Menurut akuntansi keuangan berdasarkan SAK berbasis IFRS aset tidak
berwujud adalah aset non moneter yang dapat diidentifikasi, yang tidak memiliki
wujud fisik. Adapun beberapa contoh dari aset tidak berwujud yaitu paten, hak
cipta, merek produk, perangkat lunak komputer, goodwill. Beberapa jenis aset tidak berwujud dapat mempunyai
bentuk fisik, seperti compact disc (yang
di dalamnya terdapat perangkat lunak komputer) atau dokumentasi legal (yang
memuat lisensi atau paten) (Kartikahadi & Syamsul, 2012).
Pengakuan biaya perangkat lunak. Isu yang sering timbul adalah bagaimana
perlakuan akuntansi untuk biaya perangkat lunak komputer. Terdapat beberapa alternatif
perlakuan akuntansi: untuk perusahaan pengembangan perangkat lunak, biaya yang
timbul dalam mengembangkan program perangkat lunak adalah biaya penelitian dan
pengembangan. Sehingga semua biaya dalam fase penelitian harus dibebankan
karena pengeluaran pada fase penelitian dari sebuah proyek internal ketika
dilakukan entitas tidak dapat mengakui
maupun mengkapitalisasi beberapa pengeluaran atau beberapa aset tidak berwujud
yang muncul dari penelitian atau fase penelitian dari proyek internal sebagai
aset tidak berwujud pada neraca saldo, karena hal tersebut tidak mungkin untuk
sebuah entitas dapat menjelaskan bahwa beberapa pengeluran atau beberapa aset
tidak berwujud akan dapat mengembangkan keuntungan ekonomis pada masa
mendatang. Adapun contoh dari aktivitas penelitian yaitu aktivitas yang
bertujuan mendapatkan mengetahuan baru, menyelidiki, evaluasi dan seleksi
akhir, aplikasi dari hasil penelitian. (Nelson lam & Pater lau, 2014) Sedangkan
biaya fase pengembangan dapat di kapitalisasi apabila memenuhi kriteria
pengakuan sebagai aset, dan untuk kasus perangkat lunak yang dikembangkan untuk
digunakan secara internal, biaya yang terjadi harus dibebankan. Hal ini disebabkan
walaupun perangkat lunak tersebut memberikan manfaat bagi entitas tetapi sulit
untuk menunjukan bagaimana program tersebut dapat memberikan manfaat bagi
entitas tetapi sulit untuk menunjukkan bagaimana program tersebut dapat
memberikan manfaat ekonomi masa depan bagi entitas. Adapun biaya situs web yang
mengatur mengenai perlakuan akuntansi
terkait biaya situs web.
ISAK 14, Situs web yang timbul
dari perkembangan diakui sebagai aset tidak berwujud jika dan hanya jika
memenuhi persyaratan umum dalam PSAK 19 terkait
pengakuan dan pengukuran awal, yaitu: kemungkinan besar entitas akan memperoleh
manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut.; dan biaya perolehan aset
tersebut dapat diukur secara andal. Entitas harus dapat menunjukkan bagaimana situs
web entitas akan dapat menghasilkan manfaat ekonomi masa depan, misalnya ketika
situs web ini mampu menghasilkan pendapatan, termasuk pendapatan langsung dari
pesanan. Apabila entitas tidak dapat menunjukan bahwa situs web yang
dikembangkan tersebut akan menghasilkan kemungkinan manfaat ekonomi masa depan
, misalkan situs web tersebut digunakan semata-mata atau terutama hanya untuk mempromosikan dan iklan produk dan jasa
entitas, maka semua pengeluaran pada pengembangan situs web harus langsung
diakui sebagai beban pada saat terjadinya
(Kartikahadi & Syamsul,2012).
