Pembangunan Situ Buleud mulai
dirintis pada 1830 oleh pendiri Purwakarta, yaitu R.A. Suriawinata. Antara
tahun 1819-1826, pemerintahan Belanda melepaskan diri dari pemerintahan Inggris
yang ditandai dengan upaya pengembalian kewenangan dari para bupati kepada
Gubernur Jendral Van der Capellen. Dengan demikian, Kabupaten Karawang dihidupkan
kembali sekitar tahun 1820, meliputi wilayah yang terletak di sebelah timur
Kali Citarum/ Cibeet dan sebelah barat Kali Cipunagara. Dalam hal ini, kecuali
Onder Distrik Gandasoli, sekarang Kecamatan Plered, pada waktu itu termasuk
Kabupaten Bandung
Pada masa pemerintahan Bupati
R.A. Suriawinata atau Dalem Sholawat, pada 1830 ibu kota dipindahkan dari
Wanayasa ke Sindangkasih, yang kemudian diberi nama Purwakarta, purwa berarti
permulaan dan karta berarti ramai/hidup. Diresmikan berdasarkan besluit (surat keputusan)
pemerintah kolonial tanggal 20 Juli 1831 nomor 2.
Pembangunan dimulai antara
lain dengan pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ Buleud, pembangunan
Gedung Karesidenan, Pendopo, Masjid Agung, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk
membuat Solokan Gede, Sawah Lega, dan Situ Kamojing. Pembangunan terus
berlanjut sampai pemerintahan bupati berikutnya.
Disebut Situ
Buleud karena danau yang cukup luas itu berbentuk bulat (Sunda,buleud).
Asal-usul Situ Buleud berkaitan erat dengan peristiwa perpindahan ibukota
Kabupaten Karawang dari Wanayasa ke Sindangkasih, tepatnya sejalan dengan
pembangunan infrastruktur kota Purwakarta pada tahap awal. Hal itu
berarti Situ Buleud dibuat atas gagasan Bupati R.A. Suriawinata (Dalem
Solawat). Pembuatannya berlangsung antara tahun 1830 – pertengahan tahun
1831.
Situ Buleud
dibuat dengan beberapa tujuan. Secara garis besar Situ Buleud dibuat dengan dua
tujuan dan kegunaan. Pertama, sebagai sumber air bagi kepentingan
pemerintah dan masyarakat kota Purwakarta. Air dari situ antara lain
digunakan untuk keperluan ibadat dan kegiatan lain di Masjid Agung. Kedua,
sebagai fasilitas kota, yaitu sebagai tempat rekreasi. Untuk kepentingan
tujuan/kegunaan kedua, ditengah situ didirikan bangunan tradisional sejenis
bangunan gazebo (bangunan tanpa dinding) sebagai tempat
istirahat (pasanggrahan).
Pembangunan
Situ Buleud dengan tujuan/kegunaan kedua, boleh jadi berkaitan erat dengan
salah satu hak istimewa bupati, yaitu hak menangkap ikan di sungai atau danau.
Hak istimewa itu merupakan bagian dari gaya hidup bupati waktu itu.
Dalam kenyataannya, yang menangkap ikan bukan bupati tetapi sejumlah rakyat.
Dalam acara itu, bupati tinggal di pasanggrahan yang berada di
tengah situ menyaksikan sejumlah rakyat menangkap ikan. Acara itu biasanya dimeriahkan
oleh iringan gamelan.
Hampir
bersamaan dengan kegiatan merenovasi pendopo tahun 1854, Situ Buleud pun
diperbaiki dan diperluas (Hardjasaputra, ed., 2004 : 59). Hal itu menunjukkan,
bahwa Situ Buleud memiliki arti penting bagi kehidupan di kota Purwakarta.
Salah satu arti pentingnya adalah sebagai penawar udara panas. Kota Purwakarta
termasuk tempat bersuhu udara panas. Keberadaan volume air dalam jumlah banyak
pada areal cukup luas, menyebabkan suhu udara di pusat kota menjadi
tidak terlalu panas, dalam arti cukup menyenangkan. Oleh karena itu, areal Situ Buleud sangat memadai sebagai tempat rekreasi.
Rupanya kondisi itu telah mengilhami seniman pencipta lagu Sunda berjudul “Situ
Buleud”.
Sekarang bangunan pasanggrahan di tengah situ sudah lenyap.
Demikian pula acara menangkap ikan seperti disebutkan, tiada lagi. Sejak
kapan pasanggrahan dan acara itu lenyap, belum diketahui
secara pasti. Namun demikian, sampai sekarang Situ Buleud tetap merupakan ciri
khas (landmark) kota Purwakarta. Situ Buleud sudah dikenal luas oleh
masyarakat di laur Purwakarta, baik karena mereka pernah datang ke tempat itu
maupun mendengar cerita orang, atau mendengarnya melalui lantunan lagu “Situ
Buleud”.Dari uraian singkat tersebut, Situ buleud memiliki
nilai sejarah bagi pemerintah dan masyarakat purwakarta. Tempat bersejarah itu
merupakan bagian dari jati diri masyarakat asli Purwakarta. Sampai sekarang,
Situ Buleud memiliki usia yang sama dengan pendopo. Atas dasar itu, Situ Buleud
pun termasuk Benda Cagar Budaya.