A.
AWAL PEMBENTUKAN MAZHAB FIKIH
Fikih adalah salah satu disiplin ilmu agama yang
membahas masalah-masalah peribadatan,
muamalah (pernikahan, waris, dan berbagai bentuk transaksi, hudud (tindak
pidana), dan khilafah atau imamah. Mazhab Fikih adalah fikih yang dikembangkan
oleh Imam Mazhab, menyangkut produk-produk fikih maupun metodologinya.
Secara garis besarnya terdapat dua
mazhab besar Sahabat yang dikemudian hari melahirkan banyak mazhab fikih, yaitu
Al-Khulafa dan Ahl al-Bayt. Umar dan Aisyah termasuk Al-Khulafa,
sementara Ali dan Ummu Salamah (Istri Nabi) termasuk Ahl al-Bayt. Kedua mazhab ini disebut Madrasah al-Khulafa dan
Madrasah Ahl al-Bayt.
Pada masa dinasti Umawiyah, Madrasah
al-Khulafa bercabang lagi menjadi dua yaitu Madrasah Al-Hadits (berpusat di
Madinah, melandaskan fikihnya kepada Al-Qur’an, al-Sunnah, dan ijtihad para
sahabat dan sedapat mungkin menghindari Ra’yu dalam menetapkan hukum) dan
Madrasah Al-Ray (berpusat di Irak, sedikit menggunakan hadits, dan lebih banyak
berpijak pada penalaran rasional dengan melihat sebab hukum (illat) dan tujuan
syara’ (maqashid syar’iyyah).
Generasi kedua setelah Sahabat Nabi
adlah Tabi’in (pengikut Sahabat
Nabi), kemudian disusul dengan generasi Tabi’in
al-Tabi’in (Pengikut Tabi’in). Pada masa Tabi’in al-Tabi’in dan satu
generasi sesudahnya itulah mazhab-mazhab Fikih lahir. Lima Mazhab Fikih yang
dikenal sekarang adalah sedikit dari banyak mazhab yang lahir pada masa itu.
B. SEJARAH PELEMBAGAAN MAZHAB FIKIH
Proses
terbentuknya suatu mazhab fikih terjadi akibat dari suatu peristiwa ketika
Al-Manshuur (Dinasti Abbasiyah) baru saja diangkat menjadi Khalifah, ia
mengundang tiga ulama Mazhab : Imam Malik, Ibn Sam’an dan Ibn Abi Dzuaib.
Ketika itu ketiga Ulama ditanya mengenai pendapatnya tentang Khalifah. Ibn
Sam’an memuji khalifah sedangkan Ibn Abi Dzuaib sebaliknya dan hanya Imam Malik
yang tidak mengemukakan pendapatnya.
Karena sifat Imam Malik itulah maka
beliau menjadi terkemuka karena al-Manshur memberikan segala kehormatan
kepadanya yaitu berupa perbanyakan atas karya Imam Malik yaitu Kitab Al-Muwaththa. Begitu pula ketika Harun
al-Rasyid berkuasa, ia bermusyawarah dengan Malik untuk menggantungkan Al-Muwaththa pada Ka’bah dan
memerintahkan orang untuk beramal menurut Kitab itu.
Mazhab Hanafi berkembang keetika
Imam Abu Yusuf, murid utama dan sahabat Imam Hanafi, diangkat menjadi Qadhi ( Hakim Agung ). Beliau mengangkat
hakim-hakm yang bermazhab Hanafi. Harun al-Rasyid sepeninggal Imam Malik
mengundang Imam Syafi’i ke Bagdad, sebagai simbol pelembagaan mazhabnya. Sultan
Ayubiyah mengokohkan Syafi’i sebagai mazhab resmi kesultanan.
Berbeda dengan mazhab al-Khulafa yang didukung penguasa,
mazhab Ahl al-Bayt bergerak di bawah
tanah. Mazhab ini tidak dikenal masyarakat selain murid-muridnya yang sangat
terbatas.