Menurut PSAK nomor 19 aktiva
tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau
menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan kriteria. Namun, jika
riter tersebut diperoleh dalam suatu penggabungan usaha yang bentuknya
akuisisi, maka riter tersebut diperlakukan sebagai bagian dari muhibah (goodwill) yang diakui pada tanggal
akuisisi. Dalam definisi aktiva tidak berwujud terdapat kriteria bahwa
keteridentifikasian aktiva tidak berwujud harus dapat dibedakan secara jelas
dengan muhibah (goodwill). Goodwill sendiri menurut AASB didefinisikan sebagai termasuk keuntungan di masa
mendatang (future benefit) yang
diperoleh dari aset yang unidentifiable
akan diakui sebagai aset dalam laporan keuangan hanya jika hal tersebut
diperoleh berasal dari suatu bisnis akuisisi. Dalam penggabungan usaha melalui
akuisisi, selisih lebih antara biaya perolehan dan bagian perusahaan
pengakuisisi atas nilai wajar aktiva dan kewajiban yang dapat diidentifikasi (identifiable assets and liabilities)
diakui sebagai goodwill. Goodwill merupakan cerminan atas lebih
tingginya kekuatan potensi laba perusahaan yang diakuisisi dari pada nilai wajarnya.
Dalam prakteknya, goodwill merupakan
cerminan pembayaran premium untuk mendapatkan perusahaan yang diakuisisi (Setijawan,
2011).
Perlakuan akuntansi goodwill
di Indonesia semula menggunakan PSAK No. 22 (1994) dengan menggunakan
pendekatan kapitalisasi-amortisasi untuk pencatatan goodwill. Dikategorikan sebagai aset, goodwill harus diamortisasi
dan dibukukan sebagai beban secara sistematis sesuai dengan masa manfaatnya.
Konsep amortisasi atas goodwill kemudian tidak digunakan lagi dalam PSAK
No. 22 (revisi 2010) tentang kombinasi bisnis dan PSAK No. 19 (revisi 2010)
tentang aset tidak berwujud. Pendekatan
akuntansi goodwill saat ini di
Indonesia telah disesuaikan dengan aturan IFRS. Pengujian penurunan (impairment) nilai terhadap saldo goodwill yang belum diamortisasi setiap
tanggal neraca harus dilakukan. Apabila terjadi penurunan nilai goodwill, maka harus diakui sebagai
beban pada periode yang bersangkutan. Dalam PSAK No. 48 (Revisi 2009). Dijelaskan sebagai berikut: Unit penghasil kas yang telah memperoleh
alokasi goodwill harus diuji penurunan nilai secara
tahunan, dan setiap kali apabila terdapat indikasi bahwa unit tersebut
mengalami penurunan nilai, dengan membandingkan
jumlah tercatat unit tersebut (termasuk goodwill)
dengan jumlah
terpulihkannya.
Jika jumlah terpulihkan tersebut melebihi jumlah tercatatnya, unit dan goodwill yang dialokasikan ke unit
tersebut harus dianggap tidak mengalami penurunan nilai. Jika jumlah tercatat
unit melebihi jumlah terpulihkan, entitas harus mengakui rugi penurunan nilai
(Kusuma,2015).
FASB mendefinisikan aset tidak
berwujud sebagai aset lancar atau aset tidak lancar (tidak termasuk instrument keuangan) yang tidak memiliki
wujud atau substansi fisik menurut FASB:
Aset
tidak berwujud harus diakui sebagai aset yang terpisah dari goodwill jika aset itu berasal dari hak kontraktual
atau hak hukum lainnnya (tanpa memperhatikan hak-hak tersebut dapat ditransfer
atau dapat dipisahkan dari entitas yang diakuisisi atau dari hak kontraktual
atau hak hukum lainnya, maka harus diakui sebagai aset yang terpisah dari goodwill hanya jika dapat dipisahkan, yaitu aset tersebut dapat dipisahkan atau
dibagi dari entitas yang diakuisisi dan dijual, ditransfer, disewakan, atau
ditukar (tanpa memandang apakah ada maksud untuk melakukannya) (Beams, dkk.
2006:11).