Antropologi Budaya adalah cabang antropologi
umum yang berupaya mempelajari kebudayaan pada umumnya dan beragam kebudayaan
dari berbagai bangsa di seluruh dunia. Ilmu ini mengkaji bagaimana manusia mampu berkebudayaan dan
mengembangkan kebudayaannya dari masa ke masa. Fokus yang dipelajari oleh ilmu
ini adalah cara hidup manusia dalam memelihara dan mengubah lingkungannya. Cara
hidup ini diperoleh manusia melalui proses belajar (sosialisasi) dan pengalaman
hidup.
Fokus pada kebudayaan
manusia ataupun cara
hidupnya dalam masyarakat.
Dibagi menjadi 3: arkeologi, antropologi linguistik, dan etnologi (1999:12).
Jika dalam antropologi
fisik banyak berhubungan dengan ilmu-ilmu biologi lainnya, maka dalam antropologi
budaya banyak berhubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi.
Hal ini bisa dipahami karena dua-duanya berusaha menggambarkan tentang perilaku
manusia dalam konteks sosialnya.
a.
Antropologi Linguistik
Manusia diberi kelebihan dibandingkan dengan
makhluk hidup lainnya dalam menciptakan simbol-simbol yang terangkum dalam
istilah bahasa. Bahasa sangat penting sebagai media berkomunikasi sehingga
interaksi antarindividu atau antarkelompok akan menjadi lebih efektif. Selain kemampuan
menciptakan bahasa, manusia pun masih memiliki insting dalam berkomunikasi
seperti halnya yang dimiliki oleh makhluk hidup lainnya.
Hanya bedanya, makhluk hidup selain manusia
tidak mampu menciptakan bahasa seperti manusia. Bahasa merupakan lambang
kepintaran yang dimiliki manusia yang diperolehnya melalui proses belajar. Oleh
karena itu, bahasa merupakan ciri dari kehidupan manusia atau bahasa merupakan
ciri dari kebudayaan manusia.
Bahasa yang diciptakan sekaligus dipelajari
oleh manusia pada akhirnya akan berfungsi mengikat bagi manusia itu sendiri
dalam menggunakannya. Dalam hal ini, bahasa menjadi salah satu unsur kebudayaan
yang memiliki kaidah-kaidahnya sendiri yang berada “di luar” individu yang menggunakannya.
Sebagai contoh, jika Anda menemui ada individu sebagai anggota masyarakat di
mana Anda berada menggunakan bahasa dengan kaidah-kaidah di luar ketentuan yang
berlaku maka pesan yang ingin disampaikannya tidak akan diterima/dimengerti
oleh orang lain begitu pula oleh Anda sendiri.
Bahasa merupakan kesepakatan bersama seluruh
anggota masyarakat yang menggunakannya. Bahasa sebagai simbol untuk berkomunikasi
saat ini telah berkembang sangat kompleks, walaupun mungkin masih ada beberapa
suku bangsa yang hidup terpencil masih menggunakan bahasa yang relatif
sederhana, baik dalam jumlah kata-kata atau pun tata bahasanya.
Bahasa memiliki fungsi sebagai media
transmisi (sosialisasi) unsur-unsur kebudayaan dari satu generasi kepada
generasi berikutnya. Karena fungsinya
itu, bahasa menjadi salah satu unsur penting untuk dipelajari oleh
antropologi. Salah satu cabang ilmu antropologi budaya yang secara spesifik
mengkaji masalah bahasa ini adalah antropologi linguistik (linguisticanthropology)
atau etnolinguistik.
b.
Etnologi dan Antropologi Sosial
Etnologi adalah ilmu yang mempelajari
asas-asas manusia melalui kajiannya terhadap sejumlah kebudayaan suku bangsa
yang tersebar di seluruh dunia. Seperti Anda lihat pada bagan 2 di atas, ilmu ini dibedakan menjadi
2 bagian atas dasar perbedaan fokus kajiannya. Pertama, ilmu yang lebih
memfokuskan diri pada kajian bidang diakronik (kajian dalam rentang waktu yang
berurutan), yang tetap menggunakan nama etnologi. Kedua, ilmu yang lebih
menekankan perhatiannya pada bidang sinkronik (kajian dalam waktu yang
bersamaan), yang lebih akrab dengan sebutan antropologi sosial.
Di antara ahli antropologi yang mengembangkan
teori-teori antropologi sinkronik adalah A.R. Radcliffe-Brown. Ia adalah
seorang ahli antropologi Inggris yang mencoba mencari asas-asas kebudayaan dan
kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan masyarakat. Menurutnya, para ahli
antropologi harus berbuat lebih dari yang dilakukan oleh para ahli pada fase
kedua, yaitu yang hanya puas dengan mempelajari kebudayaan hanya untuk
mengetahui sejarah dan persebaran kebudayaan-kebudayaan di muka bumi ini.
c.
Etnopsikologi
Subbidang antropologi yang berkembang sekitar
awal abad ke 19 (tahun 1920-an) adalah etnopsikologi atau antropologi
psikologi, yaitu sebuah kajian antropologi yang menggunakan konsep-konsep
psikologi dalam proses analisanya. Kajian ini berkembang di Amerika dan
Inggris manakala ada kebutuhan untuk mengetahui: (1) kepribadian bangsa, (2)
peranan individu dalam proses perubahan adat-istiadat, dan (3) nilai universal
dari konsep-konsep psikologi. Kebutuhan pertama muncul ketika hubungan
antarbangsa mulai diperhatikan demi kepentingan hubungan internasional terutama
sejak Perang Dunia I.
Sebetulnya beberapa kajian tentang
kepribadian suatu suku bangsa pernah dilakukan oleh beberapa ahli terutama
terkait dengan kepentingan untuk mengetahui kepribadian penduduk di daerah
jajahan, tetapi konsep-konsep dan
istilah-istilah yang digunakan tergolong masih kasar dan kurang cermat. Baru
sekitar tahun 1920-an, para ahli antropologi mempelajari masalah kepribadian
suatu suku bangsa dengan lebih cermat dan teliti dengan menggunakan
konsep-konsep dan teori-teori psikologi.
Dengan demikian, mereka dapat mendeskripsikan
kepribadian suatu suku bangsa dengan lebih objektif dan teliti untuk menemukan
kepribadian umum warga suatu bangsa atau suatu suku bangsa. Pada tahun-tahun
tersebut di Amerika Serikat juga dimulai suatu kajian antropologi yang memfokuskan
diri pada peranan individu dalam proses perubahan adat-istiadat.
Dalam kajian antropologi sebelumnya, pada umumnya
keberadaan individu yang berperilaku menyimpang tidak mendapat perhatian,
karena perhatian para ahli lebih terfokus pada pola-pola kehidupan yang telah
mapan. Baru disadari kemudian bahwa gejala perilaku individu yang menyimpang
dapat dipahami dalam kaitannya dengan perubahan sosial-budaya dari kebudayaan
suatu bangsa atau suatu suku bangsa. Atas dasar kajiannya terhadap gejala
kepribadian suatu suku bangsa ini, para ahli antropologi juga dapat mengkritisi
beberapa teori psikologi yang dihasilkan atas dasar suatu penelitian pada
masyarakat Eropa. Atas kajiannya terhadap masyarakat di luar Eropa, beberapa
teori psikologi yang ada saat itu ternyata belum tentu dapat diterapkan atau
berlaku secara universal. Oleh karena itu, masih perlu kehati-hatian dalam
menerapkannya untuk mengkaji masalah kepribadian umum pada masyarakat di luar
Eropa.