C. FIKIH LIMA MAZHAB
Lima
mazhab (Ja’fari. Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) tumbuh pada zaman
kekuaasaan dinasti abbasyiah. Pada periode sebelumnya, era dinasti Umawiyyah,
madrasha-madrasah itu tidak melahirkan pemikiran-pemikiran mazhab. Dr. Muhammad
Farouq al-Nabhan menjelaskan sebab-sebab berikut :
- Hubungan yang buruk anatara Ulama dan Khulafa
- Terputusnya huhbungan anatara pusat khilafah
dengan pusat ilmiah
- Politik diskriminasi yang mengistimewakan
orang Arab di atas mawali
(orang non Arab)
Imam Ja’far Al-Shadiq (82-140)
Ja’far
Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Husain (ibn Ali) Ibn Fathimah binti Rasulullah SAW
lahir di Madinah tahuun 82 H pada masa pemerintah Abd al-Malik Ibn Marwan
(Dinasti Umawiyah). Selama lima berlas tahun ia tinggal bersama kakeknya, Ali
Zainal Abidin keturunan Rasul yang selamat dari pembantaian di Karbala. Stelah
Ali wafat, ia diasuh dan dididik oleh ayahnya Muhammad al-Baqir selama sembilan
belas tahun. Ibunya bernama Ummu Farwah binti Al-Qasin bin Muhammad bn Abu
Bakar As-Shiddiq. Pada beliaulah dapat perpaduan darah Nabi SAW dengan Abu
Bakar Al-Shiddiq ra.
Dianatara karakteristik khas dari mazhab Ja’far, selain menolak qiyas
adalah hal-hal berkut:
a.
Sumber-sumber syar’i adalah Al-Qur’an, al-Sunnah dan
akal. Trmasuk ke dalam sunnah adalah sunnah
Ahl al-Bayt: yakni para imam yang ma’shum. Mereka tidak mau menjadikan
hujjjah hadist-hadist uyang diriwayatkan para sahabat yang memusuhi Ahl
al-Bayt.
b.
Istihsan tidak boleh
digunakan. Qiyas hanya dipergunakan bila ‘illat-nya
manshush (terdapat dalam nash). Pada
hal-hal yang tidak terdapat ketentuan nashnya, digunakan akal berdasarkan
kaidah-kaidah tertentu.
c.
Al-Qur’an dipandang telah lengkap menjawab seluruh
persoalan agama. Tugas mujtahid adalah mengeluarkan dari Al-Qur’an
jawaban-jawaban umum untuk masalah-masalah yang khusus.
Imam Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M0
Abu Hanifah
Al-Nu’man bin Tsabit bin Zufi Al-Tamimi dilahirkan di Kufah pada tahun 150H/699
M pada masa pemerintahan Al-Walid bin Abdul Malik. Beliau masih ada pertalian
hubungan kekeluargaaan dengan Ali bin Abi Thalib ra.
Pokok fikih mazhab Hanafi bersumber
pada tiga hal :
a.
Sumber – sumber naqliyah, yang meliputi Al-Qur’an,
al-Sunnah, Ijma dan pendapat para sahabat.
b.
Sumber-sumber ijtihadiyah, yakni dengan menggunakan
qiyas dan ihtihsan
c.
Al-‘Urf, yakni adat kebiasaan yang tidak
bertentangan dengan nash, terutama dalam masalah perdagangan. Abu Hanifah
bahkan menganjurkan beramal dengan ‘urf.
Imam Malik Bin Anas (93-179 H/712-795 M)
Imam Malik bin
Anas dilahirkan di Madinah, pada tahun 93 H. Beliau berasal dari Kabilah
Yamniah. Pada mulanya beliau belajar dari Ribiah, seorang Ulama yang sangat
terkenal pada waktu itu. Selain itu, beliau juga memperdalam hadist kepada Ibn
Syihab, di samping juga mempelajari ilmu fikih dari para sahabat.
Imam Malik dikenal memiliki daya
ingat yang sangat kuat. Selain itu, beliau dikenal sangat ikhlas di dalam
melakukan sesuatu. Hasil karya beliau yang terkenal adalah Kitab Al-Muwaththa yang merupakan kitab hadist dan fiqh. Mazhab
Maliki tersebar luas dan dianut di banyak bagian di seluruh penjuru dunia
terutama Afrika Utara.
Imam Syafi’i (150-204 H/769-820 M)
Muhammad bin
Idris al-Syafi’i al-Quraisyi dilahirkan di Ghazzah tahun 150 H bertepatan
dengan wafatnya Imam Abu Hanifah. Beliau pernah mengajar di Masjid Amru bin As
di Mesir. Beliau juga menulis Kitab Al-Um,
Amali Kubra, Risalah, Ushul Al-Fikih dan memperkenalkan Qaul jadid sebagai mazhab baru. Dalam
Ushul fikih Imam Syafi’i dikenal sebagai orang pertama yang mempelopori
penulisan kitab ini.
