Kemampuan sains berkaitan
erat dengan aspek perkembangan kognitif pada anak. Perkembangan kognitif sering
diidentikkan dengan perkembangan kecerdasan. Perkembangan kognitif merupakan
dasar bagi perkembangan intelegensi pada anak. Pada anak usia dini pengetahuan
masih bersifat subjektif, dan akan berkembang menjadi objektif apabila sudah
mencapai perkembangan remaja dan dewasa. Hal tersebut senada dengan observasi
yang telah dilakukan Piaget yang mengemukakan bahwa “Anak mampu
mendemontrasikan berbagai pengaruh mengenai relativitas dunia sejak lahir
hingga dewasa”. (Yudha dan Rudyanto, 2004:199).
Secara
kualitatif perkembangan dari masing-masing tahapan kognitif yang dikemukakan
oleh Piaget untuk usia anak-anak, maksudnya adalah :
1. Tahap Sensori-Motor (0-2)
Pada tahap
ini inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis, yang
berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum mampu berfikir
mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih
bersifat primitif, namun merupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk
menjadi pondasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak.
Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal benda tetap. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak
ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda
itu ada. Dalam rentang 18 - 24 bulan barulah kemampuan anak tersebut muncul
secara bertahap dan sistematis. Pada tahap ini menggambarkan seseorang
berfikir melalui gerak tubuh, maksudnya kemampuan untuk belajar dan
meningkatkan kemampuan intelektual berkembang sebagai suatu hasil dari perilaku
gerak dan konsekuensinya.
2. Tahap Pra Operasional (2–7)
Pada tahap ini anak sudah
memiliki penguasaan sempurna tentang kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda
yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau
sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap
eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor,
yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Periode ini ditandai oleh adanya egosentris serta
pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan kemampuan berbahasa,
dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan
kalimat-kalimat pendek tetapi efektif. Pada tahap ini anak masih belum
memiliki kemampuan untuk berpikir logis atau operasional. Anak mulai
menggunakan simbol-simbol untuk mempresentasikan lingkungan secara kognitif.
Piaget membaginya menjadi dua sub bagian, yaitu: prakonseptual dan intuitif.
3.
Tahap Operasional Konkrit (8-11
tahun).
Karakteristik umum dari tahapan ini
adalah bertambahnya kemampuan dari variabel dalam situasi memecahkan masalah.
Pada masa ini anak sudah memasuki masa kanak-kanak dan memasuki dunia Sekolah
Dasar.
4.
Tahap Operasional Formal (11 tahun ke
atas)
Pada tahap ini ditandai dengan kemampuan individu untuk berpikir secara
hipotesis dan berbeda dengan fakta, memahami konsep abstrak dan
mempertimbangkan kemungkinan cakupan yang luas dari perkara yang sempit. (Yusuf, 2005:5).
Kemampuan adalah kapasitas
seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Sains
merupakan suatu cara bertanya dan menjawab pertanyaan tentang aspek fisik jagat
raya. Sains tidak sekedar suatu kumpulan fakta atau kumpulan jawaban tentang
pertanyaan, namun lebih merupakan suatu proses melakukan dialog berkelanjutan
dengan lingkungan fisik sekitarnya.
Saintis dengan keahlian
khusus, secara umum memiliki bahasa, metode-metode dan kebiasaan berpikir (habits
of mind) untuk mengkonstruk penjelasan tentang alam. Pengetahuan ini
kadang-kadang terpisah bahkan bertentangan dengan cara mencari tahu yang biasa.
Sains memiliki peran untuk melakukan pilihan. Pengetahuan ilmiah sebagai suatu
pengetahuan disiplin, dikonstruk secara identik dan secara simbolik di alam.
Penalaran ilmiah ditandai
dengan formulasi teoritis yang eksplisit yang dapat dikomunikasikan dan diuji
dengan bukti-bukti yang mendukung. Sains adalah Ilmu Pengetahuan Alam. Ilmu
Pengetahuan ialah suatu subjek atau pokok
yang berhubungan dengan bidang studi yang termasuk di dalamnya kenyataan
atau fakta dan teori-teori yang membantu menjelaskan dan menggambarkan kerja
dari alam (Trianto, 2010: 136).
Secara konseptual menurut
Amien (dalam Nugraha, 2005: 3), sains sebagai bidang ilmu alamiah dengan ruang
lingkup zat dan energy yang terdapat pada makhluk hidup dan tak hidup, lebih
membahas tentang alam seperti fisika, kimia, dan biologi. Sedangkan James
Conant, menjelaskan sains sebagai urutan konsep serta skema konseptual yang
berhubungan satu dengan yang lainnya sebagai hasil serangkaian percobaan dan
pengamatan serta dapat ditindak lanjuti.
Dalam taksonomi Bloom
(Trianto, 2010: 142), dijelaskan bahwa, tujuan pembelajaran IPA diharapkan
dapat memberikan pengetahuan (kognitif) yaitu pengetahuan dasar dari prinsip
dan konsep yang bermanfaat dalam kehiduan sehari-hari. Selain itu, pembelajaran
sains juga diharapkan dapat memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan
sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi. Anak adalah ilmuan,
dimana anak dilahirkan membawa sesuatu keajaiban dan dorongan rasa ingin tahu
untuk menyelidiki dan mencari tahu tentang apa yang dilihat, didengar, dan
dirasakan dilingkungan sekitarnya. Orang dewasa memegang peranan penting untuk
mengarahkan anak ke dalam segala permasalahan mengenai permasalahan yang akan
dihadapi anak nantinya, seperti misalnya dalam mendidik anak agar dalam
berperilaku sopan santun, menstimulasi anak agar aspek-aspek perkembangannya
dapat berkembang secara optimal, dan sebagainya.
Secara khusus permainan
sains di TK bertujuan agar anak memiliki kemampuan mengamati
perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya, untuk melakukan
percobaan-percobaan sederhana, untuk melakukan kegiatan membandingkan,
memperkirakan, mengklasifikasikan serta mengkomunikasikan sesuatu sebagai hasil
dari pengamatan yang dilakukannya, untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi
dalam bidang ilmu pengetahuan alam khususnya, sehingga akan dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya.
Nugraha (2005: 31),
mengemukakan bahwa, seseorang dikatakan menguasai sains apabila ia dapat
mengenal, menggali dan mengungkap segala sesuatu yang yang terkait dengan alam
dan permasalahannya. Prosedur dan teknik yang benar dalam mengenal alam dan
fenomenanya diperkenalkan dengan cara atau proses mengungkap sains yang benar,
seperti proses mengamati, menggolongkan, mengukur, menguraikan, menjelaskan,
mengajukan pertanyaan-petanyaan penting tentang alam, merumuskan problem,
merumuskan hipotesis, merancang penyelidikan termasuk eksperimen-eksperimen,
dan sebagainya.
Muzi Marpaung (2010),
berpendapat bahwa, melakukan eksperimen adalah pintu yang menyenangkan untuk
memasuki dunia sains. Kalau dilakukan di masa kanak-kanak, maka ia berpotensi
besar untuk menjadi memori masa kecil yang menyenangkan. Saat bertambah usia
dan tiba waktunya mereka mendalami sains dengan disiplin yang lebih “serius”,
maka memori masa kanak-kanak itu akan bermetamorfosis menjadi sebentuk
persepsi, bahwa sains itu menyenangkan.