Setelah memahami
tentang sejarah perkembangan genetika maka disini akan dibahas mengenai Hukum
Mendel. Seperti yang kita ketahui ada berbagai macam warna mata, mulai dari
mata berwarna coklat, biru, hijau, atau abu-abu, rambut berwarna hitam, coklat,
pirang atau merah, semua itu hanya merupakan sebagian contoh dari variasi
warisan yang dapat kita amati pada individu-individu dalam suatu populasi.
Prinsip genetika apa yang dapat menjelaskan mekanisme pemindahan sifat tersebut
dari orang tua ke keturunannya? Suatu penjelasan yang mungkin diberikan
mengenai hereditas adalah hipotesis “pencampuran”, yaitu suatu gagasan bahwa
materi genetik yang disumbangkan kedua orang tua bercampur dengan cara
didapatkannya warna hijau dari pencampuran warna biru dan kuning. Hipotesis ini
memprediksi bahwa dari generasi ke generasi, populasi dengan perkawinan bebas
akan memunculkan populasi individu yang seragam. Namun demikian, pengamatan
kita setiap hari, dan hasil percobaan pengembangbiakan hewan dan tumbuhan,
ternyata bertolak belakang dengan prediksi tersebut. Hipotesis pencampuran juga
gagal untuk menjelaskan fenomena lain dari penurunan sifat , misalnya
sifat-sifat yang melompati sebuah generasi.
Sebuah alternatif
terhadap model pencampuran ini adalah hipotesis penurunan sifat. Menurut model
ini, orang tua memberikan unit-unit warisan yang memiliki ciri sendiri
(gen) yang tetap mempertahankan ciri khusus ini pada keturunan. Kumpulan
gen suatu organisme lebih menyerupai sekumpulan kelereng dibandingkan seember
cat. Seperti kelereng, gen dapat dipilah dan diteruskan dari generasi ke
generasi, dalam bentuk yang tidak terbatas. Asal genetika modern, dimulai di
taman sebuah biara, dimana seorang biarawan yang bernama Gregor Mendel mencatat
sebuah mekanisme penurunan sifat partikulat. Mendel menemukan prinsip dasar
hereditas dengan membudidayakan kacang ercis dalam suatu percobaan yang
terencana dan teliti.
Prinsip dasar
hereditas yang ditemukan oleh Mendel dirumuskannya dalam 2 hukum, yaitu Hukum
Mendel I dan Hukum Mendel Mendel II.
Hukum Mendel I (Segregation of allelic genes)
Hukum Mendel I
disebut juga hukum segregasi adalah mengenai kaidah pemisahan alel pada waktu
pembentukan gamet. Pembentukan gamet terjadi secara meiosis, dimana
pasangan-pasangan homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi/terjadi
pemisahan alel-alel suatu gen secara bebas dari diploid menjadi haploid. Dengan
demikian setiap sel gamet hanya mengandung satu gen dari alelnya. Fenomena ini
dapat diamati pada persilangan monohybrid, yaitu persilangan satu karakter
dengan dua sifat beda.
Persilangan Monohibrid
P1
UU
x uu
(Ungu)
(Putih)
G1
U
x u
F1
Uu
Pada waktu
pembentukan gamet betina, UU memisah menjadi U dan U, sehingga dalam sel gamet
tanaman ungu hanya mengandung satu macam alel yaitu alel U. Sebaliknya tanaman
jantan berbunga putih homozigot resesif dan genotipenya uu. Alel ini memisah
secara bebas menjadi u dan u, sehingga gamet-gamet jantan tanaman putih hanya
mempunyai satu macam alel , yaitu alel u. Proses pembentukan gamet inilah yang
menggambarkan fenomena Hukum Mendel I.
Hukum Mendel II (Independent
Assortment of Genes)
Hukum Mendel II disebut juga hukum
asortasi. Menurut hukum ini, setiap gen/sifat dapat berpasangan secara bebas
dengan gen/sifat lain. Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet pada
persilangan dihibrid.
Persilangan Dihibrid
P1
BBKK
x
bbkk
(Biji bulat berwarna
kuning)
(Biji keriput Hijau)
G1
BK
x
bk
F1
BbKk
P2
BbKk
x
BbKk
G2
BK, Bk, bK,bk BK, Bk,
bK,bk
Pada waktu pembentukan gamet
parental ke-2, terjadi penggabungan bebas (lebih tepatnya kombinasi bebas)
antara B dan b dengan K dan k. Asortasi bebas ini menghasilkan empat macam
kombinasi gamet, yaitu BK, Bk, bK, bk. Proses pembentukan gamet inilah yang
menggambarkan fenomena Hukum Mendel II.