Pokok-pokok fikih Imam Syafi’i ada
lima :
-
Al-Qur’an dan al-Sunnah
-
Al-Ijma
-
Pendapat sahabat yang tidak ada yang menentangnya
-
Ikhtilaf Sahabat Nabi
-
Qiyas
Imam Ahmad Hanbali (164-241 H/780-855 M)
Abu Abdullah
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal Al-Syaibani dilahirkan di Baghdad pada
bulan Rabiul Awal tahun 164 H. Beliau dibesarkan dalam keadaan Yatim oleh
ibunya. Untuk memperdalam ilmunya beliau pergi ke Basrah dan bertemu dengan
Imam Syafi’i.
Selain itu beliau menuntu ilmu ke
Yaman dan Mesir. Beliau banyak mempelajari dan meriwayatkan hadist dan beliau
tidak mengambil hadist kecuali yang sudah jelas shahihnya. Oleh karena itu,
beliau mengarang kitab hadist yang terkenal dengan nama Musnad ahmad Hanbali. Imam Ahmad
Hanbali wafat di Baghdad pada usia 77 tahun pada tahun 241 H pada masa
pemerintahan Khalifah al-Wathiq. Sepeninggal beliau, mazhab Hanbali berkembang
luas dan menjadi satu mazhab yang memiliki banyak penganut.
Pokok-pokok fikih mazhab Hanbali :
-
Al-Nushush
-
Fatwa Sahabat
-
Ikhtilaf Sahabat
-
Hadist Mursal dan dha’if
-
Qiyas
D. MAZHAB FIKIH DI INDONESIA
Secara
umum di Indonesia terdapat dua mazhab besar, yaitu yang berpegang pada Mazhab
empat (Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hanbali) dan yang berpegang pada Al-Qur’an
dan Al-Sunnah. Masyarakat NU dan kaum Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah (Aswaja)
lainnya berpegang pada Empat Mazhab, sementara Muhammadiyah, Persis dan
Al-Irsyad berpegang pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Sebenarnya, mereka yang
berpegang pada empat mazhab juga beregang pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah, haya
saja Al-Qur’an dan Al-Sunnah sebagaimana dpahami Imam Mazhab atatu menggunakan
metodologi Imam Mazhab.
Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari
(Pendiri NU) dalam risalah Ahlussunnah wal Jamaah bagian Dasar-dasar Jam’iyah
NU menegaskan tentang perlunya memegangi Mazhab Empat karena beberapa alasan :
1.
Ummat ini sepakat untuk mengikuti ‘ulama salaf dalam
mengetahuui (memahami) syari’at. Para pengikut sahabat (tabi’in) dalam hal ini
mengikuti para sahabat, dan para pengikut tabi’in (tabi’in al-tabi’in)
mengikuti tabi’in. Demikianlah seterusnya setiap generasi ulama mengikuti
generasi sebelumnya.
2.
Rasulullah SAW bersabda : “ Ikutilah golongan
terbesar”. Mengikuti Mazhab Empat berarti mengikuti golongan terbesar, dan
keluar darinya beraarti keluar dari golongan terbesar.
3.
Oleh karena zaman terus bergerak, jarak antara
masa-masa awal dengan masa kini semakin jauh dan amanat telah disia-siakan,
maka tidak diperkenankan memegangi pendapat-pendapat ulama jahat dari kalangan
hakim yang tidak adil dan mufti yang menuruti hawa nafsunya hingga tidak segan
menisbatkan apa yang mereka katakan kepada
ulma slaaf yang dikenal kejujurannya, agamanya dan keamanahannya, baik
dengan terang-terangan atau secara implisit.
Mazhab yang populer dikalangan
masyarakat NU dan Aswaja adalah Mazhab Syafi’i. Mazhab lainnya tidak
mendapatkan tempat sama sekali. Berbeda dengan Muhammdiyah yang sejak
berdirinya menolak mazhab. Dianatara faktor yang melatarbelakangi adalah
kekhawatiran K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) tentang ketidakmurnian
ajaran Islam akibat tidak dijadikannya Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai
satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia. Muhammdiyah
mengajak umat Islam agar merujuk langsung kepada Al-Qur’an dan al-Sunnah, yang
juga tempat merujuk para Imam Mazhab yang empat.