membangun sistem limbik ini adalah amyangdala. Posisi dari amyangdala ini terletak pada bagian lobus temporal. Amyangdala ini merupakan struktur yang paling tua dalam perkembangan otak manusia, karena amyangdala ini sejatinya sudah ada sejak manusia dilahirkan dan Posisinya terletak pada bagian terdalam dari otak. Amyangdala memiliki peran utama dalam menciptakan emosi tingkat tinggi. Berbagai nuansa seperti rasa cinta, kepercayaan, ketidakpercayaan, dll. Diatur oleh amyangdala ini. Hubungan yang saling menghubungkan antara amyangdala dan berbagai bagian sangat memungkinkan memonitor masukan sensoris dalam kaitannya dengan emosi.
Kemampuan amyangdala ialah sebagai pemicu aktivitas sistem arousal, merupakan elemen kunci dalam menciptakan emosi meskipun amyangdala tidak secara langsung mempengaruhi terhadap sistem saraf otonom. Kemampuan tersebut yang jika dikaitkan dengan kegiatan spiritual merupakan fungsi yang sangat penting. Karena dalam kegiatan spiritual, amyangdala dapat membentuk posisi tubuh dengan perasaan yng dikandung didalamnya.
Sebagai contoh, dalam tradisi spiritualitas Islam ada yang dinamakan berdzikir. Pada bacaan dzikir tertentu misalnya bacaan tahlil, secara otomatis kepala akan menggeleng-geleng. Walaupun terdapat perbedaan terkait dengan posisi kepala, tergantung pada pengalaman masing-masing.
Bagian terakhir dari struktur yang membangun sistem limbik ialah hipocampus. Posisi dari hipocampus ini terletak tepat dibelakang amyangdala, tepatnya pada bagian yang disebut dengan lobus temporalis. Maka dari itu, dalam emosi yang muncul, amyangdala masih mempengaruhinya. Karena hipocampus tidak menciptakan emosi secara langsung seperti amyangdala, tetapi masih berhubungan dengan bagian otak manusia yang lain. Artinya hipocampus hanya berfungsi sebagai diplomat yang menjadikannya sebagai perantara pada berbagai bagian otak yang lain.
Kaitannya dengan spiritualiatas manusia ialah, hipocampus setelah melakukan hubungan interkoneksi saraf dengan hipotalamus, amyangdala, dan area asosiasi atensi maka hipocampus yang akan menjadi penghambat suatu keadaan emosional yang ekstrem. Dengan kata lain, hipocampus berfungsi menyeimbangkan sebuah emosional yang muncul dari sebuah ritual.
Operator neurospiritual yang keempat ialah sistem saraf otonom. Sistem saraf ini bekerja berdasarkan perintah internal, tidak ada intervensi dari bagian saraf yang lain. Sistem saraf inilah yang berfungsi mempertahankan beberapa fungsi dasariah kehidupan seperti bernafas, detak jantung, tekanan darah, suhu tubuh, dll.
Sistem saraf otonom tersebut dibangun oleh dua komponen utama, yaitu sistem saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Dan terkait dengan pengalaman spiritualitas manusia, sangat berkaitan dengan empat keadaan sistem saraf otonomik. Diantara empat keadaan sistem saraf otonomik tersebut ialah, hiperquiescent (keadaan relaksasi tidak biasa), biasanya keadaan ini hanya bisa terjadi pada saat tidur atau ketika melakukan meditasi. Hiperrarousal (keadaan waspada tingkat tinggi), keadaan ini biasanya terjadi pada keadaan dimana kegiatan motorik berlangsung secara terus menerus, misalnya seperti ritual yang cepat tanpa terkecuali tarian sufi.
Keadaan selanjutnya ialah hiperquiescent with arousal breakthrought. Merupakan keadaan dimana seseorang ketika melakukan sebuah kegiatan spiritual yang menggunakan lambang simbol seperti lilin dan lain sebagainya merasa seakan-akan kita dibawa masuk oleh objek itu. Ketika keadaan ini muncul pada diri seseorang maka akan merasakan kebahagiaan yang sangat dalam. Dan yang terakhir ialah keadaan hiperarousal with quiescent breakthrought, dalam hubungan seksual biasanya keadaan ini terjadi saat orgasme, sedangkan dalam spiritualitas misalnya dalam tarian sufi. Artinya pada saat melakukan hubungan seksual dan tarian sufi intensifitasnya memuncak karena adanya rangsangan yang maksimal kemudian akan memunculkan efek yang disebut dengan spillover.

Blog Archive